Sabtu, 11 Agustus 2012

Cerpen Cinta Romantis - Mawar Putih

MAWAR PUTIH
Karya Mifta Resti

Entah sejak kapan awal mulanya aku mulai menyukai Deva, namun perasaan itu semakin lama semakin kuat. Tak seorangpun yang mengetahui rahasiaku ini selain diriku sendiri. Tapi sejujurnya, ingin aku menghapus namanya yang tertulis dihatiku, namun semakin berusaha mejauhkan pikiranku darinya semakin sulit pula untuk melupakannya.

Alasan mengapa aku ingin melupakan Deva, yang pertama aku memang belum diijinkan pacaran, selain itu karena ingin berfokus pada pelajaran, aku juga agak minder untuk menyukainya. Aku hanya siswa biasa yang prestasinya nggak menonjol dengan wajah yang pas-pasan, sedangkan Deva adalah salah satu cowok idola di sekolahku, dia juga menjabat sebagai pengurus OSIS. Banyak sekali cewek yang menyukainya bahkan ada yang terang-terangan bilang dia menyukainya. Dan yang jelas mereka lebih cantik dariku.
“Tet…tet……tet……” Suara bel mengagetkanku. 

Aduh……siapa sih, malam-malam bertamu.
Suara bel terdengar lagi. Akupun segera menuju ruang tamu.
“Maaf selamat malam…. Apa benar ini rumahnya Nadia?” Tanya tamu tersebut setelah ku bukakan pintu.
“Ya benar, saya Nadia. Maaf bapak siapa ya?” tanyaku pada bapak-bapak itu.
“Saya petugas pengirim bunga. Saya mau mengantar pesanan ini.”

Bapak itu menyerahkan mawar putih kepadaku.
“Dari siapa ya?” aku bingung.
“Maaf mba, disini tidak tertera pengirimnya.”
Setelah aku menandatangani bukti penerimaan bunga, bapak itupun segera pamit.
Mawar putih? Inikan bunga kesukaanku. Tapi siapa ya yang mengirim ini untukku? Apa mungkin penggemarku? Ah………tapi mana mungkin ada cowok yang menyukaiku.

Aku segera menutup pintu dan kembali ke kamarku.
“Cie…cie…. Dari siapa tuh….?” Tiba-tiba Kak Galan muncul dari dapur ketika aku akan masuk kamar.
“Kak Galan apaan sih… aku sendiri juga nggak tahu ini dari siapa.”
Aku langsung masuk kamar dan menyiapkan buku-buku pelajaran untuk besok.


Keesokan harinya aku berangkat sekolah agak pagi karena aku akan mengumpulkan tugas ke ruang guru.
Sesampai dikelas ternyata baru ada satu siswa yang sudah berangkat.
“Nggak biasanya jam segini udah sampai Dev?” Tanyaku setelah meletakkan tas di atas bangku.
“Iya nih. Aku berangkatnya kepagian.” Jawab Deva.
Aku cuma tersenyum mendengar jawaban Deva.
Setelah mengambil tugas dari dalam tas, aku segera menuju ruang guru untuk mengumpulkannya.
Huh… Kenapa setiap memandang wajah Deva hatiku selalu berdebar? Aku nggak mau memikirkannya lagi.
Oh iya, Deva itu sekelas sama aku. Dia termasuk siswa cerdas di kelasku dan secara kebetulan setiap ada tugas kelompok, aku selalu satu kelompok sama Deva. Itu pula yang membuatku semakin sulit melupakannya karena aku menjadi lebih sering berkomunikasi dengannya.

Sekembalinya dari ruang guru, ternyata sudah banyak siswa yang berangkat.
“Dari mana Nad?” Tanya Liana teman sebangku-ku setelah sampai di kelas.
“Dari ruang guru, mengumpulkan tugas Matematika.” Jawabku singkat.
Liana hanya ber “O…” panjang.

Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi para siswapun masuk kelas dan duduk di bangku masing-masing.
“Selamat pagi anak-anak…..” Sapa Bu Dian guru Fisika saat memasuki kelas.
“Pagi Bu………” Jawab para siswa kompak.
“Ada PR kan? Sekarang tulis hasil pekerjaan kalian di papan tulis Siapa yang mau maju?” Tanya Bu Dian.
“Saya Bu…” Deva mengangkat tangan.
“Ya, Deva kamu tulis nomor satu. Dan yang lain nomor berikutnya.” Jelas Bu Dian lagi.
“Nad, Deva memang cowok sempurna ya…..” Bisik Liana di telingaku.
“Maksud kamu?” tanyaku basa-basi.
Sebenarnya aku telah menganggap Deva cowok sempurna dari dulu.
“Udah ganteng, nggak sombong, pintar pula.” Jelas Liana sambil berbisik.
Aku cuma nyengir. Ucapan Liana memang tak ada yang salah tentang Deva.


Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku tidak langsung pulang karena hari ini ada pelajaran tambahan kemudian dilanjutkan ikut ekskul Teater. Hari ini aku begitu lelah dan sampai dirumah sekitar jam empat sore.
“Nad, tunggu……” Panggil Kak Galan ketika aku mau masuk kamar.
“Ada apa kak? Aku capek nih……” tanyaku nggak semangat.
“Nih ada kiriman bunga lagi.” Kak Galan memberikan bunga (Mawar putih lagi). “O iya Nad…. Jangan lupa nasehat mama lho…”Sambungnya.
“Nasehat yang mana?” Aku nggak maksud omongan Kak Galan.
“Nasehat agar kamu……….nggak pacaran dulu……” Kak Galan tertawa.
“Iya…iya…aku ingat kok. Nggak usah meledek gitu dong…..”Gerutuku sebal dengan tingkah Kak Galan.
“Yah……kok gitu aja marah, nanti cepat tua lho….” Ledek Kak Galan.
“Suka-suka….!” Jawabku sambil masuk kamar.
Kira-kira mawar putih ini dari siapa ya?


Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun aku belum merasa mengantuk, akhirnya aku memutuskan untuk ke kamar kak Galan.
“Kak……udah tidur belum?” Tanyaku sambil mengetuk pintu kamar Kak Galan.
“Belum, masuk aja.” Jawab Kak Galan.
“Cie…cie….lagi smsan sama siapa hayo…..” Ledekku saat melihat Kak Galan sedang sibuk menekan tombol-tombol di Hpnya.
“Ada deh, mau tahu aja…” Ucap Kak Galang sok misterius.
“Masa sama adik sendiri gitu….” Kataku cemberut.
“Iya deh, maaf…. Ngomong-ngomong ada apa malam-malam kesini?”
“Kak… Mama sama papa pulangnya kapan? Kok lama banget?”
“Katanya seminggu lagi. Itupun kalau pekerjaan papa sudah selesai.”

Mama memang sedang menemani papa yang sedang tugas diluar kota.
“Kak…. Aku mau minta saran sama Kakak…mau kan?” tanyaku pelan.
“Saran apa? Cowok ya? Ingat lho…kamu nggak boleh pacaran sampai lulus SMA.” Ledek Kak Galan.
“Kak, nggak ada kata lain apa selain bilang itu? Aku nggak lupa kok.”
“Iya deh, jangan marah dong… kamu mau minta saran apa?”
“Kak, bagaimana ya caranya supaya bisa melupakan orang yang kita sukai?”
“Gampang kok, ceburin aja dia ke laut. Beres kan?” Kak Galan nyengir.
“Ah…….. aku serius kak…..” Kataku sewot.
“Ya maksudnya itu kamu harus punya kesibukan, jadinya kan nggak ada waktu untuk mengingatnya….” Lagi-lagi Kak Galan nyengir.
“Ya udah deh……..” Aku keluar dari kamar Kak Galan.
Mungkin ada gunanya juga pendapat kak Galan.


Enam hari telah berlalu. Perlahan-lahan perasaanku mulai berkurang terhadap Deva, karena selama lima hari ini aku aku selalu melakukan aktivitas yang benar-benar bisa membuatku melupakan Deva termasuk diwaktu luang, kugunakan untuk main game agar tidak memikirkannya.
“Hai Nad…. sedang melamun ya?” seseorang duduk disampingku ketika Liana sedang keluar kelas.
“Nggak kok, ada apa Raf?” Tanyaku heran.
“Nanti siang kamu nggak ada acara kan pulang sekolah?” Rafi balik bertanya.
“Nggak ada, memangnya ada apa ya?”
“Nanti pulang sekolah ada yang mau bicara sama kamu, dia harap kamu tetap dikelas setelah bel pulang sekolah berbunyi.” Jawab Rafi sedikit berbisik.
“Memangnya siapa? Kenapa nggak bilang sekarang aja?” Nggak bosan-bosannya aku bertanya.
“Kamu akan tahu sendiri nanti. Ingat ya, jangan pulang dulu.” Rafi kembali ke bangkunya. Dia memang satu kelas denganku.
KIra-kira siapa ya yang menyuruh Rafi? Kenapa bukan orangnya langsung?

Bel pulang sekolah berbunyi………….
“Nad, pulang bareng yuk………” Ajak Liana.
“Kamu pulang dulu aja aku masih ada urusan.” Tolakku halus.
“Benar nih nggak mau aku tunggu?” Pancing Liana.
“Nggak perlu. Lagian sepertinya lama deh.” Jawabku sok tahu.
“Oke deh kalau begitu aku duluan ya, da…….” Liana melambaikan tangan sembari meninggalkanku.

Beberapa saat kemudian Rafi juga keluar kelas sambil menggendong tasnya.
“Raf, mau kemana?” panggilku.
“Mau pulanglah, masa mau nginep disini.” Jawab Rafi santai.
“Katanya ada yang mau bicara sama aku?” tanyaku.
“Kan bukan aku. Tapi dia….” Rafi menunjuk ke bangku pojok belakang.
“Dia……?” Tanyaku nggak percaya setelah melihat orang yang ditunjuk Rafi.
“Yups…” Rafi mengangguk. “Aku pulang dulu ya… hati-hati kalian berdua.” Rafi pun keluar kelas.
“Nad, sebelumnya aku maaf ya udah ganggu waktu kamu.” Kata orang tersebut sambil berjalan mendekatiku setelah kelas sepi. (tepatnya hanya kami berdua.).
“Nggak apa-apa kok. Tapi kamu mau bilang apa kok harus sekarang?”

Hening sejenak.
“Nad, kamu pernah dapat mawar putih?” Tanya-nya.
“Jadi…………” aku nggak percaya.
“Ya, memang aku yang mengirim bunga itu. Kamu suka mawar putih kan?” tebaknya.
“Terima kasih ya bunganya. Tapi kamu tahu dari mana?”
“Nggak penting kok. Oh ya Nad……… aku mau bilang…………”
“Ya………..?” kataku dengan nada bertanya.
“Kalau aku………aku suka kamu Nad.” Ucapannya berhenti.
“Dev, kamu bercanda kan?” aku merasa Deva sedang bercanda.
“Mungkin kamu sulit mempercayainya, tapi aku serius…. Nadia, apa kamu mau jadi bintangku?” Tanya Deva lirih.

Tuhan,mengapa ini terjadi?Apa aku mimpi? tapi tanganku sakit ketika kucubit. Mengapa Deva bilang ini disaat aku sedang berusaha melupakannya?
“Nadia………..” Deva menyadarkanku.
“E…..kenapa kamu bisa menyukaiku? Padahal masih banyak cewek yang tentunya lebih cantik dariku.” aku penasaran dengan jawabannya.
“Nad…. aku itu tidak pernah melihat seseorang dari luarnya, tapi hatinya. Aku perhatikan selama ini kamu tidak pernah berbuat yang dapat merugikan orang lain kamu juga selalu ramah kepada semua orang, dan kamu selalu membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan.” Deva menjelaskan alasannya yang sulit kupercaya.
“Dev, apa kamu yakin kalau kamu menyukaiku?”

Deva mengangguk.” Bagaimana Nad? kamu bisa kan?” Deva sangat berharap
“Dev jujur aja, sebenarnya dari dulu aku juga suka sama kamu……tapi,”
“Tapi apa Nad? kamu mau terima aku kan?” Deva menatapku.

Aku hanya menunduk. Aku harap air mataku tidak menetes.
“Deva, aku minta maaf, tapi apa nggak sebaiknya kita seperti ini saja?” Jawabku hati-hati.
“Maksud kamu?” Deva seperti kehilangan harapan.
“Maaf kalau aku melukaimu, tapi ada beberapa alasan untuk aku tidak menjalin hubungan dulu…..” Aku tak berani memandang Deva.

Aku memang tidak akan menghianati kepercayaan mama supaya aku tidak pacaran dulu.
“Nadia, sebenarnya hanya kamu yang bisa menghapus luka hatiku setelah putus dengan cinta pertamaku, namun ternyata………” Deva tak mampu meneruskan kata-katanya.
“Aku nggak bermaksud menambah kamu terluka, aku cuma….” Kata-kataku terpotong karena jari Deva berada di bibirku.
“Oke….Aku ngerti kok. Aku yakin apa yang kamu lakukan pasti itu yang terbaik untukmu maupun untuk kita berdua, tapi kamu mau kan jadi teman dekatku yang selalu ada di saat suka maupun duka?”

Aku mengangguk pelan. “Aku akan berusaha menjadi teman terbaikmu.”
“Dev…… aku harap kamu merahasiakan kejadian ini ya…….” Pintaku.
“Apapun yang kamu minta, pasti aku turuti. Tenang aja, yang tahu tantang hal ini hanya aku, kamu dan Rafi.”
“Terima kasih ya……” Ucapku.

Deva menebarkan senyuman khasnya, namun aku tahu betul kalau dia sedang menutupi kesedihannya.
“Deva, sekali lagi aku minta maaf ya udah buat kamu kecewa….”

Aku jadi merasa bersalah udah mengecewakan orang yang begitu baik hatinya.
“Udah, jangan terlalu dipikirkan. Sudah siang, kita pulang bareng yuk....”
“Tapi kan kita beda jalur.” Aku berusaha menolak
“Nggak apa-apa, aku bawa motor kok.”
Akhirnya aku mengangguk
Tuhan…… semoga aku bisa melupakan Deva secepatnya. Terima kasih juga Engkau telah membuat aku dan Deva menjadi dekat.
 
The End

PROFIL PENULIS
Nama saya Mifta Resti, orang mahasiswi yang sedang belajar di dunia tulis-menulis. bisa dihubungi melalui http://www.facebook.com/Mifta.Resti

Baca juga Cerpen Romantis, Cerpen Cinta dan Cerpen Remaja yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar