Cuplikan Dialog Naskah Remaja Malin
DALANG
Duh, derita mana bisa kalahkan derita bunda
Derita bunda karena kasih kepada putranya
Dipalingkan dan dicampakkan putranya sendiri
Putra yang tak menganggap bundanya lagi
DALAM LINDAP SENJA, MALIN BERGERAK-GERAK SEPERTI BAYI BARU LAHIR. MATANYA PENUH AIR. AWALNYA GAGAP DAN SUARANYA BERUPA BISIK.
MALIN
Bunda. Bunda. Jangan lakukan!
BUNDA
Malin? (Tersenyum) Engkaukah itu?
MALIN
Ini Malin, Bunda. Anakmu.
BUNDA
Malin!
DALANG
Tarian kerinduan membuncah menjadi pertemuan. Tiada lain yang dilakukan kecuali pelukan yang dieratkan. Pelukan demi pelukan yang sukar terpuaskan.
Bunda tertawa kegirangan. Sejenak kemudian merona kemarahan dilimbur tangisan.
BUNDA
Kau jahat. Kau jahat. Mengapa kau lakukan ini. Batulah kau. Batulah kau.
MALIN
Bukankah ini yang Bunda inginkan? Ini Malin sudah menjadi batu, Bunda.
BUNDA
Apa? Kau tak paham juga. Lihatlah mata Bunda. Dua puluh tiga matahari telah memeluk aku dan kau, tapi kau tak kenal juga wajah Bunda. Ayolah, bangun. Peluk Bunda.
MALIN
Tidak, Bunda. Biarlah Malin tetap menjadi batu. Menjadi batu dan tidak akan berubah.
BUNDA
Kau memang batu dan tidak akan berubah!
MALIN
Ini sudah menjadi garis nasib Malin, Bunda. Langit keramat tidak akan mengabulkan kutukan Bunda kalau kata-kata hanya permainan. Kemarahan Bunda yang paling dalam telah menggetarkan darah dan lengan langit.
BUNDA (Menangis)
Tidak, Malin. Tidak. Bunda tidak marah. (Tersenyum) Apa yang paling terang dalam hidup ini adalah misterinya. Ketika bapak kau ditelan gelombang dulu kukira memang benar-benar meninggalkan aku. Ternyata tidak. Bapak kau menyisakan cintanya dalam perutku, yaitu kau Malin. Kaulah cahaya dalam hidupku. Kaulah sumber kebahagiaan aku, Malin. Kau ingat lagu yang kita nyanyikan bersama dalam sinar bulan? (Menyanyi) Ketika matahari terang, kita sering bekejar-kejaran di ladang jagung milik kita. Kau sering bersembunyi di balik gundukan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar