BIARKAN KU MELIHAT SURGA
Karya Ghiffary Amanda Sastre
“Maaf, Din. Aku harus pergi”
“Tidddaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk................................................!!!!!!!!!!”
“Maaf, Din. Aku harus pergi”
“Tidddaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk................................................!!!!!!!!!!”
Itulah percakapan mereka terakhir kalinya, pertemuan yang berakhir dengan airmata dari keduanya. Dan pergilah....
***
Hilang sudah canda tawa kebahagiaan dari Chocky. Setelah 2th lebih mereka pacaran, kini sifat Chocky berubah drastis 380 derajat. Tak lagi ia selalu bersama dengan Dinda. Dulu, tak ada kegiatan apapun yang tidak mereka lakukan bersama, setiap saat. Kesetiaan membuat kisah mereka tak pernah ada kata RAPUH, atau sekedar marahan. Salah satunya selalu saja bergantian untuk mengalah. Karena mereka tahu, bila tak begitu, hubungan ini akan segera berakhir. Banyak yang bilang, mereka berdua serasi. Bak perahu tanpa air takkan pernah bisa berjalan, mereka selalu beriringan.
***
Hilang sudah canda tawa kebahagiaan dari Chocky. Setelah 2th lebih mereka pacaran, kini sifat Chocky berubah drastis 380 derajat. Tak lagi ia selalu bersama dengan Dinda. Dulu, tak ada kegiatan apapun yang tidak mereka lakukan bersama, setiap saat. Kesetiaan membuat kisah mereka tak pernah ada kata RAPUH, atau sekedar marahan. Salah satunya selalu saja bergantian untuk mengalah. Karena mereka tahu, bila tak begitu, hubungan ini akan segera berakhir. Banyak yang bilang, mereka berdua serasi. Bak perahu tanpa air takkan pernah bisa berjalan, mereka selalu beriringan.
Ya, di usia Chocky yang mulai beranjak meninggalkan masa remaja, dan kini sudah bekerja disebuah perkantoran yang cukup megah. Beda dengan Dinda, dia kini masih duduk di bangku kuliah semester 2. Harapan mereka, hingga menikah nanti, saling berdampingan satu sama lain, dan bahagia. Namun semua kandas ditengah jalan, ketika Dinda tahu dan merasa bahwa sikap Chocky berubah. Tak lagi perhatian, menuruti keinginannya untuk bertemu, bermain bersama, hilang.
***
14 Maret. Tepat hari ini, usia pacaran mereka 3th. Tak ada yang spesial. Chocky tetap tak beri kabar pada Dinda. Dinda bertanya-tanya sendiri, apa ia masih dianggap sebagai kekasih yang di cintainya? Namun pertanyaan itu tak pernah ia lontarkan pada Chocky, takut kalau-kalau ia akan marah. Dan pertanyaan yang terus terputar secara otomatis di otak Dinda tak pernah terjawab. Hingga sore itu pun, Dinda datang kerumah Chocky. Biar saja, Dinda tak peduli dengan reaksi Chocky nanti.
“Permisi, Chocky nya ada?” tanya Dinda saat ada seorang anak didepannya, kira-kita baru kelas 2 SMP. Mungkin adik ini yang di maksud Chocky pada setiap cerita harinya, batin Dinda.
“Oh, tidak ada kak. Maaf!” jawab anak itu singkat, yang segera menutup pintu rumah dengan sedikit keras.
“Oh, ya ampun! Keras sekali” batin Dinda kaget, seraya mengelus-elus dada. Segera ia pergi dengan hati kecewa. Tak bisa ia bendung air mata itu. Mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi. Dan
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrgggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.....................................................................................................................................................................................................
Truk besar telah ditabrak mobil Dinda, dan terkaparlah dengan segenap darah yang terus mengalir dari hampir setiap sudut tubuhnya. Entah bagaimana itu kejadiannya, tadi Dinda sungguh tak bisa mengendalikan rasa kecewa dan rindunya ia pada Chocky. Segera ia dibawa oleh warga setempat ke rumah sakit.
***
Sudah hampir 2 minggu Dinda tak sadarkan diri. Ia begitu lemah, dengan banyaknya perban yang terpasang sana-sini, kepala pun tak luput masih banyak bercak merah itu. Orang tuanya dari Medan, segera datang menemui anaknya, yang memang jauh, kuliah di kota Keraton Yogya. Sedih sekali rasanya melihat anak semata wayangnya itu sakit, ikut merasakan. Ibunya tak henti jua menangis.
Tepat ke-3 minggunya Dinda tak sadarkan diri. Chocky tetap tak menjenguk Dinda. Sudah berkali-kali teman-teman Dinda hilir-mudik untuk menjenguknya. Tapi tak ditemukan sosok Chocky oleh kedua orang tua Dinda. Kekasih yang selalu ia banggakan pada setiap cerita kabar pada orang tuanya.
***
14 Maret. Tepat hari ini, usia pacaran mereka 3th. Tak ada yang spesial. Chocky tetap tak beri kabar pada Dinda. Dinda bertanya-tanya sendiri, apa ia masih dianggap sebagai kekasih yang di cintainya? Namun pertanyaan itu tak pernah ia lontarkan pada Chocky, takut kalau-kalau ia akan marah. Dan pertanyaan yang terus terputar secara otomatis di otak Dinda tak pernah terjawab. Hingga sore itu pun, Dinda datang kerumah Chocky. Biar saja, Dinda tak peduli dengan reaksi Chocky nanti.
“Permisi, Chocky nya ada?” tanya Dinda saat ada seorang anak didepannya, kira-kita baru kelas 2 SMP. Mungkin adik ini yang di maksud Chocky pada setiap cerita harinya, batin Dinda.
“Oh, tidak ada kak. Maaf!” jawab anak itu singkat, yang segera menutup pintu rumah dengan sedikit keras.
“Oh, ya ampun! Keras sekali” batin Dinda kaget, seraya mengelus-elus dada. Segera ia pergi dengan hati kecewa. Tak bisa ia bendung air mata itu. Mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi. Dan
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrgggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.....................................................................................................................................................................................................
Truk besar telah ditabrak mobil Dinda, dan terkaparlah dengan segenap darah yang terus mengalir dari hampir setiap sudut tubuhnya. Entah bagaimana itu kejadiannya, tadi Dinda sungguh tak bisa mengendalikan rasa kecewa dan rindunya ia pada Chocky. Segera ia dibawa oleh warga setempat ke rumah sakit.
***
Sudah hampir 2 minggu Dinda tak sadarkan diri. Ia begitu lemah, dengan banyaknya perban yang terpasang sana-sini, kepala pun tak luput masih banyak bercak merah itu. Orang tuanya dari Medan, segera datang menemui anaknya, yang memang jauh, kuliah di kota Keraton Yogya. Sedih sekali rasanya melihat anak semata wayangnya itu sakit, ikut merasakan. Ibunya tak henti jua menangis.
Tepat ke-3 minggunya Dinda tak sadarkan diri. Chocky tetap tak menjenguk Dinda. Sudah berkali-kali teman-teman Dinda hilir-mudik untuk menjenguknya. Tapi tak ditemukan sosok Chocky oleh kedua orang tua Dinda. Kekasih yang selalu ia banggakan pada setiap cerita kabar pada orang tuanya.
Entah darimana itu. Suatu malam, Dinda bermimpi, dan mengigau memanggil-manggil nama Chocky. Sentak orang tua Dinda kaget dan menggerak-gerakkan tubuh Dinda namun tetap saja nama itu di panggil, dan Dinda tak sadarkan diri. Kembali lagi ia pingsan dan tertidur pulas. Sedih benar kedua orang tuanya.
Tepat minggu ke-4, Chocky baru datang ke rumah sakit, ingin menjenguk Dinda. Walau dengan berat hatinya ia melangkah. Entah karena apa. Biar sudah sebulan, Dinda belum juga sadarkan diri. Sekarat mungkin bila dikata orang-orang umum. Antara hidup dan mati. Setengah nyawa sedang berada di alam sana.
Sesampainya Chocky di rumah sakit, dengan refleks ia berlari ke kamar Dinda. Dan saat sampai di depan pintu, tanpa ragu ia buka dengan cepat, dan segera memeluk Dinda. Ia menyesal sekali. Dinda sudah 4 minggu di rumah sakit, dan tak sadarkan diri. Tapi mengapa ia masih saja memikirkan dirinya sendiri agar Dinda dapat membencinya. Selamanya. Karena penyakit di tubuhnya secara perlahan membunuh jiwa dan raganya.
“Dindaaaaaaaaaa................. maafkan aku, Din! Kenapa kamu bisa kayak gini?” tangis Chocky memeluk, seraya mengguncang kecil tubuh Dinda.
Satu jam kemudian. Pelukkan itu lemah, melemas, dan akhirnya Chocky tertidur dengan posisi kepala di samping tangan Dinda. Pulas. Mungkin lelah karena selama satu jam tadi Chocky menangis menyesali perbuatannya.
***
“Chocky... Chocky... jangan pergi! Jangan tinggalin aku sendirian, Choc! Aku rapuh.” Dinda kembali mengigau. Perlahan mata Chocky terbuka.
“Din..Dinda! Bangun, Din! Aku disini, sayang.” Saut Chocky
Perlahan mata Dinda melihat dunia. Kelam..putih seluruhnya.
“Aku dimana?” tanya Dinda dengan suara lirih
“Kamu dirumah sakit, sayang. Maafin aku ya, Din.” Penyesalan Chocky terus membuntuti. “Gimana ceritanya, Din? Kamu kok bisa, ya ampun..sampai berdarah sana-sini, sayang?” lanjut Chocky.
“Kamu kemana aja, Choc? Waktu itu aku kerumah kamu, karena aku tau, hari itu adalah hari our anniversary 3 years. Gak ada kabar dari kamu. aku berharap, kalau aku pergi ke rumah kamu, aku bakal temuin kamu. Tapi nyatanya, adik kamu yang buka pintu. Terus dia jawab sesingkat mungkin bilang kamu gak ada dirumah. Aku sedih, Choc. Aku kecewa! Apa kamu gak...”
Penjelasan Dinda belum berakhir. Namun segera ditutup dengan sentuhan lembut jari telunjuk Chocky. Ia cukup. Cukup pedih, dan air mata itu keluar mendengar penjelasan Dinda. Bersalah..sekali. Ia tak pernah maksud mencelakai Dinda, sebagai kekasihnya. Namun apalah daya? Takdir secara perlahan membuat darah Dinda tumpah ruah di jalanan. Dan tak hanya itu. Sungguh menyedihkan.
“Choc...” panggil Dinda lembut.
“Iya. Kenapa, Din? Kamu mau apa, sayang?”
“Tolong lihat kakiku, Choc. Aku merasa tidak enak.”
Dan betapa terkejutnya Chocky. Kaki kiri kekasihnya itu telah di amputasi. Karena tulang keringnya telah patah terjepit pintu mobil depan, yang mengakibatkan darah keluar tak henti-hentinya.
Kembali lagi air mata penyesalan mengalir membentuk anak sungai dipipi Chocky.
“Kenapa, Choc? Kakiku hilang?” Dinda bertanya seraya mengerutkan kening.
“Maafkan aku, sayang. Maafkan aku! Andai saja aku keluar saat itu. Dan tiba waktunya kau pulang. Aku mengantarmu seperti biasa. Maafkan aku, Din!” dengan nada keras, Chocky melanjutkan “Hukum aku! Hukum sesuka hatimu! Aku menyesal karena aku telah bersalah.”
Ditengah isak tangis Chocky. Dinda pun tak kalah sedihnya dengan tangis kekasihnya.
“Nggak! Kamu gak salah, Choc! Kemarilah...” minta Dinda dan melambaikan jari-jari lentiknya. Chocky merespons lambaian tangan Dinda. Dan mereka sama-sama merangkul.
***
Siang yang terik. Angin bersiul meniup debu-debu suci. Bersalah. Membawa ketenangan untuk Dinda. Dengan adanya itu, Chcocky kini siap kembali seperti semula. Menyisi disudut pundak Dinda, merangkulnya, menjadi perisai hidup sang juliet. Ya, bahagialah. Hal yang tak pernah ingin mereka pisahkan.
“Aku bahagia. Selalu bahagia bersamamu, Din” kata pembuka Chocky seraya terus mendorong kursi roda Dinda di taman
“Iya, Choc. Jangan pernah pergi dari hidupku lagi! Aku ga sanggup, Choc!” sambut Dinda dengan senyum air mata
“Iya. Iya, sayangku Dinda”
Hari-hari mulai mereka jalani bersama. Tak ada rasa bosan, mungkin. Bak bumi tanpa matahari dan bulan, takkan pernah hidup.
***
Benar. Chocky memenuhi janjinya. Ia temani Dinda kemanapun pergi keluar rumah. Walau kini, kaki Dinda tak sesempurna dulu lagi. Tapi kesetiaan tetap terjaga dengan adanya cinta sejati. Tak lelah ia ikuti kemahuan Dinda. Ya, laki-laki sempurna!
Chocky sangat tahu betul, bahwa umurnya tinggal 2 bulan lagi. Tak tahu cara agar Dinda membencinya . Malam ketika itu, dia tidak tidur. Tetap terjaga dalam pikiran liarnya.
“Dinda, maafkan aku..”
***
Pagi buta. Seperti biasa, Dinda tanyakan keadaan Chocky lewat pesan singkat.
Pesan pertama, tak dibalas. Kedua pun sama. Ketiga, keempat, dan seterusnya. Sampai Dinda bertanya-tanya dan memilih untuk menelponnya. Namun nihil. Sama saja, tak ada yang mengangkat teleponnya.
“Hahh...bingung aku! Harus gimana lagi?” desah Dinda lemas “Kamu kenapa lagi sih, Choc? Kenapa? Apa aku udah ga sesempurna dulu lagi? Aku buruk!”
“Kenapa, nak? Jangan salahkan diri sendiri! Coba lagi kau hubungin kekasihmu itu. Mungkin tadi dia sedang mandi, atau sarapan mungkin.” Bantah Bunda Dinda yang menghampiri dan memeluk Dinda dari belakang.
Udara menyesak. Merasuk setiap dinding paru-paru Dinda. Lelah sekali ia jalani kehidupan ini. Semua karena cinta dihatinya tak pernah hilang, rapuh, atau goyah sekalipun.
***
Selama sebulan terakhir ini, dengan sabar Dinda kabar sang pemimpin kerajaan hatinya. Sms, atau sekedar telpon saja tak pernah dibalas. Sebenarnya, ia sangat kesal! Ingin sekali rasanya ia memukul, membuat Chocky menangis atas perbuatannya dulu.
“Mana, Choc? Mana janjimu ketika ditaman rumah sakit? Ketika awal kita bersatu? Kau kata ingin jadi pemimpin aku dan anak-anakku kelak? Aku gak bisa terus begini, Choc! Letih aku!” rintih Dinda
“Mengertilah, kasih..” sedikit senandung Dinda
***
Tepat 2 bulan. Tanpa berpikir panjang, Dinda langsung mamanggil sang sopir untuk mengantarnya ke bandara Medan dan segera terbang ke Yogyakarta. Tak bisa lagi ia tahan keinginan ini. Terlalu lama.
Setelah sampai komplek perumahan yang ditempati Chocky dan sudah berada di pintu rumah keluarga Chocky, Dinda terkejut sekali. Tak di sangka, kini ia melihat jasad tak berdaya sedang berbaring dihadapannya, dan segera menghampiri. Banyak orang melihatnya aneh.
“Choc..Chocky! Bangun, Choc! Aku disini! Aku Dinda Lizzy, kekasihmu. Huhuhuhu” tangis Dinda membuncah hebat. Sungguh tak terima ia kini harus sendiri. Gila rasanya bila ia hatus kehilangan orang pertama dihatinya. Selalu ia puja. Dan perpisahan ini tak pernah ia bayangkan.
“Kak, maaf kak!” sapa Desta, adik Chocky. “Maaf, kak. Kak Chocky gak pernah kasih tau tentang penyakit kanker otak yang menghabisi hidupnya. Selama ini, kak Chocky gak kasih kabar ke kakak, karena dia mau kakak benci kak Chocky. Dengan cara begitu, kakak gak akan terlalu sedih seperti ini. Seperti yang kakak lakuin sekarang.” Jelas Desta panjang lebar.
“Salah, Dest! Salah besar pikiran dia! Nggak! Dengan cara begitu, aku sangat sedih. Aku memang mulai kesal dengan sikapnya yang tak pernah balas pesan atau teleponku, sejak aku pulang bersama orang tua ke Medan. Tapi rasa cinta ini...” elakkan itu terhenti karena tangisan yang tersendat-sendat di tenggorokan Dinda. Ia sangat tak percaya.
“Mana kata orang kita bisa nikah? Jangan mati lah! Hampa aku, Choc!” logat batak meliputi tangisan Dinda.
***
Setahun bayangan kebersamaan dengan Chocky, tak pernah hilang. Benar-benar Dinda merasa kehilangan. Kini ia tak bisa tersenyum lapang atau pun tertawa lepas seperti dulu, saat ada Chocky di dunia ini.
Chocky...
Sedang apa kau sekarang, sayang? Aku rindu masa-masa dulu. Aku teringat saat kau katakan cinta dan berlutut padaku.
“Dinda, aku cinta sama kamu. Terima aku jadi pacar kamu. Tolong! Tolong selamatin nyawa aku dengan cinta tulus darimu. Karena kalau tidak, aku akan mati.”
Dan, aku balas dengan tawa. Aku anggap kau bercanda, Choc. Ternyata kau benar-benar serius menyatakannya.
Choc..
Sampai saat ini. Aku belum bisa melupakanmu walau sedetik berlalu. Padahal kejadian itu sudah setahun berjalan kau meninggalkan ku sendiri. Aku belum temukan lelaki sepertimu. Terimaku apa adanya. Dengan kakiku yang hanya tinggal satu ini. Aku ingin sekali menyusulmu di surga sana. Pasti kini kau tengah menantiku di singgasana terindah yang telah Tuhan sediakan untuk kita. Cinta dihatiku ini takkan pernah terhapus, lekang oleh waktu. Karena kebahagiaanku hingga saat ini belum ku temukan. Kecuali saat aku bersamamu. Bergurau penuh dengan tawa. Dan mata manismu masih kutatap dalam bayangan semu mimpiku. Bahagialah, kasih! Aku sangat mencintaimu..
***
Republik – Biarkan Aku Melihat Surga
Dinda, dengarkanlah!
Kini ku tak bisa denganmu lagi
Dinda, resah bila
Sudah tinggalkan semua kisah kita berdua!
Biarkanlah ku melihat surga
Di depanku.. ooo
Dan biarkanku mengatakannya, padamu
Pada dirimu ooo
Bahwalah aku..mencintaimu
Oh sungguh, sungguh mencintaimu
Dan tak ada, yang lain
Selain dirimu didalam hatiku..ooo
Dinda, iya..sudah
Aku pergi, untuk dirimu
Dinda, kini nafasku
Terakhir bagimu, terakhir untukmu ooo
Bahwalah aku..mencintaimu
Oh sungguh, sungguh mencintaimu
Dan tak ada, yang lain
Selain dirimu didalam hatiku oo
(Bahwalah aku, selalu ada disisimu ooo
Bawalah aku untuk terakhir kalinya)
Bahwa..aku mencintaimu
Oh sungguh, sungguh mencintaimu
Dan tak ada, yang lain
Selain dirimu didalam hatiku...oo
PROFIL PENULIS
Ghiffary Amanda Sastre
Kalau mau tau tentang ghiffa, mau kenal ghiffa(khusus untuk perempuan yg baik), kalian bisa add fb ghiffa, terus kalian kirim inbox. atau kalau enggak, follow twitter ghiffa. insya Allah di follback. terus mention or kirim inbox aja. terimakasih
facebook: Ghiffary Amanda Sastre
twitter: @FfhaChocoCandy
Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar