Selasa, 31 Juli 2012

Cerpen Romatis Update Agustus 2012

Cerpen Romantis Agustus 2012 - Mungkin bagi setiap Manusia Romantisme memang dalam kehidupan sangat dibutuhkan karena dalam Romantisme ini manusia dituntuk untuk saling memahami dan menyayangi, Mungkin bagi penulis arti makna romantis bisa dituangkan dalam sebuah karya sastra baik Cerpen Maupun Puisi, seperti sahabat-sahabat loker seni yang sudah kreatif membuat Cerpen Romantis dibawah ini.

Dan Cerpen Romantis dibawah ini adalah Cerpen Romantis yang berhasisl terkumpul dari sahabat-sahat Loker Seni yang sudah mengirimkan Cerpen Romantis dan Dipublikasikan Pada bulan Agustus 2012, Okelah langsung saja untuk membaca Kumpulan Cerpen Romantis hasil kiriman dari sahahat lokerseni dibawah ini.

Cerpen Romantis Update Agustus 2012
Cerpen Romantis Update Agustus 2012
KUMPULAN CERPEN ROMATIS UPDATE AGUSTUS 2012
1. MAKASIH 'DAVA'
Karya Mira Tri Rejeki
Bu Tari segera berjalan kebelakang manuju kamar Emi, sementara itu Dava sedang sibuk berlatih mengucap kata “maaf” untuk Emi agar ia tak seperti maling tertangkap basah saat bicara dengan Emi...Baca Selengkapnya...
2. SENYUMAN TERAKHIR
Karya Gufran Algifari
Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku....Baca Selengkapnya...
3. MAWAR PUTIH
Karya Mifta Resti
Entah sejak kapan awal mulanya aku mulai menyukai Deva, namun perasaan itu semakin lama semakin kuat. Tak seorangpun yang mengetahui rahasiaku ini selain diriku sendiri. Tapi sejujurnya, ingin aku menghapus namanya yang tertulis dihatiku,...Baca Selengkapnya...
4. AURORA
Karya Devi Khairun Nisa
Kamu pertama kali melihatnya sedang tersedu dengan air mata yang menganak sungai di pipinya. Terisak di sebuah bangku taman tanpa mempedulikan keadaan sekitarnya. Tidak peduli dengan gerimis yang mulai deras. Ia hanya menangis. Menangis menatap nanar bunga yang sedang bermekar indah dihadapannya....Baca Selengkapnya...
5. DIA MELUKAIKU DAN MENYEMBUHKANKU
Karya Tofik Nuryanto
Aku nggak pernah merasa sepedih ini, gila…!! Aku cowok dan berprinsip aku nggak bakalan nangis karena aku sudah sejak lama lupa bagaimana rasanya menangis. Tapi apakah gara² seorang cewek aku bisa kaya gini…??.....Baca Selengkapnya...
6. CINTA CENAT CENUT CEMUNGUTH CELAMANYA
Karya Listya Adinugroho
Pada suatu tanggal, tepatnya tanggal 40 Februari 2011 cot 45, terdapat sebuah hutan yang sangat lebat, bahkan lebih lebat dari hujan lebat. Tidak ada seorang pun yang berani masuk di hutan itu. Bahkan orang-orang tak berani menceritakan tentang hutan itu. Bahkan (lagi), saya juga gak berani menceritakan hutan itu. Maka dari itu, kita beralih 1 meter ke utara dari hutan tersebut.....Baca Selengkapnya...
7. BINTANG TERINDAH BUAT LISA
Karya Apriadi
Ku istirahatkan sejenak badanku setelah lelah bermain sepak bola di kursi dekat taman sekolah yang sangat sejuk, karena dinaungi oleh sebuah pohon besar. Dari sini aku dapat melihat keseluruhan SMA ku yang begitu indah dengan tanaman-tanaman yang hijau dan sejuk....Baca Selengkapnya...
15. PERTEMUANKU DENGANMU (SEPTEMBER 2012)
Karya Laili Nur Rochmah
Aku Clara anak centil yang pandai bergaul. Aku hidup dengan satu ayah, satu ibu, dan dua orang kakak laki2. Waw …!! Lengakap ya…. Suatu ketika aku di ajak oleh ayah ku pergi ke paris bersama keluarga besar. Liburan kali ini adalah hadiah ulang tahun ku yang ke-17 th....Baca Selengkapnya..

Semoga Cerpen Romantis diatas bisa bermanfaat bagi anda, SHARE atau LIKE jika Postingan Cerpen Cinta Update Agustus 2012 diatas bisa menjadi Inpirasi atau Motivasi anda  dan kami ucapkan banyak terimakasih atas kunjungannya.

Cerpen Cinta Update Agustus 2012

Cerpen Cinta Update Agustus 2012  - Oke seperti biasanya sebelum saya share postingan Cerpen Tentang Cinta Terbaru, saya akan memperkenalkan postingan saya sebelumnya yakni Cerpen Persahabatan dan Cerita  Lucu. memang yang namanya cinta sangat kuat posisinya dalam kehidupan kita, baik Cinta kepada sang Pencita maupun cinta kepada sesama manusia dan kali ini saya akan share tentang Cerpen Cinta yang didalamnya mungkin terdapat cerita yang menarik dan bisa menjadi sebuah pelajaran untuk kita dalam kehidupan.

Dan Cerpen Cinta ini akan kami Update secara berkala dan Mudah-mudahan bisa Update setiap hati, Kali ini Cerpen CInta ini Update Agustus 2012, Okelah jangan panjang-panjang narasinya, silahkan saja baca Cerpen Tentang Cinta dibawah ini.

Cerpen Cinta Agustus 2012
Cerpen Cinta Update Agustus 2012

KUMPULAN CERPEN CINTA UPDATE AGUSTUS 2012
1. FIRST LOVE
Karya Tita Kartika 
Betahun tahun sudah aku memendam perasaan ini, perasaan yang selalu menyiksa aku ,aku sayang kamu ....itulah hal yang selalu aku ucapkan ketika teringat kamu , terkadang aku merasa lelah dengan semua ini , ingin rasa nya ku bunuh perasaan ini ,...Baca Selengkapnya....
2. TAK TERUNGKAP
Karya DMC
Suasana riuh dan gaduh membahana di kelas tingkat tertinggi di salah satu Senior High School in New York, Sains of Two. Itulah kelas favorit di sekolah. Saat ini jam pelajaran physic alias fisika. Namun, guru pengajar sedang berhalangan datang.....Baca Selengkapnya....
3. AMPLOP JINGGA
Karya DMC
Sore itu senja sangat indah. Semburat warna jingga menghiasi langit. Shin Min Chan sangat menyukai senja. Tiada hari yang dia lewati tanpa menikmati senja. Hari ini dia melewati senja bersama sahabat-sahabatnya di taman. Tawa renyah dari sahabat-sahabatnya menciptakan kehangatan di senja itu....Baca Selengkapnya....
4. KU BAWA HATIKU KEDALAM DAMAI
Karya Rita Lestari
Malam ini adalah malam yang paling gelap yang pernah kulihat. Tak ada kelipan kejora bintang, pantulan cahaya bulan bahkan, petir yang menyambar-nyambar. Hanya hitam yang tampak. Semburat cahaya kehitamanpun tak dapat ku lihat. Semuanya legam tampak di pelupuk mata.....Baca Selengkapnya....
5. LOVE
Karya Pramitha
Pagi hari yang cerah, kami berangkat kesekolah bersama sama menaiki sepeda setiap hari. Tak terasa sudah empat tahun kami bersama sejak kelas 3SMP, hingga sekarang ....Baca Selengkapnya....
6. PERTEMUAN SINGKAT
Karya Titi Dwi Hayati
“Tak apa” ucap seseorang yang tlah bertabrakan denganku di toko buku ini. Ketika kami saling pandang, ternyata “Randy/Bella ?” Ucap kami hampir berbarengan. “Heii, sudah berapa lama kita tak bertemu. Apa kabarmu ?” Tanya Randy. ‘hmm, 2 tahunan mungkin. aku baik saja, kau tak jauh berbeda dengan yang dulu. Bagaimana keadaan mu ?” jawabku “yaah, seperti apa yang kau lihat sekarang,...Baca Selengkapnya....
7. FANI, KAU MASIH PEREMPUAN 
Karya Andi Sudianto
Adakah aku pantas mengimpikannya? Perempuan yang memiliki wajah empat si setiap sisi kepalanya. Dia bisa dengan bebas memindahkan raut wajahnya. Elusif....Baca Selengkapnya....
8. NASI GORENG CINTA
Karya Rafael Stefan Lawalata
“Memang masakanmu lah yang paling lezat Den ! Terutama nasi goreng yang menjadi andalanmu itu !” ucap salah seorang kawan Raden pada suatu perayaan ulang tahun temannya itu. Semua teman satu kampus Raden memang sangat menyukai masakan buatannya, terutama nasi gorengnya....Baca Selengkapnya....
9. MAWAR PUTIH
Karya Mifta Resti
Entah sejak kapan awal mulanya aku mulai menyukai Deva, namun perasaan itu semakin lama semakin kuat. Tak seorangpun yang mengetahui rahasiaku ini selain diriku sendiri. Tapi sejujurnya, ingin aku menghapus namanya yang tertulis dihatiku,...Baca Selengkapnya...
10. KISAHKU
Karya Indha
Namaku indha, ini kisahku bersama dengan orang yang sangat kucintai sampai saat ini. Saat itu aku masih kuliah di Universitas Negeri Makassar jurusan PGSD di UPP PGSD Parepare ambil D2, jadi perkuliahannya Cuma 2 tahun setengah....Baca Selengkapnya...
11. MATRE VERSI JOSEPHIRA
Karya Dania Indarastuti
Pagi yang cerah menyambut Joshepira,mahasisiwi Universitas Indonesia fakultas hukum.
Tinggi tubuhnya 170 cm,badannya langsing,kulitnya putih,rambutnya hitam ikal panjang,matanya bulat,bulu matanya lentik,hidungnya mancung,dan bibirnya tipis berwarna pink.Kata orang "no body is perfect,"tapi Joshepira terlihat perfect dengan apa yang dimilikinya.....Baca Selengkapnya...
12. MY LOVE STORY
Karya Prahadika Maharaning Pratiwi
Selama ini aku percaya, bahwa cinta adalah hal terkuat yang bisa membuat manusia berubah dalam waktu singkat. Mungkin aku salah satunya, aku bisa berubah sedemikian cepat karena cinta. Karena cinta aku selalu tersenyum, tertawa, dan kadang seperti anak kecil yang selalu ingin diperhatikan....Baca Selengkapnya...
13. PENGHIANATAN CINTA
Karya NurFitri Amalia
“putus”. Kata itulah yang sekarang selalu terngiang di dalam otak brain. Kemarin sofie memutuskannya dengan sepihak,dan tanpa menunggu jawaban dari brain sofie pergi dengan begitu saja . tanpa penjelasan sedikitpun,”kau begitu jahat,sofie”. Batin brain ketika telah sampai di rumah.....Baca Selengkapnya...

14. JODOH GUE IMUT JUGA
Karya Anggi Saputri
“raaadiitt , ceppet bangun udah jam berapa ini” teriak mamah , yang di panggil malah senyam senyum sendiri dalem mimpinya.....Baca Selengkapnya...

15. CERITA CINTA ANAK SMA
Karya Sri Hasih Nurhayati
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para siswa di SMAN 1 Harapan, karena hari ini adalah hari penentuan kelas. Aku juga merasakan deg-degan, apakah aku masuk kelas IPA atau IPS, dan apakah aku masih bisa bersama-sama dengan sahabat-sahabatku....Baca Selengkapnya...
16. BUNGA MAWAR UNTUKNYA
Karya Fitriani Zulfikar
ari ini 30 September 2011, genap 1 tahun sudah dia meninggalkan ku, seorang gadis manis dengan senyum terindah yang pernah ku miliki. Hari ini seperti biasa, ku menjenguknya dengan setangkai bunga mawar yang selalu dia minta dariku, kalo katanya biar agak romantis....Baca Selengkapnya...

17. BUNGA MAWAR MERAH DARI MATA CINTAMU
Karya Febri Dwi Yanto
“Kita ada di mana ini Mas?,”tanya Caca, gadis cantik yang kini menginjak usia 18 tahun itu bertanya pada sahabatnya Evan.....Baca Selengkapnya...
18. PENGHIANATAN CINTA DAN PERSAHABATAN
Karya Sri Hasih Nurhayati
Cinta, setiap hari tak pernah lekang dengan kata-kata ini, kata cinta selalu menjadi topic menarik untuk dibicarakan. Cinta bisa menyatukan dua hal yang terpisah tapi juga bisa menghancurkan sesuatu yang menyatu menjadi terberai,....Baca Selengkapnya...
19. TAK JODOH
Karya Sri Hasih Nurhayati
Pernah gag sih kamu ngerasain suka sama orang, tapi kamu gag pernah punya keberanian untuk mendekatinya apalagi mengungkapkan perasaan yang kamu rasakan. Sama sekali gag ada nyali untuk mengatakan semua kepadanya tentang apa yang kamu inginkan,....Baca Selengkapnya...
20. RATU ONLINE
Karya Yunita Dewi
Dewita Zulfikar,siswi manis kelas 3 SMA Kasih Bunda itu mulai mematikan komputer di depannya.Dia di juluki “Ratu Online” oleh kedua sahabat baiknya,Nina dan Sintya.....Baca Selengkapnya...
21. AKU JANJI AKAN BERUSAHA UNTUK BERUBAH
Karya Valiant Bimasena
Dia benar. Aku memang telah melakukan kesalahan yang fatal terhadapnya. Aku berharap aku bisa megubah semua dan membuka lembaran baru.tapi kini, Sekeras dan sekuat apapun aku mencoba bertahan. Sekeras dan sejauh apapun aku berlari mengejarnya.....Baca Selengkapnya...
22. BINTANG TERINDAH BUAT LISA
Karya Apriadi
Ku istirahatkan sejenak badanku setelah lelah bermain sepak bola di kursi dekat taman sekolah yang sangat sejuk, karena dinaungi oleh sebuah pohon besar. Dari sini aku dapat melihat keseluruhan SMA ku yang begitu indah dengan tanaman-tanaman yang hijau dan sejuk....Baca Selengkapnya...
23. CRAZY LOVE
Karya Novitasari
Hari itu benar-benar melelahkan sekaligus menjadi hari yang sial buat gadis seumuranku,bagaimana tidak beberapa jam lalu aku sempat pingsang di lapangan saat mengikuti pengembangan diri karate. Ini gara-gara cowok yang aku naksir,mungkin saking bahagianya aku sampai lupa kalau tubuhku sudah tidak kuat lagi untuk berlari bebrapa puluh kali keliling lapangan basket.....Baca Selengkapnya...
24. TAKDIR DIDALAM TAKBIR
Karya Arif 'Ngky' Anwar
Hidup bukan pilihan. Pilihan-pilihan hanyalah anak-anak tangga sebuah proses dalam hidup. Hidup yang memilih kita. Bukan sebaliknya. Dan setelah itu, perjuangkanlah apapun peranmu. Itu yang benar. Kita tak pernah bisa memilih hidup kita sendiri. Jangankan hidup, lahir di rahim wanita manapun saja kita tak pernah bisa memilih.....Baca Selengkapnya...
25. SATU JAM SAJA
Karya Amelya
Mereka pun pergi ke pantai marina yg lokasinya nggak jauh dr taman tempat mereka bertemu. setelah 15 menit perjalanan mereka pun sampai, khalif mencari tempat duduk n mempersilahkan Vilia duduk di sampingnya....Baca Selengkapnya...

Semoga Cerpen Cinta diatas bisa bermanfaat bagi anda dan juga bisa memotivasi anda dalam membuat sebuah Cerpen, SHARE atau LIKE jika Cerpen diatas Bermanfaat bagi anda.

First Love - Cerpen Cinta

FIRST LOVE
Karya Tita Kartika 

Betahun tahun sudah aku memendam perasaan ini, perasaan yang selalu menyiksa aku ,aku sayang kamu ....itulah hal yang selalu aku ucapkan ketika teringat kamu , terkadang aku merasa lelah dengan semua ini , ingin rasa nya ku bunuh perasaan ini , aku coba mencari cinta yang lain tapi tetap hanya kamu yang ada di dalam hati dan pikiran ku.. apakah kamu tidak dapat merasakan hal itu ?" .

Hari demi hari , bulan demi bulan , tahun demi tahun aku lewati tanpa ada nya kamu...setelah hari itu 2 juli 2007 hari terakhir aku bertemu dengan mu.Berat rasa nya untuk menaiki angkutan umum itu ... pulang dan pergi meninggalkanmu.saat aku menaiki angkutan itu dan ketika kamu membukakan pintu angkutan tersebut perasaan ku sangat tidak karuan , saat aku melangkah menaiki angkutan tersebut dalam hati ku berbisik " aku tak akan pernah melupakan mu,kamu akan selalu ada di hati ku , selamanya ...."saat itu adalah hari terakhir aku melihat wajah nya juga senyuman nya .

Aku merindukan nya bisik hati ku setiapa aku teringat pada nya, aku berfikir akan kan aku dapat kembali bertemu dengan nya ?? dalam setiap doa ku selalu ku sebut nama nya, di setiap sujud ku selalu terbesitt angan angan tentang nya , : ya tuhan akan kah kau mempertemukan aku kembali dengan nya ?dengan dia yang telah merebut semua hati ku , cinta ku juga perhatian ku .. Tuhan .....ijinkan aku untuk kembali bertemu dengan nya .. sekali saja dalam sisa hidup ku ini ... doa itupun selalu ku ucap setelah aku terbangun dari sujud ku .

Bertahun tahun aku mencari , menanti , dan menunggu ,akhirnya doa doa ku pun terkabul aku menemukan nya lewat jejaring sosial facebook , sungguh bahagia nya hati ku . setelah itu akhir nya aku dapat bertemu dengan nya , sungguh perasaan ku bercampur aduk saat itu , aku tertegun melihat sosok yang selama ini aku nantikan , aku rindukan sekarang berada di hadapan ku , entah mengapa aku hanya bisa terdiam memandang nya , rasa tak percaya .. saat itu ingin rasa nya aku memeluk nya dan berteriak aku merindukan mu aku merindukan mu ...tapi hal itu sangat mustahil untuk ku lakukan,alhasil aku hanya bisa terdiam..... sampai pada saat nya aku harus pulang aku hanya bisa terdiam , sungguh aku sangat ingin mengungkapkan perasaan yang selama ini ku pendam terhadap nya , tetapi lidah ini terasa kaku, tak dapat aku berkata kata . dan pada saat nya waktu tak memungkinkan aku untuk terus bersama nya , aku harus pulang , sungguh aku tak ingin pergi , aku masih ingin bersama nya.. tetapi aku harus pulang , dan aku pulang dengan penyesalan yang teramat dalam, bodoh nya aku tak bisa mengungkap kan itu .

Setelah pertemuan itu aku menjadi semakin ingin bertemu kembali dengan nya , ada yang masih mengganjal dalam hati ku. seusai sujud ku kembali berdoa : ya tuhan mengapa perasaan ini kembali menyiksa batin ku ? tuhan ada apakan di balik semua ini ...tolong beri tau aku .. !!!!! tuhan aku mohon jika dia tercipta memang bukan untuk aku , aku mohon buatlah perasaan ini hilang hingga tak berbekas , jangan biarkan aku terlarut dalam kisah ini , aku hanya ingin semua nya jelas , aku tak tau apa yang engkau rencanakan ,aku lelah tuhan ...jika engkau menginginkan aku tetap menunggu .. kuatkan aku ."

Sampai pada akhir nya aku memberanikan diri untuk mengungkapkan semua perasaan ku , berbekal nyali dan keberanian ku mantapkan hati ku untuk mengungkapkan semua perasaan ku kepada nya selama 6 tahun , sayang nya dia tak merespon dengan baik , kekecewaan timbul di hati ku.. tapi aku sedikit merasa lega karna beban di hati ku berkurang setelah mengungkap kan perasaan itu walaupun aku sangat teramat kecewa .jujur aku ingin sekali mengetahui apa yang dia rasakan terhadap ku , karna dia hanya terdiam .sampai saat ini itulah yang menjadi rahasia dalam hidup ku ,hall yang sekarang dapat aku lakukan hanya menunggu , menunggu sampai pada saat nya rahasia itu akn terjawab .

Bogor 28 juli 2012

PROFIL PENULIS
Nama : Tita Kartika
Alamat : Gn.Putri Bogor
Cta-cita : Ingin Menjadi Penulis Terkenal .
Facebook : tita katika
Twiter : @tittaimathaa
Kalau jelekk maaf ya :)

Cerpen Romantis - Makasih Dava

MAKASIH 'DAVA'
Karya Mira Tri Rejeki

From: Dava
To: Emi
Mi ak mw krmh kmu, kmu drmh kan ?
Emi kembali meletakkan hpnya di tempat tidur setelah membaca sms dari Dava, ia sengaja tidak membalasnya.
Tok… tok… tok… !! Bu Tari yang sedari tadi duduk diruang tamu segera membukakan pintu depan yang tak henti-hentinya mengeluarkan bunyi “tok…tok…tok…”

Ckrekk
“Selamat sore tante” sapa Dava dengan rasa hormatnya.
“Sore dek Dava, mau ketemu Emi ya ?”
“Iya tanye, Eminya adakan ?”
“Ada kok, sebentar saya panggilkan, masuk dulu dek”
“Nggak usah tante disini aja”

Bu Tari segera berjalan kebelakang manuju kamar Emi, sementara itu Dava sedang sibuk berlatih mengucap kata “maaf” untuk Emi agar ia tak seperti maling tertangkap basah saat bicara dengan Emi.
“Emi ada pacar kamu tuh diluar”
“Siapa mah ?”
“Ya Dava lah masak Paijo”
“Bilang aja kalau aku masih marah sama dia”
“Kamu keluar dulu temuin dia, kasihan tuh mukanya seperti baru bangun tidur”
“Gak mau !”
“Ya udah kalau kamu gak mau keluar biar mamah suruh Dava masuk ke kamar kamu”
“Ihh mamah kok gitu sih, iya deh Emi keluar”

Emi terpaksa berjalan keluar menemui Dava dengan wajahnya yang terlihat murung. Bu Tari yang sepertinya sudah mengerti masalah 2 remaja itu hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala. Dasar anak muda, katanya dalam hati.
“Emi” sapa Dava saat melihat Emi tengah berjalan menghampirinya.

Emi hanya mengambil nafas dan mengeluarkannya lagi saat ia telah duduk disamping Dava.
“Mi kamu masih marah sama aku ?” tanya Dava dengan nada yang sedikit pelan dan mendasara dari hati.
“Iya” jawab Emi ketus tanpa melihat kearah Dava.
“Mi…” Dava membelokkan badannya kearah Emi “akukan udah jelasin semuanya sama kamu kalau aku sama Riti Cuma ngobrol gak lebih” lanjut Dava.
“Bercanda Va bukan ngobrol !” ucap Emi masih dengan nada ketus.
“Cuma bercanda Mi gak lebih”
“Tapi kalian cuma bercanda berdua didalam kelas !” nada Emi sedikit meninggi.
“Emang aku sama Riti cuma berdua didalam kelas, tapi kita cuam bercanda gak lebih. Kenapa kamu cemburunya sampai kayak gini ?”
“Va cewek mana sih yang gak cemburu kalau cowoknya bercanda berduaan didalam kelas sama mantannya”
“Jadi kamu cemburu karna aku bercanda sama Riti dan Riti itu mantan aku ?”
“Ya iyalah, kalau kamu bercandanya sama Pak Kepala Sekolah aku gak bakal cemburu Va !”

Dava tersenyum sambil mengusap kepala Emi.
“Mi aku pernah bilangkan sama kamu kalau aku udah gak ada perasaan lagi sama mantan-mantanku termasuk Riti”
“Tapi Va CLBK itu bisa terjadi dimana aja, kapan aja dan dalam situasi apa aja “ “Mi kamu percayakan sama kau ?”
“Sulit Va buat aku percaya karna aku gak satu sekolah sama kamu, bahkan aku gak tau kamu dikelas ngapain aja”
“Terus sekarang kamu pengen aku ngapain ?” Tanya Dava mencoba memahami perasaan ceweknya itu.
“Terserah kamu Va”

Untuk beberapa menit mereka hanya saling diam.
“Loh kalian disini toh ? Tante pikir pergi jalan” ucap Bu Tari saat melihat Emi dan Dava duduk di teras.
“Enakan disini tante liatin tanaman”
“Didalam aja ngobrolnya bentar lagi hujan nanti basah kalau duduk disitu”
“Gak usah tante, saya mau pulang aja sebelum hujan”
“Kok cepet ? Gak nemenin Emi dulu ?”
“Mamah apaan sih ?” gerutu Emi sambil mencubit pinggang mamahnya.
“Eminya lagi marah sama saya tante” ucap Dava sambil tersenyum, Emi hanya diam menahan senyumnya.
“Ya udah hati-hati dijalan”
“Iya Tante, Emi aku pulang dulu”
“Hati-hati” ucap Emi dengan nada datar.


“Va kamu mau kemana ?” Tanya Riti sembari berjalan menghampiri Dava.
“Mau ke ruang guru”
“Ngapain ?”
“Gak papa, aku duluan ya “
“Iya” wajah Riti diselimuti tanda tanya saat melihat sikap Dava yang seakan menjauh darinya.
Tok…tok…tok..!! Dava telah sampai di ruang guru.
“Masuk” perintah Pak Tosa wali kelas Dava.

Dava segera masuk ke ruang itu dan duduk didepan Pak Tosa.
“Ada apa Dava ?”
“Boleh saya bicara sebentar pak ?” tanya Dava dengan nada hormat.
“Silahkan”
“Begini pak, sebelumnya saya minta maaf, kalau diijinkan saya pengen pindah kelas”
“Loh kenapa ? Apa kamu gak suka dengan kelas kamu yang sekarang ?”
“Bukannya gak suka pak tapi saya hanya pengen cari suasana bary saja “
“Kamu pengennya pindah ke kelas apa ?”
“Itu terserah bapak saja “
“Di kelas B ada 1 bangku kosong kalau kamu mau kamu bisa pindah kesana, mau ?”
“Iya pak gak papa “
“Ya sudah mulai besok pagi kamu bisa masuk kelas B biar saya nanti yang mengurus absensinya”
“Terimakasih pak” Dava segera keluar dari ruangan itu setelah pembicaraannya dengan Pak Tosa selesai.


Esoknya Dava telah menjadi siswa kelas B bukan A lagi. Walaupun ia harus sedikit menyesuaikan diri. Tapi ini semua harus ia lakukan karna ini pilihannya. Sebenarnya Dava pindah kelas bukan karna ingin cari suasan baru tapi ia pengen nunjukin ke Emi kalau dia sayang sama Emi, dia gak akan dekat lagi sama Riti kalau kedekatannya itu membuat Emi cemburu.
“Va kamu kok pindah kelas B ?” tanya Riti disaat jam istirahat.
“Cuman mau cari suasana baru aja kok”
“Oh gitu, ya udah ke kantin yuk”
“Gak ah aku mau ke perpus aja”
“Kok gitu sih kamu sekarang kayak nghindar dari aku ?”
“Bukannya gitu Ti, aku emang mau ke perpus cari bahan pelajaran karna di kelas B aku tertinggal pelajarannya”
“Ya udah aku ke kantin duluan” Riti berjalan menuju kantin dengan sedikit rasa kesal yang menyelinap di hatinya.
Sorry Ti aku emang nghindar dari kamu, aku gak pengen Emi cemburu dengan kedekatan kita walau kita hanya sebatas teman. Kata Dava dalam hati.


Setelah jam pelajaran habis Dava tak langsung pulang ke rumah, ia membelokkan arah perjalanannya menuju rumah Emi.

Emi segera keluar dari kamar saat ia melihat Dava telah masuk ke gerbang rumahnya.
“Loh Emi kamu mau kemana ?” tanya Dava saat melihat Emi yang setengah berlari menghampirinya.
“Yam au nemuin kamu lah “
“Hehehe kirain mau beli beras di warung” canda Dava “Kok belum ganti baju suh Mi ?”
“Suka aja pakek baju SMA” Dava tersenyum manis sambil mengusap kepala ceweknya itu yang sedikit manja dan mudah cemburu.
“Mi kamu udah gak marah lagi sama aku ?”
“Masih kok” kata Emi dengan nada jailnya.
“Kok gitu sih Mi, padahal aku udah sampai pindah kelas loh”
“Pindah kelas ? Maksudnya ?” tanya Emi dengan nada heran.
“Emi lihat aku…” Dava memaksa mata Emi agar mau melihat matanya “kamu percayakan kalau aku sayang sama kamu, aku pindah kelas B biar aku gak sekelas sama Riti, biar aku gak sering ngobrol sama Riti, biar aku gak sering bercanda sama Riti, biar kamu tahu kalau aku sayang sama kamu, aku lakuin ini karna ak gak pengen kamu terus cemburu karna kedekatanku dengan Riti di kelas, aku lakuin ini karna kau gak pengen kehilangan kamu” tutur Dava dengan nada pelan.
“Va kamu gak perlu lakuin ini, kamu tetep bisa di kelas A asal kamu bisa jaga kepercayaanku” kata Emi dengan sedikit haru setelah mendengar penjelasan dari Dava.
“Gak papa Mi ini pilihanku, aku lakuin ini demi kamu biar kamu gak sakit”
“Makasih Va” Dava memeluk Emi saat ia melihat Emi mulai meneteskan air matanya.
“Loh ini kenapa kok ada acara pelukan segala ?” suara Bu Tari yang tiba-tiba berada disamping Emi dan Dava
“E… gak papa tente, hehe… “
“Ya udah diterusin lagi tante mau ke warung dulu cari sayuran”
“Hati-hati tante” Emi hanya tersenyum mendengar obrolan Dava dengan mamahnya yang terlihat begitu akrab.
“Akrab banget sama mamahku” kata Emi dengan sedikit manja.
“Kan sama mertua harus akrab”
“Amin”
“Hehehe…” mereka tertawa bersama melepas semua lelah seharian dari pagi hingga sore ini.

THE END

PROFIL PENULIS
Nama : Mira Tri Rejeki
SMK N 1 PENGASIH KULON PROGO YOGYAKARTA
Facebook : mirra clemy clemy
e-mail : dalove_mi@yahoo.com

Cerpen Cinta - Tak Terungkap

TAK TERUNGKAP
Karya DMC

Suasana riuh dan gaduh membahana di kelas tingkat tertinggi di salah satu Senior High School in New York, Sains of Two. Itulah kelas favorit di sekolah. Saat ini jam pelajaran physic alias fisika. Namun, guru pengajar sedang berhalangan datang. All students lantas melakukan berbagai aktifitas yang disukainya seperti, mengobrol, main gadget, bercanda, lari-larian, menyanyi, dan menelusuri dunia lewat internet.

Namaku Diana, aku salah satu sisiwi di kelas favorit ini. Sekarang ini umurku hampir menginjak 18 years old. Aku sebangku dengan gadis yang bernama Emma. Dia temanku sejak masih di New York Junior High School. Sementara di depanku duduklah dua orang cowo bernama Richard dan Harry. Mereka berdua teman sekelas Emma di kelas dua SMA.

Di Awal tahun ajaran baru, aku, Richard dan Harry tidak akrab. Tapi, boleh di lihat sekarang... bukan hanya akrab... tapi, lebih dari itu. Setiap guru menjelaskan, kami berempat yang selalu membuat suasana hening mencekam menjadi ramai. Apalagi sekarang, jam pelajaran kosong. Deretan bangku paling timur (bangku tempat kami berempat berada) menjadi paling sibuk sekaligus paling ramai. Bagaimana tidak... sedari tadi aku, Emma, Richard dan Harry bersaing untuk mendapatkan foto-foto konyol salah satu dari kami. Dan untuk mendapatkannya yang harus dilakukan adalah take a picture secara sembunyi-sembunyi.

“Yeeesss..... I get it...!”, seru Harry tiba-tiba.
Sontak aku dan kedua temanku yang lain menoleh ke arahnya.
“what??? Foto siapa?”, tanyaku.
Harry langsung memperlihatkan foto siapa yang ia dapat.
“hwaaahahahahahahahaha.....” tawa Richard dan Emma meluncur dari mulut mereka. Sementara aku pasang wajah bad mood.
“Harry... Give me! Aku ingin melihatnya dari dekat.”
“Don’t delete it! It’s so funny,Richard...hahahahaa...”
“Waaauuuww... Diana... look at your picture! Kau tampak sangat oon di foto ini. Hehehehe”, ujar Emma.
“Send to me! Diana, ini seperti bukan kau. Hahaha...”, Richard kembali menertawakanku.
“Heeeiiii..... stop! Jangan tertawa lagi...”, ujarku manyun.
“Heeehh... kau ini sudah jangan gitu... tambah jelek.”,Ask Harry.

Kebiasaan mencuri-curi foto ini dimulai beberapa bulan setelah tahun ajaran baru dan pastinya setelah kami akrab. First people do it is Harry. Si Cool Boy ini memotret aku dan kemudian Emma secara diam-diam. After that, dia menunjukkan hasil buruannya itu pada Richard. Richard yang duduk tepat di depanku itu tertawa terpingkal-pingkal. Sedangkan, aku dan Emma hanya bisa teriak dan berusaha merebut ponsel Harry untuk menghapus foto itu.

Once, twice dan seterusnya...
Banyak sekali foto-foto konyolku dan mereka yang ada di ponsel masing-masing. Dan kami pun saling bertukar hasil buruan. Namun, jika dilihat dan dicermati... I always take Harry’s picture than Richard and Emma. I think... ini karena aku mendapat getaran-getaran yang asing sejak mengenal Harry. Mungkin itu yg orang bilang Falling in Love.
***

One day...Emma mendekatkan kepalanya ke arahku kemudian dia membisikkan kalimat yang membuatku nyaris berteriak...“Oh...God...Hepl me! please don’t make me love him.”, bisik Emma.
“Heeeiiii?? Youuu...???”,Wajahku berubah seperti kepiting rebus.
Emma hanya tersenyum jahil. Then, she says “It is your status in Facebook. Right?”
“Emmaaa... Stop! Ku mohon,,,,Soft of your voice.” Ujarku sambil melirik ke depan, memastikan dua cowo itu tak mendengar.
“I know, who is the boy. Is He?”, Emma melirik ke arah Harry yg sedang mengotak-atik ponselnya.
“Heeeiii.... kau tahu dari mana? Apakah aku pernah menceritakannya padamu?”
“No. But, i’m suspicious with you. Kelakuanmu saat bersamanya berbeda. Tatapanmu padanya juga, emmm... different. Mengakulah!”
“Hmmmm....” aku menghela napas. I’m shock. Aku berusaha tidak menunjukkan perasaanku dari awal padanya, ternyata Emma menyadarinya. Oh God... jeritku dalam hati.
“Yeah... aku menyayanginya... mencintainya, Emma... dari dulu dan tak kan terungkap. Tolong...rahasiakan ini.”, lanjutku sedih.
“Hehehehe,,, akhirnya kau mengaku juga. Sudah, jangan sedih... Rahasiamu aman. Smile, please...!”
“Eh... what are you doing? Main aja yuukkk...”, ajak pangeranku.
“Mau main apa, sih?”, tanya Emma.
“Tuuuh... alfalink-nya Jannie ambilkan!”
Aku meminjamkan alfalink (sejenis kamus elektronik) pada Jannie, cewe yg duduk di belakangku. “Jan... aku pinjam ini ya...” Jannie mengangguk.
“Tebak-tebakkan. Yang salah memasukkan huruf dipukul dan yang menang, memukul semuanya. So, Are you Agree?”
“OK...”,sahut kami bertiga.

The game started from Harry, lalu berjalan ke kanan ke arah Richard (Harry dan Richard menghadap ke belakang, ke bangkuku), lalu ke aku dan ke Emma. Dalam kurang dari 10 putaran, aku dan Emma yang sering mendapatkan rasa nyeri karena dipukul. Sementara, Richard dan Harry kebanyakan benar memasukkan huruf. Memang pada dasarnya kekuatan cowo lebih besar daripada cewe, pukulan yang mendarat membuat kulit memerah. Nassiiiiibbbb menjadi cewe..

_ A _ _ A I
“a, i, u, e, o. Mmmm.... I try ‘T’.”, Richard mengawali permainan karena dia telah menang di putaran sebelumnya. Namun, sayang dia mendapat hadiah pukulan karena jawabannya salah.
“Hahahaha...it’s wrong. Mmmm... ‘P’.”, terlihat huruf P muncul di layar alfalink.
“Twice again. Haduuu... apa yaaa....? mmm,... ‘N’. Aaaaahhhhh....sial! Harry pasti menang.”, tebakan Emma yg benar menjadi jembatan kemenangan Harry.
“I think... ‘D’. PANDAI. yeeessss.... i’m the winner... Ayooo... ayoooo siiinniiii... serahkan lenganmu...”, lagi-lagi Harry menjadi pemenang. Aku, Richard dan Emma hanya bisa menarik napas berat dan dengan rela hati menyerahkan lengan untuk mendapat pukulan.
Prrraaaakkkk... satu pukulan mendarat di lengan Emma.
pppraaaakkk... satu pukulan tidak keras mengenai lengan Richard.
“Diana... c’mon...”, aku segera merelakan lengan kananku memerah lagi.
Ppppprrrrrrrrrraaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkk.......
Suara pukulan Harry terdengar sangat keras, bersamaan dengan itu Emma bergumam “adduuuhhh... that’s so hurt!”
Aku langsung menjerit. “Waaaaauuuuuwwww.... Heiii... Harry... Saaakiiiiiitttt.... isn’t fair! Ke aku aja keras banget... ke Richard and Emma tidak. Kau dendam ya sama aku...”, aku mengomel sambil mengusap-usap lengan yang mendapat pukulan telak dari Harry.
“Hahahahahahahaaaaa.... enak kalau memukulmu, Diana. Sungguh!”, Harry terlihat sangat bahagia.
“Heeh? Maksud loe? Mentang-mentang I’m fat girl, kau bisa memukul seenaknya... awaaasss kau yaaa... ku balas nanti.”
“C’mon Harry.... ayo mulai lg dengan kata baru.”, seru Richard tak sabar.
“yeah... sabar....”, Harry memencet tombol2 dan kemudian terlihat di layar _ _A_A_
“WRONG! Come here.... aku mau balas.... Harry... ayooo.... sekali aja....”
“Eeee... gak tau itu....”, Harry semakin menjauhkan badannya dari aku. Terpaksa hanya memukul sedikit.

Permainan dilanjutkan Richard. Huruf di layar sekarang terlihat GA_A_. Lalu, aku menekan huruf H dan benar. Sekarang giliran Emma. Dengan petunjuk yang sudah jelas, Emma menekan tombol J dan she’s the winner. Emma langsung memukulku, Richard and Harry.

Harry mengambil alfalink, penasaran dengan kata yang dimaksud.
“GAJAH itu apa?”, tanya Richard polos.
“GAJAH?”, ulang Harry sambil melihat ke arahku.
Otomatis, mataku langsung melotot padanya and I say, “What are you doing, Harry? Why are you seeing to me, heeeeehhh?”
“Gajah kan elephant, ya kan?”, Emma menjawab dan melihat ke arahku
“Emmmaaaaa..... kau itu.... you say elephant and you see to me. Jangan melihatku dooonkkk... huuuuaaa.....”
“Huuuuuaaaaaahahahahahahahahahahahahahahahhaha.....”, Harry kembali tertawa bahagia diikuti dengan tawa Richard.
“I’m Sorry, Diana... aku tak bermaksud... huahahahahahahhaa...”, Emma juga tertawa.

Aku dan memasang wajah manyun seperti tadi. Namun, tak berpengaruh. Kami berempatpun tertawa bersama. Aku yg menjadi korban hanya bisa tertawa dan memukul-mukul Harry yang terlihat sangat gembira. Ya seperti itulah...jika aku dan mereka sudah berkumpul. Tak ada kata diam. Pasti ramai, sekalipun itu ulangan atau ujian. Aku yang duduk di diagonal Harry sangat bahagia melihat tawanya. Rasa yang tak terungkap ini membuatnya menjadi orang yang special. Benar-benar pria yang menarik, ujarku dalam hati.
***

Tiiing tooong....jam pelajaran berganti. Mr.George masuk kelas membawa laptopnya. Kemudian, ia menampilkan sebuah Documentary Film. Tayangan yang berdurasi 15 menit itu mengisahkan sepasang kakak-beradik yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Namun, pada akhirnya mereka dapat melanjutkan sekolah berkat kebaikan seorang dermawan.

“Ok, ladies and gentleman... kalian telah melihat tayangan tadi. sekarang tugas kalian membentuk kelompok dan buatlah film indie seperti tadi. Tema bebas. Tugas film ini sebagai tugas akhir. ‘Kay? Do it, Now!”, ujar Mr. George.

15 menit mencari-cari kelompok, akhirnya terbentuklah 5 kelompok. Kelompokku adalah kelompok dance-q (Emma, Rebecca, Julie, Nency and Me) ditambah Richard dan Harry.

“well, tema yang akan kita usung apa?”, tanya Rebecca.
“I don’t know. Up to you. I always Agree.”, jawabku.
“Poor and Rich. Bagaimana?”
“Yes... I’m agree. Kisahnya orang miskin yang dihina-hina oleh orang kaya. Namun nannti si miskin itu menjadi pahlawan yang menyelamatkan si kaya.”, Usul Nency si pengagum Harry yang lain.
“ya. Betul. Boleh tuuuhh...”, Emma menyetujui.
Aku dan Julie hanya mengangguk-angguk saja.

Saat ini, badmood menyerangku. Semua ini gara-gara Harry.
Five days ago, Harry mengejekku karena aku tak bisa berenang. Saat itu dia berkata, “I’m not believe. Masa kamu tidak bisa berenang. Kamu kaaaann.......pelampung!”
I was very shock. Aku tidak menyangka dia berkata seperti itu. Jika orang lain yang mengejekku seperti itu, aku tak peduli. Tapi,dia Harry, orang yang ku puja. My Heart is hurt. Sejak saat itulah kami tak saling bertegur sapa. Yang ada saling menyindir. Aku masih ingat ucapan Richard saat Harry meminta maaf padaku, “ dimana-mana yang spontan yang jujur.”
Aku yang masih tak bisa memaafkan Harry hanya diam saja saat dia meminta maaf padaku. Kami hanya mengutarakan apa yang kami rasa lewat sosial network.
‘Aku punya hati yang tidak ingin disakiti’, ujarku pada sebuah status.
Lalu, Harry membalas kata-kataku lewat statusnya, ‘apa yang diucapkan hati dan mulutku berbeda.’
Aku tidak menyapanya bukan karena membencinya, aku hanya mengetest bagaimana usahanya meminta maaf padaku. Ternyata tidak, dia terlalu jaim. Yang ada, dia malah menghindar dan menjauh dari aku. Lagi-lagi, I was cried in my heart.
Kembali pada hari ini. Teman-temanku memasangkan aku dan Harry menjadi orang kaya, si pemeran antagonis. Aku berpura-pura tak menerima keputusan ini. Padahal, dalam hati aku berteriak gembira. \(^_^)/
“Well.. minggu depan mulai syuting. OK?”
“OK...!”
***

Syuting pertama dimulai. Adegan pertama adalah Nency si miskin mencarikan makanan untuk kakaknya yg sedang sakit. Rebecca bertugas sebagai kameramen. Sementara, Harry memayungi Rebecca agar tidak silau karena hari ini adalah musim panas. Aku, Emma dan Richard hanya menonton pengambilan adegan.
Mataku bukan tertuju pada Nency sang aktor. But, I see Harry. Aku sidah baikan dengannya sebelum shooting pertama dilakukan. Jadi, sekarang Aku bisa memandangnya... mengamatinya... Namun, tiba-tiba... Deeeggggg... jantungku serasa berhenti berdetak. Saat kuikuti arah pandangan matanya, ternyata tertuju pada Nency. Dia tak berkedip. Kusentuh dadaku, ada sakit dan sesak di sana. Bagaimana tidak, Harry, my Prince melihat ke arah Nency dengan tatapan seperti itu. Seandainya bukan Nency, I don’t Care. But, she is Nency. Nency has feel to Harry. Walaupun, Nency tidak mengutarakannya,semua jelas terlihat dari tingkah lakunya saat berada dekat Harry. Emma pun setuju dg pendapatku, bahwa Nency menyukai Harry. Karena itu pula, aku tak mau mengatakan apa yg kurasa pada Harry. Ku simpan, Ku jaga dan ku rawat baik-baik rasa itu agar tak terbaca oleh orang lain. Walau pada akhirnya, Emma mengetahuinya.
Kini, Segala macam pertanyaan yang di awali kata “mengapa”berputar-putar di benakku.Mengapa harus Nency lagi? Mengapa harus pada orang yang sama lagi? Aku menyayanginya... aku mencintainya, tapi, mengapa Nency menyimpan rasa itu juga? Dan sebagainya. Tak pernah terpikir olehku akan mengalami hal yang sama dengan 1 tahun yang lalu, saat aku menyukai orang yang Nency sayang. Apakah ini balasan untukku? Oh, God... aku tak kuat jika seperti ini.... aku yang lebih dulu..., bisikku dalam hati.
Hari itu dan shooting selanjutnya ku lewati dengan perasaan campur aduk. Adakalanya, aku yg merasa sedih krena tingkah Harry pd Nency. Namun, tak jarang pula, Nency menahan sakit karena aku dan Harry. Cinta segitiga yang rumit.
***

Setelah shooting pembuatan film dan berbagai macam tugas akhir selesai, kelas XII dihadapkan dengan lima macam ujian. Try Out, Ujian akhir semester, ujian praktek, ujian sekolah, dan ujian nasional. Benar-benar ribet menjadi siswa kelas XII. Banyak tugas yang harus diselesaikan, banyak kegiatan ujian yang harus diikuti, dan banyak tambahan pelajaran yang wajib diikuti agar dapat lulus.
Beragam kegiatan yang begitu banyak kuikuti dengan senang hati. Mengapa demikian? Karena aku dapat lebih lama bersama Harry. Although, tak bisa bercanda seperti sebelum-sebelumnya. Seperti sekarang, aku sedang berada di lab.IPA, aku sedang mengikuti praktek fisika bersama teman yang lain. Aku, Richard, dan Emma masuk di regu pertama, karena absensiku momor kecil. Aku mendapatkan posisi tempat duduk di depan dan mata praktek ‘kuantitas pegas’.
“c’mon, children.... the time is end. You must do the questions in back. Biarkan teman kalian yang lain masuk.”, ujar
Mr.Alvin.
Serentak, segera regu pertama menyingkir ke bag.belakang laboratory. Kemudian regu kedua masuk.Harry termasuk dalam regu tersebut. Aku melihat Harry berjalan ke bangku belakang. Setelah itu, aku memfokuskan diri ke pekerjaanku sendiri. Sungguh menyebalkan memraktekkan sesuatu yang belum pernah dipraktekkan. Walaupun aku termasuk dalam tiga besar, tetap saja aku bingung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dan keringat mengucur deras, pertanda aku benar-benar bingung dan gugup. Tiba-tiba, aku dikejutkan seseorang.
“Kau belum selesai, Diana?”
“Astaga, Harry... kau itu... belum. Aku belum selesai. Ada apa?”
“Tolong bantu aku, aku tak mengerti bagaimana prakteknya.”
“What’s your matery?”
“Pembiasan. Please, help me! I’m not understand, Diana....”
“OK...OK... but, I must finishing it.”
“Yeach... aku tunggu.”, sahutnya sambil lalu.
‘OMG.... belum juga selesai, ada lagi yang harus aku pikirkan. Bagaimana ini? Aaakhhh... masa bodo dg pekerjaanku. Yang penting, I want to help him.’, batinku.
Aku segera menyelesaikan pekerjaanku. Hmmm,,, sedikit berantakan. Bagiku, yang penting ada jawaban di kertasku. Dan sekarang di pikiranku hanya Harry, Harry dan Harry. Betapa anehnya diriku, hanya Harry yang ada di pikiranku. Padahal, jauh di tempat lain, aku telah memiliki seorang kekasih, Andrew. Namun, sejak awal berhubungan aku menyukai pria lain (dulu, Alfian, mahasiswa salah satu universitas di New York dan sekarang Harry, teman sekelasku).

Dengan wajah yang masih sedikit berkeringat, aku menghampiri Harry yang sedari tadi mondar-mandir kebingungan.
“Harry, ayo kita mulai... mana petunjuknya? Aku sedikit lupa dg praktek ini.”
“Hhhhmmm... akhirnya kau kemari juga. Read it!”, wajah Harry terlihat sedikit lega dengan kedatanganku.

Aku membaca petunjuk-petunjuknya. Syukurlah aku sedikit mengerti dengan materi ini. Tapi, ada hal buruk yang akan terjadi. Dari sudut mataku, aku melihat Marsha yang juga menjadi fans berat Harry menghampiri bangku Harry. Ternyata, materi dia sama dengan materi Harry. OMG... menyebalkan. Tanpa menghiraukan kedatangannya,ku mulai praktek itu sambil memberi penjelasan pada Harry. Sesekali aku melihat ke arahnya, dia tidak sebingung tadi. Thank’s God...
“Harry... Harry.... Diana what are you doing? Go out!”,Mr.Alvin melihatku membantu Harry.
“Yees,Sir... Few minutes later.”
Aku berhenti melakukan praktek, aku memandang Harry, sepertinya dia tidak terpengaruh dengan teguran Mr.Alvin. Namun, aku takut mendapat hukuman.
“No problem. Jangan pikirkan dia.”, Harry menenangkanku.
“Bagaimana, jika dia tahu? Huuuuufffhhttt... ya sudah. I don’t care. Mmmm... tadi sampai mana?”
“Kau bilang sekarang membuat garis...”
“Ooohh... ok... ok...”

Aku dan Harry melanjutkan praktek yang sempat tertunda sebentar. Aku mulai membuat garis namun, selalu saja tidak lurus. Aku mendesah kesal. Tiba-tiba, Harry meletakkan tangannya di atas tanganku. Dia membantuku menekan penggaris agar hasilnya lurus dan dia juga yang menggantikanku membuat garis. And... you know, what am I doing? Aku langsung menyapu pandanganku ke seluruh ruangan. Ku takut, Nency melihatnya dan dia marah padaku. Namun, dalam hati... aku ingin menunjukkan padanya bahwa aku bisa mendapatkan apa yang tidak dia dapatkan dari Harry. Kejadian yang langka itu terjadi cukup lama, sampai aku tak sadar bahwa aku telah menahan napas.
“Hmmmpppphhhtttt... Harry, ini tinggal menghitung. Kau bisa kan, menghitungnya?”
“Beri tahu caranya...”
“Bagi ini dengan ini, lalu kali ini. Kau mengerti?”
Harry mengangguk.
“Ya sudah... kau gunakan ponselku untuk menghitungnya. Aku keluar dulu yaa... Good Luck!”

Lebih dari 15 menit berlalu... satu per satu regu kedua keluar Lab. Aku mencari-cari Harry. Mataku menangkap dia keluar bersama Rebecca. Aku memelankan langkahku untuk sejajar dengan Harry.
“Bagaimana? Finish?”
“Yeah... Aku telah menyelesaikannya. Tadi, aku bertanya pada Mr.Fisika dia berkata, yang satunya itu tidak usah dikerjakan. Thank’s a lot, Diana...”
“Hhhhmmmm....syukurlah... iya, sama-sama. Apa sih yang enggak buat kamu.”
“Loooh... where are you, Diana?”, ku mendengar di depan, Emma mencariku.
Emma bersama Nency di depan dan mereka berdua menoleh ke belakang, melihatku berdua dengan Harry. Seketika itu, kulihat perubahan air muka Nency. Emma pun menepuk-nepuk punggung Nency meminta dia bersabar. Nency berjalan ke kelas tanpa semangat. Bagaimana tidak, sekarang dia dan Harry tidak seakrab dulu, sebab Harry sepertinya mengetahui perasaan Nency padanya dan sekarang dia melihat sahabatnya sendiri jalan berdua dengan pujaannya. Pasti membuat dadanya sesak. ‘Kau mau marah? Marahlaaaahhh... aku tak peduli yg penting aku bahagia. Aku yang lebih dulu...’, kataku dalam hati.
“Oh ya, Where is my mobile?”
“ahhh...iyaaa... ini thank’s yaaa...”
“Yo’i...”
Siswa XII IPA2 bergegas kembali masuk kelas, karena masih ada pelajaran tambahan yang harus dilalui. Aku berjalan berdampingan dengan Harry. Rasa bahagia tak terhingga muncul di suatu ruang di hati ini. Aku merasa, hari ini benar-benar berpihak kepadaku. Untuk kesekian kalinya, aku menoleh pada Harry dan aku berbisik, ‘Look at me! aku menyayangimu, Harry...’.
***

Try Out, ujian akhir semester, ujian praktek, ujian sekolah, dan ujian nasional sudah diikuti seluruh siswa New York Senior High School. Kini saatnya melepas kepenatan, kebosanan dan kejenuhan akibat seabrek soal-soal saat ujian kemarin. Untuk itu, kelasku mengadakan rapat tentang tujuan liburan kami. Banyak tujuan tempat wisata yang diusulkan, tapi kami akhirnya memutuskan berlibur ke Hawaii tentunya bersama wali kelas.
Tanggal 8 Mei, semua warga sains of two telah berkumpul di J.F. Kennedy Air Port. Aku melihat Harry menghidupkan sepuntung rokok dan menghisapnya. Kemudian, terdengar pengumuman bahwa Satu jam lagi pesawat akan lepas landas, kami segera naik ke pesawat.
Di pesawat aku duduk bersama Draco. Dia teman Harry namun, tak sedekat dia dengan Richard. Saat di kelas, dia duduk di bangku seberang bangkuku.. Draco dekat dengan Nency dan Julie, karena dia duduk di depan mereka. Akhir-akhir ini, aku dekat dengannya. Bahkan, setiap malam kami saling berbagi cerita lewat short message service. Karena itu, muncullah rasa asing seperti rada yang pernah kurasa terhadap Richard (Aku menyukai Richard sejak kelas X). Aku memilih duduk dengannya karena semalam dia telah berjanji untuk duduk denganku.
Sesaat sebelum berangkat, Harry memanggilku dan berkata, “Diana, kau duduk dengan siapa?”
“Draco? What’s wrong?”
“Waaahhh.... kau itu, mengapa duduk dengan orang lain?”
Aku tak mau lagi mendengarkan kata-katanya. Aku tahu, perkataannya menjurus ke Richard. Mengapa demikian? Karena yang dia tahu (bukan hanya dia, tapi semua siswa sekelas tahu), aku sangat menyukai Richard dan tiap di kelas aku selalu menunjukkan bahwa aku menyukai Richard dengan segala cara. Padahal, jauh di lubuk hati, I really Love Harry and I just like Richard.
“Diana, kau duduk dengan Draco?”, Richard berbicara padaku.
“Yes.”, aku menoleh ke arahnya dengan pasang wajah jutek, sebab sejak tadi Aku dan Draco menjadi bahan gojlokan anak IPA2.
“Draco....”, kudengar Richard memanggil Draco.
“What?”
“Aku titip Diana, ya...”
Kulirik cowo yang ada di sebelah kananku, Draco hanya tersenyum tak menjawab.

Di perjalanan ini, aku sedikit gerah dengan gojlokan anak-anak. Untung saja ada Draco yang bisa menenangkan hatiku. Candaannya, tawanya, dan semua yang ada pada dirinya membuat aku terhibur. ‘He’s Kind and so amaze’,batinku.
Beberapa jam kemudian, aku, wali kelas, beserta teman-teman sampai di salah satu pantai ternama di Hawaii. Kami segera berpencar dengan kelompok masing-masing. Di pantai ini, aku dan Draco berpisah. Aku berkeliling dengan Emma, Nency, Julie dan Rebecca. Sementara, Draco bergabung dengan Harry, Richard dan kawan-kawannya yang lain. Kami semua bersuka cita. Tak ada yang bersedih, hanya raut wajah gembira yang kutangkap dari teman-temanku.
Aku yang lebih suka berdiam diri untuk menikmati pemandangan, memilih berhenti sejenak untuk menikmati pasir putih dan ombak yang indah. Semua itu, membuatku teringat semua kenanganku bersama Harry. Harry, Harry dan Harry...tak ada topik lain di hati dan benakku selain dia. Selayaknya paku bumi, dia telah tertancap cukup dalam di relung hatiku. Sekeras apapun aku berusaha untuk mengeluarkannya, aku rasa, dia tak akan keluar dengan begitu saja. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menghapusnya, seperti saat aku menghapus rasaku kepada Mark, My First Love.
“Diana, C’mon... kita ke sana,yuk...!”, ajak Nency.
“Wait for a while. I’m Tire.”
“Huuuh...kau itu,,, ya sudah, aku ke sana dulu. Kau bersama mereka saja.”
Yang Nency maksud adalah Emma dan Julie. Kulihat mereka tertinggal di belakang. Julie terlihat sudah tidak kuat.
“Heeiii... I’m not strong. Break, please...!”, Julie memohon.
“Iya. Aku juga letih. Biarkan mereka yang berkeliling.”, jawabku.
“Iya, mereka tuuuh... gak capek apa yaaa??”, gerutu Emma.
“Where are them?”
Mataku berkeliling mencari dua sahabatku yang hiperacting itu dan melihat situasi di tempat ini. Ramai (yaiyaaallaaahh...namanya juga tempat liburan). Nency dan Rebecca telah berada jauh di bagian ujung pantai. Sedikit di depan mereka, aku melihat segerombolan anak laki-laki dan si kaos coklat terlihat sangat menonjol di antara mereka. Harry berada di depan, seakan-akan dia adalah leader dan yang lain sebagai pengikutnya. Kuikuti kemanapun dia berjalan, sampai akhirnya dia menghilang dibalik pohon kelapa bersama teman-temannya.
“Forgive me, because I have loved you and... rasa ini tak akan terungkap.”

Setelah kurang lebih dua jam bersenang-senang, Crish menyuruh berkumpul dan mengumumkan sesuatu,“c’mon guys... the time is over. Now, we must go to Resort.”
Few minutes later, semua murid naik bis dan go to the resort.
***

Sejuk dan nyaman. Dua kata itu sangat tepat menggambarkan tempat penginapanku. Para siswi menempati kamar-kamar di lantai dua, sedangkan Para siswa menempati kamar-kamar di bawahnya. Sempat terdengar gerutuan dan nada kesal dari para siswa yang tidak terima jika harus tidur di lantai satu. Namun, pada akhirnya mereka mengalah juga.
Langit mulai berwarna jingga, hari semakin sore, sebentar lagi langit akan dihiasi bintang-bintang. Sebagian besar teman-temanku sudah membersihkan diri dan bersantai. Sedangkan, Siswi-siswi yang bertugas menyiapkan makan malam bergegas ke dapur dan memasak. Emma dan aku kebagian tugas malam itu. Namun, aku bertukar tugas dengan Anne Hermione yang tugas aslinya besok siang.
Aku berada di dalam kamar bersama Nency dan Julie. I’m so tired. Sakit kepala dan kantuk menyerangku, beginilah jika aku terlalu letih. Kuputuskan untuk merebahkan diri. Namun, rasa kantuk itu hilang saat Draco Malfoy masuk ke kamarku. Dia meminta aku mengirimkan lagu Michael Jackson dan kuturuti. Then, Aku, Draco, Julie dan Nency berbincang-bincang. Terlalu banyak topik yang dibicarakan sehingga aku lupa dengan sakit kepalaku.
Samar-samar, dari bawah ku dengar orang melangkah. Beberapa detik kemudian, Harry dan Richard muncul. Lalu mereka duduk di sofa depan kamarku.
“Diana, kemarilaaahh... duduk di sini.”
“Maksud loe? No. No. No. Understand?”, Harry menyuruhku duduk di samping Richard dan... aku tidak mau. No.
“Kau itu... please, Come here... kapan lagi...”, Harry memaksa.
“Right. C’mon... come here, diana?”, Richard angkat bicara.

Entah karena apa aku tiba-tiba saja tidak ingin menghabiskan waktu dengan Richard sejak di pesawat tadi. Jadi, aku merapatkan posisiku ke Draco. Aku harap mereka berdua mengerti bahwa saat ini aku ingin bersama Draco, bukan dengan mereka.
“oooohh.... mentang-mentang ada yang baru, sekarang kau tidak mau bersamaku lagi? Ya ya ya... aku mengerti...”, ujar Richard lagi.
“Ayo, Diana... sini...”
Richard dan Harry sama saja. Hatiku benar-benar merasa terganggu. Kuhela napas panjang dan kubuang perlahan. Lalu, ku berbincang dengan Darco, bahkan saling menyuapi tanpa memperdulikan si pangeran dan temannya itu.

Besok, besok, dan besoknya lagi, Aku banyak menghabiskan waktu-waktuku dengan grup dance-ku dan Draco. Bisa dibilang, aku dan Draco sedang melakukan pendekatan. Makan ice cream, tertawa, nonton bareng, dan sebagainya ku lakukan pasti bersama Draco. Karenanya pula, aku bisa membuang rasa tak terungkap yang telah lama kusimpan itu. Sahabat-sahabatku juga memintaku untuk cepat meresmikan hubungan. Tapi, tidak denganku. Aku masih terikat hubungan dengan orang lain dan hubungan kami sedang berada di ujung tanduk. Nanti, saat aku resmi berpisah, aku pasti berpaling pada Draco, cinta baruku.
Di malam kelima, aku dan warga IPA2 yg lain pergi ke sebuah tempat rekreasi. BNS, Bora-Bora Night Spectacular. Karena jarak dari resort ke tempat tujuan lebih dari sepuluh Mil, kami harus menyewa bis untuk pergi ke sana. Suasana hati teman-temanku sangat baik. Mereka bergembira, begitupun aku.
Beberapa menit kemudian, jemputan datang. Kami segera naik bis. Aku memilih bangku paling belakang bersama Emma. Di bis teman-teman tertawa bersama, bercanda bersama tak jarang saling mengejek satu sama lain. Akan tetapi, pemandangan yang sangat tidak mengenakkan merusak mood-ku malam ini.

Nency dan Harry duduk bersebelahan. ‘Oh My God... apakah ini giliranku sakit hati?’, batinku. Seketika itu juga aku memalingkan wajahku dan bersandar pada Emma. Aku menangis.
“Oh My God...Diana, What’s the matter?”, Emma tampak kaget.
“Harry.... look at Harry, Emma. Mengapa harus seperti itu? Sakit Emmaaa.... Sakiiit...”, jawabku sambil sesenggukan.
“Astaga.... Diana, be patient. Jangan menangis, sabar.....”
“Gak kuat. I’m not strong to look it. Kenapa harus sekarang? Inikah balasan untuku?”, tangisku semakin menjadi-jadi.

Emma hanya menepuk-nepuk pundakku untuk menenangkan aku.
“Where are you Diana?”, kudengar Harry mencariku.
“Diana di belakang, Harry.”, jawab salah seorang temanku.
“Diana...Diana...What are you doing? Kau kenapa?”,Suara Harry membuatku semakin sedih.
“Dia pusing.”, jawab Emma berbohong.

Sepanjang perjalanan, yang kulakukan hanya Crying, Crying and Crying. Tak ada lagi selain itu. Yang seperti ini terlalu menusuk untukku. Mungkin ini yang Nency rasakan saat melihatku bersama Harry. Sekarang, harusnya aku berbahagia karena sahabatku bahagia. Entah mengapa itu tidak bisa.
“Sudahhh... jangan menangis. Kita sudah sampai. Hapus air matamu, nanti yang lain tahu.”
Aku mengangguk dan melakukan apa yang disuruh Emma.
“Emma... masih sakit rasanya... dulu saja dia dekati Richard, sekarang Harry. Masa’ kedua-duanya mau diambil?”, tangisku nyaris meledak lagi.
“Heeehhh.... sudah jangan pikirkan itu lagi. Nanti dia tahu.”
Tiba-tiba, Harry angkat bicara, “Masa’ kedua-duanya mau diambil? Kau kenapa, Diana?”

Aku tersentak kaget, Harry mengulangi kata-kataku. Ternyata dia mendengar apa yang barusan kukatakan.
“No Problem, Harry. Tanyakan saja padanya.”, sahut Emma.
“Aaahh...kau itu. Emmm...Diana, sebenarnya kau kenapa?”
“Aku tidak apa-apa.”, aku langsung berjalan menjauhinya. Masih tak sanggup melihatnya.
Dengan Badmood yang menderaku, aku masuk ke tempat rekreasi yang ramai saat malam ini. Aku putuskan berkeliling bersama grup dance-ku dan Draco. Namun, belum sempat bersenang-senang, ada nyeri lagi di ulu hatiku. Draco meninggalkanku, dia berjalan di depan bersama Nency. ‘Lagi-lagi Nency’, gumamku. Badmoodku semakin menjadi.
Tidak sampai satu jam, Draco berhasil membuatku riang kembali. My Dance group juga membuatku gembira. Malam itu, kami habiskan waktu berkeliling BNS. Sejenak, aku lupa akan masalah hati yang menderaku. Untung saja, aku terpisah dengan Harry. Jika tidak, mungkin aku tak akan pernah tertawa seperti ini lagi.

Pukul 23.00 waktu Hawaii. Semua kembali ke bis, waktunya kembali ke villa.
“Tidak adakah hal yang tidak menyakitkan untuk malam ini? Mengapa seperti itu lagi? Bahkan lebih parah.”, air mataku mulai menetes.
“Diana, kau tak apa?”
“Mereka seperti itu lagi, Emma. Bahkan sekarang mereka tertidur dengan jarak yang cukup dekat. Aku juga ingin berada di dekatnya.”

Emma mengerti dengan apa yang aku ucapkan. Dia menoleh ke tempat duduk Nency dan Harry. Jacob menjadi pembatas mereka. Nency, Jacob dan Harry duduk di kursi yang berisikan tiga orang. Walau begitu, Jacob merelakan punggungnya menjadi tempat mereka terlelap. Tak ayal lagi, pemandangan itu membuat lukaku kembali perih. Seperti ketika berangkat tadi, aku menangis sekuat-kuatnya.
“Inikah kejutan ulang tahunku? Kalian tidak perlu ngerjain aku jika kalian ingin membuatku menangis, karena ini saja sudah cukup.”, Aku teringat bahwa tanggal 7 Mei kemarin adalah ulang tahunku dan aku sempat mengharapkan Harry mengucapkan selamat ulang tahun. Tapi, ternyata itu tak pernah terjadi.
Sesampainya di villa,tanpa memikir apa-apa lagi, Aku masuk kamar dan menangis. Nency dan yang lain ikut menyusul ke kamar. Mereka masih belum sadar bahwa sahabat mereka menangis. Hingga, Nency mendekatiku.
“Kau menangis? What’s Happen, Diana?”

Aku menggeleng.
“Ayo, ceritakan padaku.”, Nency memaksa ingin tahu dan aku tetap tak memberikan jawaban.
“Loooohhh, What’s Happen, Diana?”, ucap Rebecca.
“Diana hanya pusing.”, jawab Emma.
“Ya sudah, Kau istirahat saja. Kami akan ke bawah. Kami tinggal tidak apa-apa, kan?”, ujar Julie.
“Right. Nency, kau temani Diana saja.”
“Yaps...”
Aku tak mau berbicara dan aku tak ingin berbicara. Aku hanya meringkuk di sudut kamar dengan ditemani Nency yang merupakan alasanku untuk jealous.
Tiba-tiba pintu diketuk, Chrish meminta aku dan Nency turun sebab sebentar lagi akan ada renungan malam. Dengan langkah berat aku turun. Saat renungan dimulai, aku menaruh kepalaku di lututku. Walau di sampingku ada Draco dan Nency, Aku tak ingin mengikuti acara ini. Yang kuinginkan kali ini hanyalah berteriak melepaskan semua beban-bebanku.
Saat acara buka-bukaan dimulai, banyak teman-temanku yang ternyata tidak menyukai hadirku. Semua itu jelas digambarkan dari kata-katanya. Aku tak peduli. Semua itu masih kalah sakit dengan apa yang aku rasakan sekarang.
Satu Jam berlalu, setelah renungan selesai, kami semua saling berpelukan. Aku menjadi orang yang paling heboh karena sedari tadi menangis. Lalu, kuputuskan untuk kembali ke kamar. Namun, apa yang terjadi? Terdegar lantunan lagu Happy B’day di belakangku. Aku menoleh. Crish memegang kue tart lengkap dengan lilin di atasnya. Surprise...... kejutan ulang tahun untukku.
“Diana, maaf yaa... yg masalah tadi... itu Cuma bohong belaka... agar kau down.”, Ucap Hermione, temanku yang berkata bahwa dia tak suka denganku.
“Oooohhh... you... aaakkhhh...”, aku terharu dan kembali menangis. Then, Crish memintaku untuk meniup lilin dan memotong kue. And... I give a first piece of cake to my mom in class, Mrs. Minerva.
Although, ada nyeri di awal, namun ada bahagia di penghujung malam ini.
***

Keesokan harinya, kami bersiap untuk pulang dan segera berangkat menuju airport. Aku kembali duduk bersama Draco. Kami tidak secanggung saat perjalanan berangkat lima hari yang lalu. Di pesawat, kami melewati senja bersama. Aku merasa senja ini berbeda dan ku katakan itu pada Nency. Lalu Nency menjawab, bahwa perbedaan itu karena senjaku berada disampingku (yang dimaksud adalah Draco). Aku tersenyum, Nency benar. Senja ini berbeda karena aku menikmati senja ini with my new love. Sekilas, aku menatap Draco dan aku meyakinkan hati ini untuk memilih dia yang mampu mengobatiku dan menghalau rasa tak terungkap ini. Kemudian, aku tenggelam dalam mimpi indahku di pundak Draco.
***

Setelah pulang berlibur, aku dan Draco tetap berhubungan. Aku sempat berharap, Draco menjadi bagian hidupku ‘tuk menghapuskan rasa yang tak terungkap pada Harry. Cukup Nency yang mengaguminya. Aku tak mau bersaing dengannya. Ku ikhlaskan Harry untuk Nency, sahabatku. Sementara aku, aku akan fokuskan hatiku pada Draco yang memberikan signal positif untukku.
15 Mei, seminggu setelah liburan, Draco visits to my house at first time. Dia mengutarakan hal yang benar-benar tak terduga.
“Diana, Aku tak pernah menyangka kita bisa sedekat ini. Kau telah mengisi sesuatu yang ada di sini. Here.”, Draco meletakkan tanganku di dadanya. “I want you to fill my life with new thing, new experience and new love. And... will you be my girlfriend?”
Wau, dia ternyata berani juga. Aku tak langsung menjawab. Aku hanya ber-ehhhmmmmmm-ria.
“Dianaa....Please, Answer!”
“Eeehhhmmm.... What is the answer that you want?”
“Oooohh...Diana, Please.... don’t make me curious! Answer,Diana...Answer...”
I just smile when I see Draco’s curious face. Finally, I answer, “Yeeach... I want.”
“You want? What do you want?”
“Oh, nooo.... Draco... I want. Mmmm... wait, Aku batalkan saja jawabanku.”
“Eeeehhh.... don’t... don’t do it. Yes,.. I...Mmmm... I understand.”
Aku tersenyum.
Detik ini juga, aku resmi menjadi kekasih Draco setelah seminggu putus dengan Andrew. Aku bahagia saat Andrew memutuskanku di perjalanan pulang dari liburan. Karena, aku tak lagi terikat dengan protective boy. Dia keterlaluan. Selalu curiga, selalu cemburu dan selalu marah-marah semenjak dia mengenal Rachel (teman sekelasku saat kelas X). Namun, aku tak bisa memutuskan hubungan secara sepihak dengannya. Jika itu ku lakukan, berarti itu bukanlan diriku. Because, aku cewe yang berprinsip, ‘jika aku mengatakan “Putus” itu berarti aku menyakiti dia yang mencintaiku’. Memang aneh. Mmm,,, yaa, begitulah aku.
‘Tuhan... aku telah memilihnya. Aku telah bersamanya sekarang. Hapuskan rasaku kepada mereka yg bukan tercipta untukku. Aku menyayangi dia yg kini ada di sampingku. Ridhoi perjalanan kami, Tuhan...’, doaku dalam hati.
Ccccuuupppp.... satu ciuman mendarat di pipi kiriku. Aku terkejut.
“Thank’s a lot.”
I just smile to Him. B’coz, I still shock with his kiss.

Mengobrol dan bercanda bersama membuatku tak memperhatikan waktu. Hari sudah semakin sore, waktunya Draco harus pulang.
“Sudah sore, aku pulang yaaa... where is your parents?”
“Wait, aku panggilkan mereka.”
“Diana...”
“Hhmmm....”
Draco memelukku erat. Aku tertegun dengan gerakan mendadak ini. Then, Draco say, “Aku sayang kamu,Diana...”

Kulepaskan pelukannya dan memanggil kedua orangtuaku. Draco berpamitan kepada mereka, kemudian aku mengantarkannya ke depan. Draco-pun memacu kuda besinya meninggalkan rumahku.
“Hati-hati di jalan...”,teriakku.
***

Sekitar 5 jam setelah jadian, Ponselku berdering. Tertera di layar, Harry’s Mom is Calling. Lalu, Cepat-cepat kuangkat.
“Heello...”
“Helloo, Who are you?”
“I’m Richard.”
“Richard? Richaard, Who?”. Aneh, mengapa si penelepon bilang dia Richard?, batinku.
“Yes, Richard.”
“No. You lie. This isn’t Richard’s voice.”
“Hahahahahahaaaaa.......”, aku dengar tawa yang tak asing bagiku. “I’m Harry, Diana... Oh My God... Look at you, kau tampak begitu senang saat aku bilang aku ini Richard.”
“Haaaarrrrrrrryyyyyyyyyyy..............Oh My God... You.... aaakkhhh... Hell!”

± 7 minutes, Aku dan Harry bercakap-cakap di telepon. Harry menanyakan tentang baju untuk digunakan di acara wisuda nanti. Dia juga sedikit mengungkit tentang liburan kemarin. Dan yang pasti dia masih saja sempat mengejekku.
“Diana...Diana... mengapa kau bersama orang lain saat liburan? Mengapa tidak bersama Richard? Kapan lagi seperti itu...”
“Up to me. Aku lebih suka bersama Draco. Hmmm.. sudahlah, jangan ungkit-ungkit dia lagi.”
“Apa yang Draco berikan padamu, sampai-sampai selalu saja dia?”
Aku tak menjawab. Namun, dalam hati ku berkata, ‘Draco memberikan cinta yang belum atau mungkin tidak bisa kau dan Richard berikan.’
“Hhmmm... ya ya ya... well, aku tak akan mengungkit lagi. Yasudah, Bye... See you later!”
“Bye.”

Klik. Telepon ditutup. Seketika itu juga, aku melompat-lompat karena gembira. Sudah lama tidak bercanda dengan Harry. Walau tadi hanya sekejap, namun sangat bermakna. Aku kegirangan sampai-sampai adik-adikku heran melihatku yang bertingkah seperti orang gila, senyum-senyum sendiri.
Akan tetapi, aku lantas teringat status baruku. Aku adalah pacar Draco. Aku duduk di sudut kamar. Aku menangis. Aku tak bisa lepas dari Harry. Sesuatu yang tak terungkap itu telah membuat Harry mendapatkan posisi yang terlalu indah di hatiku. Sementara, Draco baru mengisi hatiku. Aku marah pada diriku sendiri, aku tak ingin menyakiti Draco. Aku menyayanginya, sungguh.
***

June, 30. 21.00 waktu New York.
Tuhan memang Maha Sempurna. Dia telah menciptakan langit malam beserta bintang-bintang yang indah. Dia juga telah menciptakan berbagai tempat yang begitu menakjubkan di Bumi ini. Namun, satu hal yang paling mengagumkan, Dia telah menciptakan orang sepertimu untuk menjadi sahabatku.
SELAMAT MALAM, MY FRIENDS....
I send this SMS to Emma, Harry, Richard, Crish, Rebecca, Julie, Nency, Hermione and other my friends. Beberapa diantara mereka membalas SMS-ku. Namun, entah mengapa aku tak begitu senang. Kuputuskan untuk tidur.
Baru saja terlelap, Kenny G-First love-instrumental piano mengagetkanku. SMS received.
Harry. PRet..
Me. Harry....  itu tulus dari hatiiii,..
Harry. hatix ayam?
Me. Kok gitu? ;( Jaahhhaaaattt 
Harry. jgn marah....
Me. Yaaaa habiiisss kau seperti itu . I miss you, Harry... hehehe
Harry. ah masaak...?
Me. Yeeeaaahhh,... up to you!
Harry. IyYa napa.. g ush ngambek...
Me. Dasaarrrrrrrrrr. :-P. Kau tidak merindukanku,ya? hehehe
Harry. spa yg tidak kangen.... biasax tiap hari ngejek kamu... sekarang malah berhenti dan g pernh ktmu lg.
Me. Iy, kau benar. Beda banget rasanya jika sudah pisah. Yg paling q ingt.. saat kita main alfalink.x Janie dan kau memukulku sangat keras... Hmmm...kpn bs terulang lagi... 
Harry. :-*
Iya,... masih ingt saja kau itu. Don’t forget it, Diana...
Trus, kamu yg bntu aku wktu ujian praktek fisika itu... lau ang lain g mngkin mw bntu. Tpi kamu bantu aku... Aku gak akan melupakan itu, diana,,, kau temnku yg paling baeg, Diana...
JANGAN PERNAH LUPAKAN BAHWA DALAM HIDUP KM, KM PERNAH MENGENAL AKU... :’(
Me. Duuuu’...jangan sedih, Harry-kuuuu...Iya, q jg masih ingt semuanya. Knangan kita b4, km, aku, Emma dan Richard gg pernah kuhapus dari memoriku.Walo singkt, semua itu sangat berarti...Kau sudah lama tercantum sbg org pntg d hdupku..yg g pernah q lupa . Don’t forget me, too, Harry...Aku sayang kamu, sobat..
Harry. Low memorinya pol gmn? Hehe.
Me. Beli lagi... haahahaha...
1 hal yg aku sesalkan sampai sekrg... di mlam renungan di villa, aq gg bjabat tangan m km tuk minta maaf secara langsung.
Harry. salah apa km k aq...? yg ada, aku pux slah k km... yg nangis itu...
Me. Hahahaha... yg mslah pelampung? Wkwkwkwkw. Kamu seehhh... Yaa... bnyk, Harry.... slhku k kmu thuu yg memksamu menyapa Nency dan others. Maafin semua salahku yaaa, Harry...
Harry. Maaf...maaf... memangnya hari raya?
Me. Wkwkwkwkw... tak apa laaahhh... iya, kalau hari raya kita bertemu.
Harry. Sapa taw ktmu. Iya aq juga mnta maap sebesar badanMU.. uft salah.. sebesarnya ya... hehe
Me. Amiiinnn... waaahhh... kauuu ituuu... awas yaaa kalau sampai kita ketemu lagi...
Harry. Hahahaha... udh dlu nduT... aQ ngantuk. daaaa
Me. Ok2. Good night. Have a nice dream.

To : my Sheep
Honey... ayoooo tidur... sudah malam.... Good Night... have a nice dream... I love you... :-*
SMS terakhirku malam itu, kutujukan untuk Draco, My sheep. Aku mengajaknya tidur, karena jam telah menunjukkan pukul 22.oo waktu New York.
Beberapa menit berlalu, aku masih tidak bisa memejamkan mataku. Berulang kali aku membaca pesan singkat dari Harry. Kata-kata ini “:-* Iya,... masih ingt saja kau itu. Don’t forget it, Diana...Trus, kamu yg bntu aku wktu ujian praktek fisika itu... lau ang lain g mngkin mw bntu. Tpi kamu bantu aku... Aku gak akan melupakan itu, diana,,, kau temnku yg paling baeg, Diana...JANGAN PERNAH LUPAKAN BAHWA DALAM HIDUP KM, KM PERNAH MENGENAL AKU... :’(..” Yang membuat otakku berpikir cukup keras. I’m so curious with this simbols “:-*” (Kiss Symbol) and “:’(” (Cry Symbol). Mengapa dia harus memasang simbol itu? Akankah dia mengetahui yang tak terungkap itu? Atau dia juga punyaaaa.....???? Aaaakkhh... aku ni berpikir apa siiih...
Ku ambil ponselku dan mengetik kalimat, ‘Dia membuat hati ini terbang. Mengapa harus sekarang, saat aku telah bersamanya? aku ingin fokuskan hatiku untuk Draco.... sahabat2ku, maaf... aku masih belum bisa lepas darinya... :’(...’. Then, I send it to Hermione (my new closefriend), Julie, and Emma. After that, I go to the bed.
***

Ku kira tanggal 30 Juni itu adalah hari terakhir Harry menerbangkanku ke angkasa. Tapi, ternyata tidak. Pagi ini, 5 Juli ponselku kembali berdering. Kulihat nama Harry di layar. Tanpa diperintah, seulas senyum menghiasi wajahku. Ku menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk mendengarkan semua perkataan Harry. ‘Draco, forgive me. Aku tak mengkhianatimu.’,bisikku. Kemudian aku menekan tombol penjawab.
“Hallo...What’s the matter, Harry?”
“Ah..Diana, aku hanya menghabiskan pulsaku. Hehehe...kau sedang apa? Apakah aku menganggumu?”
“No.”
“Ohya, bagaimana hubunganmu dengan Draco? Are you still with him?”
“Ya iyalaaaahhh... kau itu... itu tak perlu ditanyakan.”
“Waaahh....Begitu ya? Lantas aku kapan, diana? I’m wating for you.”

Deeeg... aku tercengang mendengar kata-katanya barusan. Aku bingung mau menjawab apa. Akhirnya, aku berkata, “stop! Jangan bercanda lagi. You must with my friend, bagaimana?”
“Teman yang mana?”
“Ah, kau ini pura-pura tidak tahu. Huuuuhhh...”
“hehehehe... Emm...kau tidak beres2 rumah?”
“Sudah, tadi.”
“Bagus,... baguusss,.. begitu ya,,. Jadilah calon istri yang baik untuk Draco.”
“Heeehh.., jangan bawa-bawa dia.”
“hahahaha...oh iya bgmn rencana ngumpul-ngumpulnya? Jadi di rumahmu?”
“Yes. In my Home at July, 14. Kau datang, kan? Ayooolaaaahhh... datang yaaa...”
“Menunya apa?”
“Heeeiii... kau itu, menu terus yang selalu kau pikirkan...apa aja boleeee...”
“Sushi. Kalau Sushi, I’m coming....”
“OMG, Harry...Harry... ayo sini, jadilah anak ibuku, agar kau setiap hari diberi Sushi.”
“Haaahh...?”, kini giliran Harry yang terdiam. Kurasa, dia mengerti maksudku. Hahahaha.. “Hmmm... ya sudah... sekian saja.”
“OK. Tutup saja teleponnya.” Aku menunggu sampai beberapa detik, dia belum juga memutuskan sambungan teleponnya. “Harry, ayo tutup kok belum diputus?”
“Hhhmmm... gimana, Do you still miss me?”, pertanyaan telak dari Harry membuatku terkejut.
“Waaahh...kau ini. Sudah-sudah...”
Tuuuttt.... tuuuuttt... tuuuuttt.., aku memutuskan telepon.
Untuk kesekian kalinya, Harry menerbangkanku jauh ke langit ketujuh dan saat aku kembali tersadar, ternyata aku telah berada di dasar Bumi. ‘Oh,...Harry... jangan beri harapan kosong padaku. Jangan perlakukan aku seperti ini. Aku telah memilikinya. Tolong... ku mohon, biarkan aku melepaskanmu secara utuh. Jangan lagi seperti ini. Walau kau lebih dulu hadir di hati ini, tapi, aku telah memilihnya dan tolong... tinggalkan aku atau jangan pernah memberikanku hal-hal yang bisa membuatku terbang. Rindu ini dan yang tak terungkap ini harus kuakhiri dan harus kukubur. Kau tetap matahariku, dan aku tetap jinggamu.’
***

“Diana... Diana....”
Aku masih enggan bangun dari tempat tidurku walaupun aku mendengar sahabat-sahabatku datang ke rumahku. Pikiranku masih tak karuan. Ulah Harry membuatku bimbang dan tak bersemangat. Sejak pagi tadi perutku kosong dan perih. Aku juga tak mau menemui sahabat-sahabatku yang jauh-jauh datang untukku. Harry dan Draco, dua orang itu yang sedari tadi memenuhi otakku. Tidak ada yang lain.
Aku baru sadar. Keadaan di luar sudah sepi. Sahabat-sahabatku telah pergi, mungkin mereka capek dengan sikapku dan semua keluh kesahku. Aku kembali menangis... menangisi diriku yang bodoh... diriku yang lemah... Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Draco’s Mother.
Mom... I love your son. Aku janji, sebentar lagi kufokuskan hatiku untuk anakmu. Kau tersenyumlah di sana...

Then, Aku mengirim kalimat itu pada Hermione, Emma dan Julie. Beberapa menit berlalu, tak ada jawaban. Tiba-tiba, pintu kamarku terbuka. Hermione, Emma dan Julie masuk. Aku berlari memeluk mereka. Ketiga sahabatku itu menenangkanku. Namun, aku tetap saja menangis.
“Aku bodoh... aku bodoh... Aku masih tidak bisa memfokuskan hatiku pada Draco. Aku masih tak bisa menghilangkan yang tak terungkap ini.”
“Tidak ada yang bodoh. Don’t Cry, Diana.... tarik napas dalam-dalam... tenangkan dulu hatimu, baru kau cerita pada kami.”, ujar Hermione. Hermione adalah teman sekelasku dan juga sahabat baruku, namun aku merasa nyaman dengannya. Aku bisa melepaskan semua beban hatiku padanya, sama saat aku mengeluarkan keluh kesahku pada Emma. Dia orang kedua yang tahu bahwa aku menyayangi Harry.
“Sudaaahhh... jangan nangis lagi.”, Emma menghapus air mataku.
“Hermione, Emma, Julie... Harry lagi-lagi menerbangkanku. Dia berkata bahwa dia menungguku, dia juga menyisipkan emoticon Kiss and cry saat kami sms-an. Aku harus bagaimana? Aku masih tidak bisa lepas dari Harry. Aku malu... aku malu.... I think, Ibu Draco selalu mengawasiku dari sana. Aku malu pada beliau. Aku maluu,... aku belum bisa memberikan seluruh hatiku untuk anaknya. Aku bodoh... aku bodoh...”
“OMG... apa yang Harry pikirkan? Mengapa dia melakukan itu?”, Julie pun ikut geram dengan tingkah Harry.
“Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Diana... Aku yakin, beliau pasti bahagia di sana, karena Draco bahagia dan bisa memilih yang terbaik untuk hidupnya”, Ujar Hermione.
“Hermione, benar...tidak ada yang salah, Diana... mau bagaimana lagi, dia lebih dulu mendapatkan hatimu, walau dia tak menyadarinya. Dan Draco masih baru untukmu. Jadi, kau butuh proses untuk menghapus yang tak terungkap itu.”, jelas Emma.

Aku hanya sesenggukan.
“Harry susah ditebak. Tapi, biasanya dia tidak seperti itu. Yg ku tahu, dia jarang sms-an dengan temannya. Tapi, dengan kau.... dia berbeda. Andai Nency tahu... hatinya pasti sudah tak berbentuk lagi.”
“Emmaaa.... jangan berkata seperti itu. Aku tak ingin terbang lagi.”
“Aku yakin dia mengetahui yang tak terungkap itu, Diana...”, lanjut Emma. Kulihat Hermione dan Julie mengangguk setuju.
“Jika memang dia tahu, syukurlah...tapi aku tak akan mengungkapkan yang tak terungkap ini padanya. Nency dan Draco... aku tak ingin menyakiti mereka.”

Hening. Semua terdiam.
“Aku ingin bertemu dengan ibu Draco. Sekali saja. Walau, itu hanya di alam mimpi.”, harapku.
“Semoga Tuhan mengabulkan harapanmu, Diana...”, ujar Hermione dan yang lain mengamini.
“Jika itu terwujud, aku akan berterimakasih pada beliau karena telah melahirkan seorang putra yang begitu mengagumkan, yang mampu membawaku ke arah yang lebih baik, dan aku juga akan meminta restu beliau untuk mendampingi Draco.”
“Aku yakin kau bisa melewati semua ini. Draco benar-benar menyayangimu. Kalian saling menyayangi.”, ujar Julie.
“Right. He really loves you. Sekarang adalah waktunya kau menghalau semua yang tak terungkap itu. Biarkan Draco mengisi seluruh ruangan di hatimu.”
“Yang tak terungkap akan selalu tidak terungkap. Perputaran bumi akan menghapus semua itu, perlahan.”ucapanku terhenti. Aku menatap satu per satu sahabat yang ada di depanku, “ Thank’s for all. You’re my best friend. And...Draco, dia telah mengisi semua ruangan di hatiku.” ‘Kecuali ruangan itu’, lanjutku dalam hati. Kemudian,Kami berempat berpelukan.
***

MOVE ON!
Harry is my old album.
Kerutan lembut di sudut mata Draco saat dia tertawa seperti ini membuatnya terlihat sangat sempurna. Aku memandangnya dalam-dalam.. ‘Mengapa bukan dari dulu kita bersama? Kau begitu mengagumkan. Aku benar-benar menyayangimu.’, ujar hatiku.
Sore ini, aku berkencan dengannya. Perpaduan langit jingga, awan putih dan tawa renyah Draco menjadikan sore itu begitu indah. Ini adalah titik awal perubahanku. Tak ingin lagi kulihat ke belakang. Draco, dialah fokus hatiku sekarang. Aku menyayanginya. Aku berjanji, kan ku bahagiakan dia semampu yang aku bisa.
“Sayang? Sayang?”
Aku tersentak dari lamunanku.
“Apa yang kau lihat? Mengapa melihatku seperti itu?”
“Draco, aku sangat menyayangimu...”
“Me Too. Aku juga sangat menyayangimu.”,ujarnya. Kemudian, satu kecupan lembut mendarat di keningku.

Tuhaaann..... Aku bahagia... Sangat bahagia... Berada dalam rangkulan Draco seraya menunggu sang senja yang sebentar lagi datang, membuat hati ini semakin mantap akan pilihan yang telah ku pilih. Terima kasiiih, Tuhan... Kau telah menciptakan keturunan Adam yang sempurna ini, terima kasih kau telah mempertemukanku dengannya. Aku begitu menyayanginya. Dan tolong, sampaikan pada Beliau yang telah melahirkan Draco, bahwa aku sangat mencintai putranya dan aku akan menjaga putranya. Ridhoi perjalanan kami, Tuhan...

Matahari, Jingga, dan Senja*-.
Matahari tetaplah dirinya. Dan aku tetap jingganya, sekalipun dia tak menyadarinya. Sampai kapanpun, sampai zaman berubahpun, dia tetap menjadi matahari tempat jingga berada. Namun, jika jingga tak lagi ‘tuk matahari, biarkan kusimpan dirinya di salah satu ruang di hati ini yang takkan terjamah orang lain. Dan kini, ijinkanlah jingga memiliki senja dan senja merangkul jingga. Serta, biarkanlah matahari yang tersembunyi menjadi bagian dari perjalanan mereka. Karena, matahari ada untuk menciptakan jingga dan senja yang indah.

PROFIL PENULIS
Nama: Dian Mutiara Chairunnisa
Tanggal lahir : 07 Mei 1994
Alamat: Bangkalan, Madura, Jawa Timur
Hobi: membaca, menulis cerpen

Cerpen Cinta - Amplop Jingga

AMPLOP JINGGA
Karya DMC

Sore itu senja sangat indah. Semburat warna jingga menghiasi langit. Shin Min Chan sangat menyukai senja. Tiada hari yang dia lewati tanpa menikmati senja. Hari ini dia melewati senja bersama sahabat-sahabatnya di taman. Tawa renyah dari sahabat-sahabatnya menciptakan kehangatan di senja itu.

Di depannya, Nam Ni Ni dan Park Tae Pyung bersenda gurau, menciptakan luka dan perih yang begitu lebar di hatinya. Min dalam-dalam. Hanya Kim Hee Won, sahabatnya sejak kecil dan Tuhan yang tahu rasa yang telah tumbuh subur itu. Baginya, mengungkapkan perasaannya pada Park sama saja menghancurkan mimpi-mimpi sahabatnya, Nam Ni Ni.

Sementara, Kim Hee Won hanya dapat berkata, “Sabarr.. masih ada aku yang mendukungmu.” Sebenarnya bukan kata-kata yang Min Chan butuhkan. Dia ingin ada orang yang mampu menghapus rasanya pada Namja Cool itu. Dan….sepertinya tak akan ada yang mampu menghapus rasanya. Rasa itu terlalu dalam.
“Saranghamnida, Park… Aku tak membutuhkan balasanmu.. aku hanya butuh ijin darimu untuk mencintaimu.” Setetes air mata jatuh bersamaan dengan hembusan angin yang membelai rambut indahnya.
“kawan, bertahanlah. Aku tau ini sangat menyakitkan. Aku yakin kau bisa.” Hee Won memeluk sahabatnya dari belakang. Itu membuat Min Chan sedikit terkejut.
“Hee Won… jika aku telah tiada… aku mohon, jaga dia untukku.” Ujar Min Chan dalam pelukan Hee Won.
“Kau masih di sini Min Chan… Kau masih bisa menjaganya.”
“Aku tidak selamanya di sini. Dan tolong berikan ini pada mereka.” Shin Min Chan mengeluarkan dua buah amplop berwarna jingga dari tasnya dan memasukkannya pada tas Hee Won.
“Kau itu, mworawo?”
“Sebelum aku menutup mata, bawalah Park ke hadapanku. Aku ingin melihatnya dengan puas sebelum aku pergi.”
“SHIN MIN CHAN..!!! AKU BENCI KAU BERKATA SEPERTI ITU! KAU SAHABATKU ATAU BUKAN SIIIIHH…!!!” bentakan Hee Won mengejutkan temannya yang lain.
“Ada apa,ini?” Nam Ni Ni dan yang lain menghampiri mereka.
“Hee Won-ah, tak biasanya kau begini? Ada apa ini?” Park heran dengan kelakuan Hee Won.
Hee Won yang kaget dengan suara bentakannya berusaha menguasai emosinya. Kemudian berkata, “Aaahh…tiidaaakk… aku hanya belajar acting saja. Iya kan, Min Chan…??”

Min Chan mengangguk.
“Waaa Kau Ini…” Ujar Yi Kyung kesal dan menjitak kepala Hee Won.
“Teman-teman.. sudah sore. Ada yang mau pulang? Kalau tidak ada, aku pulang duluan.” Tanpa menunggu jawaban, Min Chan masuk mobil dan pulang.
***

Pikiran Kosong, tatapan kosong, semua serba kosong. Shin Min Chan sangat kacau sore itu. Kenangan-kenangan bersama Park Tae Pyung, dan yang lain serta kejadian-kejadian yang membuat hatinya terbakar karena Park dan Nam Ni Ni terlintas di depan matanya. Seakan-akan film lama yang diputar kembali. Semakin cepat kenangan-kenangan itu muncul di benaknya, semakin cepat dia melajukan mobilnya. Semua rambu-rambu di jalan dia langgar. Klakson-klakson mobil dan motor di sekitarnya tidak dia hiraukan. Tanpa dia sadari, di depannya, dari arah yang berlawanan, ada truk melaju sangat kencang. Shin Min Chan tersadar dari lamunannya.
“Aaaaarrrrggggghhhtttt,...........”

Terdengar suara gesekan aspal dan ban yang di rem mendadak. Tiba-tiba semua gelap.
***

Pyaaarrr...

Foto Park Tae Pyung dan Shin Min Chan yang ada di atas meja belajar tiba-tiba jatuh dan pecah. Tidak ada angin atau pun hal lain yang membuat benda itu jatuh. Park terbangun dari tidurnya.

Melihat foto berbingkai Oranye itu pecah berantakan, wajah Park menjadi pucat pasi. Segera dia hubungi Min Chan. Tersambung…. Namun, tidak diangkat.

Satu kali, duuaaa kali… tiga kaliii… empat kali… tetap tidak diangkat. Dan untuk kelima kalinya, penggilan Park di jawab.
“Min Chan, kau di mana? Kau tidak apa-apa kan?” tanya Park Panik.
“Maaf, apakah anda mengenal pemilik nomor ini?” terdengar suara laki-laki di ujung telepon.
“Ya, benar. Saya sahabatnya. Anda siapa? Di mana pemiliknya?”
“Saya Han kang dari kepolisian lalu lintas. Nona Shin Min Chan mengalami kecelakaan pukul 5 tadi. Sekarang dia sedang ditangani dokter di Rumah Sakit Pusat.” Jelas laki-laki itu.
“Muuuooottt...??” Park tak percaya. Handphone yang dipegangnya jatuh ke lantai. Wajahnya semakin memucat, keringat dingin keluar dari tubuhnya dan jantungnya berdetak semakin cepat. Tak ayal lagi, Park segera berlari ke garasi dan melajukan mobilnya ke RS Pusat.
***

Di taman sakura, Hee Won merasa perasaannya tidak enak. Dia teringat Min Chan. Dalam keheningan taman itu, handphone-nya berdering.
“Yeobeoseyo, Hee Won! Cepat ke RS Pusat. Shin Min Chan kecelakaan.”
“Mwooo?? Kau tidak bercanda kan? Ini tidak lucu, Park.”
“Untuk apa aku bercanda dalam keadaan seperti ini? Kalau kau tidak percaya, ya sudah.”
“Baiklah, kita bertemu di RS.” Hee Won segera mengurungkan niatnya pergi ke rumah Min Chan, dia melajukan mobilnya ke Rumah Sakit Pusat.
***

Park berlari ke UGD setelah memarkir mobilnya. Di depan R. UGD ada dua orang polisi sedang berbincang. Salah satu dari mereka memegang Handphone dan Tas berwarna Jingga.
“Mian... saya tadi yang menelepon. Bagaimana keadaan teman saya? Bagaimana kejadiannya, Pak?” Park sangat panik.
“Harap tenang, korban sudah di tangani dokter. Menurut saksi mata, truk berjalan dengan kecepatan tinggi dari arah yang berlawanan. Walaupun sudah membunyikan klakson, korban tetap tidak menepikan mobilnya. Mobil korban terseret 20 m dari tempat kejadian. Kami menduga korban saat itutidak konsentrasi menyetir.” Jelas seorang polisi yang berbadan dempal.
“Tadi, sebelum di bawa ke rumah sakit, korban sempat sadar dan menyebutkan nama....” polisi yang bertubuh tinggi itu sedang berusaha mengingat sesuatu. “Park Tae Pyung. Ne, benar. Dia menyebutkan nama Park Tae Pyung. Apakah itu anda?” Lanjutnya.

Deeegg....
“Mwooo?” Park termangu, tak percaya dengan penjelasan polisi itu.
Melihat tidak ada jawaban dari pemuda berumur ± 20 tahun itu, sang polisi tinggi berkata, “Keluarga korban sudah berada di dalam. Baiklah, kami permisi. Kami akan mengurus kasus ini. Dan ini handphone dan tas korban.”

Park hanya menganggukkan kepala dan seulas senyum. Masih terngiang penjelasan polisi tadi di telinganya. Di tangannya ada dua buah benda kesayangan sahabatnya yang selalu di bawa ke mana-mana.
***

Beberapa menit kemudian, Hee Won datang.
“Ottokhe, Park? Bagaimana Min Chan?”

Park tak menjawab. Dia terduduk lesu di kursi tunggu.
“Park…Jawab! Kau punya mulut kan? Jangan diam seperti ini.”
“Dokter sudah menanganinya. Ortunya ada di R. UGD. Dia bertabrakan dengan Truk. Dia dan mobilnya terseret 20 m.” Jawab Park lemas.

Hee Won terkejut. Perempuan berwajah manis itu menangis. Dia benar-benar shock dengan kejadian ini. Tangisnya semakin pecah ketika dia teringat kata-kata Min Chan dan Amplop jingga itu.

Menit demi menit berlalu. Hee Won dan Tae Pyung tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hening.
“Ni Ni, Yi Kyung, Jung Soo dan Ah Young, apakah mereka sudah tahu?” Hee Won memecah keheningan.
Park menggeleng. “Kau saja yang memberi tahu mereka.”

Hee Won segera menelepon keempat sahabatnya yang lain. Dia menggabungkan keempat panggilan agar lebih cepat menyambaikan berita buruk yang di alami Min Chan.
“Ada apa Hee Won? Tumben kau menelepon kami semua?” tanya Jung Soo.
“Jika kalian ada waktu, segera datang ke Rumah Sakit Pusat. Shin Min Chan kecelakaan.”
“apaaa??” ucap mereka serempak.
“Aku tunggu kalian.”
“Kaaauuu…kkaaauuu tiiddd…” kata-kata Jung Soo terputus.

Tuuutt…tuuuuttt..tuuuuttt… telepon di tutup.
***

Pukul 06.15 malam, waktu Seoul.
Jung Soo, Ah Young, Nam Ni Ni dan Yi Kyung datang. Terpancar ekspresi panik dan sedih dari wajah mereka.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Ni Ni.
“Kau sudah di sini, Hyung? bagaimana kejadiannya?” tanya Jung Soo.
“Dia tidak apa-apa, kan?” Yi Kyung juga bertanya.
“Apa kata dokter, Park,..Hee Won?” Ah young juga ikut angkat bicara.

Berbagai pertanyaan membombardir Park dan Hee Won. Tapi, tak ada yang menjawab. Shock, panik, sedih, khawatir dan kecewa bercampur jadi satu di hati keenam sahabat Min Chan itu. Mereka takut terjadi sesuatu pada sahabat mereka.
“Dia bertabrakan dengan truk pukul 5 sore tadi. Dia dan mobilnya terseret 20 m. Dia sudah di tangani dokter. Ortunya juga sudah ada di dalam. Park yang pertama mengetahui kabar buruk ini.” Akhirnya Hee Won menjawab.
“Pukul 5? Sekarang sudah pukul berapa?Kau gilaaa yaaaa... mengapa kau tidak mengabariku, Hyung?” Jung Soo menarik kerah kemeja Park, suaranya meninggi.
“Heeeii...apa-apaan kau ini, Jung Soo?!” Yi Kyung mencoba melepaskan tangan Jung Soo dari Park.
“Lepaskan Akuuu!! Bagaimana aku bisa mengabari kalian satu per satu? Sementara aku sendiri panik, kaget dan khawatir. Kau tahu, polisi berkata kalau Min Chan menyebutkan sebuah nama sebelum dia tak sadarkan diri. Dan itu, ‘Park Tae Pyung’. Itu namaku, Jung Soo… Aku takut, aku bingung… aku merasa ini semua ada kaitannya denganku. Mengertilaaah Jung Soo…!!” Suara Park juga meninggi.

Nam Ni Ni terkejut mendengar jawaban dari Park. Hatinya perih. Dia melangkah mundur menjauh dari teman-temannya. Di depan Nam Ni Ni, Hee Won mengamati tiap gerak-geriknya.
***

Orang tua Min Chan keluar dari R. UGD dengan bercucuran air mata.
“Ahjumma…Ahjussi..”
“Hee Won, kau di sini? Siapa yang memberitahumu? Dan kaliaaan??”
“Park Tae Pyung yang memberi tahu kami semua, Bi... Dia tadi menelepon Min Chan, tapi polisi yang mengangkat dan memberi tahu bahwa Min Chan kecelakaan. Bagaimana keadaannya, Paman, Bibi?”
“Dia terluka parah dan belum sadarkan diri. Dokter berkata, kemungkinan dia sadar kembali sangat kecil. Kami mohon pada kalian, doakan Min Chan.”, Ujar Ayah Min Chan.
“Iya, Paman, kami akan selalu mendoakan Min Chan.” Jawab Park.

Seorang suster menghampiri mereka dan memberi tahu bahwa Min Chan sudah dipindahkan ke R. ICU.
“Bolehkah kami melihatnya Suster?” tanya Park.
“Ah… Ne. boleh. Sile Hamnida.” Jawab perawat itu ramah.

Dengan berbalut pakaian khusus, Hee Won cs masuk ke R. ICU, begitu pula orang tua Min Chan. Hee Won memeluk sahabatnya yang tengah berjuang itu. Dia menangis, menangisi semua hal tentang Min Chan dan pergulatan di hatinya.
“Hee Won, kau jangan begini. Jangan menangis, Min Chan bisa ikut bersedih. Lepaskan pelukanmu!”
“Ni Ni, kau dan yang lain tidak akan pernah mengerti mengapa aku seperti ini. Aku tahu kamu juga sedih. Tapi, tak akan sesedih akuuu. Kamu gak akan pernah mengerti sebelum kau berada di posisiku.”

Nam Ni Ni dan seluruh orang yang ada di ruangan itu termangu mendengar kata-kata Hee Won. Park Tae Pyung berusaha menenangkan HeeWon.
***

Suasana sedih sangat kental terasa di ruang khusus itu. Hanya air mata yang dapat berkata saat itu.

Tiba-tiba jari-jemari Min Chan bergerak. Park, orang pertama yang menyadari itu.
“Dia sadar… lihatlah… panggil dokter…”

Jung Soo segera berlari keluar memanggil dokter.
“Ayo Min Chan, bukalah matamu. Kami semua ada di sini.” Bisik Ah Young di teling Min Chan.
“Ayo sayaaang,… buka pelan-pelan.” Ujar ibu Min Chan.

Perlahan, kelopak mata Min Chan terbuka.

***

Remang-remang. Itu yang Min Chan lihat pertama kali membuka matanya. Dokter segera memeriksa Gadis belia itu.
“Waaau… mu’jizat. Baru kali ini ada pasien yang terluka parah sadar secepat ini. Dia hanya butuh istirahat. Selamat.”
“Anak saya memang hebat, Dok... dia sangat berbeda. Terima kasih dokter.”
“Sama-sama Nyonya. Baiklah, saya permisi.”

Satu per satu Min Chan mengamati orang-orang yang berada di sekeliling tempat tidurnya.
‘Nam Ni Ni, Ah Young, Yi Kyung, Appa, Eomma, Hee Won, Jung Soo... kalian semua di dini? Daaan Park?” bisik Shin Min Chan dalam hati.

Lama Min Chan memandang Park, ingin rasanya dia memeluk Park. Tapi, badannya kaku dan sakit di sekujur tubuh.

“Aku senang, kau sudah sadar Min Chan… jangan membuatku…eeehhmmm maksudku, jangan membuat kami khawatir lagi.” Ujar Park dengan senyum yang mengembang.
Dari balik masker oksigennya, Min Chan berkata, “Gomawo, kau sudah mau datang.”
“Heeii… kau jangan banyak ngomong, anakku. Kau belum pulih benar.” Seru ayah Min Chan melihat anaknya akan bicara lagi.

“tolong tinggallkan aku, Park dan Hee Won bertiga.” Ucap Min Chan lemah dan terbata-bata.

Dengan rasa penasaran dan heran, orang tua serta sahabat-sahabatnya menuruti permintaannya.
***

“Park...”panggil Min Chan.
“aku sudah dengar semuanya dari polisi. sebenarnya apa yang membuatmu seperti ini? Jika kau punya masalah, katakan, ceritakan padaku. Kau membuat kami semua takut.”
“Park, kau ini. Dia baru sadar. Jangan berkata yang macam-macam dulu.”

Min Chan tersenyum melihat sahabatnya begitu perhatian dengannya. Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Park.
“Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?”
“Kau minta apa, Min Chan?”
“Tetaplah di sampingku. Aku ingin memandangmu dengan puas sebelum aku pergi.” Jawab Gadis berambut panjang itu.

Park sangat terkejut dengan permintaan Min Chan.

“Apa yang kau katakan? Kau tidak akan kemana-mana Min Chan.” Bentak Hee Won.
“Hee Won…mengertilah… Apa kau mau, Park?”

Hee Won mundur selangkah. Dia kembali menangis.

Dengan sedikit bingung, Park menyanggupi permintaan Min Chan. “Ya. Aku akan di sini. Kau jangan khawatir. Yang harus kau lakukan sekarang adalah banyak istirahat dan ikuti kata-kata dokter.”

Shin Min Chan tersenyum bahagia. Dia memandang Park. Mengamati wajahnya, bibirnya yang manis, gaya rambutnya yang cepaaak dan menatap dalam mata indah yang membuat dirinya jatuh hati pada Park. Tiba-tiba tatapan mereka bertemu.
‘Tatapan mata itu…tatapan mata yang mengisyaratkan…. Aaaah, aku mengerti sekarang.’ Park mengerti apa maksud tatapan itu, dia mempererat gengamannya.

Hee Won senang melihat reaksi Park dia yakin, sahabatnya yang paling mempesona itu mulai mengerti. “Kau sebaiknya istirahat Min Chan..” kata Hee Won dengan tersenyum.

Min Chan mengangguk dan tiba-tiba meringis kesakitan. Melihat itu, Park melepaskan genggamannya, dia hendak memanggil dokter. Tapi, Min Chan menahannya.
“Jangan panggil siapa-siapa. Aku ingin kalian yang ada di sini Arrgghtt…”, ucap Min Chan sambil menahan sakit.

Tatapan mata Min Chan membuat Park dan Hee Won menurutinya.
“Park… aku ingin kau tahu…” kata-kata Min Chan terputus, dia mengerang kesakitan.
“Sudah, jangan berkata apa pun, aku akan memanggil dokter. Bertahanlah.”

Lagi-lagi Min Chan menahan Park. Sementara itu, Hee Won merasakan perasaan yang sangat tidak enak. Keempat mata itu mulai berkaca-kaca.

“Aaaakkkuuuu… meeenyyaaaa..yaaangiii…muuu, Park… Jaaangg…nggaan peerr…naah luupaaa..kaann aa..kuuu…”

Tiiiiiiittt….. terdengar bunyi beep yang panjang di mesin pendeteksi detak jantung, bersamaan dengan itu Tangan Min Chan yang semula menggenggam tangan Park dengan kuat kini lunglai dan kelopak matanya perlahan menutup.
“aniiioooo….”, Hee Won menjerit.

Tanpa diperintah, Park berlari keluar ruangan memanggil dokter. Orang Tua Min Chan dan sahabatnya yang lain segera berhamburan masuk ke R. ICU.

Tak lama, dokter datang.
“Biarkan kami yang menangani. Anda semua tunggu di luar dan berdo’alah.”
***

Semua Orang terlihat khawatir dan cemas. Raut wajah dan tetes-tetes air mata menghiasi suasana penantian itu. Ibu Min Chan menangis di pelukan suaminya. Kelima sahabat Min Chan menangis. Park Tae Pyung mondar-mandir di depan pintu R. ICU.

Akhirnya, dokter keluar. Semuanya merapat pada dokter. Dokter diam. Dia menarik napas, kemudian menggelengkan kepala dan berkata, “Mianhaeyo”.

Spontan, Ibu Min Chan histeris. “Anniioooo....Min Chaaaan...”

Tak Ayal lagi, wanita berusia 43 tahun ini berlari masuk ke R. ICU. Dia mengguncang-guncangkan tubuh oputrinya yang sudah tidak bernapas lagi. Butiran bening keluar dari setiap mata orang yang berada di ruangan itu. Semua tenggelam dalam kesedihan yang sangat dalam melihat .

Min Chan telah pergi.
***

Bunga-bunga bertaburan di makam Shin Min Chan. Orang-orang telah pergi. Suasana sepi, tinggal orang tua dan sahabat-sahabat Min Chan yang berada di sana. Teringat senyum tipis yang terlukis di sudut bibir Min Chan saat dia menutup mata.

Jung Soo, sahabat yang Min Chan sukai,. Tak kuasa menahan kesedihannya,. Dia tak percaya Min Chan yang selalu bersamanya bersama-sama kini telah pergi. Ada luka menganga di hatinya.
“Met tinggal, kawan... semoga kau tenang di sama. Di sini kami akan selalu mengenangmu.” Bisik Jung Soo. Lalu, dia pergi dari makam itu.

Hee Won menepuk-nepuk bahu Park. Dari sudut matanya, dia lihat Park tertunduk sedih. Hee Won dan Park menjadi orang yang sangat terpukul di antara sahabat-sahabat Min Chan. Mereka tak pernah menduga bahwa permintaan Min Chan untuk bersama mereka adalah permintaannya yang terakhir.

Di samping mereka, Nam Ni Ni, Yi Kyung dan Ah Young tak henti-henti menangis. Rasa kehilangan tak cukup menggambarkan perasaan di hati mereka. Seandainya ada hal yang dapat mencegah kepergian Min Chan apa pun itu, akan mereka lakukan, itu yang ada di pikiran mereka.

Park Tae Pyung melangkah maju, duduk di samping makam Min Chan. Pikirannya melayang pada masa saat bersama Min Chan.
“Ayoo laaah.. aku mau maju. Tolong kerjakan. Aku tidak mengerti soal ini, Min Chan..” ujar Park Tae Pyung pada suatu jam pelajaran FISIKA.
“Kau ini,.. Park Tae Pyung,.. aku juga tidak mengerti FISIKA.” Sahut Min Chan
“Trus kamu tahunya itu apa?” tanya Park.
“Aku tahunya mencintaimu, Park…” Jawab Min Chan dengan mantap.
Park hanya tersenyum salah tingkah.

Semua orang takkan pernah percaya, gombalan-gombalan yang pernah Min Chan utarakan, ternyata adalah gambaran perasaannya pada Park. dan yang sangat mengagumkan, Min Chan menyimpan rapat-rapat dan dalam-dalam rasa itu sampai detik terakhirnya.

Melihat pemakaman telah sepi, Hee Won mengajak Park pulang.

Sebelum pergi, Park mencium nisan Shin Min Chan dan berkata, “ aku tak akan pernah melupakanmu. Kau begitu indah. Tersenyumlah di sana.”
***

Seminggu telah berlalu sejak kepergian Min Chan. Amplop jingga itu masih saja belum di buka. Selama seminggu itu pula, Hee Won selalu menangis melihat amplop itu. Dia juga bingung, bagaimana cara menyampaikan amanat Min Chan itu pada sahabat-sahabatnya.
“Mau tidak mau… harus mau… Hwaiting!”

Hee Won mengirim pesan singkat pada teman-temannya.

Aq tggu di Café orange, 14.00. ada hl pnting yang hrus q smpaikan, ini menyangkut persahabatan kita.

Thank’s


Choi Ah Young, terkirim.
Kim Jung Soo, terkirim.
Nam Ni Ni, terkirim.
Park Tae Pyung, terkirim.
Song Yi Kyung, terkirim.

“Lebih cepat, lebih baik…”, gumam Hee Won.
***

14.00, waktu Seoul.
Hee Won datang, dia melihat keempat sahabatnya telah berkumpul di “Cafe Orange”. Tersisa satu orang yang belum datang.

5menit kemudian, Park Tae Pyung datang.
“mian...anda mau pesan apa?” seorang waitress memberikan buku menu pada keenam tahu remaja itu.
“jus jeruk 3, jus melon 3 dan makanannya sushi kesukaan Min Chan. Kau tahu itu kan?” pesan Hee Won setelah berunding dengan sahabat-sahabatnya.
“tentu. Kami sangat tahu apa kesukaan Nona Min Chan di cafe ini. Dia pelanggan terbaik kami. Eehhmm... kami, khususnya aku turut berduka cita atas kepergiannya.”
“iya. Terima kasih.” Jawab Hee Won dan Nam Ni Ni.
“mengapa harus d cafe ini?” tanya Park.
“kau tidak suka? Cafe ini, cafe langganan dan kesukaan Min Chan. Kau sudah melupakannya..?”
“bukan begitu, Hee Won..”
“sudah..sudah... langsung pada topik saja.” Ujar Nam Ni Ni.

Ah Young dan Yi Kyung mengangguk.
“Ok. Bersiaplah...”

Hee Won menarik napas dalam-dalam, kemudian dia berkata, “sebenarnya dari awal aku sudah mempunyai firasat tidak enak. Kalian masih ingat tidak, saat kita terakhir kali ngumpul bareng, aku dan dia duduk berdua di ayunan, dia mengatakan kata-kata perpisahan padaku, karena itu aku membentak dia. Dia bilang, dia tak lama lagi akan pergi...itu juga yang membuatku berkata bahwa tidak akan ada yang sesedih aku. Dan... dia memberikan ini padaku.”

Hee Won mengeluarkan 2 amplop jingga dari tas ungunya. Dan menaruhnya di atas meja.
“Apa isinya?” tanya Yi Kyung.
“Amplop yang ini ditujukan pada kita berlima. Dan yang ini untuk kalian berdua,. Jung Soo dan Tae Pyung. Di dalamnya ada kertas yang berisi tulisan tangan Min Chan untuk masing-masing dari kita. Silahkan di buka.”

Yi Kyung dan Park membuka amplop. Lalu, Park memberikan kertas berwarna coklat muda pada Jung Soo dan kertas berwarna jingga untuk dirinya sendiri. Begitu pula Yi Kyung, dia memberikan kertas berwarna pink untuk Ah Young, biru muda untuk Nam Ni Ni,ungu muda untuk Hee Won, dan hijau muda untuk dia sendiri. Seperti dikomando, mereka membuka lipatan kertas itu dan mulai membacanya.
“Cap duseyo!”

Ucapan waitress dan pesanan mereka tidak mereka hiraukan. Surat dari Shin Min Chan menghipnotis mereka.

Hee Won tidak membaca surat. Dia sudah bisa menebak apa isi surat itu. Gadis berjilbab ini memperhatikan teman-temannya. Jung Soo, Yi Kyung dan Ah Young mulai berkaca-kaca. Nam Ni Ni menangis sesenggukan. Sedangkan, Park Tae Pyung terlihat menatap kosong kertas jingga di tangannya itu, dia telah selesai membaca guratan tangan orang yang sangat menyayanginya.
***

Setelah semuanya membaca, Hee Won angkat bicara, “aku yakin, isi surat-surat itu pada intinya sama. Sebelumnya, aku minta maaf pada kalian. Maafkan aku! Aku tidak memberi tahu hal ini dari awal. Bukan karena aku jahat. Tetapi, dia tidak mengijinkanku. Dan yang bagi tersakiti dengan kenyataan ini, tolong maafkan Min Chan.”
Hee Won menghentikan ucapannya. Dia berusaha menenangkan diri agar tidak menangis.
“Shin Min Chan gadis yang hebat. Dia rela mengalah dan mengesampingkan perasaannya untuk sahabatnya. Ehmm... aku rasa kalian sudah mengetahui bahwa Nam Ni Ni menyayangi Park Tae Pyung. Dan sebenarnya,. Shin Min Chan telah terlebih dahulu menyayangi Park. Jika kalian tidak percaya, Akulah saksinya. Min Chan selalu bercerita apa yang dia rasakan padaku, baik itu tentang persahabatan kita, maupun tentang perasaannya pada Park. Dan dia lakukan itu jauh sebelum Nam Ni Ni melakukan pengakuan di depan kita semua.” Lanjut Hee Won.
“Sebentar, bukankah kita semua tahu bahwa dia menyukai Jung Soo?”, tanya Ah Young.
“Benar. Dia menyukai Jung Soo. Tapi, hanya sekedar suka. Apa itu salah? Suka dan sayang sangat berbeda, kalian tahu itu kan?”
“mengapa semua ini harus terbuka sekarang, Hee Won? Jadi,... selama ini aku menyakiti sahabatku sendiri?”, Nam Ni Ni sangat shock dengan kenyataan ini.
“sudah ku katakan di awal tadi, dia tidak mengijinkanku mengatakan semua ini pada kalian. Dia hanya ingin, aku, dia dan Tuhan yang tahu tentang perasaannya. Dia tidak mau lagi menyakitimu, Ni Ni. Dia bilang, cukup kejadian yang lalu yang membuatmu sakit hati karenanya, dia tak ingin merusak tak kebahagiaanmu. ‘meskipun rasa itu tak terungkapkan, aku tetap bahagia karena bisa dekat dengan Park’. Itu kata-kata yang sering aku dengar saat aku memaksanya untuk mengutarakan perasaannya pada Park.”

Semua orang di meja nomor 7 itu tercengang mendengar penjelasan Hee Won.
“lalu, aku apa? Aku dipermainkan,begitu?” Jung Soo merasa tidak terima.
“heeey...kau... jaga mulutmu. Min Chan bukan orang yang seperti itu.” Bentak Nam Ni Ni. Suasana mulai panas.
“sudahh....sudaahh...Dari awal SMA, dia memang memperhatikanmu. Kau mirip dengan mantan kekasihnya, tapi,. Lambat laun, dia berpikir, kau jauh beda dengannya. Dia kaget, saat tahu dia sekelas denganmu. Dia suka kerutan yang terbentuk di sudut matamu saat kau tertawa, dia suka lesung pipimu. Sekali lagi, ku tekankan,.. DIA HANYA MENYUKAIMU. Beda dengan Park, gaya dudukmu itu yang membuatnya tertarik padamu, style-mu dari ujung rambut sampai ujung kaki sangat dia sukai. Min Chan sangat suka matamu. Kau rajin beribadah, kau sopan, kau benar-benar mengagumkan baginya. Dan kekaguman itu menjelma menjadi perasaan sayang yang sangat dalam padamu, Park. Jadi, Jung Soo... ku mohon kau jangan marah. Kau punya tempat tersendiri di hatinya.”

Semua terpaku. Hening.

Di belakang mereka, ada sosok bayangan yang tertunduk dan menangis. Shin Min Chan. Dia mengikuti pembicaraan teman-temannya dari awal. Hatinya sangat perih. Dia ingin memeluk teman-temannya dan meminta maaf pada mereka, tetapi, ada batas dunia yang memisahkannya dengan mereka.
“Ya. Kau benar. Aku tahu bahwa dia menyukaiku. Aku tahu dia menyayangiku sejak tatapan di RS itu. Dia mengagumkan. Dan akuuu....”, Park memutuskan perkataannya, matanya berkaca-kaca.
“Dia tak berharap kau membalasnya, Park... dia hanya ingin, kau mengijinkannya untuk menyayangimu...sampai... mati...” ucapan Hee Won terhenti, ada sesak dan sakit di dadanya. “Dan itu memang benar terjadi.”

Keenam orang itu menangis haru, mereka tidak menyangka ada orang seperti Min Chan. Surat-surat itu membuat mereka kembali terpukul, teringat bahwa Shin Min Chan telah tiada.

Tiba-tiba, Park berdiri. Dia hendak pergi.Namun, langkah kakinya terhenti. Tepat di depannya, dia melihat sesosok bayangan. Bayangan itu menangis. Park mengenali siluet itu. Tapi, dia tidak yakin.
“Min Chaaan...” Panggil Park.

Spontan, bayangan itu terkejut dan menoleh ke arah orang yang memanggil namanya. Dia kaget, Park dapat melihatnya.

“Heeii... apa yang kau katakan, Park? Kau jangan gila.”, Ujar Yi Kyung.
Park menggeleng, sambil berkata “Anio. I’m serious!”

Park kemudian berjalan ke arah Min Chan berdiri.
“Min Chan... Kau di sini?”

Bayangan itu tak menjawab, hanya berjalan keluar Cafe. Park mengikuti. Di belakangnya, kelima sahabatnya yang mengira dirinya berhalusinasi mengejarnya.
***

Mereka berenam dan bayangan itu tiba di tanah lapang. Bayangan Min Chan berhenti. Park juga berhenti tepat 1 meter di belakang Min Chan. Setengah meter di belakang Park, sahabat-sahabatnya berdiri.
Remang-remang,.. Nam Ni Ni melihat siluet bayangan di depan Park.
“Benar. Itu Min Chan... Dia Min Chan.” Ujarnya kemudian.

Dan secara bergantian, Hee Won, Jung Soo, Ah Young dan Yi Kyung dapat melihat sesosok bayangan Shin Min Chan di hadapan Park. Kemudian, Park berjalan mendekati Min Chan, diikuti Jung Soo, Hee Won dan Nam Ni Ni.

Menyadari bahwa sahabat-sahabatnya melihatnya, Min Chan berbalik dan berkata,
“Aku minta maaf telah meninggalkan kalian secepat ini.”
“kau yang mengatur ini semua? Mengapa kau tak mau jujur padaku?aku telah melukaimu, Min Chan... mianhaeyo.” Nam Ni Ni berkaca-kaca.
Min Chan bergerak maju.“aku menyayangimu, Ni Ni. Aku tak mau lagi menyakitimu.”

Min Chan menoleh pada Hee Won.
“Hee Won, kamsahamnida! Kau telah menyampaikan amanatku. Amplop jingga itu adalah hidupku. Tolong jangan pernah kalian buang. Jung Soo, aku berharap bisa lebih lama lagi bersamamu, di duniamu. Dan kauu... Park... maaf,. Maafkan aku yang mencintaimu. Aku tak bisa menghentikan rasa yang berlabuh padamu. Aku tulus menyayangimu sampai saat ini. Ah Young dan Yi Kyung, terima kasih kalian telah bersedia menjadu sahabatku. Aku Minta pada kalian semua, jaga diri kalian baik-baik.”
“Kau tidak boleh pergi Min Chan...” Park berjalan menghampiri Shin Min Chan.
Dengan senyum yang tulus, Min Chan berkata, “Aku mencintaimu, Park... sahabat-sahabatku, tolong jaga persahabatan ini untukku. Ingatlah selalu pesanku. Simpan amplop jingga itu, untukku. Aku harus pergi sekarang.”

Setelah berkata seperti itu, Min Chan berjalan mundur. Kemudian berbalik dan menghilang.
“Miiiiiinnnn Chhaaaaaaannn-aaahhh.... Min Chan-ah, kembalilah..” Park mengejar dan memanggil-manggil Min Chan.
“Min Chan-ah.. kembalilah... temani akuuu... aku pun mengagumimu.... ijinkan aku tuk belajar mencintaimu...” Park semakin histeris. Dia mulai sadar, tanpa Min Chan dia bukan apa-apa.

Tiba-tiba angin bertiup membelai rambut keenam anak manusia di tanah lapang itu.semakin lama, semakin kencang, serentak, semua menatap ke langit. Kemudian angin berhenti berhembus. Awan-awan bergumul membentuk raut wajah Min Chan yang sedang tersenyum.

Shin Min Chan telah bahagia.

_.<“TAMAT”>._