Rabu, 02 November 2011

Cerpen Senja Pada Stasiun Pemberhentian

Senja Pada Stasiun Pemberhentian
Oleh Iyah Nahifah

Ku disini karena kau memilihku
Merengkuh janji pada senja di setiap kereta
Merapal diri pada pandang jejal manusia
ku disini karena tak pernah ragu akan janjimu
Janji datang kembali
Pada stasiun pemberhentian ini
Janji menjumput bahagia pada datangnya kereta
Janji mengukir sejarah terpanjang didunia serta mengantar peluk terpanjang pula
Pada senja...
Aku merapal penantian
Aku Menunggumu pada deretan bangku panjang stasiun pemberhentian kejaksaan kota cirebon ini. Stasiun yang pernah mengukir sejarah pertemuan terakhir kita.
Karena katamu, senja ini kau akan datang menjemput rindu yang tertampung beku dalam hati yang bergemuruh, katamu juga kau akan menuangkan kesunyian karena keberjarakan. dan akan merayakannya dalam peluk erat serta terpanjang pada sejarah alam manusia. Hingga senja ini... ku rapalkan romantisme bayang saat jumpa.
Senja ini ku tunggu dirimu pada deretan bangku panjang stasiun pemberhentian kejaksan. Berharap-harap cemas pada kereta yang tandang di hadapku. menjelajahkan pandang pada semua orang yang terlihat letih akan perjalanan panjangnya. Karena katamu, kau sengaja tak memberitahukanku kereta apa yang kau naiki sebagai kejutan.
Senja ini menjadi senja terpanjang bagiku kasih...
Pipi merona jingga yang bertabik dari langit itu, tak mampu ku nikmati dari suara bising serta bau pesing yang keluar dari kereta. Namun demi mu, aku tetap bertahan dalam penantian di bangku persegi panjang ini. Sama seperti yang lainnya, menanti kedatangan seseorang pada kereta yang membawa kekasih hatinya pulang.
Waktu terasa berputar lambat, bahkan amat sangat lambat, hingga aku mampu sekedar bercecar dengan pedagang asongan atau menyapa orang-orang di sampingku. Namun tak nampak juga hadirmu di hadapku kasih,,, pada bangku persegi panjang aku rapalkan kembali senyum manismu dari ingatan.
Aku tak sadar diri, senja kian sirna terkulum malam, malam yang kian gelap pekat dengan dering sunyinya.
Pun juga ku pandangi baju yang melekat telah kusut, mukaku kuyu, kulitku hitam lekat berbaur debu. Ternyata... senja ini tak mampu membawamu pulang,,,
Kini sunyi menyelimuti kembali...
***
“aku mau pergi ke ibu kota samirah...”
“kenapa mas?!”
“disini aku tak mampu mengidupi diri ku sendiri?”
Suaramu nampak mengalun berat, beriring jengah pada realitas yang menggilas...
“bukankah apa yang kau kerjakan di sawah serta kuli rumah sudah cukup untuk makanmu?”
“tidak samirah!... aku ingin lebih dari itu. Aku ingin meminangmu, jadi aku harus mengadu nasib di kota mencari kerja”
Samirah terdiam,,,
“aku tak ingin kamu jauh dari ku mas, apa yang akan kau kerjakan di ibu kota sana?”
“entahlah,,, yang pasti aku akan mencari banyak uang di sana dan kembali untuk dirimu samirah... untuk meminangmu”
Sangat berat melepasmu saat akhir perdebatan kita kasih, waktu itu aku takut, takut tak menemukanmu kembali di ujung penantian. Namun kau meyakinkanku akan kembali dengan membawa sejuta nyata yang kita impikan. Hingga aku melepas kepergianmu...
Begitulah perdebatan terakhir kita saat kau berpamit tiga tahun yang lalu. Dirimu pergi merantau jauh ke ibu kota, hanya ber via pos kita menuangkan segala rasa.
***
Seperti pagi tadi. Aku sangat senang mendapat surat yang di antarkan kurir post itu. Aku sudah menebak surat dari siapa, langsung ku buka karena tak sabar menjemput sayangmu pada goresan tinta didalamnya.
Surat itu berisi “ aku pulang senja ini dengan uang yang sengaja ku tabung untuk melamarmu, berdandanlah cantik untukku kasih, ku ingin. Kau amat sangat cantik menjemputku senja ini di stasiun kejaksan”. Di belakang suratpun ada bingkisan kado yang sengaja kau persiapkan untuk pernikahan kita. Saat ku buka. Kado itu adalah gaun putih anggun dan amat sangat indah, ukurannya pun cocok di badanku, dan aku sangat menyukainya. Sengaja ku gantung dalam lemari biar tak kusut.
Aku bergegas mandi. Tak sabar untuk menunggu senja ini dan menanti hadirmu di hadapku, sengaja ku taburkan lulur dan berendam bunga setaman. Aku bertabur bedak dan ku oleskan lipstick warna merah jambu (yang baru sengaja ku beli) agar aku tampak ayu, serta akupun mengenakan baju yang terbaik hari ini, pada cermin aku yakin berbalut keanggunan.
Aku berangkat ke stasiun kejaksan naik angkotan kota, di dalam angkot. Aku berharap cemas menuju stasiun itu, ada perasaan yang berdebar berbaur cemas. Entah kenapa?! Sebagai perempuan jawa aku sangat takut firasat buruk. Dan aku yakin firasat buruk akan terjadi sesuatu. Sesuatu tidak diinginkan, tapi semoga tidak.tidak ada yang terjadi padamu kasih...
Sesampainya di stasiun aku langsung menuju bangku panjang persegi ini. Hingga akhir senja tiba kemilau keemasaannya menguasai kegamangan dunia, warna emasnya, menyulam sudut penanti dalam paut.
Senja menyapa... aku mencarimu di tiap kereta.
banyak, yang datang kereta dari ibu kota. Namun rautmu tak nampak juga disana, mataku berjelajah mencarimu kesana kemari, tapi tak nampak pula rautmu dari jejalan orang – orang yang turun dari kereta itu. Aku lelah....
kereta telah tiada, malam pun kunjung tiba...
***
Itulah senja tiga tahun yang lalu kasih, aku tak pernah beranjak dari staiun pemberhentian ini, sampai sekarangpun aku masih tetap menanti.
“lihat perempuan itu?!”
“perempuan gila tu maksudmu mas?!”
“iya.”
“kenapa dengan dia?!
“lihatlah! Tiap kereta datang dia akan berdiri dan bersihkan baju dengan tangan, lalu dia akan tersenyum.
“Dia selalu melakukan itu pada setiap kereta berhenti?”
“Tidak. Dia hanya melakukannya pada kedatangan kereta ibu kota.”
“kau tau kenapa?”
“dari desus semua orang. Katanya dia menunggu kekasihnya, tapi sudah tiga tahun ini perempuan itu di bangkunya. Gila bukan? Karena cinta dia rela melakukan penantian sepanjang itu.”
“wus!!... mas itu. Gak boleh berkata menghakimi ah”
Kau dengar sayang?! Kedua peron itu mengatakan aku gila?!. Aku tidak gila sayang, tak ada yang gila dalam cinta. Aku hanya berharap menemukannmu dalam stasiun pemberhetian ini dan menjemput bahagia. Bukankah kau berjanji akan datang pada suatu senja di stsiun ini, dan pulang dengan banyaknya kasih yang akan kita ukir dalam sejarah panjang kehidupan manusia?
Aku tau... aku tak lagi cantik seperti tiga tahun yang lalu saat aku tiba pada stasiun ini, tiga tahun sudah rambut ini tak tersentuh sisir, badan tak berbaur air, bajupun bergumul debu. Aku tau kau pasti tetap mencintaiku meskipun aku dalam keadaan seburuk apapun.
Semua orang mengiraku gila kasih, semua orang menjauhiku bahkan tak mau mendekat di bangku panjang stsiuan ini, semua orang mencibirku, bahkan keluargaku sempat mengajakku pulang dan bercerita baju pengantin kirimanmu telah berwarna abu-abu, lemarinya terlumat rayap. Tapi aku tetap tak mau beranjak kasih... aku tak goyah pada yakinku. Aku tak mau ketika kau datang kau tak menemukan senyumku. Karena ku yakin, kau pasti datang dengan iringaan senyum manis dan senja di akhir kereta...
Aku yakin itu... aku akan menemukanmu, sampai saatnya tiba. Aku tak akan beranjak dari stasiun pemberhentian kejaksan ini...
13 :30
Jum’at. 21. 07. 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar