INDAH PADA WAKTUNYA
Karya Ingga Pria Pahla
Aku adalah laki-laki yang tidak pandai dalam mengungkapkan perasaan suka atau sayang pada seorang wanita . Di malam itu pikiranku melayang kembali memutar ruang dan waktu tepat pada saat saya duduk di kelas satu SMA. teringat saat pertama memasuki kelas baru, saat itu saya melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas, mata ku pun liar melihat bagaimana kondisi kelas dan orang-orang yang tidak saya kenal dan tentu akan menjadi teman ku kelak. Terlihat berbagai macam tatapan yang terlihat asing menatapku sehingga membuat saya gugup dan malu,, padahal hati ini ingin sekali menyapa dan tersenyum pada teman-teman tapi tetap, tubuh, lidah dan bibir ini tidak mematuhi apa yang otak perintahkan, akhirnya reaksi yang terjadi pada tindakan ku ini hanya bisa diam dan pura-pura tidak melihat mereka, karena saya ini memiliki sifat pemalu yang menghambat dalam bergaul. Setelah memasuki ruangan saya mencari tempat duduk, tidak lama akhirnya saya menentukan untuk duduk di tengah baris ke 3, karena dalam pikiranku baris ke 3 tidak terlalu depan dan tidak terlalu belakang pas di tengah-tengah, tidak terlalu mencolok dan tidak terlalu tersembunyi.
Saya pun menyimpan tas dan duduk di kursi itu, saat itu masih pagi jadi belum semua siswa masuk ke dalam kelas, hanya segelintir orang yang sudah ada di kelas ini. Saya hanya diam tidak tahu apa yang harus di lakukkan, saya hanya berharap ada seseorang yang ku kenal agar bisa membebaskanku dari kebosanan dan keheningan ini. Hanya terdengar detak jam memecah keheningan, waktu terasa berhenti dan sungguh saya tidak tahu apa yang harus di lakukan, hingga saat itu terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin jelas mendekati kelas ini, saya fokuskan pandangan pada arah pintu dan berharap dia adalah salah seorang yang ku kenal , tapi tiba-tiba ketika dia sudah terlihat perasaan ku berubah, jantung ku berdebar begitu kencang , mata ku tak mampu berkedip, dalam hati yang tadi terasa sepi tiba-tiba memancarkan sinar berwarna-warni bak pelangi, mata ku pun hanya tertuju pada gadis itu, dia tersenyum dan menyapa temannya yang duduk paling belakang, sungguh manis sekali senyumnya mampu membuat hati ini begitu damai. Ingin sekali aku menyapanya, berkenalan dengannya, dekat dengannya, tapi itu haya sebatas pikiranku saja karena sifat pemalu ku ini tidak bisa menggerakan tubuhku sesuka aku menggunakan pikiran ku. Dan akhirnya saya hanya diam, untuk menoleh ke belakang pun aku tak berani rasanya leher ku ini seperti di beton kaku tidak bisa bergerak.
Terdengar suaranya mengobrol dengan temannya, suaranya begitu lembut, terkadang dia tertawa dan entah kenapa aku bisa merasakan kebahagiaannya hanya dengan mendengar tawanya. Terbang imajinasi ku melayang-layang, andaikan dia tertawa karenaku, andaikan aku yang ada di posisi temannya yang sedang mengobrol dengannya, aku pasti sangat bahagia, terbesit dalam pikiranku saat itu. Saya begitu ingin melihatnya lagi, tapi bagamana caranya? otak ku terus berpikir keras dan akhirnya saya mendapat ide yaitu dengan pura-pura mengambil buku dalam tas yang ku simpan di belakang , otomatis badan ku harus berbalik dan saat itu saya bisa melihat wajahnya walaupun hanya sesaat dengan jantung yang berdebar begitu hebat. Benar-benar tampak konyol untuk memandang wajahnya saja harus melakukan hal seperti itu, tapi saat itu saya benar-benar tidak memiliki keberanian walau hanya untuk melihatnya.
Tak terasa sudah banyak siswa yang mulai memasuki kelas, sampai pada saat itu saya melihat sosok yang ku kenal, aku perhatikan ternyata benar dia adalah kawan baiku pada saat dulu di smp reza namanya, dia tampak kebingungan mencari tempat duduk. secara spontan aku panggil dia “ za duduk di sini, kebetulan tempat duduk di sebelahku masih kosong. Dia pun tersenyum menghampiri ku, eh rizki lu di sini juga ? sapa reza sambil bersalaman denganku. Ia nih za jawabku, ga nyangka kita sekelas lagi hehe apa kabar ? kemana aja loh jarang keliatan?, reza menjawab, ia nih tapi baguslah jadi gua bisa duduk sama loh, ga canggung lagi hehe ada ko, lu yang kemana aja hilang tanpa jejak? Aku pun tertawa, ia juga sih, tadi aja gua sendirian disini bingung mau ngapain ga ada yang gua kenal, untung aja ada lu, jadi ga mati gaya gua hehehe ada ko gua juga jarang keluar ngendon di rumah mulu sekarang, jiah kenalan dong ki ujar reza. lu tau sendiri kan za gua orangnya gimana? Udahlah ubah sikap lu yang pemalu itu, susah dapat punya temen apalagi pacar kalo penyakit pemalu lu itu masih lu pake. Ia sih gua juga pengen tapi susah. Reza pun mencoba meyakinkanku layaknya Mario teguh dengan kata-kata bijaknya, denger nih kalo luh terus malu lu ga akan maju, potensi lu akan ketutup oleh rasa malu yang semu itu. Udah ki buang yah sifat pemalu mu itu, lagian kalo lu malu dan malu sayang loh di sini banyak cewe cantik, gimana lu mau kenalan kalo malu hehehe. Saat itu tiba-tiba aku teringat kembali gadis yang tampak sempurna di mataku, aku mencoba menoleh ke belakang, dan dia tampak masih asik berbincang-bincang dengan temannya.
Bel pun berbunyi kring . . kring . . kring . . begitu terdengar nyaring aku pun terkejut dan segera memalingkan pandanganku yang tak sadar terus memandanginya. Tidak lama kemudian datang seorang wanita mengucapkan salam, dan berjalan dengan penuh wibawa namun tampak jutek. Siapa dia? Gumamku dalam hati, wanita itu pun berbicara ‘selamat pagi anak-anak, nama ibu reni suharti, ibu di tugaskan menjadi wali kelas kalian, dalam keseharian ibu mengajar pelajaran kimia. Pertama-tama ibu ucapkan selamat datang untuk kalian semua karena sudah resmi menjadi siswa di SMA ini, saya yakin kalian memiliki potensi, karena untuk memasuki sekolah ini tidaklah mudah jadi jangan kecewakan ibu, buatlah ibu bangga karena menjadi wali kelas di kelas ini. Tunjukan prestasi kalian, buatlah kelas ini menjadi kelas terbaik di antara kelas-kelas lain, setuju? Dengan mimik wajah begitu semangat, bagaikan seorang orator yang mengkerahkan ribuan masa, aku melihat jelas cara ibu reni berbicara. api semangat yang tadi hanya bagaikan lilin berubah bagaikan api yang membakar hutan terlihat jelas ketika semua anak serentak menjawab setuju ! dan tepuk tangan yang begitu meriah pun mengisi semua ruangan kelas.
Baiklah, berhubung ibu belum kenal kalian semua, ibu akan absen satu persatu agar ibu tahu nama kalian. Tak kenal maka tak sayang, bukan begitu anak-anak? Ia buu serrentak anak-anak menjawab. Baik berdiri dan acungkan tangan ketika ibu panggil namanya, absen pun di mulai. Antusiasku dalam mendengarkan absen ini begitu besar, selain ingin tahu nama-nama teman baru ku, aku pun ingin tahu siapa nama gadis itu? Aku begitu ingin mengetahuinya, rasa penasaran yang tidak pernah ku rasakan sebelumya, hingga sampai saat itu di sebutkan nama putri nafilah, gadis yang ku suka pun berdiri dan mengacungkan tangannya, tempak senyum manisnya seraya berkata saya bu. Kepala ku mengangguk-angguk dan berpikir ternyata putri namanya, sungguh nama yang pas untuknya karena dia bagaikan tuan putri yang selalu aku impikan. Tak sadar dalam lamunan ternyata aku senyum-senyum sendiri sampai sahabat ku reza mengagetkanku,
Reza : hy kenapa lu ki? Senyum-senyum sendiri . . jangan-jangan lu belum sembuh yah? Ledek reza sambil tertawa hehe
Rizki : sialan luh, gua udah sembuh. Lu tuh yang masih berobat jalan ampe sekarang hehe
Reza : berengsek luh, lu curang kenapa sembuh duluan ga solid lu mah,harusnya gila bareng-bareng sembuh pun harus bareng hahaha, cukup keras reza tertawa sampe bu reni menegur kami, hy kalian berdua . . menunjuk kami, kamu baru aja masuk udah bikin ulah yah. Maaf bu aku menjawab sambil tertunduk malu dan berbisik kepada reza, lu sih terlalu berisik. Maap ki gua lupa ada guru di depan ujar reza. Sini kalian berdua ke depan tegas bu reni, reza menjawab mau apa bu? Pake nanya ayo ke depan ! makin keras saja suaranya setelah reza bertanya. Kami berdua pun terpaksa maju ke depan, dan sorak anak-anak pun terdengar meledek kami dengan wajah gembiranya karena senang melihat kami ke depan. sungguh malu aku saat itu terutama aku malu pada putri walaupun belum kenal dengannya.
Bu reni : kalian tadi sibuk ngapain? Arisan? Tertawa anak-anak setelah ibu berbicara seperti itu
Reza : engga ko bu
Bu reni : engga engga, kalo engga kenapa kalian tadi tertawa begitu kencang? Ngetawain ibu yah?
Rizki : maap bu semua ini salah saya, saya yang mengajak reza mengobrol . ciee pembela sambil tertawa anak-anak meledekku. Sungguh aku jadi salah tingkah saat itu, niat saya pengen cepat beres malah jadi kaya gini
Bu reni : oh begituh, yaudah reza kamu duduk. aku semakin deg-degan ko reza saja yang di suruh duduk.
Rizki : bu saya boleh duduk juga?
Bu reni : menurut kalian anak-anak, sebaiknya rizki duduk atau jangan, bu reni meminta pendapat pada anak-anak.
Anak-anak : jangan bu . . haha. Hukum aja bu, suruh jogged iwak peyek hahaha. Sungguh tega pikirku anak-anak ini. Badanku berkeringat, tangan ku begitu dingin dan begitu segera ingin kejadian ini berakhir.
Bu reni : ide yang bagus. Tampak senyum jahat yang membuat bulu kuduk ku meriniding
Rizki : yah bu jangan dong . Wajah memelas ku pasang berharap bu reni mengasihiku.
Bu reni : terus kamu maunya apa? Dengan nada tegas bu reni berkata, sehingga membuat saya takut.
Rizki : dengan kepolosanku mencoba menjawab, saya minta kelapangan dada ibu untuk memaafkan kesalahan saya, dan saya mohon bimbingannya agar saya tidak melakukan kesalahan lagi. Sejenak suasana menjadi begitu hening, saya sempat bingung pikirku apa ku salah menjawab. tampak bu reni tersenyum begitu tulus mendengar jawabanku, dan dia berkata baiklah ibu memafkanmu jangan kau ulangi lagi kesalahanmu. Silahkan duduk kembali ke tempatmu.
Hati ku pun lega, dan tak ku sangka ibu yang begitu terlihat killer tersenyum dan ramah kepadaku. tak lupa ku ucapkan trimakasih pada bu reni dengan senyum manis, ketika aku berjalan menuju tempat duduk tak sengaja aku melihat putri tersenyum padaku, aku merasa tidak percaya tapi aku berharap ini nyata, dan sungguh perasaan ku sangat senang. Tapi apa yang terjadi aku tidak bisa membalas senyumnya, penyakit malu ku tiba-tiba menyerangku dan akhirnya saya hanya diam dan pura-pura tak melihatnya. Dalam hatiku bodohnya diri ku ini, padahal ini adalah kesempatan bagus untuk mengenalnya, bodoh bodoh bodoh kesal ku dalam hati. Dalam duduk ku hanya menyesal, kenapa aku tidak bisa membalas senyumnya pikiranku hanya memikirkan penyesalan itu. Aku mencoba menenangkan diri dan berbicara pada diri ku sendiri, tenang masih ada kesempatan lain, tenang , tenang tenang, hanya kata itu yang ku ucapkan dalam hati.
Waktu terus berjalan jam pertama sampai jam akhir hanya diisi oleh perkenalan-perkenalan guru, karena hari pertama masuk jadi tidak ada kegiatan belajar. Tak terasa waktu pulang pun tiba, aku pun bergegas untuk pulang. Dalam perjalan pulang, setiap langkah kaki otak ku hanya memikirkan putri. Terlihat jelas mata indahnya, senyum manisnya, suara lembutnya, paras cantiknya dalam pikiranku. Saya sadar ternyata aku benar-benar jatuh cinta pada gadis itu. Sampai tak terasa rumahku sudah terlihat dan akhirnya sampailah aku di rumah. Sesampai di rumah aku ingin sekali hari esok cepat datang, begitu rindunya aku pada putri. Dan perasaan itu membangkitkan semangatku, sehingga aku ingin selalu ada di sekolah, belajar dan melihat wajahnya.
Kring kring kring alarm ku pun berbunyi, aku langsung bangun dari tidur dan pikiranku sudah membayangkan sekolah. Saat itu jam 5 pagi, aku mandi, shalat, memakai seragam dan mempersiapkan buku-buku yang akan di bawa pada hari ini. Tak lupa aku sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 06.30 saat itu aku langsung pamit pada orang tua ku untuk berangkat ke sekolah. Di perjalanan aku begitu semangat ingin cepat menginjak sekolah akhirnya sampai lah di sekolah. Aku bergegas menuju kelas, sesampainya di depan pintu kelas ku ucapkan salam sebeleum masuk asalamualaikum . . terdengar jawaban walaikumsalam, dalam hatiku aku kenal suara ini, ini suara yang selalu ada dalam pikiranku. Ketika aku lihat ternyata yang menjawab salamku adalah putri, wah sungguh pagi hari yang indah gumamku dalam hati. Dia tersenyum ketika menjawab salamku, aku pun memberanikan diri untuk membalas senyumnya. Dan aku pun melangkah ke tempat duduku dan duduk disana, suasana begitu hening hanya ada aku dan putri dalam kelas. Perasaan ku sungguh campur aduk saat itu, antara senang, malu, dan bingung, bingung harus melakukan apa agar suasana tidak seperti di ruang hampa begtiu sepi seperti tidak ada sumber kehidupan. Ingin aku menyapanya tapi tetap lidah ku kelu, aku seperti orang bisu saat itu tidak bisa bersuara. Aku berharap dia menyapaku duluan tapi tampaknya dia juga tidak menyapaku.
Sampai datanglah temannya putri namanya gina, aku pun bernafas lega karena terlepas dari perasaan yang begitu aneh. Gina ini memiliki sifat periang dan mudah bergaul dengan orang lain dan juga bisa meramaikan suasana, itu yang saya lihat dari sosoknya. Kadang aku iri pada kepribadiannya, dia begitu berani, mudah bergaul, sedangkan aku huufh sungguh lemas aku membandingkannya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa padahal baru kali pertama aku jatuh cinta pada wanita, tapi aku tidak bisa menggunakan kesempatan yang sangat menguntungkan ini, wanita itu teman sekelas ku harusnya aku bisa lebih mudah mendekatinya, tapi kenapa . . kenapa . . jerit ku dalam hati.
Waktu pun terus berputar, seiring berjalannya waktu aku sudah cukup mengenalnya, mulai berani tersenyum padanya, aku bisa berbincang dengannya walaupun sangat singkat tapi itu membuat ku senang. Di kelas aku ini orang yang tergolong tidak banyak bicara, baik, dan sopan kepada orang lain. Sampai suatu waktu gina temannya putri berkata padaku.
Gina : rizki ada salam dari putri
rizki : sejenak roh ku serasa keluar dari ragaku. Apa benar yang di ucapkan gina
Gina : heh .. malah bengong
Rizki : yang bener gin?
Gina : yaudah kalo ga percaya Tanya aja langsung tuh ama putri
Riaki :aku menolehkan pandangan ku pada putri, tak ku sangka putri pun menoleh dan memandang padaku. Terlihat pandangannya begitu dalam sehingga dapat menyentuh hati. Tapi bodohnya aku langsung mengalihkan pandangan ku dari pandangannya karena aku benar-benar malu.
Setelah kejadian itu hati ku sungguh senang, aku berpikir nampaknya putri suka padaku. Hati ku berbunga-bunga. Rasanya ada semangat baru berkobar dalam jiwaku. Makin lama putrid mulai mendekati ku, terkadang dia memulai pembicaraan dengan ku namun aku hanya bisa menjawab pertanyaannya dengan singkat sungguh bukannya aku tidak mau tapi aku malu. pernah dia duduk di samping tempat duduku, wah aku sempat tidak percaya, dia tersenyum dan berkata saya ikut duduk di sini yah. Senyumnya begitu manis, hati ku meleleh bagaikan lilin yang habis oleh api. Aku pun hanya menangguk, dan kesalahan fatal aku malah pergi dari tempat duduku. Sumpah aku tidak kuat duduk di sampingnya,jantungku berdebar kencang, terasa panas dingin di sekujur tubuhku, aku begitu malu sangat malu berada di sampingnya. Bodoh! aku di kendalikan oleh sifat malu itu, aku kesal pada diri sendiri!
Mungkin karena sifat pemalu ku itu, lama kelamaan putri yang biasanya terlihat ramah, selalu tersenyum kini serasa menjauhi diriku.hati ku cemas, ada apa dengan putri? Apa aku ada salah padanya, pikiran ku tak karuan, hati ku begitu gelisah. Aku berpikir mungkin dia menganggap aku tidak suka padanya, aku tidak peduli padanya karena aku selalu menghindar saat dia mendekatiku, aku hanya menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang begitu singkat, aku terlihat cuek terhadapnya. Tapi andai dia bisa merasakan apa yang kurasa, andai dia bisa melihat jauh kedalam hatiku, cinta, kasih, sayang ku begitu besar dan tulus kepadanya, hanya untuknya. Aku akan selalu menjaga perasaan itu karena bagiku putri adalah cinta sejatiku walaupun aku belum tau apa itu cinta, tapi aku bisa merasakannya hanya dengan melihatnya.
Waktu terus berjalan dan tidak ada perubahan pada putri malah dia semakin cuek padaku, dan aku tetap masih menjadi orang yang di kalahkan oleh sifat pemalu, sungguh menyedihkan. Sampai suatu saat terdengar isu yang mampu menghancur leburkan hati yang utuh hanya dengan waktu yang singkat, dan baru pertama kali aku merasakannya. Saat itu aku mendengar kabar bahwa putri sudah memiliki pacar, dan pacarnya itu adalah teman sekelasnya juga, otomatis dia adalah teman sekelas ku juga. Aku bertanya-tanya siapakah pacarnya putri. Aku berharap ini tidak benar, ini hanya gossip, karena sungguh aku tidak rela putri di miliki oleh orang lain.
Aku mencoba bertanya pada teman ku, rian namanya. karena rian teman dekat putrid, Aku pikir dia pasti tahu siapa pacarnya putri.
Rizki : eh yan . .
Rian : eh ki ada apa?
Rizki : engga ko, pengen ngobrol aja hehehe
Rian : kirain ada apa hehe.
kami berdua pun mengobrol panjang, sampai aku rasa cukup obrolan itu ku hentikan, dan aku mencoba memberanikan diri menanyakan hal tentang putri.
Rizki : eh yan ktanya di kelas ada yang cinlok yah?
Riyan : haha ia tau ada :D
Rizki : siapa ama siapa sih? Gua ga tau hehe. aku begitu penasaran dan berharap bukan putri yang di sebutkan riyan
Riyan : masa lu ga tau? Itu loh si putri ama si reza
Jleb hatiku serasa di tusuk oleh ribuan tombak panas yang di lumuri racun, begitu lemas aku mendengarnya.
Riyan : eh lu kenapa ngelamun ki?
Rizki : engga ko yan, gua cabut dulu yah.
Aku berjalan dengan perasaan yang begitu rapuh, jiwaku seperti terombang ambing di lautan. Semangatku padam, ragaku begitu lemas, dan hati ku benar-benar hancur. Kenapa? Kenapa dengan reza, dia teman baiku hati ku menjerit. Aku duduk di tempat duduku, aku hanya diam bagaikan batu menyesalkan apa yang terjadi, aku sungguh sangat menyesal. Saat itu ada yang mengagetkanku
Reza : eh ki lu kenapa?
Rizki : eh luh, engga ko. Aku mencoba tersenyum kepadanya.
Reza : romannya lagi sedih ni anak hehe
Ketika aku mau menjawab datang putri menyapa reza.
Putri : reza ke kantin yu . .
Reza : oh ia sayang ayo . reza berbisik kepadaku itu pacar baru gua ki, doain yah supaya langgeng hehe
Rizki : aamin. Air mataku hampir saja menetes, tapi aku coba tahan karena bagaimanapun juga reza adalah teman baiku, dan aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan mereka.
Reza : ok thank you, mau ikut ke kantin ga ki?
Rizki : ia nanti gua masih kenyang hehe
Reza : yaudah gua duluan yah.
Terlihat reza menggandeng tangan putri, aku mencoba tersenyum aku mencoba untuk tegar dan menahan air mata ku untuk tidak menetes, tapi aku tak kuasa menahan sakit di hati ku.
Setelah aku tahu semuanya, kegiatanku lebih banyak diam, aku tidak bersemangat, apalagi aku sering melihat kedekatan antara reza dan putri di kelas, terlihat bahagia mereka berdua, mereka tertawa, tersenyum,becanda, saling memberikan kasih sayang mereka, terlihat begitu jelas oleh mataku. Aku mencoba menguatkan diriku sendiri, aku mencoba bangkit dari keterpurukan, aku sadar aku tidak boleh sedih melihat putri bahagia, harusnya aku bahagia walaupun dia bahagia bukan karena aku. Aku mencoba melapangkan dada, membesarkan jiwa untuk menerima ini semua. Ak berdoa dalam hatiku tuhan apabila putri memang jodohku, pertemukanlah kami kembali di saat kami sudah berilmu dan matang dalam mengambil tindakan dan keputusan (dewasa). Dan aku mohon jagalah putri, dari orang-orang yang ingin menghancurkan dan merusak masa depannya. Karaena aku akan menunggunya di masa depan nanti.
Saat itu aku menjalani hari-hariku dengan penuh semangat, aku ingin sukses di masa depanku. Aku mengikuti berbagai macam organisasi dalam pendidikanku, agar aku bisa membuang sifat malu dan mencptakan sosok baru yang lebih kritis dan percaya diri. 7 tahun berlalu, aku sudah berhasil menggapai impianku. Aku menjadi pengusaha yang memiliki omset yang sangat besar. Sampai suatu waktu aku bertemu dengan putri, sungguh senang perasaan ku. Aku menyapanya, aku tidak malu lagi, karena aku sudah mengasah diri dalam pengalaman dalam mejalani kehidupan. Di situ kami mulai sering bertemu, dan makin lama semakin dekat hubungan ku dengan putri. Dan tiba-tiba aku teringat doaku waktu dulu ketika aku benar-benar rapuh, ternyata rencana tuhan itu maha indah. Kalo saja aku dulu berhasil mendapatkan cinta putri dan menjadi pacarnya, mungkin belum tentu sekarang dia ada di dalam rumahku, menjadi istri sahku. Dan aku merasakan sendiri kesabaran itu berbuah manis, sangat manis sekali
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar