AMITY FOREVER
“Persahabatan Untuk Selamanya”
Oleh Tantri Pradhita Yudhi Astri/cho_08
“Persahabatan Untuk Selamanya”
Oleh Tantri Pradhita Yudhi Astri/cho_08
Musim gugur, semi, dingin dan panas terus berlalu. Semuanya terus berputar dan berlalu begitu saja. Seiring semuanya berlalu dan berjalannya waktu kedekatan mengantarkan mereka pada sebuah ikatan persahabatan yang tidak akan hilang meski waktu berlalu begitu cepat.
Micky adalah seorang anak laki laki yang di anugerahi Tuhan dengan sebuah senyuman yang manis, dan terkadang ia juga nakal dan menyebalkan. Sedangkan Hero, Tuhan menganugerahinya wajah tampan dan manis yang melebur menjadi satu pada jiwanya, hatinya begitu lembut dan ia adalah sahabat yang baik, Hero tak akan pernah membiarkan orang lain terluka. Keduanya bisa saja mendapatkan apapun yang mereka inginkan dalam hidup mereka, tapi hidup Hero tak seberuntung apa yang telah ia miliki di dunia ini. Ia tahu jika cepat atau lambat, penyakitnya akan membawanya bertemu Tuhan lebih cepat. Meski tak ada hubungan darah antara mereka berdua, Micky sangat menyayangi Hero melebihi hidupnya sendiri.
Cameela adalah satu-satunya gadis yang ada diantara mereka. Anak itu begitu ceria seolah ia adalah bidadari yang selalu membuat Hero dan Micky tersenyum. Cameela memiliki sebuah taman kecil yang berada di kaki bukit, taman itu di penuhi dengan bunga mawar merah yang selalu bermekaran.
Mereka bertiga selalu bersama, bersepeda di pagi hari, berkejaran menangkap kupu- kupu, menanam bunga dan duduk melamun di atas bukit sambil memandangi langit biru yang luas. Itu semua selalu mereka lakukan setiap saat, saat mereka ingin bersama, namun Micky tak pernah mau menangkap kupu- kupu dan menanam bunga, ia jauh lebih memilih untuk bermain basket di lapangan dekat dengan taman bunga milik Cameela. Hero lebih menyukai untuk melakukan hal- hal yang ia rasa ia nyaman jika melakukannya dengan Cameela.
Namun seiring berjalannya waktu, Hero harus pergi meninggalkan Cameela dan Micky. Orangtuanya ingin Hero pindah ke New York demi kesembuhannya, karena Hero hanya bisa sembuh dengan mendapatkan donor jantung, meskipun itu harus meminta nyawa seseorang.
”kenapa kau harus pergi?,” tanya Cameela, gadis kecil itu dengan berat hati.
”aku harus pergi. Tapi, berjanjilah kau takkan menangis,” pinta Hero kecil dengan polosnya.
”kau tak boleh pergi Hero!,” Micky tak kuasa menahan airmatanya meskipun hatinya yang paling keras diantara mereka bertiga.
”aku harus pergi. Aku akan kembali suatu saat,” kata Hero lembut seperti nada bicaranya, ”saat itu kita akan kembali berkumpul bersama dan kita akan kembali berbagi kebahagiaan, aku janji!,”
Meskipun Micky menyebalkan, ia menyayangi Hero lebih dari apapun dalam hidupnya. Ketika penyakit Hero kambuh, Micky selalu menemaninya dan berharap Hero segera membuka matanya. Ia bahkan mau melaukan apapun jika hal itu membuat Hero sadar. Bahkan untuk mengkap kupu- kupu yang ia benci, Micky mau melakukannya tanpa terbebani. Sedangkan pada Cameela, Micky tak ingin gadis berubah menjadi sedih saat melihat Hero sakit, karena ia tahu jika gadis itu sangat menyayangi Hero, dan begitu juga sebaliknya.
Tiga belas tahun berlalu, Cameela telah tumbuh menjadi gadis yang cantik, dari raut wajahnya itulah ia seolah bercerita tentang kebahagian yang telah ia lalui selama ini. Micky selalu berusaha menjdi pengganti Hero sampai sahabatnya itu kembali dan benar- benar menjaga gadis itu dalam pelukannya. Bahkan ia mau menemai gadis itu berkebun dan melakukan hal- hal yang sebelumnya ia amat membencinya. Mereka selalu berdua menyusuri jalanan berkabut dan menikmati dedaunan yang berguguran mengotori jalanan. Setiap hari Minggu Micky selalu menemani Cameela berkebun dan menanami kebun itu dengan bunga mawar merah dan kuning. Bunga mawar kuning adalah bunga kesukaan Hero, baginya bunga itu selalu memberikan kasih sayang yang tak berujung pada seorang manusia, meskipun Micky tak pernah menyukai bunga ia tak pernah membenci bunga mawar putih. Cameela menanam bunga mawar putih di tengah tamannya dan saat bunga bunga itu bermekaran akan membentuk hati yang sangat indah.
Hampir seluruh waktu Micky ia habiskan untuk menemani Cameela, hingga ia merasa jika ia mempunyai perasaan lebih kepada gadis itu, namun ia sadar jika Hero telah kembali ia harus merelakannya untuk kembali pada pelukan sahabatnya itu.
Minggu pagi yang berkabut, Cameela berdiam diri di tamannya yang di penuhi oleh bunga yang berguguran. Entah mengapa hari itu ia begitu merindukan Hero berada di sisinya. Sudah tiga belas tahun berlalu, tak ada kabar yang datang darinya. Dinginnya pagi itu tak ia hiraukan, ia tetap berada di tempat itu sebelum ia sadar ada seseorang yang sedang mengawasinya. Saat ia mataya telah menemukan orang itu, perasaannya begitu hangat, seseorang yang telah ia tunggu selama belasan tahun telah berdiri di hadapannya dengan senyuman yang tak pernah berubah, Hero.
”Aku tepati janjiku bukan? Aku telah kebali!,” Hero menyambut pelukan Cameela dengan hangat.
Di tempat yang tak jauh, Micky begitu terluka melihat Cameela telah mendapatkan apa yang ia nanti selama ini. Entah kenapa ia merasa tak rela memberikan Cameela pada Hero kembali. Mungkin waktu tiga belas tahun telah membuatnya mencintai Cameela lebih dari Hero. Tapi, meski hatinya terluka, Micky harus tetap merelakan Cameela untuk Hero sahabat terbaiknya, karena kesembuhan Hero adalah Do’a pertama yang ia minta pada Tuhan selama ini.
”kau kembali?,” tanya Micky bingung harus berekspresi bagaimana, senang dan sedih sedang berkecamuk dalam jiwanya.
”tak ada apapun yang kulakukan di New York!,” jawab Hero dengan suaranya yang lembut, wajah Hero memang tak berubah, hanya saja cara berpakaiannya telah menunjukkan kewibawaannya sebagai seorang laki laki, ”aku hanya berharap sembuh dan segera kembali pada kalian,”
Hari hari terus berlalu, kini Cameela jauh lebih dekat dengan Hero dari pada dengan Micky. Setiap pagi Hero selalu menemani Cameela bersepeda, dan di hari Minggu Hero juga menemaninya berkebun. Mawar putih yang tadinya bermekaran indah membentuk hati telah lenyap berganti dengan rangkain bunga mawar merah dan kuning.
Seiring berjalannya waktu, Micky tak mengerti, ia yang menjauh atau Hero dan Cameela yang sengaja menjauhinya. Keinginannya telah terwujud, namun kenapa setelah sahabatnya kembali, ia justru merasa jika ia amat sangat kesepian. Dihari Minggu juga, Cameela sudah tak menemaninya bermain basket atau bahkan membersihkan lapangannya seperti dulu yang selalu mereka bertiga lakukan. Waktu Cameela sepenuhnya hanya untuk Hero dan seolah sudah tak mengingatnya lagi.
Lama kelamaan Micky sadar jika selama ini dialah yang telah menjauhi Cameela maupun Hero. Lalu, ia putuskan untuk mengunjungi Hero di hari itu dan berharap sahabatnya itu menyambutnya dengan hangat seperti dulu. Ketika ia sudah sampai di rumah Hero, laki- laki itu menyambutnya dengan hangat seperti sedia kala saat mereka masih anak- anak yang begitu polos. Micky sama sekali tak melihat raut wajah Hero yang tak ada rasa curiga padanya karena telah menghindarinya selama beberapa hari. Saat itu Micky ingin sekali mengajak Hero untuk bermain basket lagi, namun Hero menolaknya dengan lembut, ia jauh memilih untuk di rumah memainkan pianonya atau melukis. Tak ada rasa curiga pada diri Micky, ia membiarkan Hero melakukan hal- hal tanpanya dan sebaliknya, padahal semula Micky tak pernah melakukan hal itu pada Hero.
Pagi hari yang berkabut, Cameela dan Hero berjalan di padang bunga dimana mereka biasa menangkap kupu- kupu. Hero begitu tenang memandang lepas ke arah padang bunga yang berwarna warni itu. Ia hanya membiarkan kupu- kupu itu terbang melintasinya tanpa ingin mengejarnya seperti dulu. Namun saat matanya yang indah memandang keatas bukit ia membawa Cameela berlari menyeberangi padang bunga yang mempunyai harum khas. Sesampainya mereka di puncak bukit, Hero memeluk Cameela erat- erat seolah ia tak ingin lagi pergi meninggalkan gadis itu. Tanpa ia sadari darah telah menetes membasahi hidungnya dan membuatnya lemah dalam pelukan Cameela. Saat itu juga Hero jujur pada Cameela jika sebenarnya ia belum sembuh dari sakitnya, ia semakin parah setiap harinya dan waktunya tak banyak. Ia sudah lelah menunggu pendonor jantung dan putuskan untuk meninggalkan New York dan kembali. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama sahabat yang sangat berarti untuknya, Micky. Namun ia tak ingin Micky tahu jika ia belum sembuh dan hidupnya tak lama. Ia tak ingin Micky terus mengalah untuknya, demi dirinya yang lemah. Ia tak ingin membuat Micky kecewa , karena ia tak mampu menepati janjinya untuk sembuh.
Selama ini Hero selalu menolak untuk mencari pendonor jantung. Ia tahu, jika ia menerima jantung itu sama saja ia menginginkan kematian sesorang dan ia tak ingin melakukan hal itu. Kepergiannya ke New York bukanlah untuk kesembuhan melainkan untuk membiasakan dirinya untuk kehilangan orang- orang yang ia sayangi selama ini, tapi ia tak bisa, menunggu kematian tanpa didampingi dua orang yang telah memberi warna pada hidupnya yang terasa hambar, hingga ia putuskan untuk kembali meski kematian di depan orang- orang yang dicintai itu jauh lebih menyakitkan dan ia kembali, ia ingin Cameela tahu jika ia dalah satu- satunya gadis yang ia cintai selama ini.
Cameela tak pernah merasa cintanya pada Hero luntur sedikitpun. Ia semakin dekat dengan Hero bahkan seluruh waktunya ia habiskan untuk menjaga laki- laki itu.
Minggu itu Micky mengunjungi Cameela, gadis itu sedang merajut sebuah syal hitam tebal untuk Hero, karena mereka berncana untuk berjalan jalan menyusuri bukit. Micky mengurungkan niatnya untuk mengajak Cameela bermain basket hari itu, namun hatinya yang kesepian telah mengalahkan dirinya sendiri, ia meminta Cameela untuk menemaninya bermain basket hari itu. Gadis itu memandang Micky seolah yang sedang bicara padanya itu bukanlah Micky yang dikenalnya. Tapi, Cameela menolaknya dengan lembut karena ia tak ingin Hero kecewa padanya. Micky tak percaya jika Cameela akan berkata seperti itu padanya, sejauh ia mengenal gadis itu, Cameela tak pernah menolak ajakannya bermain basket sekalipun. Mickypun hanya bisa pergi ke lapangan dengan perasaan yang hampa. Sesampainya ia di tempat itu, ia mendapati sebuah lapangan yang sudah tak pernah terjamahi lagi selama berbulan- bulan. Semuanya terlihat hancur sama seperti hatinya. Micky tak bermain basket setelah ia memandang ke arah langit yang mendung. Ia hanya duduk di lapangan yang penuhi oleh dedaunan kering yang berserakan dan membiarkan hujan membasahi tubuhnya.
Sementara itu Hero sedang duduk di depan pianonya saat hujan turun membasahi bumi. Entah kenapa saat itu ia teringat sahabatnya, Micky. Beberapa hari terkahir ia tak mengunjunginya. Saat ia coba untuk mengunjungi Micky, ia tak pernah menemukan Micky di semua tempat yang setiap harinya selalu di kunjungi oleh laki- laki itu. Saat lamunannya jauh melayang seorang gadis menyadarkannya. Gadis itu melingkarkan sebuah sayal hitam tebal dan berharap jika Hero akan menyukainya.
”Cameela!,” sapa Hero terkejut, ”kau tahu dimana Micky? Kenapa aku merasa jika ia sedang banyak masalah?,”
”Hero? Percayalah padaku, Micky adalah anak yang kuat,” timpang Cameela sedih, ”ia akan berada di suatu tempat dimana ia akan merasa nyaman,” tambah Cameela yang merasa bersalah telah menolak ajakan Micky.
Keesokan harinya Cameela tak menemyui Hero, ia pergi ke kaki gunung berusaha menemukan Micky di lapangan basket. Saat ia baru sampai di ke jauhan, ia melihat Micky hanya duduk di antara dedaunan dan memandang lepas kearah langit.
”kenapa kau tak membersihkan lapangannya?,” tanya Cameela lembut, ”mau aku temani untuk mebersihkannya?,”
”tidak usah! Biarkan saja!,” timpang Micky dan pergi meninggalkan Cameela di tempat itu sendiri.
Cameela merasa bersalah telah meninggalkan Micky di saat itu, tapi ia juga tak bisa membiarkan Hero sendirian. Ia tak ingin menceritakan masalah itu pada Hero, ia tak ingin laki- laki terbebani dengan masalahnya itu.
Hari itu Cameela putuskan untuk menemui Hero. Saat itu Hero sedang duduk di depan pianonya sambil sesekali memainkan nada- nada indah yang telah ia ciptakan sendiri. Lama ia memainkan pianonya Hero kembali melemah dan darahnya menetes membasahi hidungnya dan jatuh pada pianonya. Cameela yang tadinya hanya mengawasinya berlari mendekati Hero dan medekap laki- laki itu erat dalam pelukannya.
Hari- hari berlalu Cameela tak beranjak dari sisi Hero yang koma selama beberapa hari dan beberapa hari itu juga tak sedikitpun ingatannya mengingat tentang Micky. Bahkan kini Micky seolah benar- benar tak ingin bertemu dengan Hero maupun dirinya. Di pagi itu Hero membuka matanya, ia tersenyum bahagia karena Cameela selalu menemaninya meski hatinya sedang tak lagi menemani gadis itu.
Hero bertanya apakah Micky mengunjunginya, tapi ternyata tidak, ia justru bersyukur karena Micky takkan tahu jika ia belum sembuh. Cameela merasa jika Hero amat terluka saat ia mengatakan ia bersyukur Micky tak tahu tentang sakitnya, dalam hati ia amat terluka telah membohongi sahabat terbaiknya. Dari mata laki laki itu, Cameela tahu jika Hero menahan airmatanya.
Pagi itu Hero memacu mobilnya diantara kabut- kabut yang beterbangan. Ia berusaha menemukan seseorang yang amat ia ingin temui beberapa hari terakhir. Saat suara bola basket menghantam bumi, ia turun dari mobilnya dan berusaha menemukan orang yang telah membuat suara itu. Hero hanya diam memandanginya dari kejauhan. Lapangan itu telah berubah sepenuhnya, tak ada lagi cinta yang menjaga lapangan itu, yang tampak sekarang hanyalah guguran daun kering yang berserakan dan genangan air hujan yang memenuhi lapangan itu. Namun Micky tetap memainkan bolanya meski lapangan itu sudah tak lagi bisa digunakan untuknya. Saat Hero mendekati lapangan itu, suara daun kering yang terinjak mengusik Micky dan membuatnya menoleh sesaat dan kembali melakukan kegiatannya seolah tak peduli pada Hero yang sedang mengawasinya.
”lama kau tak mengunjungiku!,” kata Hero tak marah dengan sikap Micky. Namun, tetap tak ada jawaban darinya. Ia hanya memainkan bolanya dan terus menghindari Hero, ”aku telah coba mengunjungimu tapi kau tak pernah ada di manapun, kau seharusnya berada!,”
”maaf!,” balas Micky singkat tak mau memandang Hero.
”kau yang bilang padaku, kita akan berkumpul bersama, saat aku sudah sembuh? Aku sudah sembuh Micky, kenapa kau selalu menghindariku?,” Hero berusaha menanyakan kebenaran pada Micky, ”saat aku bahagia, aku juga ingin sahabat terbaikku juga merasakan kebahagiaan yang kurasakan,” tambahnya namun Micky masih tak mau peduli.
”begitu juga dengan kebahagianku yang satu ini!,” kata Hero membuat Micky menghentikan kegiatannya dan memandang Hero tajam, ”aku akan menikahi Cameela dan aku harap kau juga bahagia mendengarnya,” Micky terdiam seribu bahasa mendengar Hero, matanya berkaca- kaca namun airmatanya tak ingin jatuh di hadapan Hero, ”aku mencintainya sejak dulu, hingga sekarang perasaanku tak pernah berubah kepadanya,”
Micky tak ingin melihat Hero dengan tatapannya yang membuat Micky tak pernah bisa membenci ataupun marah padanya. Ia masih diam dan tak ingin memperdulikan Hero lagi,” kau marah padakukan? Aku tahu kau juga menyukai Cameela?,” tanya Hero lembut , tapi Micky selah tak mau menderngarnya.
”Micky jawab aku!,” bentak Hero dengan suaranya yang bergetar, ia tak pernah membentak Micky sebelumnya.
”tidak!,” jawab Micky segera, ”aku bahagia amat sangat bahagia!,”
”kau bohong!,” Hero menebak,” seorang Micky tidak akan penah berbicara seperti itu. Maafkan aku Micky. Aku hanya tak ingin kau membenciku dan menyesaliku,” tambah Hero seraya pergi dari hadapan Micky dengan air mata yang berjatuhan membasahi pipinya.
Sejenak Micky diam dan membiarkan bolanya berlari entah kemana. Saat ia sudah tak mendengar suara deruan mobil Hero di telinganya airmatanya berlinang membasahi wajahnya, makin lama suara tangisnya semakin jelas diantara angin yang melintas. Micky memacu motornya menuju sebuah tempat dimana ia bisa melupakan Hero dan Cameela yang pada kenyataanya ia tak tahu di mana tempat itu berada. Ia terus menambah kecepatannya meski hujan sedang mengguyur dan membuat jalanan menjadi licin. Tanpa ia sadari ia kehilangan kontrol atas kemudinya dan meluncur pada jurang yang tak tahu kemana akan jatuh nantinya.
Di saat yang bersamaan Hero menoleh pada pintu gerbangnya yang masih terbuka. Hujan yang telah membuat tubuhnya basah mengantarkan kembali pikirannya tentang Micky. Sampai ia merasakan sesuatu yang membuat hatinya benar- benar sedih dedaunan bergururan menyambut langkahnya yang menuju Cameela yang sudah menantinya di kejauhan. Saat ia sudah tiba di hadapan gadis itu, ia menyambutnya dengan handuk kering dan mengeringkan rambutnya
”ibumu sedang mempersiapkan dekorasi untuk pernikahn kita!,” katanya lembut, ”ia ingin kita menjadi orang yang paling bahagia di hari itu!,” tambahnya lagi sambil menunjukkan beberapa gambar pada Hero. Namun Hero tak memperhatikannya. Sesaat kemudian ia tersdar jika sesuatu seperti telah memukul dadanya kuat- kuat hingga nafasnya sesaak. Keringat diginnya terus keluar membasahi tubuhnya yang saat itu sudah basah oleh air hujan. Hero berusaha menahannya, namun rasa sakit itu telah mengacaukan pikirannya. Darah yang seharusnya mengalir pada pembuluh darahnya menetes keluar membasahi hidung dan bibirnya yang pucat. Ia merasa jika sudah tak ada lagi kehidupan yang terisi dalam dirinya hingga tubuhnya terhuyung dan jatuh memeluk lantai.
Cameela tak bisa menghentikan airmatanya saat melihat Hero yang terbaring lemah di balik kaca. Ia tak ingin kehilangan laki- laki itu meskipun malaikat Tuhan sudah berdiri di sampingnya untuk mengambil nyawa Hero. Namun tangisnya terhenti saat ia mendengar suara rintihan yang sudah tak asing lagi untuknya, suara tangisan dan rintihan Micky. Cameela berlari menyusuri lorong rumah sakit mencoba untuk menemukan suara itu, tapi yang di hadapinya adalah ruangan yang kosong tak berpenghuni. Cameela tak menyerah ia terus berlari mengejar suara yang sudah hampir tak terdengar di telinganya itu. Ia menerobos masuk ke ruangan ICU dan menemukan seseorang yang tak asing lagi untuknya sedang tergolek lemah dengan darah yang menyelimuti tubuhnya. Laki- laki itu merintih kesakitan seakan suara jeritannya telah mengisi relung otak Cameela yang telah penuh sesak oleh kesedihannya. Gadis itu tak kuasa mendengar suara tangisan Micky yang terdengar memilukan. Ia menghampiri laki-laki itu dan mengenggam tangannya erat- erat. Micky mengengam tangan Cameela seolah tak ingin melepaskannya. Sesaat kemudian Cameela teringat akan Hero, namun ia tak bisa melepaskan genggaman tangan Micky yang tak ingin dirinya pergi. Disaat yang bersamaan seorang perawat memisahkan tangan mereka, Cameela hanya bisa menitihkan airmatanya melihat Micky yang seolah makin jauh dari tatapan mataya. Ia berlari mejauhi ruangan itu dan kembali pada Hero.
Belum genap langkahnya menuju kamar Hero, ia mendengar suara jeritan Hero memenuhi seluruh ruang di dalam otaknya yang terasa sudah benar- benar penat. Saat matanya menemukan laki- laki itu ia melihatnya semakin pucat dengan darah yang terus membasahi hidungnya dan kulitnya yang bertambah pucat.
”Cameela!,” kata Hero tidak jelas, ”aku mau pulang! Aku aku tidak sakit!,” berusaha memberontak pada perawat yang sedang memasang infus padanya, ”Cameela aku mohon! Aku tidak ingin ada di sini!,” teriaknya menahan sakit. Cameela hanya bisa menangis sesunggukkan melihat Hero yang terus menahan rasa sakitnya dengan jeritan. Tak lama seorang dokter menyuntikkan sesuatu pada Hero dan membuatnya makin lama makin melemah dan memejamkan matanya meski enggan.
Saat pagi menjelang Cameela terbangun dengan tangan yang di genggam erat oleh Hero. Laki- laki itu masih tidur namun tak ada tanda- tanda ia akan segera bangun. Lama ia melamun, ia tersadar jika Micky juga berada di rumah sakit itu. Ia meninggalkan Hero sesaat dan melihat keadaan Micky. Micky juga belum sadar. Ia masih teraring lemah di tempat tidurnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi juga pada Hero. Setiap pagi Cameela selalu mengunjungi Micky.
”dia belum sadar!,” kata ibu Micky yang menyambutnya dengan ramah.
”kawan!,” bisik Cameela lembut di telinga Micky yang masih koma, ”kenapa kau seperti ini? Kau sudah janjikan untuk tidak mengebut lagi? Ibumu merindukanmu, begitu juga aku dan Hero,” kata Cameela dengan airmata yang deras, ”maafkan aku yang selama ini hanya menemani Hero dan tak pernah menemuimu. Banyak hal yang tak kau mengerti tentang dia. Dia selalu menyayangimu lebih dari apapun dalam hidupnya, dan kau adalah satu- satunya sahabat terbaik yang pernah ia miliki. Aku mohon Micky, sadarlah untuk Hero!,”
Setelah sekian lama menunggu, Heropun sadar. Saat sadar, Hero tak menunjukkan jika ia sedang sakit dan takkan pernah sembuh lagi. Ia bahkan terus bercerita tentang semua hal yang akan ia lakukan saat mereka sudah menikah nantinya, ia juga ingin memiliki beberapa anak. Cameela hanya diam dan mendengarnya penuh rasa haru, ia tak ingin merusak khayalan indah Hero dengan mengatakan jika Micky juga sedang koma.
Beberapa hari kemudian, Cameela juga telah mendengar jika Micky telah sadar, tapi ia tak bisa menemuinya saat Hero masih bangun. Ia hanya bisa menemui Micky saat Hero sudah tertidur. Ia selalu melakukannya meskipun hanya untuk mengucapkan selamat malam.
Di saat yang bersamaan di pagi hari, Micky tak tahu kenapa ia masih terbangun di rumah sakit, padahal dirinya sudah tak ingin hidup lagi. Ia bahkan tak memperhatikan ke sekelilingnya meskipun itu adalah ibunya sendiri.
”apa Cameela datang berkunjung?,”
”ia selalu mengunjungimu, tapi kau tak pernah tahu!,” jawab ibunya sabar.
Micky tahu jika setiap malam Cameela selalu datang berkunjung dan mengucapkan selamat malam padanya, namun ia tak mengerti kenapa Cameela tak mau menemaninya saat kondisinya semakin lemah dan hidupnya juga tak lama. Lama ia memejamkan matanya ia tahu jika seseorang telah duduk di dekatnya, itu bukan ibunya melainkan Cameela. Ia juga bisa merasakan genggaman jemarinya yang hangat.
”Micky. Aku kesini untuk berpamitan, aku tak bisa mengucapkan selamat malam lagi padamu,” kata Cameela membuat Micky bertanya- tanya dalam hatinya, ”Hero ingin meminta maaf padamu. Ia ingin kau memaafkannya sebelum Tuhan menjemputnya. Dia belum sembuh, Hero justru semakin parah. Dia tak ingin menunggu pendonor jantung lagi. Ia tahu jika ia menerima jantung itu, sama saja ia menginginkan kematian orang lain. Ia tak memberi tahumu karena ia tahu kau pasti kecewa, kaulah yang paling mengharapkan kesembuhannya tapi ia tak bisa menepatinya, ia memilih untuk tidak pernah sembuh, ia frustasi, Micky,” papar Cammela dengan suara tangis yang memilukan, ”aku akan mengantarnya pulang esok. Aku harus menemaninya hingga hari terakhir dalam hidupnya. Setelah itu, aku berjanji akan menemanimu lagi. Tapi biarlah aku menemai Hero untuk sesaat, karena aku tahu aku takkan memilikinya selama hidupku. Maafkan aku Micky!,”
“hero tak ingin kau menyesalinya!,”
Setelah Micky tak merasakan Cameela disisinya. Air matanya menetes melewati pelupuk matanya yang tertutup rapat. Micky bertahan selama ini karena ia selalu menunggu ucapan selamat malam dari Cameela. Jika pada akhirnya ia dan Hero akan pergi begitu cepat semua pengorbanan dan penantian Cameela tak ada artinya dan Do’a pertamanya tidak akan terwujud, yaitu kesembuhan Hero.
Sementara ia tahu, ia tak mungkin seperti ini terus. Cepat atau lambat Tuhan pasti segera memanggilnya. Micky sudah tak dapat menahan air matanya ia membuka matanya lebar- lebar dan memanggil ibunya dengan suara yang lemah. Ia peluk wanita itu seolah esok ia tak bisa memeluknya lagi.
Hero telah mempersiakan semuanya. Bahkan infus dan darah yang dialirkan menuju tubuhnya sudah di hentikan. Ia tak memaki baju pasien lagi.
”kau sudah siap untuk pulang?,” tanya Cameela dengan suara yang lirih.
”ya! Sesampainya di rumah, aku akan meminta maaf pada Micky! Dan mengatakan semuanya,”
Cameela tersenyum kecil, karena hingga saat ini Hero tak tahu jika Micky masih terbaring lemah di rumah sakit. Tiba- tiba ponselnya berdering, Cameela mengangkat ponselnya dengan segera. Hero yang menyadari perubahan raut wajah Cameela merasa ada sesuatu hal yang buruk telah menimpa Micky.
Namun, tanpa ia sadari darahnya kembali menetes dan tubuhnya semakin lemah. Seasat ia bisa mendengar suara jeritan Cameela di telinganya dan semakin lama semakin hilang.
Pagi yang berkabut, titik- titik embun membasahi rambut Cameela yang berjalan menyusuri jalan setapak pemakaman. Ia melihat ibunda Micky yang masih duduk di sekitar makam anak tunggalnya. Perlahan ia terus mendekat dan menaruh seikat bunga mawar putih diantara bunga- bunga yang lain.
”maafkan saya,” katanya lirih, ”saya tidak menemaninya di malam itu seharusnya saya tidak pergi bukan?,” tanya Cameela menyesal dengan airmatanya yang tertahan.
Ibunda Micky hanya menundukkan wajahnya, ia tak bisa membenci Cameela, ”tidak, nak! Sejak awal saya sudah tahu, Micky tidak akan bertahan lebih lama,” katanya seraya memberikan sepucuk surat pada gadis itu, ”disini Micky menulis semua hal yang ingin ia lakukan, tapi ia belum bisa melukannya,” tambahnya seraya pergi dari hadapan Cameela
Perlahan Cameela membaca surat yang berisikan semua persaan Micky yang sebenarnya, ia tak bisa membenci Hero walau apapun yang telah ia lakukan itu menyakiti hati Hero sahabatnya, tapi itu lebih menyakiti hatinya. Ia tak ingin melihat Hero pergi, karena ia tahu Cameela pasti menagis. Hero telah mencoba untuk membuatnya senang dengan berura-pura sembuh dan Cameela telah berkorban untuk tetap menjaga cintanya, apa yang sudah Micky korbankan? Ia ingin Hero melanjutkan hidupnya dan melakukan hal berguna yang selama ini belum pernah ia berikan dengan sebaik mungkin. Dengan jatung yang saat ini sudah mengalir dalam tubuh Hero, Micky juga berharap jika Cameela tetap mengingatnya sebagai seseorang yang mencintinya sejak ia hidup dan akhir hayatnya, perasaan itu tidak pernah berubah sama dengan perasaan Hero padanya. Jika Hero sekali menyakitinya Micky akan memukulnya sekali, jika duakali, Micky akan memukulnya dua kali, jika Hero menyakiti Cameela tiga kali, Micky akan mencekiknya.
Begitu semua berakhir, Cameela tak pernah tahu jika semua akan berakhir seperti itu, satu pesan Micky yang selalu teringat dalam hati Hero, Jangan Pernah Berbohong dan jangan pernah megeluh tentang apa yang kita dapatkan? Tapi bertanyalah, apa yang sudah kita berikan? Itu akan jadi lebih baik. Kawan.
Namun seiring berjalannya waktu, Hero harus pergi meninggalkan Cameela dan Micky. Orangtuanya ingin Hero pindah ke New York demi kesembuhannya, karena Hero hanya bisa sembuh dengan mendapatkan donor jantung, meskipun itu harus meminta nyawa seseorang.
”kenapa kau harus pergi?,” tanya Cameela, gadis kecil itu dengan berat hati.
”aku harus pergi. Tapi, berjanjilah kau takkan menangis,” pinta Hero kecil dengan polosnya.
”kau tak boleh pergi Hero!,” Micky tak kuasa menahan airmatanya meskipun hatinya yang paling keras diantara mereka bertiga.
”aku harus pergi. Aku akan kembali suatu saat,” kata Hero lembut seperti nada bicaranya, ”saat itu kita akan kembali berkumpul bersama dan kita akan kembali berbagi kebahagiaan, aku janji!,”
Meskipun Micky menyebalkan, ia menyayangi Hero lebih dari apapun dalam hidupnya. Ketika penyakit Hero kambuh, Micky selalu menemaninya dan berharap Hero segera membuka matanya. Ia bahkan mau melaukan apapun jika hal itu membuat Hero sadar. Bahkan untuk mengkap kupu- kupu yang ia benci, Micky mau melakukannya tanpa terbebani. Sedangkan pada Cameela, Micky tak ingin gadis berubah menjadi sedih saat melihat Hero sakit, karena ia tahu jika gadis itu sangat menyayangi Hero, dan begitu juga sebaliknya.
Tiga belas tahun berlalu, Cameela telah tumbuh menjadi gadis yang cantik, dari raut wajahnya itulah ia seolah bercerita tentang kebahagian yang telah ia lalui selama ini. Micky selalu berusaha menjdi pengganti Hero sampai sahabatnya itu kembali dan benar- benar menjaga gadis itu dalam pelukannya. Bahkan ia mau menemai gadis itu berkebun dan melakukan hal- hal yang sebelumnya ia amat membencinya. Mereka selalu berdua menyusuri jalanan berkabut dan menikmati dedaunan yang berguguran mengotori jalanan. Setiap hari Minggu Micky selalu menemani Cameela berkebun dan menanami kebun itu dengan bunga mawar merah dan kuning. Bunga mawar kuning adalah bunga kesukaan Hero, baginya bunga itu selalu memberikan kasih sayang yang tak berujung pada seorang manusia, meskipun Micky tak pernah menyukai bunga ia tak pernah membenci bunga mawar putih. Cameela menanam bunga mawar putih di tengah tamannya dan saat bunga bunga itu bermekaran akan membentuk hati yang sangat indah.
Hampir seluruh waktu Micky ia habiskan untuk menemani Cameela, hingga ia merasa jika ia mempunyai perasaan lebih kepada gadis itu, namun ia sadar jika Hero telah kembali ia harus merelakannya untuk kembali pada pelukan sahabatnya itu.
Minggu pagi yang berkabut, Cameela berdiam diri di tamannya yang di penuhi oleh bunga yang berguguran. Entah mengapa hari itu ia begitu merindukan Hero berada di sisinya. Sudah tiga belas tahun berlalu, tak ada kabar yang datang darinya. Dinginnya pagi itu tak ia hiraukan, ia tetap berada di tempat itu sebelum ia sadar ada seseorang yang sedang mengawasinya. Saat ia mataya telah menemukan orang itu, perasaannya begitu hangat, seseorang yang telah ia tunggu selama belasan tahun telah berdiri di hadapannya dengan senyuman yang tak pernah berubah, Hero.
”Aku tepati janjiku bukan? Aku telah kebali!,” Hero menyambut pelukan Cameela dengan hangat.
Di tempat yang tak jauh, Micky begitu terluka melihat Cameela telah mendapatkan apa yang ia nanti selama ini. Entah kenapa ia merasa tak rela memberikan Cameela pada Hero kembali. Mungkin waktu tiga belas tahun telah membuatnya mencintai Cameela lebih dari Hero. Tapi, meski hatinya terluka, Micky harus tetap merelakan Cameela untuk Hero sahabat terbaiknya, karena kesembuhan Hero adalah Do’a pertama yang ia minta pada Tuhan selama ini.
”kau kembali?,” tanya Micky bingung harus berekspresi bagaimana, senang dan sedih sedang berkecamuk dalam jiwanya.
”tak ada apapun yang kulakukan di New York!,” jawab Hero dengan suaranya yang lembut, wajah Hero memang tak berubah, hanya saja cara berpakaiannya telah menunjukkan kewibawaannya sebagai seorang laki laki, ”aku hanya berharap sembuh dan segera kembali pada kalian,”
Hari hari terus berlalu, kini Cameela jauh lebih dekat dengan Hero dari pada dengan Micky. Setiap pagi Hero selalu menemani Cameela bersepeda, dan di hari Minggu Hero juga menemaninya berkebun. Mawar putih yang tadinya bermekaran indah membentuk hati telah lenyap berganti dengan rangkain bunga mawar merah dan kuning.
Seiring berjalannya waktu, Micky tak mengerti, ia yang menjauh atau Hero dan Cameela yang sengaja menjauhinya. Keinginannya telah terwujud, namun kenapa setelah sahabatnya kembali, ia justru merasa jika ia amat sangat kesepian. Dihari Minggu juga, Cameela sudah tak menemaninya bermain basket atau bahkan membersihkan lapangannya seperti dulu yang selalu mereka bertiga lakukan. Waktu Cameela sepenuhnya hanya untuk Hero dan seolah sudah tak mengingatnya lagi.
Lama kelamaan Micky sadar jika selama ini dialah yang telah menjauhi Cameela maupun Hero. Lalu, ia putuskan untuk mengunjungi Hero di hari itu dan berharap sahabatnya itu menyambutnya dengan hangat seperti dulu. Ketika ia sudah sampai di rumah Hero, laki- laki itu menyambutnya dengan hangat seperti sedia kala saat mereka masih anak- anak yang begitu polos. Micky sama sekali tak melihat raut wajah Hero yang tak ada rasa curiga padanya karena telah menghindarinya selama beberapa hari. Saat itu Micky ingin sekali mengajak Hero untuk bermain basket lagi, namun Hero menolaknya dengan lembut, ia jauh memilih untuk di rumah memainkan pianonya atau melukis. Tak ada rasa curiga pada diri Micky, ia membiarkan Hero melakukan hal- hal tanpanya dan sebaliknya, padahal semula Micky tak pernah melakukan hal itu pada Hero.
Pagi hari yang berkabut, Cameela dan Hero berjalan di padang bunga dimana mereka biasa menangkap kupu- kupu. Hero begitu tenang memandang lepas ke arah padang bunga yang berwarna warni itu. Ia hanya membiarkan kupu- kupu itu terbang melintasinya tanpa ingin mengejarnya seperti dulu. Namun saat matanya yang indah memandang keatas bukit ia membawa Cameela berlari menyeberangi padang bunga yang mempunyai harum khas. Sesampainya mereka di puncak bukit, Hero memeluk Cameela erat- erat seolah ia tak ingin lagi pergi meninggalkan gadis itu. Tanpa ia sadari darah telah menetes membasahi hidungnya dan membuatnya lemah dalam pelukan Cameela. Saat itu juga Hero jujur pada Cameela jika sebenarnya ia belum sembuh dari sakitnya, ia semakin parah setiap harinya dan waktunya tak banyak. Ia sudah lelah menunggu pendonor jantung dan putuskan untuk meninggalkan New York dan kembali. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama sahabat yang sangat berarti untuknya, Micky. Namun ia tak ingin Micky tahu jika ia belum sembuh dan hidupnya tak lama. Ia tak ingin Micky terus mengalah untuknya, demi dirinya yang lemah. Ia tak ingin membuat Micky kecewa , karena ia tak mampu menepati janjinya untuk sembuh.
Selama ini Hero selalu menolak untuk mencari pendonor jantung. Ia tahu, jika ia menerima jantung itu sama saja ia menginginkan kematian sesorang dan ia tak ingin melakukan hal itu. Kepergiannya ke New York bukanlah untuk kesembuhan melainkan untuk membiasakan dirinya untuk kehilangan orang- orang yang ia sayangi selama ini, tapi ia tak bisa, menunggu kematian tanpa didampingi dua orang yang telah memberi warna pada hidupnya yang terasa hambar, hingga ia putuskan untuk kembali meski kematian di depan orang- orang yang dicintai itu jauh lebih menyakitkan dan ia kembali, ia ingin Cameela tahu jika ia dalah satu- satunya gadis yang ia cintai selama ini.
Cameela tak pernah merasa cintanya pada Hero luntur sedikitpun. Ia semakin dekat dengan Hero bahkan seluruh waktunya ia habiskan untuk menjaga laki- laki itu.
Minggu itu Micky mengunjungi Cameela, gadis itu sedang merajut sebuah syal hitam tebal untuk Hero, karena mereka berncana untuk berjalan jalan menyusuri bukit. Micky mengurungkan niatnya untuk mengajak Cameela bermain basket hari itu, namun hatinya yang kesepian telah mengalahkan dirinya sendiri, ia meminta Cameela untuk menemaninya bermain basket hari itu. Gadis itu memandang Micky seolah yang sedang bicara padanya itu bukanlah Micky yang dikenalnya. Tapi, Cameela menolaknya dengan lembut karena ia tak ingin Hero kecewa padanya. Micky tak percaya jika Cameela akan berkata seperti itu padanya, sejauh ia mengenal gadis itu, Cameela tak pernah menolak ajakannya bermain basket sekalipun. Mickypun hanya bisa pergi ke lapangan dengan perasaan yang hampa. Sesampainya ia di tempat itu, ia mendapati sebuah lapangan yang sudah tak pernah terjamahi lagi selama berbulan- bulan. Semuanya terlihat hancur sama seperti hatinya. Micky tak bermain basket setelah ia memandang ke arah langit yang mendung. Ia hanya duduk di lapangan yang penuhi oleh dedaunan kering yang berserakan dan membiarkan hujan membasahi tubuhnya.
Sementara itu Hero sedang duduk di depan pianonya saat hujan turun membasahi bumi. Entah kenapa saat itu ia teringat sahabatnya, Micky. Beberapa hari terkahir ia tak mengunjunginya. Saat ia coba untuk mengunjungi Micky, ia tak pernah menemukan Micky di semua tempat yang setiap harinya selalu di kunjungi oleh laki- laki itu. Saat lamunannya jauh melayang seorang gadis menyadarkannya. Gadis itu melingkarkan sebuah sayal hitam tebal dan berharap jika Hero akan menyukainya.
”Cameela!,” sapa Hero terkejut, ”kau tahu dimana Micky? Kenapa aku merasa jika ia sedang banyak masalah?,”
”Hero? Percayalah padaku, Micky adalah anak yang kuat,” timpang Cameela sedih, ”ia akan berada di suatu tempat dimana ia akan merasa nyaman,” tambah Cameela yang merasa bersalah telah menolak ajakan Micky.
Keesokan harinya Cameela tak menemyui Hero, ia pergi ke kaki gunung berusaha menemukan Micky di lapangan basket. Saat ia baru sampai di ke jauhan, ia melihat Micky hanya duduk di antara dedaunan dan memandang lepas kearah langit.
”kenapa kau tak membersihkan lapangannya?,” tanya Cameela lembut, ”mau aku temani untuk mebersihkannya?,”
”tidak usah! Biarkan saja!,” timpang Micky dan pergi meninggalkan Cameela di tempat itu sendiri.
Cameela merasa bersalah telah meninggalkan Micky di saat itu, tapi ia juga tak bisa membiarkan Hero sendirian. Ia tak ingin menceritakan masalah itu pada Hero, ia tak ingin laki- laki terbebani dengan masalahnya itu.
Hari itu Cameela putuskan untuk menemui Hero. Saat itu Hero sedang duduk di depan pianonya sambil sesekali memainkan nada- nada indah yang telah ia ciptakan sendiri. Lama ia memainkan pianonya Hero kembali melemah dan darahnya menetes membasahi hidungnya dan jatuh pada pianonya. Cameela yang tadinya hanya mengawasinya berlari mendekati Hero dan medekap laki- laki itu erat dalam pelukannya.
Hari- hari berlalu Cameela tak beranjak dari sisi Hero yang koma selama beberapa hari dan beberapa hari itu juga tak sedikitpun ingatannya mengingat tentang Micky. Bahkan kini Micky seolah benar- benar tak ingin bertemu dengan Hero maupun dirinya. Di pagi itu Hero membuka matanya, ia tersenyum bahagia karena Cameela selalu menemaninya meski hatinya sedang tak lagi menemani gadis itu.
Hero bertanya apakah Micky mengunjunginya, tapi ternyata tidak, ia justru bersyukur karena Micky takkan tahu jika ia belum sembuh. Cameela merasa jika Hero amat terluka saat ia mengatakan ia bersyukur Micky tak tahu tentang sakitnya, dalam hati ia amat terluka telah membohongi sahabat terbaiknya. Dari mata laki laki itu, Cameela tahu jika Hero menahan airmatanya.
Pagi itu Hero memacu mobilnya diantara kabut- kabut yang beterbangan. Ia berusaha menemukan seseorang yang amat ia ingin temui beberapa hari terakhir. Saat suara bola basket menghantam bumi, ia turun dari mobilnya dan berusaha menemukan orang yang telah membuat suara itu. Hero hanya diam memandanginya dari kejauhan. Lapangan itu telah berubah sepenuhnya, tak ada lagi cinta yang menjaga lapangan itu, yang tampak sekarang hanyalah guguran daun kering yang berserakan dan genangan air hujan yang memenuhi lapangan itu. Namun Micky tetap memainkan bolanya meski lapangan itu sudah tak lagi bisa digunakan untuknya. Saat Hero mendekati lapangan itu, suara daun kering yang terinjak mengusik Micky dan membuatnya menoleh sesaat dan kembali melakukan kegiatannya seolah tak peduli pada Hero yang sedang mengawasinya.
”lama kau tak mengunjungiku!,” kata Hero tak marah dengan sikap Micky. Namun, tetap tak ada jawaban darinya. Ia hanya memainkan bolanya dan terus menghindari Hero, ”aku telah coba mengunjungimu tapi kau tak pernah ada di manapun, kau seharusnya berada!,”
”maaf!,” balas Micky singkat tak mau memandang Hero.
”kau yang bilang padaku, kita akan berkumpul bersama, saat aku sudah sembuh? Aku sudah sembuh Micky, kenapa kau selalu menghindariku?,” Hero berusaha menanyakan kebenaran pada Micky, ”saat aku bahagia, aku juga ingin sahabat terbaikku juga merasakan kebahagiaan yang kurasakan,” tambahnya namun Micky masih tak mau peduli.
”begitu juga dengan kebahagianku yang satu ini!,” kata Hero membuat Micky menghentikan kegiatannya dan memandang Hero tajam, ”aku akan menikahi Cameela dan aku harap kau juga bahagia mendengarnya,” Micky terdiam seribu bahasa mendengar Hero, matanya berkaca- kaca namun airmatanya tak ingin jatuh di hadapan Hero, ”aku mencintainya sejak dulu, hingga sekarang perasaanku tak pernah berubah kepadanya,”
Micky tak ingin melihat Hero dengan tatapannya yang membuat Micky tak pernah bisa membenci ataupun marah padanya. Ia masih diam dan tak ingin memperdulikan Hero lagi,” kau marah padakukan? Aku tahu kau juga menyukai Cameela?,” tanya Hero lembut , tapi Micky selah tak mau menderngarnya.
”Micky jawab aku!,” bentak Hero dengan suaranya yang bergetar, ia tak pernah membentak Micky sebelumnya.
”tidak!,” jawab Micky segera, ”aku bahagia amat sangat bahagia!,”
”kau bohong!,” Hero menebak,” seorang Micky tidak akan penah berbicara seperti itu. Maafkan aku Micky. Aku hanya tak ingin kau membenciku dan menyesaliku,” tambah Hero seraya pergi dari hadapan Micky dengan air mata yang berjatuhan membasahi pipinya.
Sejenak Micky diam dan membiarkan bolanya berlari entah kemana. Saat ia sudah tak mendengar suara deruan mobil Hero di telinganya airmatanya berlinang membasahi wajahnya, makin lama suara tangisnya semakin jelas diantara angin yang melintas. Micky memacu motornya menuju sebuah tempat dimana ia bisa melupakan Hero dan Cameela yang pada kenyataanya ia tak tahu di mana tempat itu berada. Ia terus menambah kecepatannya meski hujan sedang mengguyur dan membuat jalanan menjadi licin. Tanpa ia sadari ia kehilangan kontrol atas kemudinya dan meluncur pada jurang yang tak tahu kemana akan jatuh nantinya.
Di saat yang bersamaan Hero menoleh pada pintu gerbangnya yang masih terbuka. Hujan yang telah membuat tubuhnya basah mengantarkan kembali pikirannya tentang Micky. Sampai ia merasakan sesuatu yang membuat hatinya benar- benar sedih dedaunan bergururan menyambut langkahnya yang menuju Cameela yang sudah menantinya di kejauhan. Saat ia sudah tiba di hadapan gadis itu, ia menyambutnya dengan handuk kering dan mengeringkan rambutnya
”ibumu sedang mempersiapkan dekorasi untuk pernikahn kita!,” katanya lembut, ”ia ingin kita menjadi orang yang paling bahagia di hari itu!,” tambahnya lagi sambil menunjukkan beberapa gambar pada Hero. Namun Hero tak memperhatikannya. Sesaat kemudian ia tersdar jika sesuatu seperti telah memukul dadanya kuat- kuat hingga nafasnya sesaak. Keringat diginnya terus keluar membasahi tubuhnya yang saat itu sudah basah oleh air hujan. Hero berusaha menahannya, namun rasa sakit itu telah mengacaukan pikirannya. Darah yang seharusnya mengalir pada pembuluh darahnya menetes keluar membasahi hidung dan bibirnya yang pucat. Ia merasa jika sudah tak ada lagi kehidupan yang terisi dalam dirinya hingga tubuhnya terhuyung dan jatuh memeluk lantai.
Cameela tak bisa menghentikan airmatanya saat melihat Hero yang terbaring lemah di balik kaca. Ia tak ingin kehilangan laki- laki itu meskipun malaikat Tuhan sudah berdiri di sampingnya untuk mengambil nyawa Hero. Namun tangisnya terhenti saat ia mendengar suara rintihan yang sudah tak asing lagi untuknya, suara tangisan dan rintihan Micky. Cameela berlari menyusuri lorong rumah sakit mencoba untuk menemukan suara itu, tapi yang di hadapinya adalah ruangan yang kosong tak berpenghuni. Cameela tak menyerah ia terus berlari mengejar suara yang sudah hampir tak terdengar di telinganya itu. Ia menerobos masuk ke ruangan ICU dan menemukan seseorang yang tak asing lagi untuknya sedang tergolek lemah dengan darah yang menyelimuti tubuhnya. Laki- laki itu merintih kesakitan seakan suara jeritannya telah mengisi relung otak Cameela yang telah penuh sesak oleh kesedihannya. Gadis itu tak kuasa mendengar suara tangisan Micky yang terdengar memilukan. Ia menghampiri laki-laki itu dan mengenggam tangannya erat- erat. Micky mengengam tangan Cameela seolah tak ingin melepaskannya. Sesaat kemudian Cameela teringat akan Hero, namun ia tak bisa melepaskan genggaman tangan Micky yang tak ingin dirinya pergi. Disaat yang bersamaan seorang perawat memisahkan tangan mereka, Cameela hanya bisa menitihkan airmatanya melihat Micky yang seolah makin jauh dari tatapan mataya. Ia berlari mejauhi ruangan itu dan kembali pada Hero.
Belum genap langkahnya menuju kamar Hero, ia mendengar suara jeritan Hero memenuhi seluruh ruang di dalam otaknya yang terasa sudah benar- benar penat. Saat matanya menemukan laki- laki itu ia melihatnya semakin pucat dengan darah yang terus membasahi hidungnya dan kulitnya yang bertambah pucat.
”Cameela!,” kata Hero tidak jelas, ”aku mau pulang! Aku aku tidak sakit!,” berusaha memberontak pada perawat yang sedang memasang infus padanya, ”Cameela aku mohon! Aku tidak ingin ada di sini!,” teriaknya menahan sakit. Cameela hanya bisa menangis sesunggukkan melihat Hero yang terus menahan rasa sakitnya dengan jeritan. Tak lama seorang dokter menyuntikkan sesuatu pada Hero dan membuatnya makin lama makin melemah dan memejamkan matanya meski enggan.
Saat pagi menjelang Cameela terbangun dengan tangan yang di genggam erat oleh Hero. Laki- laki itu masih tidur namun tak ada tanda- tanda ia akan segera bangun. Lama ia melamun, ia tersadar jika Micky juga berada di rumah sakit itu. Ia meninggalkan Hero sesaat dan melihat keadaan Micky. Micky juga belum sadar. Ia masih teraring lemah di tempat tidurnya tanpa tahu apa yang sedang terjadi juga pada Hero. Setiap pagi Cameela selalu mengunjungi Micky.
”dia belum sadar!,” kata ibu Micky yang menyambutnya dengan ramah.
”kawan!,” bisik Cameela lembut di telinga Micky yang masih koma, ”kenapa kau seperti ini? Kau sudah janjikan untuk tidak mengebut lagi? Ibumu merindukanmu, begitu juga aku dan Hero,” kata Cameela dengan airmata yang deras, ”maafkan aku yang selama ini hanya menemani Hero dan tak pernah menemuimu. Banyak hal yang tak kau mengerti tentang dia. Dia selalu menyayangimu lebih dari apapun dalam hidupnya, dan kau adalah satu- satunya sahabat terbaik yang pernah ia miliki. Aku mohon Micky, sadarlah untuk Hero!,”
Setelah sekian lama menunggu, Heropun sadar. Saat sadar, Hero tak menunjukkan jika ia sedang sakit dan takkan pernah sembuh lagi. Ia bahkan terus bercerita tentang semua hal yang akan ia lakukan saat mereka sudah menikah nantinya, ia juga ingin memiliki beberapa anak. Cameela hanya diam dan mendengarnya penuh rasa haru, ia tak ingin merusak khayalan indah Hero dengan mengatakan jika Micky juga sedang koma.
Beberapa hari kemudian, Cameela juga telah mendengar jika Micky telah sadar, tapi ia tak bisa menemuinya saat Hero masih bangun. Ia hanya bisa menemui Micky saat Hero sudah tertidur. Ia selalu melakukannya meskipun hanya untuk mengucapkan selamat malam.
Di saat yang bersamaan di pagi hari, Micky tak tahu kenapa ia masih terbangun di rumah sakit, padahal dirinya sudah tak ingin hidup lagi. Ia bahkan tak memperhatikan ke sekelilingnya meskipun itu adalah ibunya sendiri.
”apa Cameela datang berkunjung?,”
”ia selalu mengunjungimu, tapi kau tak pernah tahu!,” jawab ibunya sabar.
Micky tahu jika setiap malam Cameela selalu datang berkunjung dan mengucapkan selamat malam padanya, namun ia tak mengerti kenapa Cameela tak mau menemaninya saat kondisinya semakin lemah dan hidupnya juga tak lama. Lama ia memejamkan matanya ia tahu jika seseorang telah duduk di dekatnya, itu bukan ibunya melainkan Cameela. Ia juga bisa merasakan genggaman jemarinya yang hangat.
”Micky. Aku kesini untuk berpamitan, aku tak bisa mengucapkan selamat malam lagi padamu,” kata Cameela membuat Micky bertanya- tanya dalam hatinya, ”Hero ingin meminta maaf padamu. Ia ingin kau memaafkannya sebelum Tuhan menjemputnya. Dia belum sembuh, Hero justru semakin parah. Dia tak ingin menunggu pendonor jantung lagi. Ia tahu jika ia menerima jantung itu, sama saja ia menginginkan kematian orang lain. Ia tak memberi tahumu karena ia tahu kau pasti kecewa, kaulah yang paling mengharapkan kesembuhannya tapi ia tak bisa menepatinya, ia memilih untuk tidak pernah sembuh, ia frustasi, Micky,” papar Cammela dengan suara tangis yang memilukan, ”aku akan mengantarnya pulang esok. Aku harus menemaninya hingga hari terakhir dalam hidupnya. Setelah itu, aku berjanji akan menemanimu lagi. Tapi biarlah aku menemai Hero untuk sesaat, karena aku tahu aku takkan memilikinya selama hidupku. Maafkan aku Micky!,”
“hero tak ingin kau menyesalinya!,”
Setelah Micky tak merasakan Cameela disisinya. Air matanya menetes melewati pelupuk matanya yang tertutup rapat. Micky bertahan selama ini karena ia selalu menunggu ucapan selamat malam dari Cameela. Jika pada akhirnya ia dan Hero akan pergi begitu cepat semua pengorbanan dan penantian Cameela tak ada artinya dan Do’a pertamanya tidak akan terwujud, yaitu kesembuhan Hero.
Sementara ia tahu, ia tak mungkin seperti ini terus. Cepat atau lambat Tuhan pasti segera memanggilnya. Micky sudah tak dapat menahan air matanya ia membuka matanya lebar- lebar dan memanggil ibunya dengan suara yang lemah. Ia peluk wanita itu seolah esok ia tak bisa memeluknya lagi.
Hero telah mempersiakan semuanya. Bahkan infus dan darah yang dialirkan menuju tubuhnya sudah di hentikan. Ia tak memaki baju pasien lagi.
”kau sudah siap untuk pulang?,” tanya Cameela dengan suara yang lirih.
”ya! Sesampainya di rumah, aku akan meminta maaf pada Micky! Dan mengatakan semuanya,”
Cameela tersenyum kecil, karena hingga saat ini Hero tak tahu jika Micky masih terbaring lemah di rumah sakit. Tiba- tiba ponselnya berdering, Cameela mengangkat ponselnya dengan segera. Hero yang menyadari perubahan raut wajah Cameela merasa ada sesuatu hal yang buruk telah menimpa Micky.
Namun, tanpa ia sadari darahnya kembali menetes dan tubuhnya semakin lemah. Seasat ia bisa mendengar suara jeritan Cameela di telinganya dan semakin lama semakin hilang.
Pagi yang berkabut, titik- titik embun membasahi rambut Cameela yang berjalan menyusuri jalan setapak pemakaman. Ia melihat ibunda Micky yang masih duduk di sekitar makam anak tunggalnya. Perlahan ia terus mendekat dan menaruh seikat bunga mawar putih diantara bunga- bunga yang lain.
”maafkan saya,” katanya lirih, ”saya tidak menemaninya di malam itu seharusnya saya tidak pergi bukan?,” tanya Cameela menyesal dengan airmatanya yang tertahan.
Ibunda Micky hanya menundukkan wajahnya, ia tak bisa membenci Cameela, ”tidak, nak! Sejak awal saya sudah tahu, Micky tidak akan bertahan lebih lama,” katanya seraya memberikan sepucuk surat pada gadis itu, ”disini Micky menulis semua hal yang ingin ia lakukan, tapi ia belum bisa melukannya,” tambahnya seraya pergi dari hadapan Cameela
Perlahan Cameela membaca surat yang berisikan semua persaan Micky yang sebenarnya, ia tak bisa membenci Hero walau apapun yang telah ia lakukan itu menyakiti hati Hero sahabatnya, tapi itu lebih menyakiti hatinya. Ia tak ingin melihat Hero pergi, karena ia tahu Cameela pasti menagis. Hero telah mencoba untuk membuatnya senang dengan berura-pura sembuh dan Cameela telah berkorban untuk tetap menjaga cintanya, apa yang sudah Micky korbankan? Ia ingin Hero melanjutkan hidupnya dan melakukan hal berguna yang selama ini belum pernah ia berikan dengan sebaik mungkin. Dengan jatung yang saat ini sudah mengalir dalam tubuh Hero, Micky juga berharap jika Cameela tetap mengingatnya sebagai seseorang yang mencintinya sejak ia hidup dan akhir hayatnya, perasaan itu tidak pernah berubah sama dengan perasaan Hero padanya. Jika Hero sekali menyakitinya Micky akan memukulnya sekali, jika duakali, Micky akan memukulnya dua kali, jika Hero menyakiti Cameela tiga kali, Micky akan mencekiknya.
Begitu semua berakhir, Cameela tak pernah tahu jika semua akan berakhir seperti itu, satu pesan Micky yang selalu teringat dalam hati Hero, Jangan Pernah Berbohong dan jangan pernah megeluh tentang apa yang kita dapatkan? Tapi bertanyalah, apa yang sudah kita berikan? Itu akan jadi lebih baik. Kawan.
PROFIL PENULIS
Nama : Tantri Pradhita Yudhi Astri
TTL : Madiun, July 8th 1993
Email : rubyallesandra@rocketmail.com
Add facebook : http://www.facebook.com/21pricebestie
Twitter : https://twitter.com/#!/TantriPradhita
Nama : Tantri Pradhita Yudhi Astri
TTL : Madiun, July 8th 1993
Email : rubyallesandra@rocketmail.com
Add facebook : http://www.facebook.com/21pricebestie
Twitter : https://twitter.com/#!/TantriPradhita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar