Sambil memeluk bom, dengan memakai sarung yang kusut dan sandal jepit, aku kebingungan di depan rumah. Aku pikir aku harus memilih dengan cepat, apa yang harus dikorbankannya. Bom itu tampaknya tidak banyak punya waktu lagi. Mungkin masih ada seperempat jam yang sangat mendesak. Sesudah itu setiap saat bisa terjadi ledakan.Download Naskah Monolog Kalau Boleh Memilih Lagi : Disini
Untuk tidak menarik perhatian orang, aku kekep makin kuat bom itu. Sekarang aku mulai menghitung sekali lagi, apa yang harus aku korbankan. Rumah tanggaku sendiri? Rumah salah seorang tetangga yang dibenci oleh seluruh kampung karena selalu bijkin onar? Sebuah mobil sedan kepunyaan orang asing yang kebetulan lewat. Kantor polisi. Atau sebuah tanah lapang.
Karena kekacauan pikiranku, jantungku lebih keras menghitung. Saraf-sarafku tegang. Aku tidak bisa lagi berpikir dengan baik. Tiba-tiba saja aku lari kencang sekencangkencangnya. Aku melihat sebuah tiang bendera yang tinggi. Tiang bendera yang paling tinggi dalam daerah itu. Di puncaknya berkibar dengan anggun merah-putih. Aku langsung memanjatnya.
Mula-mula aku tidak menarik perhatian orang banyak, sebagaimana yang aku harapkan. Tetapi setelah aku mulai menaiki tiang bendera itu, orang-orang gempar. Mula-mula yang berdekatan saja. Kemudian dari jalanan mengalir banyak orang melihat aku hampir mencapai puncak bendera. Tetangga-tetangga mula-mula tertawa, tetapi serentak mereka tahu bahwa itu aku, mereka heran. Di kalangan pergaulan biasa, aku adalah seorang manusia yang wajar, sabar serta baik. aku dikenal sebagai orang yang lurus yang tak akan melakukan apa-apa tanpa alasan yang kuat. Dan kalau sekarang aku memanjat tiang bendera setinggi itu hanya dengan kain sarung, pasti ada yang istimewa. Mereka pun berhenti ketawa, lalu lari menghampiri.
Seorang anak lari ke sekolah, memberitahukan anak-anakku apa yang terjadi dengan bapaknya. Anakku melapor kepada gurunya. Lalu guru itu sendiri menganjurkan agar anak-anakku berlarian ke bawah tiang bendera. Salah seorang pergi ke rumah. Ia tidak menjumpai siapa-siapa lagi. Iyem telah pergi bersama orang lain menuju tiang bendera. Sementara istriku yang sedang berbelanja sudah mengalir juga bersama orang banyak.
Selasa, 07 Juni 2011
Naskah Monolog Kalau Boleh Memilih Lagi Karya Putu Wijaya
Cuplikan Naskah Monolog Kalau Boleh Memilih Lagi Karya Putu Wijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar