Senin, 14 November 2011

Cerpen Romantis : Dian Ardiani

DIAN ARDIANI
Oleh NN

Mimpi merefleksikan wajahmu dengan lebih nyata. Pikiranku terasa lebih mudah menskenario semua seperti keinginanku. Aku sangat menikmatinya tak kupedulikan kata hatiku bahwa ini hanya “mimpi”. Sebagus apapun mimpi tetaplah mimpi. Tidak! Biarkan aku mempercayai angan-anganku, karena hanya itu yang bisa aku lakukan. Biarkan aku bahagia karena tiada hal lain yang bisa membuatku bahagia. Tuhan! sungguh aku mensyukuri keadaan ini aku merasa takjub sampai tak sanggup kulukiskan bagaimana seharusnya aku berbahagia?

Mimpi tetaplah perhiasan kalbu. Indah memang tapi kamu takkan menikmatinya lama. Aku tersentak seketika sesal menghujamku. Mengapa semua berjalan begitu cepat? Jika hanya mimpi yang membuatku bahagia mengapa aku tidak hidup saja dalam dunia mimpi?! 

Aku tak tahu kenapa sampai detik ini aku tak bisa melupakanmu. Haruskah aku terus mengingatmu sedang aku tak yakin apa kamu mengingatku? Tapi haruskah aku melupakanmu sedang hatiku selalu merindukanmu? Ketika badai kerinduan menerjang sanggupkah aku membendungnya? Manusia manakah yang sanggup melakukannya? Manusia tetaplah makhluk lemah yang butuh cinta untuk memantapkan hidupnya. Hatinya akan senantiasa haus akan tetesan embun cinta. Dan aku yakin hatiku hanya membutuhkan kamu!

Malam ini adalah malam dimana badai rindu kembali mencabik-cabik tubuhku, melumpuhkan segenap pertahanan. Badai yang senantiasa membesar karena tak menemukan muaranya. Kubuktikan diriku makhluk lemah itu. Terjatuh, terawang-awang dipermainkan badai. Gigil dingin hanya mengangahkan luka-lukaku, kelabat bayangmu begitu nyata begitu terasa. Ketika tangan ini berusaha menyentuhmu, tiada hal lain yang kutemukan selain kehampaan. Aku sadar yang kubutuhkan sekarang bukan ilusi lagi. Aku ingin kau nyata dan hadir di depanku. Kamulah obat dari dahaga rinduku, kamulah yang sanggup mengairi hatiku yang kering. Membuatku hidup kembali!

Detak jam malam ini terasa mengejekku, dan seketika itu hadirlah ribuan panah penyesalan menghujamku satu per satu. Ya Tuhan inikah hukumanMu? Aku menyesal Tuhan, sungguh tak kutahu semuanya akan jadi begini. Maafkanlah karena aku telah membohongi hatiku. Akulah yang telah merusak kebun cinta yang telah Kau semaikan dalam tubuhku. Cinta sama sekali tidak sesederhana yang kupikirkan, Cinta adalah anugerah yang harus aku jaga agar tetap tumbuh dalam hati. Hukuman berat patut didapat bagi mereka yang mencampakan cinta!

Satu-satunya yang aku punya sekarang hanya kenangan indah tentangmu. Kamulah yang menumbuhkan benih-benih cinta dalam hatiku. Cinta hadir dengan tulus tanpa perlu sesuatu yang dibuat-buat, datang dengan apa adanya tak perlu hiasan karena cinta lebih berharga dari itu. Cinta selalu terlihat agung dan tak satupun perhiasan yang sanggup menandinginya bahkan kata-katapun terasa tak berguna karenanya. 

Aku mengagumi semua tentangmu. Tentang kesempurnaan yang terwujud dalam paras dan sikapmu. Sungguh makhluk sempurna yang tak berhenti memunculkan kekagumanku. Sosokmu seperti potret abadi yang terekam dalam benakku. Aku tidak akan melupakan matamu karena itu pintu gerbang keindahanmu. Awal semua keagungan berwujud. Dari matamu keteduhan tersembul deras. Aku ingin menari-nari di sudut mata itu. Tapi mungkin itu hanya kemustahilan! Ya akan sangat tidak mungkin ketika mata itu memilihku. Sungguh bodoh! Sekejap diriku seperti anak kecil yang senantiasa manja di pelukan ibunya. Dan aku selalu ingin berlindung di matamu, memperoleh sedikit payung kasihmu. Memanjakan diri ini dari hidup yang kian penat.

Tangan yang selalu siap menjulur kepada siapapun yang memerlukan. Tulus hatimu melembutkan kulit tanganmu, kamu tidak perlu membuatnya jadi indah. Karena indah akan hadir dengan sendirinya tak perlu perhiasan apapun. Seandainya kata-kata ini bisa kubentuk menjadi serpihan udara, aku ingin menitipkannya biar sampai di telingamu. Akulah sosok itu sosok yang perlu pertolongan cepat. Bara ini telah membakar tubuhku sebelum menjadi debu aku perlu uluran tanganmu menyejukkan tubuhku.

Kurasa Dian adalah nama yang tepat mewakili sempurnamu. Dian seberkas cahaya berkilauan yang menerangi setiap relung jiwa. Kau penerang langkahku jika yang kutemui hanya gelap. Kau peneduh jiwa ketika hati ini perlu berlindung. Kau penunjuk arah ketika langkah ini tersesatkan. Kau adalah arah langkahku. Tujuan hidup yang ingin aku capai segera. Dimanakah diriku yang lain berada?

Dian sampai kapanpun adalah cahayaku. Mungkin cahaya itu telah menemukan tempatnya? Mungkin langit berhasil membujuknya? Bagiku tidaklah masalah jika kau memutuskan untuk diam karena bertemu peraduanmu. Aku sadar padanan cahaya adalah langit bukan seonggok debu. Hanya langit yang sanggup menjadi singgasana bagi cahaya.

Jika perhiasan langit menjadi pelengkap sempurnamu aku turut bersyukur. Kau telah menemukan pencarian terpenting dalam hidupmu kau telah menemukan keutuhan hatimu. Maka terbanglah jadi penerang bagi setiap insan selaik matahari Ibumu!

Sedang aku biarlah terpuruk di sin! Biarlah aku menjadi laron-laronmu. Hidupku adalah pencarian tentang hadirmu. Dengan sayapku yang sepasang kan kuarungi lautan waktu tak peduli seribu tahun aku kan mencari dan mencari. Kesabaran akan aku retas setiap saat, seperti matahari harapan yang senantiasa terbit menyapu kegelapan. Dan jika suatu malam takdir mempertemukanku denganmu. Maka biarkan aku menyatu dalam pesonamu. Berikan aku cahayamu terangi jiwaku bangkitkan pijar yang mulai meredup. Basuhlah ragaku yang porak-poranda oleh takdir penantian. Kamulah penawar kehampaan hidupku maka sempurnalah diriku ketika kamu hadir menjadi matahari di hatiku. Bagaimana aku berterima kasih jika tidak ada tanda yang bisa aku berikan. Dihadapanmu semua bagai tak berarti maka biarlah raga dan jiwaku menjadi persembahan. Terimalah karena hanya itu yang aku punya. Ketika kamu menyentuhku sesungguhnya semua sudah menjadi milikmu. Aku memang tiada punya hak atas diriku.

Biarlah laron mati karena kebahagiaannya, pencariannya telah tertuntaskan. Mimpi-mimpinya telah tersemai dan jiwanya telah menyatu dengan kebahagiaannya.
***
Salah satu warisan malam adalah kelelapan. Badai ini telah mencapai puncak dan aku dihempaskannya kembali ke daratan lengkap dengan segala yang telah kutemukan. Ombak telah menitipkan aku perahu untuk menolongku mengarungi badai selajutnya.

Diantara keraguan kutemukan kepastian Dalam kehancuran kutemukan kebangkitan. Diantara penyesalan kutemukan kelepasan. Tuhan selalu punya cara menolong manusia. Kugenggam bulat-bulat hatiku kutemukan kembali gairahku yang hilang. Kini kupastikan hidupku meniru langkah laron. Karena kita memang punya banyak persamaan tentang nasib dan tujuan yang sama. Kita punya kepak sayap yang kecil untuk mewujudkan cita-cita kita. Aku harus bangkit dari keterpurukan ini waktu masih menyisakan harapannya sebentar lagi. Dan ketika fajar tiba aku ingin bersyukur menjalani titian hidup sebagai laron pencari cahaya.

Setiap senja Wangi nafasmu bertiup
meluluhkan malam
menjadi semakin kelam
seribu harapan terpanggang
di setiap gang penuh bunga api
gairah fajar menjadi layu
paginya mentari tak mekar
di setiap tatapan
bangkit dari mimpi
terjaga tiada henti
setiap detik
detak jantungmu diper**sa
angka-angka
yang kian gagah
menggagahi kepasrahan.
entah kapan lagi
keberanian hidup
diwariskan kepada setiap jiwa
di negeri pasrah ini.
berlubang-lubang rindu telah dalam menyemat tanya setiap hati mengapa luka mengapa merindu menjadikan sunyi bertambah lara tidak cukup angin memenjarakan rasa dalam tabung kata yang dituai rindu merengkuhnya tak pernah ingin lepas disini pagi berteman embun dan airmata membungkam matahari untuk meredup biar ragu tak lagi hadir diantara celah kau dan aku pahamilah kesulitan jiwaku memecah rindu untuk kau silangkan bersama ragu-ragu yang mendekap dalam hari berlembar hari betapa rasaku selalu untukmu mencintai merindukan tanpa ada ragu untuk kau hembuskan dari nafasmu

Selamat Ulang Tahun Dian Ardini!
21 MARET 08

Baca Juga Cerpen Romantis yang lainnya dan saya Ucapkn Banyak Terimakasih  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar