LEWAT TASBIH
Cerpen Dinda Candrasari
Kamar itu terlalu pengap untuk Reina melepas lelah hatinya, mungkin esok bisa ia nikmati kesejukkan pagi yang menentramkan hatinya nanti.
"Allah sangat mencintaiku daripada dirimu." Itulah kutipan terakhir yang Reina tulis dinote laptopnya..
Hari ini dia mendapatkan status terbaru dari kekasihnya yang tadi siang baru saja meninggalkannya untuk alasan yang sangat tak masuk akal bagi Reina.
Tapi Reina tak ingin terlalu memperdulikan masalah itu, karena sebelumnya ia tahu kekasihnya memang tak baik.
"Hhooaamm, ngantuk ah.. Good bye boy, I don't care with you ." sambil menutup lapotop kesayangannya Reina pun mulai memejamkan matanya.
Mungkin kekasihnya akan menyesal karena telah meninggalkan perempuan yang sangat sangat berbeda .
Gadis berjilbab, cantik, sholeh dengan segala keindahan dan kelembutannya yang hanya laki-laki tertentu yang mampu melihat keindahnnya.
Pagi pun membangunkan Reina dengan kesejukan yang berlinang dihatinya..
“Astagfirullahalazim telat bangun gue!” Reina bergegas mandi dan merapikan segala sesuatunya segera berangkat ke kampusnya..
"Allah sangat mencintaiku daripada dirimu." Itulah kutipan terakhir yang Reina tulis dinote laptopnya..
Hari ini dia mendapatkan status terbaru dari kekasihnya yang tadi siang baru saja meninggalkannya untuk alasan yang sangat tak masuk akal bagi Reina.
Tapi Reina tak ingin terlalu memperdulikan masalah itu, karena sebelumnya ia tahu kekasihnya memang tak baik.
"Hhooaamm, ngantuk ah.. Good bye boy, I don't care with you ." sambil menutup lapotop kesayangannya Reina pun mulai memejamkan matanya.
Mungkin kekasihnya akan menyesal karena telah meninggalkan perempuan yang sangat sangat berbeda .
Gadis berjilbab, cantik, sholeh dengan segala keindahan dan kelembutannya yang hanya laki-laki tertentu yang mampu melihat keindahnnya.
Pagi pun membangunkan Reina dengan kesejukan yang berlinang dihatinya..
“Astagfirullahalazim telat bangun gue!” Reina bergegas mandi dan merapikan segala sesuatunya segera berangkat ke kampusnya..
Dia tancap sepeda motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi, tapi sayangnya sepeda motornya tidak mendukung bannya tertusuk paku, Reina pun terpaksa berhenti.
“Masya Allah, ada apa ? Udah telat banget ini.” Reina panik sambil melihat jam tangan yang terus saja bergulir menunjukkan jam 7 lewat.
Reina merasa bingung hingga akhirnya ia putuskan untuk tidak kekampus dan ia terduduk ditrotoar sambil menikmati udara pagi yang masih sejuk dan mencoba menghubungi ayahnya yang sudah 15 menit tidak mendapat jawaban dari seberang sana. Reina tidak mungkin berangkat jika sepeda motornya ditinggal dipinggir jalan tanpa banyak kendaraan yang lalu lalang.
Jalanan ini memang tidak terlalu banyak dilewati kendaraan, hanya beberapa kendaraan dari komplek perumahan ini saja yang lewat .
Reina membuka botol minum yang ia bawa, tenggorokannya mencekitnya dengan dahaga.
“Assalamualaikum..” Suara berat dan lembut itu menyapa Reina dari belakang, Reina terkejut sampai membuat minuman ditangannya tumpah ke jilbabnya.
“Aduh maaf maaf dik, kalau mengejutkan” Laki-laki itu pun jadi salah tingkah begitupun Reina, Reina langsung bergegas dari duduknya dan langsung berdiri refleks.
“Waalaikumsalam, gapapa kok ka.” Belum sempat ia menyelesaikan omongannya ia sudah terpana oleh laki-laki yang terlihat sangat alim, dewasa, lembut, dan tampan.
“Subhanallah.” Gumam Reina, dan ia langsung tersadar setelah tangan laki-laki itu melambai dihadapan mukanya “Astagfirullahalazim, maaf maaf ka. Ada apa ya ka?” Reina langsung mengalihkan pandangannya sambil membenarkan jilbabnya.
“Ada yang bisa saya bantu ngga? Abis kayanya lagi kebingungan nih.” Laki-laki itu mencari apa yang membuat perempuan ini terlihat bingung, dan akhirnya ia menemukan sebabnya.
“Ooh bannya bocor, disitu ada tukang tambal ban tuh, jalan sebentar mau ?” Reina hanya mengangguk, dan mengikuti lelaki ini dari belakang, hingga sampailah mereka di tempat tambal ban.
Disana Reina hanya duduk terdiam sambil sesekali melirik jam tangan miliknya, lelaki itu pun juga berada disebelahnya lalu lelaki itu berdiri dan pamit pergi kepada Reina.
“Eh kamu mau kemana ?” Tanya Reina dengan sigap.
“Saya ada kelas , saya harus ke kampus. Maaf tidak bisa menemani. Assalamualaikum.” Tanpa sempat Reina mengucapkan terima kasih laki-laki itu sudah membalikkan badan dan setengah berlari meninggalkan Reina. “Waalaikumsalam” Ucap Reina dalam selirih suaranya.
Entah mengapa setelah laki-laki itu meninggalkannya, jantung Reina berdetak tidak karuan gelisah langsung melanda dirinya, dia menemukan tasbih yang terjatuh didekat kakinya Reina langsung meraih benda itu dan digenggam kuat-kuat oleh Reina, percuma saja ia memanggil lelaki itu keburu menghilang dari pandangan.
Disalah satu sisi dari biji tasbih itu terukir inisial ‘MR’, ia pun kembali kerumah otaknya selalu mencoba mengingat wajah laki-laki sholeh yang menggetarkan jiwa tersebut.
Dikamar ia bercermin dan tetap saja otaknya mencari memori yang tadi pagi terjadi.
“Ya Allah, mengapa aku? Tidak boleh aku membayangkan seseorang yang bukan muhrimku.”
Reina meletakkan tasbih itu diatas meja rias ia juga melepas jilbabnya dan merebahkan diri, karena terlalu lelah berjalan bersama laki-laki melembutkan jiwa tadi.
****
2 Tahun kemudian semenjak kejadian dipagi hari yang lalu.
Seperti biasa Reina menjalankan hari-harinya, namun beberapa minggu ini ia sangat sibuk mempersiapkan acara baksos dan tafakur alam yang diadakan kampusnya untuk beberapa minggu nanti.
“Na, bengong aja sih ah ayolah bantu-bantu deadline nih. Nanti ka Raihan mau dateng.” Khaira menyadarkan sahabatnya dari lamunan yang menghanyutkan Reina.
“Ka Raihan siapa?”
“Itu kakak mentor dari UI. Makanya ayo jangan ngeliatin tasbih aja,tasbih tuh dibuat zikir bukan diliatin aja.”
Reina tiba-tiba saja teringat pemilik tasbih berinisial ‘MR’ itu ia mencoba untuk mengingat wajah itu tapi otaknya menyamarkan wajahnya sehingga ia mengabaikannya, tasbih itu selalu menemaninya selama 2 tahun belakangan ini, ia selalu berzikir dengan tasbih itu .
“Ah bawel banget sih best friend gua ini hehe, yaudah dilanjutin lagi nih.” Khaira hanya menggeleng-gelengkan kepala, dan Reina sibuk dengan aktifitasnya melupakan sejenak tentang pemilik tasbih itu.
Sore ini, ada seminar islami dikampus Reina.
Reina menjadi panitia dalam acara ini, ia sangat sibuk hari ini.
“Reina, nanti yang nyambut ka Raihan kamu aja yah.” Dosen Reina menyuruh Reina yang baru saja melepas lelahnya .
“Saya pak ? memang tidak ada yang lain ?”
“Panitia humas sedang menjemput penceramah lainnya, Cuma kamu yang bapak liat tidak sedang sibuk. Bisa yah?” Reina pun hanya mampu menganggukan kepala dan menghabiskan minumnya yang baru setengah ia tenggak tadi, handphone-nya berdering ..
“Rei, ka Raihan udah mau nyampe di depan masjid kampus tuh, cepet kesana yah.” Khaira langsung menutup telponnya.
“Kebiasaan banget sih, nelpon ga ngucap salam nutup juga ga pake salam.” Reina menghela nafas dengan membetulkan jilbabnya yang hampir berantakan dan memulai langkahnya untuk menuju tempat yang Khaira bilang tadi.
Entah apa yang Reina pikirkan, ia berjalan dengan perasaan yang sangat tidak karuan jantungnya berdebar-debar langkahnya langsung sedikit dipercepat.
“Masya Allah, kenapa jantung aku jadi dag dig dug gini kaya mau nyambut presiden aja sih ih.” Reina berbicara sendiri dengan hatinya.
Sesampainya didepan masjid, ia menunggu rombongan dari UI yang mau datang itu..
“ Loh mana katanya mau nyampe, udah 5 menit gue disini. Jangan-jangan Khaira salah ngasih informasi lagi.” Reina langsung mengambil handphone-nya namun sebelum ia menekan tombol call....
“Assalamualaikum, dik Reina yah ?” Reina langsung terkejut.
“Waalaikumsalam, ya ampun kakak ngangetin aja. Ka Raihan yah?”
“Iya maaf yah nganggetin, udah lama nunggunya ? maaf tadi kami ada sedikit masalah sama mobilnya.”
“Iya gapapa kok ka, yasudah kakak dan yang lainnya sudah ditunggu di aula kampus, mari saya antar.” Reina memperhatikan lelaki ini ia merasa tidak asing dengan lelaki yang ada dihadapannya.
“Saya ngga asing sama wajah kakak deh, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Tanya Reina penasaran, dan laki-laki itu pun ternyata juga merasakan hal yang sama dengan Reina.
Namun Raihan hanya terdiam sambil mengingat-ingat apakah ia pernah bertemu dengan Reina.
“Aahh udahlah mungkin banyak yang mukanya kayak kakak hehe.” Reina mengalihkan pandangannya lalu Reina dan rombongan Raihan langsung menuju ke aula untuk diadakan mentoring dan seminar itu.
Setelah setengah jam berlalu di acara seminar tersebut, Reina memperhatikan Raihan yang sedari tadi berbicara depan umum dengan kelembutan suara yang menggema se-aula tersebut.
“Subhanallah, laki-laki itu ga cuma tampan, tapi imannya juga insya Allah kuat. Calon imam idaman bangeett.” Mata Reina langsung berdelik ke arah Khaira yang sedang setengah kehilangan sadar memperhatikan laki-laki yang disambut oleh Reina itu
“Masya Allah, Irraa.. tidak boleh kamu membayangkan laki-laki yang belom mahram.” Reina menepuk pundak Khaira.
“Astagfirullahalazim, khilaf aku Na. Hehe, abis mempesona banget si ka Raihan, nyesel aku kenapa bukan aku yang menyambutnya tadi.”
“Husshh, istigfar ah kamu..”
Khaira hanya tersenyum kecil dan memeluk sahabatnya itu.
Setelah satu jam, acara itu pun selesai bertepatan dengan azan maghrib..
“Reina Khaira, bapak boleh minta tolong lagi?” Suara pak Abdul mengejutkan Reina dan Khaira yang baru saja selesai sholat dan keluar dari Musholla.
“Masya Allah si bapak bikin kaget aja, iya ada apa pak?” Tanya Reina sambil merapihkan jilbabnya yang membuat dirinya semakin cantik.
“Tolong antarkan oleh-oleh ini kepada Raihan yah, dia ada di aula bapak tidak sempat bertemu karna bapak harus cepat pulang, tolong yah kamu antarkan.”
“ Oh baik pak, tenang dan beres.” Khaira mengacungkan jempolnya dan menarik tangan Reina untuk segera ke aula.
“ Tunggu-tunggu. Tolong sampaikan permintaan maaf dan salam bapak yah kepada nak Raihan.”
“ Siap pak, kami pergi dulu yah pak. Assalamualaikum.” Setelah itu mereka pun langsung menuju aula.
Di ruang tunggu disitu hanya ada Raihan dan kedua temannya..
“Assalamualaikum..” Sapa Reina saat membuka pintu aula.
“Waalaikumsallam.” Jawab Raihan dan kedua temannya.
“Boleh kami masuk?” Khaira langsung memasang tampang charmingnya.
“Ya silahkan, ada apa yah?” Tanya Fahri.
“Maaf menganggu, kami ingin mengantarkan titipan dari pak Abdul untuk kakak-kakak.” Khaira menyodorkan kotak yang lumayan berat itu kepada Fahri namun langsung diambil alih oleh Raihan.
“Sini biar saya saja yang membantu.” Tanya Fahri yang hampir meluluhkan Khaira itu.
“ Kata pak Abdul maaf tidak bisa bertemu dengan kakak karna beliau ada keperluan mendadak dan beliau menitip salam, semoga kakak-kakak tidak bosan berkunjung ke kempus kami.” Jelas Reina panjang lebar.
“ Oh iya tidak apa-apa. Salam balik juga ke pak Abdul.” Raihan pun tersenyum, dan seketika Reina pun tidak asing dengan senyuman itu tapi ia tidak terlalu menghiraukan itu.
“Baiklah, kami pamit pergi dulu. Assalamualaikum..” Reina dan Khaira pun membalik badan.
“Waalaikumsallam.” Baru beberapa Reina dan Khaira melangkah, Raihan melihat sebuah tasbih yang terjatuh dari tas Reina, dan tasbih itu tidak asing baginya, dia sigap meraih tasbih yang terjatuh itu.
“Dik Reina.” Raihan memanggil, dan Reina membalikkan badan jilbabnya setengah melayang karna tertiup angin, wajahnya sangat berseri-seri karena sering terkena air wudhu.
Jantung Raihan seketika berdegup kencang melihat begitu indahnya perempuan sholehah berada di hadapannya. “Subhanallah, betapa indahnya perempuan ini. Apakah ia jodohku?” Raihan berbicara lirih, mungkin hanya dirinya dan Allah swt yang mendengarnya.
“Iya ada apa yah ka?” Reina pun menghampiri Raihan yang teraku sejenak.
“ Ini tasbih kamu jatuh.” Raihan gugup, dan mengulurkan tasbih itu kepada Reina.
“Masya Allah, iya makasih yah kakak.” Tatapan Raihan semakin membuat Reina bingung, Raihan meneliti tasbih yang dipegang Reina tersbut.
“Ada apa ka? Ada yang aneh sama tasbih ini?”
“Coba kamu lihat bagian biji yang paling pertama ada ukiran inisial MR ngga?”
“ Iya ka ada, kenapa?” Tanya Reina yang semakin membuat jantungnya berdetak cepat kini.
“ Subhanallah, berarti benar itu milik saya yang pernah hilang 2 tahun lalu.” Reina tercengang, dan mencoba mengingat kejadian 2 tahun lalu sejak tasbih itu ia dapatkan dari laki-laki yang menolongnya itu.
“Ooohh berarti kakak yang menolong aku yah pas ban motor aku bocor?” Sekarang giliran Raihan yang mengingat-ingat.
Setelah ingat Raihan pun tertawa kecil yang membuat Reina pun tersenyum.
“Pantes aku ngga asing ngeliat kakak, ternyata memang kita pernah ketemu. Memang MR itu apa ka?”
“Itu inisial nama saya Muhammad Raihan.”
Disisi lain Khaira dan Fahmi hanya tercengang melihat mereka yang tiba-tiba saja akrab, mereka berdua pun jadi ikut tertawa.
Pertemuan yang tidak sengaja itu ternyata mengakrabkan mereka.
6 bulan kemudian, Reina diwisuda dengan gelar sarjana ekonominya.
Setelah Reina keluar dari aula, ia setengah berlalri kecil untuk berjumpa dengan orang tuanya tiba-tiba pundak Reina merasa sakit karena telah bertabrakan dengan seseorang yang juga sedang berlari.
“Reina.” Suara itu membuat Reina mengurungkan niat untuk mengeluarkan amarahnya, Reina langsung menaikkan mukanya.
“Ya Allah, kak Raihan? Kok bisa disini ?” Reina dan Raihan terlihat semeringah dan merona kedua pipi insan ciptaan Allah wa ajalla ini.
“Iya adik kakak juga lagi diwisuda, wah selamat yah udah jadi sarjana.”
“Iya makasih ka.” Tiba-tiba suasana menjadi hening seketika mereka saling salah tingkah, dan akhirnya Raihan mengutarakan isi hatinya.
“Rei, boleh aku berbicara suatu hal yang sedikit pribadi?”
“Iya ka ada apa?”
“Heemm, bolehkah aku mengenalmu lebih dekat dan insya Allah bisa menjadi imammu nanti jika kau izinkan?” Perasaan Reina menjadi tidak karuan rasa bahagia yang hari ini ia dapatkan tertumpuk dihati dan pikirannya membuat bibirnya kelu dan kaku.
Dan sekarang yang ia bisa lakukan hanya menganggukan kepala dan tersenyum kepada laki-laki idaman yang kini ada dihadapannya...
“Masya Allah, ada apa ? Udah telat banget ini.” Reina panik sambil melihat jam tangan yang terus saja bergulir menunjukkan jam 7 lewat.
Reina merasa bingung hingga akhirnya ia putuskan untuk tidak kekampus dan ia terduduk ditrotoar sambil menikmati udara pagi yang masih sejuk dan mencoba menghubungi ayahnya yang sudah 15 menit tidak mendapat jawaban dari seberang sana. Reina tidak mungkin berangkat jika sepeda motornya ditinggal dipinggir jalan tanpa banyak kendaraan yang lalu lalang.
Jalanan ini memang tidak terlalu banyak dilewati kendaraan, hanya beberapa kendaraan dari komplek perumahan ini saja yang lewat .
Reina membuka botol minum yang ia bawa, tenggorokannya mencekitnya dengan dahaga.
“Assalamualaikum..” Suara berat dan lembut itu menyapa Reina dari belakang, Reina terkejut sampai membuat minuman ditangannya tumpah ke jilbabnya.
“Aduh maaf maaf dik, kalau mengejutkan” Laki-laki itu pun jadi salah tingkah begitupun Reina, Reina langsung bergegas dari duduknya dan langsung berdiri refleks.
“Waalaikumsalam, gapapa kok ka.” Belum sempat ia menyelesaikan omongannya ia sudah terpana oleh laki-laki yang terlihat sangat alim, dewasa, lembut, dan tampan.
“Subhanallah.” Gumam Reina, dan ia langsung tersadar setelah tangan laki-laki itu melambai dihadapan mukanya “Astagfirullahalazim, maaf maaf ka. Ada apa ya ka?” Reina langsung mengalihkan pandangannya sambil membenarkan jilbabnya.
“Ada yang bisa saya bantu ngga? Abis kayanya lagi kebingungan nih.” Laki-laki itu mencari apa yang membuat perempuan ini terlihat bingung, dan akhirnya ia menemukan sebabnya.
“Ooh bannya bocor, disitu ada tukang tambal ban tuh, jalan sebentar mau ?” Reina hanya mengangguk, dan mengikuti lelaki ini dari belakang, hingga sampailah mereka di tempat tambal ban.
Disana Reina hanya duduk terdiam sambil sesekali melirik jam tangan miliknya, lelaki itu pun juga berada disebelahnya lalu lelaki itu berdiri dan pamit pergi kepada Reina.
“Eh kamu mau kemana ?” Tanya Reina dengan sigap.
“Saya ada kelas , saya harus ke kampus. Maaf tidak bisa menemani. Assalamualaikum.” Tanpa sempat Reina mengucapkan terima kasih laki-laki itu sudah membalikkan badan dan setengah berlari meninggalkan Reina. “Waalaikumsalam” Ucap Reina dalam selirih suaranya.
Entah mengapa setelah laki-laki itu meninggalkannya, jantung Reina berdetak tidak karuan gelisah langsung melanda dirinya, dia menemukan tasbih yang terjatuh didekat kakinya Reina langsung meraih benda itu dan digenggam kuat-kuat oleh Reina, percuma saja ia memanggil lelaki itu keburu menghilang dari pandangan.
Disalah satu sisi dari biji tasbih itu terukir inisial ‘MR’, ia pun kembali kerumah otaknya selalu mencoba mengingat wajah laki-laki sholeh yang menggetarkan jiwa tersebut.
Dikamar ia bercermin dan tetap saja otaknya mencari memori yang tadi pagi terjadi.
“Ya Allah, mengapa aku? Tidak boleh aku membayangkan seseorang yang bukan muhrimku.”
Reina meletakkan tasbih itu diatas meja rias ia juga melepas jilbabnya dan merebahkan diri, karena terlalu lelah berjalan bersama laki-laki melembutkan jiwa tadi.
****
2 Tahun kemudian semenjak kejadian dipagi hari yang lalu.
Seperti biasa Reina menjalankan hari-harinya, namun beberapa minggu ini ia sangat sibuk mempersiapkan acara baksos dan tafakur alam yang diadakan kampusnya untuk beberapa minggu nanti.
“Na, bengong aja sih ah ayolah bantu-bantu deadline nih. Nanti ka Raihan mau dateng.” Khaira menyadarkan sahabatnya dari lamunan yang menghanyutkan Reina.
“Ka Raihan siapa?”
“Itu kakak mentor dari UI. Makanya ayo jangan ngeliatin tasbih aja,tasbih tuh dibuat zikir bukan diliatin aja.”
Reina tiba-tiba saja teringat pemilik tasbih berinisial ‘MR’ itu ia mencoba untuk mengingat wajah itu tapi otaknya menyamarkan wajahnya sehingga ia mengabaikannya, tasbih itu selalu menemaninya selama 2 tahun belakangan ini, ia selalu berzikir dengan tasbih itu .
“Ah bawel banget sih best friend gua ini hehe, yaudah dilanjutin lagi nih.” Khaira hanya menggeleng-gelengkan kepala, dan Reina sibuk dengan aktifitasnya melupakan sejenak tentang pemilik tasbih itu.
Sore ini, ada seminar islami dikampus Reina.
Reina menjadi panitia dalam acara ini, ia sangat sibuk hari ini.
“Reina, nanti yang nyambut ka Raihan kamu aja yah.” Dosen Reina menyuruh Reina yang baru saja melepas lelahnya .
“Saya pak ? memang tidak ada yang lain ?”
“Panitia humas sedang menjemput penceramah lainnya, Cuma kamu yang bapak liat tidak sedang sibuk. Bisa yah?” Reina pun hanya mampu menganggukan kepala dan menghabiskan minumnya yang baru setengah ia tenggak tadi, handphone-nya berdering ..
“Rei, ka Raihan udah mau nyampe di depan masjid kampus tuh, cepet kesana yah.” Khaira langsung menutup telponnya.
“Kebiasaan banget sih, nelpon ga ngucap salam nutup juga ga pake salam.” Reina menghela nafas dengan membetulkan jilbabnya yang hampir berantakan dan memulai langkahnya untuk menuju tempat yang Khaira bilang tadi.
Entah apa yang Reina pikirkan, ia berjalan dengan perasaan yang sangat tidak karuan jantungnya berdebar-debar langkahnya langsung sedikit dipercepat.
“Masya Allah, kenapa jantung aku jadi dag dig dug gini kaya mau nyambut presiden aja sih ih.” Reina berbicara sendiri dengan hatinya.
Sesampainya didepan masjid, ia menunggu rombongan dari UI yang mau datang itu..
“ Loh mana katanya mau nyampe, udah 5 menit gue disini. Jangan-jangan Khaira salah ngasih informasi lagi.” Reina langsung mengambil handphone-nya namun sebelum ia menekan tombol call....
“Assalamualaikum, dik Reina yah ?” Reina langsung terkejut.
“Waalaikumsalam, ya ampun kakak ngangetin aja. Ka Raihan yah?”
“Iya maaf yah nganggetin, udah lama nunggunya ? maaf tadi kami ada sedikit masalah sama mobilnya.”
“Iya gapapa kok ka, yasudah kakak dan yang lainnya sudah ditunggu di aula kampus, mari saya antar.” Reina memperhatikan lelaki ini ia merasa tidak asing dengan lelaki yang ada dihadapannya.
“Saya ngga asing sama wajah kakak deh, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Tanya Reina penasaran, dan laki-laki itu pun ternyata juga merasakan hal yang sama dengan Reina.
Namun Raihan hanya terdiam sambil mengingat-ingat apakah ia pernah bertemu dengan Reina.
“Aahh udahlah mungkin banyak yang mukanya kayak kakak hehe.” Reina mengalihkan pandangannya lalu Reina dan rombongan Raihan langsung menuju ke aula untuk diadakan mentoring dan seminar itu.
Setelah setengah jam berlalu di acara seminar tersebut, Reina memperhatikan Raihan yang sedari tadi berbicara depan umum dengan kelembutan suara yang menggema se-aula tersebut.
“Subhanallah, laki-laki itu ga cuma tampan, tapi imannya juga insya Allah kuat. Calon imam idaman bangeett.” Mata Reina langsung berdelik ke arah Khaira yang sedang setengah kehilangan sadar memperhatikan laki-laki yang disambut oleh Reina itu
“Masya Allah, Irraa.. tidak boleh kamu membayangkan laki-laki yang belom mahram.” Reina menepuk pundak Khaira.
“Astagfirullahalazim, khilaf aku Na. Hehe, abis mempesona banget si ka Raihan, nyesel aku kenapa bukan aku yang menyambutnya tadi.”
“Husshh, istigfar ah kamu..”
Khaira hanya tersenyum kecil dan memeluk sahabatnya itu.
Setelah satu jam, acara itu pun selesai bertepatan dengan azan maghrib..
“Reina Khaira, bapak boleh minta tolong lagi?” Suara pak Abdul mengejutkan Reina dan Khaira yang baru saja selesai sholat dan keluar dari Musholla.
“Masya Allah si bapak bikin kaget aja, iya ada apa pak?” Tanya Reina sambil merapihkan jilbabnya yang membuat dirinya semakin cantik.
“Tolong antarkan oleh-oleh ini kepada Raihan yah, dia ada di aula bapak tidak sempat bertemu karna bapak harus cepat pulang, tolong yah kamu antarkan.”
“ Oh baik pak, tenang dan beres.” Khaira mengacungkan jempolnya dan menarik tangan Reina untuk segera ke aula.
“ Tunggu-tunggu. Tolong sampaikan permintaan maaf dan salam bapak yah kepada nak Raihan.”
“ Siap pak, kami pergi dulu yah pak. Assalamualaikum.” Setelah itu mereka pun langsung menuju aula.
Di ruang tunggu disitu hanya ada Raihan dan kedua temannya..
“Assalamualaikum..” Sapa Reina saat membuka pintu aula.
“Waalaikumsallam.” Jawab Raihan dan kedua temannya.
“Boleh kami masuk?” Khaira langsung memasang tampang charmingnya.
“Ya silahkan, ada apa yah?” Tanya Fahri.
“Maaf menganggu, kami ingin mengantarkan titipan dari pak Abdul untuk kakak-kakak.” Khaira menyodorkan kotak yang lumayan berat itu kepada Fahri namun langsung diambil alih oleh Raihan.
“Sini biar saya saja yang membantu.” Tanya Fahri yang hampir meluluhkan Khaira itu.
“ Kata pak Abdul maaf tidak bisa bertemu dengan kakak karna beliau ada keperluan mendadak dan beliau menitip salam, semoga kakak-kakak tidak bosan berkunjung ke kempus kami.” Jelas Reina panjang lebar.
“ Oh iya tidak apa-apa. Salam balik juga ke pak Abdul.” Raihan pun tersenyum, dan seketika Reina pun tidak asing dengan senyuman itu tapi ia tidak terlalu menghiraukan itu.
“Baiklah, kami pamit pergi dulu. Assalamualaikum..” Reina dan Khaira pun membalik badan.
“Waalaikumsallam.” Baru beberapa Reina dan Khaira melangkah, Raihan melihat sebuah tasbih yang terjatuh dari tas Reina, dan tasbih itu tidak asing baginya, dia sigap meraih tasbih yang terjatuh itu.
“Dik Reina.” Raihan memanggil, dan Reina membalikkan badan jilbabnya setengah melayang karna tertiup angin, wajahnya sangat berseri-seri karena sering terkena air wudhu.
Jantung Raihan seketika berdegup kencang melihat begitu indahnya perempuan sholehah berada di hadapannya. “Subhanallah, betapa indahnya perempuan ini. Apakah ia jodohku?” Raihan berbicara lirih, mungkin hanya dirinya dan Allah swt yang mendengarnya.
“Iya ada apa yah ka?” Reina pun menghampiri Raihan yang teraku sejenak.
“ Ini tasbih kamu jatuh.” Raihan gugup, dan mengulurkan tasbih itu kepada Reina.
“Masya Allah, iya makasih yah kakak.” Tatapan Raihan semakin membuat Reina bingung, Raihan meneliti tasbih yang dipegang Reina tersbut.
“Ada apa ka? Ada yang aneh sama tasbih ini?”
“Coba kamu lihat bagian biji yang paling pertama ada ukiran inisial MR ngga?”
“ Iya ka ada, kenapa?” Tanya Reina yang semakin membuat jantungnya berdetak cepat kini.
“ Subhanallah, berarti benar itu milik saya yang pernah hilang 2 tahun lalu.” Reina tercengang, dan mencoba mengingat kejadian 2 tahun lalu sejak tasbih itu ia dapatkan dari laki-laki yang menolongnya itu.
“Ooohh berarti kakak yang menolong aku yah pas ban motor aku bocor?” Sekarang giliran Raihan yang mengingat-ingat.
Setelah ingat Raihan pun tertawa kecil yang membuat Reina pun tersenyum.
“Pantes aku ngga asing ngeliat kakak, ternyata memang kita pernah ketemu. Memang MR itu apa ka?”
“Itu inisial nama saya Muhammad Raihan.”
Disisi lain Khaira dan Fahmi hanya tercengang melihat mereka yang tiba-tiba saja akrab, mereka berdua pun jadi ikut tertawa.
Pertemuan yang tidak sengaja itu ternyata mengakrabkan mereka.
6 bulan kemudian, Reina diwisuda dengan gelar sarjana ekonominya.
Setelah Reina keluar dari aula, ia setengah berlalri kecil untuk berjumpa dengan orang tuanya tiba-tiba pundak Reina merasa sakit karena telah bertabrakan dengan seseorang yang juga sedang berlari.
“Reina.” Suara itu membuat Reina mengurungkan niat untuk mengeluarkan amarahnya, Reina langsung menaikkan mukanya.
“Ya Allah, kak Raihan? Kok bisa disini ?” Reina dan Raihan terlihat semeringah dan merona kedua pipi insan ciptaan Allah wa ajalla ini.
“Iya adik kakak juga lagi diwisuda, wah selamat yah udah jadi sarjana.”
“Iya makasih ka.” Tiba-tiba suasana menjadi hening seketika mereka saling salah tingkah, dan akhirnya Raihan mengutarakan isi hatinya.
“Rei, boleh aku berbicara suatu hal yang sedikit pribadi?”
“Iya ka ada apa?”
“Heemm, bolehkah aku mengenalmu lebih dekat dan insya Allah bisa menjadi imammu nanti jika kau izinkan?” Perasaan Reina menjadi tidak karuan rasa bahagia yang hari ini ia dapatkan tertumpuk dihati dan pikirannya membuat bibirnya kelu dan kaku.
Dan sekarang yang ia bisa lakukan hanya menganggukan kepala dan tersenyum kepada laki-laki idaman yang kini ada dihadapannya...
Baca juga Cerpen Islam yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar