Jumat, 18 Mei 2012

Cerpen Remaja - Secret Base

SECRET BASE
Karya Rahmarini F.

“Hoi, tunggu dong! Masa aku ditinggal!”
“Lama sekali kau, bisa-bisa kita tertangkap!”
“Benar.” Serentak dua orang.
“Jangan bertengkar! Sudah, lanjut jalan saja.”
“Arrgghhh… hahahahaha ayo cepat!”

Enam orang sahabat yang akan bersama, enam orang yang akan saling membantu, enam orang itu sekarang sedang berlari ke arah bukit untuk menghindari pengejaran seorang penjual, karena mereka tanpa sengaja telah merusak gerobaknya ketika sedang bermain.
“Huh, huh, huh, huh capek nih tapi hah… hah… tapi ini gara-gara Resi! Tadi kubilang jangan main bola di situ hah… hah…” gerutu Arin sambil tergelatak di hamparan rumput di bukit yang menghadap ke kota.
“Hei it’s not my fault.” balas Resi dengan tampang tidak merasa bersalah.
“Arin, itu kan kata-kataku yang melarang Resi main bola!!” ketus Kara.
“hehehe lupa lupa, tapi tetap saja Resi yang salah.” Ujar Arin.
“Kok aku?”
“Memang kamu bodoh.” Arai ikut-ikutan.
“Arai kaaauuuu….. hiaaa serangan harimau ngamuk!” Resi mengamuk.
“Resi kau dimana-mana tuh hobi banget berantem, pusing deh.” ceplos Heri yang melihat tingkah laku sang sahabat.
“Namanya juga jagoan, walupun namaku seperti nama cewek tapi aku tetap jagoan hem….” Resi membanggakan diri sendiri.
“Bodoh.” Satu kata yang diucapkan sahabat mereka Rika. Walaupun begitu mereka saling memahami satu dengan yang lain.
“Apa kau bilang?!”
“B.O.D.O.H, kau budek ya, oh berarti kau bodoh sekaligus budek ya.” ledek Rika dengan penuh perasaan.
“Kau hiaaaat…….” Resi menyerang.
“Sudahlah, kau tahu ‘kan sikapnya bagaimana, dia memang seperti itu.” lerai Arai dan Heri menepuk pundak Resi.
“Tapi menurutku kau juga agak bodoh, sih, hehehe.” Kali ini Arin yang meledek.
“Baiklah, aku salah, aku minta maaf tapi jangan panggil aku bodoh.” Akhirnya Resi mengaku salah dan meminta maaf.
“Baiklah, kami dan aku, Rika Rasasti, akan memaafkanmu, namun kalau kau berbuat seperti tadi, apa yang akan kita teriakan??”
“BODOH hahahahaha!” jawab Arin, Kara, Heri, dan Arai. Lalu mereka tergeletak di hamparan rumput di bukit itu, sambil memandangi langit yang biru. Namun saat mereka sudah mau pullang langit tiba-tiba mendung. “Woi balik, yuk!” ajak Arai dan Heri.
“Iya kayaknya mau hujan” Arin menjawab pertanyaan kedua sahabatnya. Namun hujan datang begitu cepat. Tik tik tik tik, bunyi hujan mulai mendatangi keenam sahabat itu
“Huaaa…. Hujan nih!” keluh Arin.
“Hei, itu disitu sepertinya ada rumah kosong, kita kesitu saja!” teriak Resi yang duluan mengahampiri rumah kosong tersebut.

Sesaat mereka sudah sampai di rumah kosong itu mereka hanya saling berpegangan punggung teman dan berkata, “aku lapar, haus, dan takut.”
“Permisi.” Dengan polosnya Arin memberi salam ke rumah tak berpenghuni itu.
“Rasanya rindu sekali.” ujar Heri saat melihat rumah kecil itu.
“Apanya yang rindu, kalian tidak lihat ini hanyalah ruangan yang terbuat dari kayu. Apa yang bisa dibilang rindu?” tanya Resi.
“Iya, benar kata Heri.” tanya Arin dengan muka tak berdosa.
“Arin, jangan memansang muka tak berdosa disaat seperti ini dong.” ucap Heri yang entah mengapa dia jadi tak bisa berkata apa-apa.
“Bodoh, ini mukaku dari lahir.”
“Imejmu berubah 180 derajat setelah kau bilang bodoh.” Rika dengan santai mengucapkan itu.
“Hah?? Apa, nggak mungkin!”
“…….” Semua terdiam lalu tertawa bersama dan mengabaikan kalimat Heri. “Rasanya rindu sekali.
“Hei, aku takut nih.” Kara mulai bicara.
“Hei, kita ini sudah SMA loh. Masa masih memampang kata ‘takut’ sih,” ledek Resi.
“Biarin, weeekk!” balas Kara sambil menjulurkan lidah.

Tiba-tiba Resi merasa ada sesuatu yang aneh, dia merasa bahwa dirinya sudah mengenal tempat ini dan teman-temannya padahal Resi dan teman-temamnnya baru saja kenalan semester kemarin. Dan Arai terus berpikir apa yang sudah terjadi.
“Hei kalian, padahal kita baru kenal semester kemarin, namun rasanya kok kita sudah lama dekat, ya. Dan rasanya aku tuh tahu tempat ini dan akrab dengan tempat ini.” Resi mengungkapkan rasa penasaran itu ke teman-temannya.
“Aku juga berpikir apa yang sedang dipikirkan Resi, seperti ada sesuatu yang ganjil.” Kara bepikiran sama.
“Huaaah Kara berpikiran sama yah seperti aku, huaaah Kara ayo kita toast!”
“Aku tak mau toast dengan orang ceroboh sepertimu.” ledek Kara.
“Jahat.” sepatah kata untuk membalas Kara. Sementara Kara dan Resi saling meledeki satu dengan yang lain, Rika, Heri, Arai, dan Arin hanya terdiam.
“Hei, kok pada diam sih?” tanya Resi kepada teman-temannya.
“Ki...kit....” Arai gelagapan, akhirnya kata-katanya diteruskan oleh Rika. “Kita lapar, oh iya kita coba aja cari sesuatu.”
“Mana mungkin ada, lagian susah kalau ingin mencari sesuatu dalam keadaan gelap begini.” balas Resi.
“Di sini tak gelap.” ucap Arin serius sambil, “kau lupa ya dengan semua ini!” ketus Arin yang sudah mulai naik darah.
“Memang ada apa disini, kenapa kau terlihat serius, memang aku melakukan kesalahan?” tanya Resi heran. Arin pun mulai habis kesabaran.
“Kau, kau tahu dulu kita in….” omongannya terputus oleh Rika. “Arin, kontrol emosimu. Jangan sampai kau kelepasan.”
“Tapi Rika.…” Arin menegeluh.
“Benar kata Rika, Rin, kau ingat kan.” Arai mulai menasihati Arin
“Maafkan aku ya Rika.”
“lho lho lho apa sih yang kalian bicarakan?” tanya Kara.
“Sudahlah bukan hal yang penting kok, hei gimana kalau kita hujan-hujanan!” ajak Heri yang langsung berlari keluar sambil berteriak “HOO…AYO KELUAR!” Kemudian yang lain langsung berlari keluar dan ikut hujan-hujanan, sedangkan Rika hanya melihat mereka dari jauh sambil menitikkan air mata.
“Dulu juga pernah seperti ini, persis sama seperti waktu itu, tapi kenapa kejadian itu terjadi!” batin Rika. Melihat Rika menangis Arai langsung menghampiri Rika.
“Kau teringat ya?” tanya Arai. Namun Rika tidak bisa menjawab karena takut mengeluarkan air mata di depan Arai.
“Aku tahu rasanya berat kok. Dulu kau sangat ceria, tapi karena kejadian itu kau jadi dingin dan tertutup, seperti bukan orang lain. Aku juga sedih kok waktu tahu Kara dan Resi tidak ingat kita. Tapi kau tak bisa seperti ini terus, aku ingin melihat raut mukamu yang ceria seperti dulu!” Arai yang agak ceroboh menasihati Rika. Rasanya tak mungkin bagi Rika, tapi itu kenyataan.
“Ayo jangan seperti bunga yang layu, tersenyumlah, ayo keluar!” hibur Arai sambil menjulurkan tangannya tanda mengajak hujan-hujanan. Rika hanya membalas dengan senyuman.

Setelah asyik berhujan-hujanan mereka bergegas pulang karena takut kesorean. Esoknya di sekolah mereka seperti biasa berkumpul di kantin pojokan, dan berbincang-bincang.
“Arai, kemarin itu seru ya!” Kara memulai pembicaraan.
“Iya, Dulu kan kita sering ke situ. Apalagi dulu Rika dan Res..”
“Arai stop….” Rika menyela.
“Maaf aku tak sengaja mengucapkannya.” Arai meminta maaf karena ada hal yang tidak mau didengar Rika. Tak lama kemudian Rika pergi meninggalkan mereka semua.
“Arai ada apa sih? Yang kamu maksud ‘dulu’ itu apa? Dan ada apa anatara aku dan Rika?” Resi bertanya kepada teman-temannya.
“Iya, ada apa?” Kara juga ikut-ikutan menyanyakan hal yang sama. Namun semua hanya terdiam dan sama sekali tak ada yang menjawab pertanyaan Resi dan Kara.

Ting Tong, Ting Tong!
“Sudah bel, aku mau masuk dulu!” Arai yang tak bisa menjawab prtanyaan Resi dan Kara langsung masuk ke kelas.
“Aku juga!” sahut yang lain kecuali Kara dan Resi.
Di kelas, Rika hanya terdiam dan sama sekali tidak menatap teman-temannya. Setelah bel pulang berbunyi Rika langsung bergegas pulang tanpa menyapa teman-temannya. Padahal sebelum Rika pulang, Arin mengajak ke tempat yang kemarin.

Di tempat itu mereka hanya diam dan saling mengacuhkan diri. Namun entah mengapa mereka ingin datang ke tempat itu.
“Untuk apa kita disini.” tanya Resi
“Entahlah, alasanmu datang kesini apa?” tanya Arin ke Resi.
“Aku merasa aku telah dekat dengan tempat ini. Hahaha, ngomong apa sih aku? Tempat jelek begini mana mungkin aku pernah main dan betah di tempat ini. Tempat kecil dan kumuh ini, betul tidak?”

Kini Heri tak tahan mendengar ucapan Resi. “Dasar bodoh, apa sih yang ada di otakmu? Dulu kau memuji tempat ini, selalu ingin disini dan Rik…”
“Stop Heri, kendalikan emosimu!” Arin langsung memotong kata-kata Heri. Lalu Arin, Heri, Arai pulang. Lalu disusul oleh Kara dengan muka tegang dan berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya diantara mereka.

Saat Rika dan keluarganya sedang duduk sambil menyantap sup jagung buatan kakak pertama Rika, Rika mengatakan sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh keluarganya.
“Ayah, Rika mau pindah saja ke rumah Paman.”
“Ukh, apa kau bilang?” sentak anggota keluarganya.
“Kok tiba-tiba sih?” tanya kakak keduanya, Dika.
“Bukannya kau paling tidak suka ke rumah Paman?” tanya kakak pertamanya, Siska.
“Ak…permisi aku sudah kenyang. Tolong pikirkan pertnyaanku tadi, aku duluan.” Lalu Rika pergi ke pintu yang bertuliskan ‘Rika’s Room’.
“Ada apa sih anak itu tiba-tiba saja poof sifatnya berubah menjadi dingin dan tidak jelas, menjengkelkan” gerutu Dika
“Hei, kau sudah lupa kejadian waktu itu? Mungkin itu yang membuatnya jadi dingin.” gertak Siska kepada Dika.
“Kejadian itu sudah sangat lama, dan dia bersikap dingin kira-kira baru beberapa bulan yang lalu.”
“Sudah-sudah, biarkan saja kalau dia mau ke rumah Paman.”
“Ibu!!!” sentak Dika dan Siska bersamaan.
“Iya?” jawab Ibu yang sangat santai.
“Kok Ibu tenang-tenang saja, sih?” tanya Dika.
“Jangan-jangan Ibu sudah tak sayang lagi dengan Rika?”
“Karena ibu sayang makanya Ibu mengizinkannya.”
“Tapi kan alasan dia pergi ke Rumah Paman belum jelas” Siska membalas ucapan Ibunya.
“Sudah tak apa, biarkan saja dia di rumah Paman, menenangkan perasaannya.”
“Perasaan? Maksudnya?” tanya Dika dan Siska.
“Adik kalian itu sedang syok dan ada masalah dengan persaannya jadi biarkan saja dia pergi menenangkan persaanya.” tegas Ayah mereka dengan tutur kata yang santai.
“Baiklah.”
Di balik perdebatan Siska, Dika, Ayah, dan Ibu Rika, Rika sedang menangis tanpa sebab. Dia menangis karena hanya ingin menangis, dia terus menangis sampai ia lelah dan tertidur.

Paginya saat sarapan….
“Rika, jika kau mau pergi ke rumah Paman, pergilah. Kami semua mengizinkan.” Ibunya menjawab pertanyaan Rika yang semalam
“Baiklah, hari Minggu aku pergi ke sana.”
“Apa ti…” Pertanyaan Siska terputus karena sentuhan tangan Ibunya dengan arti, ‘sudah biarkan saja dia pergi.’
“Sekarang hari Selasa, berarti aku punya waktu empat hari untuk membereskan barang-barangku. Ibu, tolong bantu aku ya sepulang sekolah.”
“Dengan senang hati.” Ibunya menjawab sambil tersenyum.
“I…” kata-kata Dika terputus, dia sudah pasrah dan dia ikut menyetujui kepergian Rika.

Di gerbang sekolah, Rika bertemu Kara. Saat Kara melihat Rika, ia langsung memeluk Rika dan berkata, “Maafkan aku sudah melupakanmu, itu semua karena peristiwa itu, maafkan aku, maafkan!” sambil menangis Kara tetap memeluk Rika.
“Ini bukan salahmu, aku mengerti kok.”
“Maafkan aku, jangan benci aku.”
“Aku tidak membencimu, aku menyayangimu.”
“Rika..” dia menyebut nama Rika sambil menangis tersedu-sedu.

Di sekolah semua masih sama, Rika bersikap dingin pada Resi sampai berhari-hari. Hari ini adalah hari Jum’at dan dimana Resi sudah tak tahan dengan sikap dingin Rika, setelah pulang sekolah Resi menggandeng tangan Rika agak keras sampai ke tempat yang waktu itu mereka kunjungi.
“Rika, aku sudah tak sabar lagi, apa sih maksudmu dengan bersikap dingin begitu?” tanya Resi.
“Haruskah aku menjawab?”
“Iya harus!”
“Jawabannya adalah nothing.”

Saat Rika berjalan menjauhi mereka, langkahnya disela oleh Resi, yang terus memegangi tangannya.
“Aku nggak akan melepaskan genggamanku sampai kau menjelaskannya!”
“Resi, sudah, lepaskan Rika!” teriak Arai dan teman-temannya yang mengejar Rika dan Resi.
“Nggak, nggak akan!”
“Kenapa?” tanya Arin.
“Aku mau tahu kenapa dia bersikap dingin padaku, dan ada hubungan apa antara aku dengannya dan tempat jelek ini!”
“Cukup! Kau mau tahu apa hubungan aku, kau, dan tempat ini? Dulu ini adalah tempat kita selalu bermain, selalu bercanda. Dan kau pernah berkata tak akan melupakan tempat ini dan kenangan yang ada di dalamnya, bahkan kau pernah memarahi Arin karena telah mengatai tempat ini, karena tempat ini adalah BASE kita, Secret Base dimana kita akan selalu bersama….” Emosi Rika mulai naik dan terus menaik.
“Ri…” Kata-kata Kara terputus.
“Sekarang kau mau bilang apa, pasti kau mau bilang kalau kau tak ingat dan semua ini hanya omong kosong. Perasaanku sakit waktu kau bilang tempat ini jelek. Karena disini kau menyatakan perasaanmu kepadaku dan bilang aku tidak akan melupakan semua ini apapun yang terjadi, tapi nyatanya apa? Aku benci mengatakan ini. Tapi kau yang minta, akan kujawab semua! Dan satu lagi, kau tahu bagaimana sedihnya waktu tahu kau dan Kara hilang ingatan akibat kecelakaan bis pariwisata kita waktu SMP?”
“Rika sudah, sudah!” Heri berusaha menenangkan Rika.
“Aku benci kau, benci, BENCI!!!!” Teriak Rika dan langsung pergi meninggalkan semuanya.
“Apa yang terjadi, apa maksudnya?”
“Kau dan Kara kehilangan ingatan waktu bis kita kecelakaan karena remnya blong sewaktu kita SMP, saat kecelakaan kau berusaha melindungi Rika dengan memeluknya, namun karena tabrakan sangat kencang kau terlempar dan membentur kaca, bahkan setelah dievakuasi, korban paling parah adalah kau karena duduk dibangku depan. Setelah itu Kara, lalu Rika.” jelas Heri.
“Iya, dan aku baru ingat sekarang, kalau saat itu aku terlempar sampai ke pintu, dan aku lupa semuanya. Kemarin lusa aku bisa mengingatnya walaupun sedikit samar-samar tapi aku ingat semuanya.” balas Kara yang dulu juga hilang ingatan.
“Jadi apakah kau sudah ingat semuanya??” tanya Arai.
“Apa sih?” Resi langsung pergi.

Di rumah Resi hanya bingung memikirkannya sampai-sampai handphonenya ia banting ke kaca meja riasnya. “Apa sih yang mereka pikirkan, mana mungkin a…” kata-katanya tak terlanjutkan karena kata-kta Rika tadi siang, ‘kau mau bilang apa, pasti kau mau bilang kalau kau tak ingat dan semua ini hanya omong kosong.’ Itulah yang diucapkan Rika.
“Res, ayo makan dulu.” ajak Ibu Resi sambil mengetuk pintu kamar.
“Ibu bisa masuk sebentar tidak, aku mau tanya sesuatu hal nih.”

Saat Ibunya masuk ia hanya kaget karena kamar Resi bagaikan kapal yang dihantam gelombang air laut. “Ada apa, Res?” Ibunya memulai pembicaraan.
“Ibu, apa yang terjadi waktu aku SMP?”
“Ma..maksudmu?”
“Ibu pasti tahu tentang kecelakaan itu kan?”
“Ke..ke..kecelakaan a..apa?”
“Ibu….” Resi megerutkan dahi.
“Baiklah….kau hilang ingatan karen kecelakaan bis waktu SMP.”
“Terus apa ibu tahu hubunganku dengan Rika?”
“Kalian pacaran.” Setelah mengucapkan kata itu Ibu Resi langsung keluar meninggalkan Resi, meninggalkan tanda tanya besar di benak Resi.

Esoknya Rika meminta agar semua berkumpul di secret base mereka. Semua heran mengapa ia tiba-tiba menyuruh mereka berkumpul.
“Rika, tumben sekali kau menyuruh kita kesini, sore-sore pula.” seru Arai.
“Besok pagi aku akan pindah ke rumah Paman, hanya aku.”
“Hah?” Mendengar itu, mereka hanya bisa kaget.
“Maksudmu p..pa..p..Pamanmu yang….” Arai terbata-bata.
“Iya.” Tanpa ekspresi dan tanpa ragu ia mengucapkan satu kata yang membuat teman-temannya sakit.
“Ri..R..” Kara tidak bisa menyebut nama Rika karena air matanya yang terbendung.
“Rika sa..sampai kapan k…kau pergi dan kapan kau kembali?” tanya Heri mengusap air matanya.
“Entahlah.” Sambil memalingkan wajahnya ke pemandangan sore dari atas bukit, ia melaanjutkan, “mungkin lima tahun.”
“Hah? Kau gila!” Arai terkejut namun sebenarnya dia sedang membendung air matanya.
“Atau sampai truma ini hilang.” Lanjut Rika yang masih memalingkan wajahnya ke pemandangan sore itu.
“I…itu butuh waktu yang lama k…kan?” tanya teman-temannya.
“Iya aku ingin perasaanku tenang seperti sebelum kecelakaan itu terjadi.”
“Kau jahat Rika.” Kara, dengan nada yang sedikit membentak.
“Aku akan lebih jahat jika perasaan ini tidak pernah tenang!” seru Rika. Semua terdiam karena sedih. Kara dan teman-temannya tak dapat lagi membendung air matanya.
“Rika, kau jahat jika kau tak kembali!” Nada yang sedikit mengancam dari Arin tak membuat Rika bicara sepatah katapun.
“Kau jahat jika kau tak memperlihatkan senyummu.” Nada yang sedikit mengancam juga disampaikan oleh Kara.

Rika menghela nafas “Aku pasti kembali menemui kalian.” Sambil tersenyum walau tak begitu indah tapi itulah senyuman pertama yang diberikan Rika untuk teman-temannya.
”Rikaa…” Kara dan Arin memeluk Rika sambil menangis tersedu-sedu.

Setelah mereka pulang, Arai, Resi, Kara, dan Arin mencoba menghubungi Resi. Namun handphone Resi di silent, sehingga ia tidak tahu bahwa teman-temannya menghubunginya. Keesokan harinya entah mengapa Resi bangun sedikit lebih pagi. Ketika ia bangun, ia kaget karena ada 30 missed call dan 10 sms dari teman-temannya.
“Resi, jika kau masih mau melihat Rika, temui dia di Bandara pukul 7 pagi.” Tertera yesterday 21.05 from Arai. Resi kaget dan bimbang untuk melihat kepergian Rika di bandara. Dalam hitungan lima detik dia langsung pegi ke bandara. Di pinggir jalan ia menunggu taksi namun tidak lewat, akhirnya ia pergi dengan sepedanya ia mengayuh dengan sekuat tenaga ketika sampai di Bandara ia melempar sepedanya dan berlari ke tempat pemberangkatan pesawat.

Untungnya dia tidak telat ia masih bisa melihat Rika “Rika…” teriak resi. Rika berbalik arah dan langsung menemukan Resi, namun Rika hanya tersenyum dan segera pergi untuk menaiki pesawat. Ketika Rika tersenyum semua ingatan Resi muncul kembali tentang kenangan bersama Rika maupun besama sahabat-sahabatnya.
“I can always wait you Rika.” Itulah kalimat terakhir untuk Rika dari Resi.

Setelah kejadian itu mereka terus menunggu, berjalan mengikuti waktu tanpa harus melirik ke belakang dan tetap menjalani semua rintangan. Dan tujuh tahun pun berlalu dengan singkat.
“Ini bunga mawar dari siapa kok ada di kamarku sih!” Resi heran melihat sekuntum bunga mawar di kamarnya. “Mbak, mbak, ini bunga dari siapa?” teriak Resi dari kamarnya memanggil mbak Yuyu.
“Tadi ada perempuan kesini, katanya Mbak suruh taruh bunga mawar ini di kamar Aden.” jelas Mbak Yuyu.
“Ciri-cirinya seperti apa?” tanya Resi.
“Tinggi, rambutnya lurus berwarna hitam, mukanya sedikit dingin tapi baik. Mukanya seperti mantan tuan.”
“Apa?” Resi pun bergegas pergi ke secret basenya. Ketika di jalan dia bertemu dengan teman-temannya.
“Resi, kau juga mendapatkan bunga mawar itu?” tanya teman-temannya.
“Iya, lebih baik kita cepat kesana.” Mereka pun berlari sampai ke tempat rahasia mereka. Ketika itu terlihat sebuah pelangi yang hilang dari penglihatan mereka, yaitu senyum terindah Rika.

PROFIL PENULIS
Nama: Rahmarini F.
Kelas 2 SMP 51 Jakarta.

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar