TAK JODOH
Karya Sri Hasih Nurhayati
Pernah gag sih kamu ngerasain suka sama orang, tapi kamu gag pernah punya keberanian untuk mendekatinya apalagi mengungkapkan perasaan yang kamu rasakan. Sama sekali gag ada nyali untuk mengatakan semua kepadanya tentang apa yang kamu inginkan, ibaratnya udah kalah sebelum berperang. Dan yang paling menyedihkan lagi, bahkan kamu sama sekali tak pernah punya kesempatan untuk bisa dekat dengannya. Hanya bisa mengaguminya dalam diam, hanya bisa menatapnya dari jauh, terkadang merasa iri dengan orang-orang yang ada disekitarnya yang bisa ada didekatnya bahkan terkadang muncul perasaan untuk menyingkirkan mereka semua agar hanya kamu yang bisa dekat dengannya. Tapi apa daya, bahkan kamu tak mempunyai sedikit keberanian untuk mendekatinya.
Karya Sri Hasih Nurhayati
Pernah gag sih kamu ngerasain suka sama orang, tapi kamu gag pernah punya keberanian untuk mendekatinya apalagi mengungkapkan perasaan yang kamu rasakan. Sama sekali gag ada nyali untuk mengatakan semua kepadanya tentang apa yang kamu inginkan, ibaratnya udah kalah sebelum berperang. Dan yang paling menyedihkan lagi, bahkan kamu sama sekali tak pernah punya kesempatan untuk bisa dekat dengannya. Hanya bisa mengaguminya dalam diam, hanya bisa menatapnya dari jauh, terkadang merasa iri dengan orang-orang yang ada disekitarnya yang bisa ada didekatnya bahkan terkadang muncul perasaan untuk menyingkirkan mereka semua agar hanya kamu yang bisa dekat dengannya. Tapi apa daya, bahkan kamu tak mempunyai sedikit keberanian untuk mendekatinya.
Mungkin inilah yang saat aku rasakan, mencintai seorang pria yang selama ini aku cari dan idam-idamkan, seorang pria yang baik, lucu, pintar dan punya pendirian yang kuat. Seorang pria yang telah mampu membuat aku tidak tidur semalaman karena memikirkanya, membuatku berimajinasi dan bermimpi tentang cinta yang indah. Tapi aku tak pernah punya keberanian untuk mendekatinya. Bahkan berbicara kepadanya pun aku tak berani, nyaliku ciut, tapi keinginanku untuk memilikinya sangat besar.
Namanya selalu memenuhi tiap lembar diaryku, hari hariku tak pernah lekang tentang dia, walau aku tak pernah bertemu secara langsung dengannya, kami memang tak pernah bertemu semenjak pertemuan pertama kali kami yang kebetulan, dia adalah teman dari kakak perempuanku
Tapi semua perasaan ini justru membuat aku hamper gila, bagaimana tidak, aku tak pernah bisa berhenti untuk memikirkannya, tak sedetikpun, sedang orang yang aku pikirkan belum tentu memikirkan aku, bahkan mungkin dia tak pernah tau tenang perasaanku. Aku telah mencoba melupakannya, tapi tiap kali aku berusaha melupakannya justru aku semakin ingat semua tentang dia, bahkan seperti ada sesuatu yang aku rasakan bahwa aku tak boleh melupakannya.
Yah aku hanyalah seorang wanita yang lemah, hanya bisa memendam perasaan yang aku punya. Hingga suatu ketika aku bertemu teman lamaku.
“hai sinta” sapa temanku rina
“hai juga, rina, tumben main ke rumah” tanyaku basa-basi
“ah, kamu, yah kemaren kemaren aku sibuk kuliah, ni juga sempet makanya main”
“owh, kamu ama siapa?” tanyaku
“ouh, sebenarnya tadi aku sama radit, tapi dia udah pulang”
Oh my god, Radit, yah dia Radit adalah pria itu, tak kusangka dia tadi ada disini dan bersama Rina, jangan-jangan. Pikiranku langsung berpikir sangat jauh, harus aku bisa terima kemungkinan terburuk
“eh sin, kok malah ngelamun sih” Rina mengagetkanku
“eh maaf, ehm kenapa Radit gag disuruh mampir sekalian?” tanyaku kemudian pada Rina
“iya tadi dia buru-buru, ada kerjaan katanya, maklumlah dia kan emang lagi magang jadi sibuk gitu”
Rina begitu tau banyak tentang Radit, bahkan lebih banyak tau dari pada aku, Rina bercerita panjang lebar tentang Radit, membuat aku makin galau, tiap kali nama Radit disebut Rina sambil tersenyum membangkitkan api cemburu dihatiku, tapi aku segera sadar, Radit bukanah siapa-sapa ku, aku hanyalah seorang wanita yang sangat mencintainya dalam sepi duniaku.
“Radit udah banyak berubah sekarang, dia makin dewasa and berwibawa, ehm bikin aku makin suka” Duarrr, kata-kata Rina seperti petir yang aku rasakan disiang bolong, apa benar Rina telah jadian dengan Radit, apa benar Rina juga mencintai Radit, dan ini artinya kami menyukai satu orang yang sama. Firastku tak slah.
“kamu udah jadian ya ama Radit?”. Tanyaku sambil menahan sesak didada
“ehm, belum kok, yah baru deket deket aja, tapi Radit orangnya dingin sin, susah ditebak” celoteh Rina. Rina memang tak pernah tau jika aku juga mencintai Radit, tak banyak yang tau tentang perasaanku ini.
Tapi semua perasaan ini justru membuat aku hamper gila, bagaimana tidak, aku tak pernah bisa berhenti untuk memikirkannya, tak sedetikpun, sedang orang yang aku pikirkan belum tentu memikirkan aku, bahkan mungkin dia tak pernah tau tenang perasaanku. Aku telah mencoba melupakannya, tapi tiap kali aku berusaha melupakannya justru aku semakin ingat semua tentang dia, bahkan seperti ada sesuatu yang aku rasakan bahwa aku tak boleh melupakannya.
Yah aku hanyalah seorang wanita yang lemah, hanya bisa memendam perasaan yang aku punya. Hingga suatu ketika aku bertemu teman lamaku.
“hai sinta” sapa temanku rina
“hai juga, rina, tumben main ke rumah” tanyaku basa-basi
“ah, kamu, yah kemaren kemaren aku sibuk kuliah, ni juga sempet makanya main”
“owh, kamu ama siapa?” tanyaku
“ouh, sebenarnya tadi aku sama radit, tapi dia udah pulang”
Oh my god, Radit, yah dia Radit adalah pria itu, tak kusangka dia tadi ada disini dan bersama Rina, jangan-jangan. Pikiranku langsung berpikir sangat jauh, harus aku bisa terima kemungkinan terburuk
“eh sin, kok malah ngelamun sih” Rina mengagetkanku
“eh maaf, ehm kenapa Radit gag disuruh mampir sekalian?” tanyaku kemudian pada Rina
“iya tadi dia buru-buru, ada kerjaan katanya, maklumlah dia kan emang lagi magang jadi sibuk gitu”
Rina begitu tau banyak tentang Radit, bahkan lebih banyak tau dari pada aku, Rina bercerita panjang lebar tentang Radit, membuat aku makin galau, tiap kali nama Radit disebut Rina sambil tersenyum membangkitkan api cemburu dihatiku, tapi aku segera sadar, Radit bukanah siapa-sapa ku, aku hanyalah seorang wanita yang sangat mencintainya dalam sepi duniaku.
“Radit udah banyak berubah sekarang, dia makin dewasa and berwibawa, ehm bikin aku makin suka” Duarrr, kata-kata Rina seperti petir yang aku rasakan disiang bolong, apa benar Rina telah jadian dengan Radit, apa benar Rina juga mencintai Radit, dan ini artinya kami menyukai satu orang yang sama. Firastku tak slah.
“kamu udah jadian ya ama Radit?”. Tanyaku sambil menahan sesak didada
“ehm, belum kok, yah baru deket deket aja, tapi Radit orangnya dingin sin, susah ditebak” celoteh Rina. Rina memang tak pernah tau jika aku juga mencintai Radit, tak banyak yang tau tentang perasaanku ini.
Hanya dina sahabatku yang tau.
“ehm, ya deketin aja, siapa tahu dia punya perasaan yang sama dengan kamu” kataku mencoba menutupi perasaanku sendiri
“iya sih, iya doain aja yah sin aku bisa cepat-cepat jadian sama Radit, kamu sendiri gimana?”
“gimana apanya?” tanyaku pura-pura tak mengerti
“iya kamu sendiri gimana, apa udah nemuin orang yang kamu suka?”. Tanya rina
“ehm, belum kok, aku masih seneng kayag gini ajah” kataku pada Rina
“ouh, emang criteria kamu kayag apa sih, siapa tau aku bisa bantuin cari” Rina menawarkan padaku
“ih apaan sih Rin, aku bisa cari sendiri, lagian kalau sekarang aku masih belum pingin”
“ya deh, entar kalau aku udah benar-benar jadian sama Radit, kamu pasti aku kenalin sama seseorang” kata Rina penuh rahasia
“apaan sih Rin, udah ah gag usah bahas ini, bahas yang lain aja”
Aku berusaha menata kembali perasaanku yang hancur lebur. Belum juga aku temukan keberanian untuk mendekati Radit orang yang sangat aku inginkan, kini aku yga harus menghadapi kenyataan bahwa Rina sahabat lama ku yang sudah sangat baik denganku juga sangat mencintainya. Tak mungkin aku bersaing dengan sahabatku sendiri. Semakin sakit hati ini yang aku rasakan.
Terkadang aku ingin rasanya mencoba melupakan semua ini, aku benci pada diriku sendiri yang tak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan ini. Perasaan yang menyiksaku, yang menimbulkan sesak didakaku. Entah sampai kapan aku bisa bertahan dalam keadaan seperti ini. Mungkin benar kata orang bahwa cinta tak harus memiliki. Tapi aku juga tak bisa membohongi perasaanku sendiri, bahwa aku sangat menginginkan Radit.
Hingga suatu hari aku mendengar Rina telah benar-banar jadian dengan Radit. Aku tak kuasa menahan tetesan bening mengalir dipipiku. Dina sahabatku berusaha menghiburku.
“sabar sin, mungkin saat ini kamu gag bisa memilikinya, tapi kelak kamu pasti punya kesempatan untuk memilikinya”
Yah mungkin Dina benar, suatu ketika nanti jika aku diberi kesempatan untuk memiliknya, walau hanya sedetik, itu sudah sangat berharga bagiku. Kini aku hanya bisa melihat orang aku cintai bersama dengan orang lain, yang tak lain adalah sahabat ku sendiri.
“ehm, ya deketin aja, siapa tahu dia punya perasaan yang sama dengan kamu” kataku mencoba menutupi perasaanku sendiri
“iya sih, iya doain aja yah sin aku bisa cepat-cepat jadian sama Radit, kamu sendiri gimana?”
“gimana apanya?” tanyaku pura-pura tak mengerti
“iya kamu sendiri gimana, apa udah nemuin orang yang kamu suka?”. Tanya rina
“ehm, belum kok, aku masih seneng kayag gini ajah” kataku pada Rina
“ouh, emang criteria kamu kayag apa sih, siapa tau aku bisa bantuin cari” Rina menawarkan padaku
“ih apaan sih Rin, aku bisa cari sendiri, lagian kalau sekarang aku masih belum pingin”
“ya deh, entar kalau aku udah benar-benar jadian sama Radit, kamu pasti aku kenalin sama seseorang” kata Rina penuh rahasia
“apaan sih Rin, udah ah gag usah bahas ini, bahas yang lain aja”
Aku berusaha menata kembali perasaanku yang hancur lebur. Belum juga aku temukan keberanian untuk mendekati Radit orang yang sangat aku inginkan, kini aku yga harus menghadapi kenyataan bahwa Rina sahabat lama ku yang sudah sangat baik denganku juga sangat mencintainya. Tak mungkin aku bersaing dengan sahabatku sendiri. Semakin sakit hati ini yang aku rasakan.
Terkadang aku ingin rasanya mencoba melupakan semua ini, aku benci pada diriku sendiri yang tak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan ini. Perasaan yang menyiksaku, yang menimbulkan sesak didakaku. Entah sampai kapan aku bisa bertahan dalam keadaan seperti ini. Mungkin benar kata orang bahwa cinta tak harus memiliki. Tapi aku juga tak bisa membohongi perasaanku sendiri, bahwa aku sangat menginginkan Radit.
Hingga suatu hari aku mendengar Rina telah benar-banar jadian dengan Radit. Aku tak kuasa menahan tetesan bening mengalir dipipiku. Dina sahabatku berusaha menghiburku.
“sabar sin, mungkin saat ini kamu gag bisa memilikinya, tapi kelak kamu pasti punya kesempatan untuk memilikinya”
Yah mungkin Dina benar, suatu ketika nanti jika aku diberi kesempatan untuk memiliknya, walau hanya sedetik, itu sudah sangat berharga bagiku. Kini aku hanya bisa melihat orang aku cintai bersama dengan orang lain, yang tak lain adalah sahabat ku sendiri.
Sakit memang ketika mencintai seseorang, tapi tak bisa memilikinya, apa lagi orang yang kita cintai telah ada yang punya, yang tak lain adalah sahabat kita sendiri. Tak akan tega jika harus merebutnya, persahabatan itu lebih berarti dari segalanya.dan sebenarnya Yang paling menyakitkan buatku adalah, selain aku tak bisa memiliki Radit, tapi juga karena Radit tak pernah mengerti akan perasaanku. Rasa yang terpendam dan tak pernah terungkapkan. Karena kata orang, lebih baik cinta diolak karena itu artinya kita telah berabi mengungkapkan perasaan kita dan si doi tau walau akhirnya harus ditolak, setidaknya kita tahu yang sebenarnya, dari pada cinta yang tak pernah terpendam dan tak pernah terungkapkan sehingga kita tak pernah tau perasaan dia yang sebenarnya, apakah dia sebenarnya juga mempunyai perasaan yang sama atau tidak, tapi setidaknya kita tahu yang sebenarnya, dan perasaan kita tak akan menggantung.
Yah memang Radit tak pernah tau, jika selama ini aku bisa bertahan untuk bisa terus melihatnya tersenyn, Radit tak pernah tau jika selama ini aku bernafas untuk nya, Radit tak pernah tau putih dan tulusnya cintaku. Mungkin emang salahku sendiri, kenapa aku tak pernah mengatakan apa yang aku rasakan pada Radit.
Tapi apa mau dikata, semuanya telah terjadi, nasi telah menjadi bubur, aku juga tak pernah menginginkan untuk mencintai Radit, rasa cintaku ini adalah anugrah dari Yang KUasa,bahkan aku tak tau kapan aku mulai mencintainya, kenapa aku bisa mencintai Radit, karena Cinta tak mengenal kata Apa, Mengapa, Kapan, dan Bagaimana.semuanya mengalir begitu saja, yang aku tahu adalah sampai detik ini aku masih sangat mencintainya. jika akhirnya aku tak bisa bersama dengan Radit dan tak pernah bisa memilikinya, mungkin itu sudah takdirku, yah mungkin juga Radit memang bukan jodohku. Mungkin kelak ketika aku telah menemukan kepingan hati ini yang hilang, aku akan mengingatnya sebagai bagian hidupku yang dulu pernah ada, dan kini hanya menjadi kenangan terindah buatku.
Aku berusaha sebisa ku untuk melupakan Radit, dengan mencoba membuka hati pada orang lain, tapi yang ada aku justru merasakan dunia ku semakin menyedihkan. Aku belum bisa melupakan Radit, dan untuk saat ini aku putuskan untuk sendiri dulu.
Jika suatu ketika aku dipertumakan dengan Radit dikesempatan kedua dan akan aku katakan kepadanya tentang semua perasaanku, tapi tidak untuk memilikinya, tapi untuk mengatakan bahwa aku pernah menjadikannya sebagai hal terindah dalam hidupku. Karena mungkin ketika aku dipertemukan dengan Radit dikesempatan kedua itu, aku telah mendapatkan pengganti Radit yang mengisi hari-hari ku.
Dan untuk saat ini, aku hanya ingin mencoba tersenyum, jika memang benar cinta tak harus meiliki, melihatnya bahagia itu sudah cukup bagiku. Mungkin ini yang terbaik.
“aku memang mencintai Radit, tapi aku tak akan merebutnya dari Rina, cinta memang tak harus memiliki, benar kan Din?” kataku pada Dina pada suatu ketika
Dina tersenyum padaku
“yah kamu benar sin. Aku yakin Tuhan telah menyiapkan seseorang yang mungkin tak lebih sempurna dari Radit, tapi lebih mengerti kamu”
Aku beruntung walaupun aku tak bisa memiliki Radit, tapi aku masih punya sahabat seperti Dina, aku juga masih punya keluarga yang akan terus ada untukku. Yah walau tak bisa kupungkiri untuk saat ini dan entah sampai kapan aku masih mencintai Radit dan ingin memilikinya. Walau takdir telah berkata lain. Mugkin Radit memang bukan jodohku.
PROFIL PENULIS
Nama : sri Hasih Nurhayati
Alamat : Palembang , SUMSEL
aLAMAT fB: srihasihnurhayati@ymail.com
twiter: @hasihcancera
Alamat : Palembang , SUMSEL
aLAMAT fB: srihasihnurhayati@ymail.com
twiter: @hasihcancera
Baca juga cerpen cinta yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar