Abaikan! Itu hanya sepercik masa lalu. Aku enggan membicarakan lebih panjang lagi. Masa lalu bagiku tidak berarti apa-apa, jadi tidak pinting untuk di bicarakan kembali. Semuanya sudah kukubur dalam-dalam pada lubang-lubang yang gelap dan tak berdasar. Sekarang aku lebih suka memikirkan hari ini, besok dan yang akan datang. Aku Gus Sar yang selalu siap menerima tantangan. Gus Sar yang selalu menjadi buah bibir di kalangan pengusaha skala nasional. Gus Sar yang terkenal pemilik pondok pesantren. Gus Sar yang selalu memberikan sedekah pada ribuan pakir miskin disetiap ahir pekan. Dan terakhir adalah Gus Sar sang presiden.
Tunggu, tunggu! Aku sang presiden? Siapa bilang aku sang presiden? Aku sendiri atau c Oh, ya. Mereka memanggilku Gus Sar sang presiden. Betul. Presiden bagi para bajingan. Jangan terkejut! Memang itulah jabatan terakhirku saat ini. Aku sang presiden bagi para penjahat. Perlu kujelaskan semuannya? Kayanya harus. Jangan bilang siapa-siapa! Aku sebagai sang presiden lebih penting dibicarakan daripada membicarakan kampanye capres dan cawapres atau pilgub. Tentu bukan berarti aku tidak peduli pada negara atau pemeritahannya. Aku cukup punya perhatian besar, karena bagaimanapun aku diuntungkan oleh negara dan pemerintah republik ini. Aku tutup dulu masalah presiden di kenegaraan, sekarang aku buka masalah kepresidenanku. Yang setuju tetep diam di sini, yang tidak setuju silangkan angkat kaki dan kita berjumpa lagi pada kesempatan yang lain, dalam tema dan pembicaraan yang lain pula.
Nah! Kembali kepersoalan aku sebagai sang presiden Eh.. kira-kira menginjak umur 12-18 tahun aku sudah ikut ayah menjadi buruh tani, dan nasibku tetap begitu-begitu saja, bahkan lebih buruk dari sebulumnya. Waktu itu jangankan keluarga kami, juragan-juragan sawah pun hampir senasib semuanya. Selain karena kemarau panjang, kondisi perekonomian negara sudah berada di puncak keterpurukan. Uang rupiah mengalami pemutongan nilai hingga 50%, ditambah oleh gerakan pengacau keamanan muncul di mana-mana. Amit-amit. Sebuah negeri yang menakutkan. Negeri hantu atau neraka jahanam? Sulit dijelaskan. Satu sama lain saling curuga, satu sama lain saling hujat, satu sama lain saling bunuh. Tak ada pegangan, tak ada kepercayaan, semua tenggelam dalam multi krisis.
O, ow ! Sebetar. Kayanya aku terjebak lagi untuk membicarakan masa lalu. Maaf, ini sedikit kekeliruan ! Kenapa pikiranku selalu mengarah ke sana ? Tapi tidak apa-apa, kan? Aduh, kacau juga. Bagaimana, ya? Oke ! Aku harus akui. Kita terlahir begini adalah buah dari sejarah perjalanan hidup. Jadi, sejarah itu memang penting. Ya, sangat penting. Dan sebelum berlanjut aku ralat dulu pernyatanku tadi. Mulai hari ini aku tidak akan melupakan masa laluku. Walau sepahit empedu, masa lalu adalah peningalan yang sangat berharga, cermin bagi kehidupan yang akan kita jelang.
Download Naskah Monolog Aku Sang Presiden : Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar