Rabu, 04 Mei 2011

Nano Riantiarno Dalam Biografi

Lelaki semampai ini biasa di panggil Nano. Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949,
Pendidikan :
SD, Cirebon (1960),
SMP, Cirebon (1963),
SMA, Cirebon (1967),
Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta (1968),
Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara, Jakarta (1971).
Karier :
Penulis dan asisten sutradara teater/film
(1968-1977),
Pendiri dan pemimpin Teater Koma (1977 s/d sekarang).
Redaktur majalah Zaman (1979-1985),
Anggota Dewan Kesenian Jakarta (1984)

Filmografi :

Wajah Seorang Lelaki (1971),
Cinta Pertama (1973),
Ranjang Pengantin (1973),
Kawin Lari (1974),
Jakarta-Jakarta (1977),
Skandal (1978),
Puber (1978),
Kasus / Kegagalan Cinta (1978),
Dr. Sii Pertiwi Kembali Ke Desa (1979),
Jangan Ambil Nyawaku (1981),
Dalam Kabut dan Badai (1981),
Acuh-Acuh Sayang (1981),
Amalia SH (1981),
Halimun (1982),
Ponirah Terpidana (1983),
Gadis Hitam Putih (1985),
Sama juga Bohong (1985),
Pacar Pertama (1986),
Dorce Ketemu Jodoh (1990),
Cemeng 2005 / The Last Primadona (1995)

Penghargaan :
Pemenang Lomba Naskah Drama DKJ (1972),
Pemenang Lomba Naskah Drama DKJ (1973),
Pemenang Lomba Naskah Drama DKJ (1974),
Pemenang Lomba Naskah Drama DKJ (1975),
Piala Citra untuk skenario terbaik pada FFI Ujung Pandang melalui film Jakarta-Jakarta (1978),
Pemenang Naskah Drama Anak-Anak Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan denagn judul Jujur Itu (1978),
Pemenang Lomba Naskah Drama DKJ (1998),
Anugerah Federasi Teater Indonesia (2008)

Nano Riantiarno

Sejak 1977 ia memimpin Teater Koma, grup drama yang sampai awal 1985 telah mementaskan 46 lakon di panggung maupun di TVRI. “Drama saya merupakan hiburan”, kata Nano. Dengan suasana penuh musik dan nyanyi, dramanya yang telah berhasil menyedot banyak penonton antara lain Opera Ikan Asin saduran karya Bertolt Brecht, Opera Salah Kaprah olahan dari The Comedy of Errors karya Shakespeare, Kenapa Leonardo karya Evald Flisar. Kecuali naskah olahan karya asing, Nano juga mementaskan cerita buatannya sendiri, misalnya Rumah Kertas, Maaf-Maaf-Maaf dan Opera Kecoa.

Di luar panggung, Nano Riantiarno menulis skenario film- paling tidak sudah ada 17 judul yang ia buat. Misalnya, Dr. Siti Pertiwi, Sang Juara, Gaun Pengantin, dan Jakarta-Jakarta. Untuk yang di sebut terakhir, pada Festival Film Indonesia Ujung Pandang, 1978, Nano berhasil mendapatkan Piala Citra. Dramawan yang juga pernah menjabat redaktur majalah Zaman ini mulai main drama di sekiolah menengah, di Cirebon, kota kelahirannya, 1964. Suatu Kali, untuk pementasan Caligula pemeran utamanya sakit. “Saya disuruh menggantikannya. Selama 10 hari saya dilatih keras. Akhirnya saya berhasil,” katanya. Sejak itu ia terus menekuni dunia panggung dan lupa pada cita-citanya menjadi professor. Lepas SMA, ia masuk Akademi Teater Nasional (ATNI) Jakarta. Kemudian ia bergabung ke dalam grup Teater Populer, pimpinan Teguh Karya.

Pada tahun 1975, untuk mengenal kehidupan teater di pelbagai tempat, anak kelima (dari tujuh bersaudara) M. Soemardi ini melakukan perjalanan keliling Indonesia. Ketika hendak menuju ke Ujungpandang, perahu yang ditumpanginya dihantam gelombang. “Waktu itu saat sudah pasrah untuk mati, Alhamdulilah, akhirnya saya selamat,” katanya. Nano menikah dengan Ratna, juga seorang pemain drama. Dan mendapatkan dua orang putra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar