LUKA SAHABAT
Karya Gina Rahmi
Senang sekali rasanya bisa masuk perguruan tinggi yang aku dambakan sejak kelas satu SMA. bisa masuk ke fakultas yang menjadi impian ku selama ini. Fakultas Seni, akhirnya namaku terpampang di papan pengumuman sekolahku yang selama ini aku tunggu. senang tiada tara tak mampu berkata - kata. rasa syukur kepada Tuhan tak aku lewatkan.
"Hallo, salam kenal. saya Roby dari Jakarta" kata - katanya yang spontan itu membuat kepalaku terbangun dari meja kecilku di kelas baruku.
"hai. saya Ami." jawabku tersenyum karena senang akhirnya aku mendapat seorang teman baru.
Semakin hari semakin semangat saja untuk datang ke kampus. Entah mengapa sejak perkenalan itu aku selalu ingin melihat Roby buru - buru. menunggu di kantin sekolah adalah cara yang bisa aku lakukan untuk melihat Roby secara diam - diam. kebetulan depan gerbang kantin ini menjadi jalan menuju kelasku.
"Hallo, salam kenal. saya Roby dari Jakarta" kata - katanya yang spontan itu membuat kepalaku terbangun dari meja kecilku di kelas baruku.
"hai. saya Ami." jawabku tersenyum karena senang akhirnya aku mendapat seorang teman baru.
Semakin hari semakin semangat saja untuk datang ke kampus. Entah mengapa sejak perkenalan itu aku selalu ingin melihat Roby buru - buru. menunggu di kantin sekolah adalah cara yang bisa aku lakukan untuk melihat Roby secara diam - diam. kebetulan depan gerbang kantin ini menjadi jalan menuju kelasku.
Setiap hari perkenalanku dengan teman - teman baru menjadi moment yang berharga dan unik yang takkan pernah bisa aku lupakan. Mereka adalah teman - temanku yang baik. Pergeseran alam tlah membuatku memiliki tiga orang yang menjadi teman dekat yang senantiasa hadir memberi warna dalam kehidupanku. Roby, Gia dan Reka. bertemu mereka aku begitu bahagia.
Ini adalah rasa yang timbul secara tiba - tiba dan menjadi pertanyaan dalam benakku. aku menyadari kalau aku suka Gia. Tingkahnya yang kocak yang selalu membuat kami tertawa itulah hal yang aku sukai darinya. Tapi aku putuskan aku tak akan menyatakan ini. Aku tak ingin Gia menjauh dariku dan persahabatan kami hancur begitu saja. Tetap saja setiap kami berkumpul aku tak ingin moment - moment itu segera berakhir dengan waktu.
"Gimana ng-date nya sama dia, seru?" tanya seorang teman yang ku tahu namanya Indra yang membuat jantungku berdebar.
aku hanya bisa bertanya - tanya siapa 'dia' yang Indra maksud? apa Gia sudah punya pacar? siapa?
Sejak berita itu muncul, hatiku jadi semakin tak tenang. setiap langkahku selalu dibayangi dia yang ntah siap itu. tapi itu tak membuatku membenci Gia, karena otak sadarku berpikir tak ada salahnya jika Gia menyukai oranglain.
Selidik demi selidik aku mengetahui siapa dia yang katanya sudah ngdate sama Gia. Dia adalah Mery, masih teman sekelasku. Rupanya kejadian buruk menimpa sahabatku. Gia ditolak cintanya oleh Mery. Ini membuatku sedih. Gia begitu menyukai Mery, itu yang ku tahu. Namun tak ku pungkiri juga kabar ini seakan - akan memecahkan semua kegundahan yang selama ini menghantuiku. aku memang sahabat yang kejam. tapi inilah hatiku.
Tak tega mellihat Gia selalu murung, berubah 180 derajat dari biasanya. selera humornya sepertinya sedang mengalami gangguan. jelas saja itu terjadi. aku tak ingin melihat sahabatku seperti itu. tak hentinya aku, Roby dan Reka menghibur Gia. hingga pernah suatu hari untuk pertama kalinya Gia menyatakan semua perasaannya yang sedang rapuh kepadaku. dia terlihat begitu tersiksa dengan perasaannya. dan aku hanya memberinya beberapa solusi jituku. " cukup Gia, sampai kapan kamu akan seperti ini? ayo bangkitlah! aku yakin kamu bisa lupain Mery. jika jodoh kalian pasti akan bersatu".
****
Pagi itu Roby mendapatiku sedang melamun dan terlihat murung di depan taman kampus. Dia menghampiriku dan menanyakan apa yang terjadi dengan mimik ku yang murung seperti itu. tak lama aku langsung meneteskan air mataku yang suda tak terbendung lagi. saat itu ia memintaku mencurahkan semua isi perasaan yang sedang aku alami. Roby mendengarkanku dan memberiku kata - kata semangat untuk membuatku tersenyum kembali seperti dulu. Hatiku terasa nyaman dekat dengannya. apalagi ia adalah teman pertama di kampusku yang sering aku perhatikan. peringainya yang lembut membuatku sedikit demi sedikit mengaguminya. seharusnya ini tidak aku lakukan terhadapnya. dia adalah sahabatku dan mana mungkin dia bisa menyukaiku. terlebih lagi ada Gia yang aku sukai juga.
Bersahabat dengan laki - laki membuatku bingung. itu yang aku rasakan saat ini. mereka begitu perhatian. toh aku adalah perempuan yang kadang menyalahartikan sikap perhatian mereka. namun ini sudah tak bisa ku pungkiri lagi.
***
"Sini sebentar, ada hal yang harus aku bicarakan denganmu." tanganku baru dia lepaskan saat kami sama - sama duduk di bangku taman kampus.
"ada apa? keliatannya ini darurat". kataku dengan sedikit nyengir berusaha menghilangkan kegugupan dan ketidaksabaranku.
"ini masalah hati." Roby melanjutkan perkataannya dan membuat jantungku berdebar - debar. hampir aku memikirkan hal yang tidak - tidak. namun segera kau buang jauh - jauh pikiran itu.
"Gia suka kamu, Mi".
"apa?" hatiku benar - benar terperanjat mendengar ungkapan Roby. Tapi mengapa harus sekarang ini terjadi. Mengapa berita ini datang ketika aku sudah membuang perasaanku terhadap Gia. Yang kini aku sukai adalah Roby, sahabat yang selalu memberiku solusi untuk setiap masalahku. sahabat yang saat ini ada dihadapanku.
"hello, nona. kenapa ngelamun?" tiba - tiba membuyarkan lamunanku.
"eh, apa? gitu ya? ko aku sih? bukannya dia masih suka Mery dan akan selalu menyukai Mery setiap saat?"
"tanya Gia aja, semalam dia bilang padaku kalo dia menyukaimu. dia selalu ngerasa nyaman tiap deket kamu".
"tapi kita kan sahabatan, By".
"Apa salahnya dengan sahabat. bukankah seharusnya saat ini kau senang Gia akhirnya bisa melihat hatimu".
"apa?" aku semakin tercengang dengan apa yang Roby ungkapkan. Bagaimana dia tahu kalau aku dulu suka dengan Gia. aku tak pernah mengatakan ini kepada siapapun.
***
"hallo". masih dengan rasa heran pada Gia yang tiba - tiba menelponku.
"maaf, seharusnya tadi aku yang ada bersamamu dan mengatakannya".
"ah? ya".
"mungkin, saat ini kau sudah tak menyukaiku lagi. Jangan hawatir, aku hanya ingin kau tahu, sejak aku menangis dihadapanmu gara - gara Mery aku menyadari aku begitu nyaman berada di dekatmu".
"oh, ya". mulutku tak bisa mengeluarkan kata - kata. aku masih heran dengan pernyataannya. mengapa dia bisa tahu kalau dulu aku menyukainya.
"ya, maafin aku Gi, mungkin ini tak mudah bagiku bisa lupain kamu sejak beberapa bulan ini. saat ini aku bisa lupain kamu. Tapi, kamu tetep sahabat aku ko." lanjutku tegang.
"memangnya siapa yang kamu sukai saat ini ?
"ah? apa?" pertanyaannya tak mungkin aku jawab seenaknya. Ini tak mudah aku ungkapkan begitu saja.
"kenapa? tak perlu terburu - buru menjawabnya. aku senang kalau kamu uda punya orang lain yang kamu sukai. karena kalau kau menyukaiku sepertinya kau akan terus terluka olehku".
"Gi, Gi, ini ..."
"tuut tuut tuut" Gia menutup telponnya tiba - tiba.
Malam tlah larut, kejadian hari ini membuatku semakin bingung. seiring kemunculan pernyataan Gia tadi sore, apa aku harus jujur pada Gia? saat ini aku menyukai Roby sahabatnya, sahabatku juga. Ada rasa takut bagaimana jika rasa yang dulu tlah hilang itu kembali dan aku tak ingin persahabatan kami rubuh karena cinta dua hatiku.
***
"Mi, aku suka Roby." pernyataan yang tiba - tiba ku dengar setelah ia duduk de sampingku.
"entah aku yang ke GR-an atau apa, tapi aku ngerasa dia perhatian banget sama aku, salah ga kalo aku suka sahabat sendiri ?" lanjut Reka diakhiri dengan pertanyaan yang sebenarnya aku juga merasakan itu.
"ng?" saat itu aku tak mampu melanjutkan ucapanku aku hanya bisa tersenyum dan memberinya semangat saja karena aku tak ingn terlihat kalau aku juga punya rasa itu dan aku tak ingin dia tahu.
Awalnya aku marah dengan pernyataan Reka, namun aku tak memperlihatkan kemarahanku padanya. bagaimana pun kebahagiaan sahabatku lebih penting. Aku mencoba mengatakan ini pada Roby, tapi tak mungkin. aku takut setelah ini akan terjadi hal buruk yang tak aku inginkan.
Aku ga tahan dengan cerita - cerita yang Reka lontarkan, saat itu aku putuskan untuk memberitahu Roby tentang hal ini tentunya dengan seizin Reka. Roby menanggapi hal ini dengan biasa saja dan aku marah kepadanya. Marah karena dia anggap Reka main - main. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Hanya saja ini tak seperti dirinya yang sangat peduli dengan hal - hal didekatnya.
Ini adalah rasa yang timbul secara tiba - tiba dan menjadi pertanyaan dalam benakku. aku menyadari kalau aku suka Gia. Tingkahnya yang kocak yang selalu membuat kami tertawa itulah hal yang aku sukai darinya. Tapi aku putuskan aku tak akan menyatakan ini. Aku tak ingin Gia menjauh dariku dan persahabatan kami hancur begitu saja. Tetap saja setiap kami berkumpul aku tak ingin moment - moment itu segera berakhir dengan waktu.
"Gimana ng-date nya sama dia, seru?" tanya seorang teman yang ku tahu namanya Indra yang membuat jantungku berdebar.
aku hanya bisa bertanya - tanya siapa 'dia' yang Indra maksud? apa Gia sudah punya pacar? siapa?
Sejak berita itu muncul, hatiku jadi semakin tak tenang. setiap langkahku selalu dibayangi dia yang ntah siap itu. tapi itu tak membuatku membenci Gia, karena otak sadarku berpikir tak ada salahnya jika Gia menyukai oranglain.
Selidik demi selidik aku mengetahui siapa dia yang katanya sudah ngdate sama Gia. Dia adalah Mery, masih teman sekelasku. Rupanya kejadian buruk menimpa sahabatku. Gia ditolak cintanya oleh Mery. Ini membuatku sedih. Gia begitu menyukai Mery, itu yang ku tahu. Namun tak ku pungkiri juga kabar ini seakan - akan memecahkan semua kegundahan yang selama ini menghantuiku. aku memang sahabat yang kejam. tapi inilah hatiku.
Tak tega mellihat Gia selalu murung, berubah 180 derajat dari biasanya. selera humornya sepertinya sedang mengalami gangguan. jelas saja itu terjadi. aku tak ingin melihat sahabatku seperti itu. tak hentinya aku, Roby dan Reka menghibur Gia. hingga pernah suatu hari untuk pertama kalinya Gia menyatakan semua perasaannya yang sedang rapuh kepadaku. dia terlihat begitu tersiksa dengan perasaannya. dan aku hanya memberinya beberapa solusi jituku. " cukup Gia, sampai kapan kamu akan seperti ini? ayo bangkitlah! aku yakin kamu bisa lupain Mery. jika jodoh kalian pasti akan bersatu".
****
Pagi itu Roby mendapatiku sedang melamun dan terlihat murung di depan taman kampus. Dia menghampiriku dan menanyakan apa yang terjadi dengan mimik ku yang murung seperti itu. tak lama aku langsung meneteskan air mataku yang suda tak terbendung lagi. saat itu ia memintaku mencurahkan semua isi perasaan yang sedang aku alami. Roby mendengarkanku dan memberiku kata - kata semangat untuk membuatku tersenyum kembali seperti dulu. Hatiku terasa nyaman dekat dengannya. apalagi ia adalah teman pertama di kampusku yang sering aku perhatikan. peringainya yang lembut membuatku sedikit demi sedikit mengaguminya. seharusnya ini tidak aku lakukan terhadapnya. dia adalah sahabatku dan mana mungkin dia bisa menyukaiku. terlebih lagi ada Gia yang aku sukai juga.
Bersahabat dengan laki - laki membuatku bingung. itu yang aku rasakan saat ini. mereka begitu perhatian. toh aku adalah perempuan yang kadang menyalahartikan sikap perhatian mereka. namun ini sudah tak bisa ku pungkiri lagi.
***
"Sini sebentar, ada hal yang harus aku bicarakan denganmu." tanganku baru dia lepaskan saat kami sama - sama duduk di bangku taman kampus.
"ada apa? keliatannya ini darurat". kataku dengan sedikit nyengir berusaha menghilangkan kegugupan dan ketidaksabaranku.
"ini masalah hati." Roby melanjutkan perkataannya dan membuat jantungku berdebar - debar. hampir aku memikirkan hal yang tidak - tidak. namun segera kau buang jauh - jauh pikiran itu.
"Gia suka kamu, Mi".
"apa?" hatiku benar - benar terperanjat mendengar ungkapan Roby. Tapi mengapa harus sekarang ini terjadi. Mengapa berita ini datang ketika aku sudah membuang perasaanku terhadap Gia. Yang kini aku sukai adalah Roby, sahabat yang selalu memberiku solusi untuk setiap masalahku. sahabat yang saat ini ada dihadapanku.
"hello, nona. kenapa ngelamun?" tiba - tiba membuyarkan lamunanku.
"eh, apa? gitu ya? ko aku sih? bukannya dia masih suka Mery dan akan selalu menyukai Mery setiap saat?"
"tanya Gia aja, semalam dia bilang padaku kalo dia menyukaimu. dia selalu ngerasa nyaman tiap deket kamu".
"tapi kita kan sahabatan, By".
"Apa salahnya dengan sahabat. bukankah seharusnya saat ini kau senang Gia akhirnya bisa melihat hatimu".
"apa?" aku semakin tercengang dengan apa yang Roby ungkapkan. Bagaimana dia tahu kalau aku dulu suka dengan Gia. aku tak pernah mengatakan ini kepada siapapun.
***
"hallo". masih dengan rasa heran pada Gia yang tiba - tiba menelponku.
"maaf, seharusnya tadi aku yang ada bersamamu dan mengatakannya".
"ah? ya".
"mungkin, saat ini kau sudah tak menyukaiku lagi. Jangan hawatir, aku hanya ingin kau tahu, sejak aku menangis dihadapanmu gara - gara Mery aku menyadari aku begitu nyaman berada di dekatmu".
"oh, ya". mulutku tak bisa mengeluarkan kata - kata. aku masih heran dengan pernyataannya. mengapa dia bisa tahu kalau dulu aku menyukainya.
"ya, maafin aku Gi, mungkin ini tak mudah bagiku bisa lupain kamu sejak beberapa bulan ini. saat ini aku bisa lupain kamu. Tapi, kamu tetep sahabat aku ko." lanjutku tegang.
"memangnya siapa yang kamu sukai saat ini ?
"ah? apa?" pertanyaannya tak mungkin aku jawab seenaknya. Ini tak mudah aku ungkapkan begitu saja.
"kenapa? tak perlu terburu - buru menjawabnya. aku senang kalau kamu uda punya orang lain yang kamu sukai. karena kalau kau menyukaiku sepertinya kau akan terus terluka olehku".
"Gi, Gi, ini ..."
"tuut tuut tuut" Gia menutup telponnya tiba - tiba.
Malam tlah larut, kejadian hari ini membuatku semakin bingung. seiring kemunculan pernyataan Gia tadi sore, apa aku harus jujur pada Gia? saat ini aku menyukai Roby sahabatnya, sahabatku juga. Ada rasa takut bagaimana jika rasa yang dulu tlah hilang itu kembali dan aku tak ingin persahabatan kami rubuh karena cinta dua hatiku.
***
"Mi, aku suka Roby." pernyataan yang tiba - tiba ku dengar setelah ia duduk de sampingku.
"entah aku yang ke GR-an atau apa, tapi aku ngerasa dia perhatian banget sama aku, salah ga kalo aku suka sahabat sendiri ?" lanjut Reka diakhiri dengan pertanyaan yang sebenarnya aku juga merasakan itu.
"ng?" saat itu aku tak mampu melanjutkan ucapanku aku hanya bisa tersenyum dan memberinya semangat saja karena aku tak ingn terlihat kalau aku juga punya rasa itu dan aku tak ingin dia tahu.
Awalnya aku marah dengan pernyataan Reka, namun aku tak memperlihatkan kemarahanku padanya. bagaimana pun kebahagiaan sahabatku lebih penting. Aku mencoba mengatakan ini pada Roby, tapi tak mungkin. aku takut setelah ini akan terjadi hal buruk yang tak aku inginkan.
Aku ga tahan dengan cerita - cerita yang Reka lontarkan, saat itu aku putuskan untuk memberitahu Roby tentang hal ini tentunya dengan seizin Reka. Roby menanggapi hal ini dengan biasa saja dan aku marah kepadanya. Marah karena dia anggap Reka main - main. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Hanya saja ini tak seperti dirinya yang sangat peduli dengan hal - hal didekatnya.
Yang membuatku semakin tidak suka pada sikap Roby adalah dia malah semakin jauh dariku dan Reka. Reka sedih dengan kejadian ini, seharusnya dia tidak menyukai Roby, sahabatnya sendiri, itu yang ada dipikiran Reka saat ini. Dan aku merasa hal ini tak perlu terjadi karena kita sahabat harusnya saling menghargai. Hal ini membuatku semakin penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya pada Roby.
***
"Rob, malam ini mau maen kemana lagi sama dia?" ucap Gia polos.
"dia siapa lagi?" tanyaku dalam hati. Gia, dari wajahnya dia merasa bersalah telah menanyakan hal itu pada Roby yang sebelumnya sudah menyetujui kalau hal ini akan mereka sembunyikan dulu.
"apa yang kalian maksud? jadi, Roby uda punya pacar ya?" tanyaku cetus sambil menghampiri mereka yang duduk di kursi belakang.
"jadi hal ini yang membuat mu tak peduli dengan Reka. Kau anggap kami ini apa? harusnya diantara sahabat itu gada rahasia kaya gini, Rob."
Aku begitu kecewa dengan hal yang memang sepele ini. tapi apa salahnya dia katakan hal ini sejak dulu, setidaknya harapan Reka tak semakin menjadi - jadi terhadapnya.
Beberapa minggu ini hubungan kami tidak begitu baik, saat bertatap muka tak pernah ada senyum lagi yang menghiasi hari kami. Apalagi canda tawa dari mereka, padahal ini yang aku dan Reka rindukan dari mereka. Ini hanya membutuhkan waktu untuk menunggu luka ini menjadi kering. Semoga hal ini cepat berakhir.
Namun yang menjadi hambatan terbesar kami adalah dia yang dikatakan Roby itu tidak menginginkan aku dan Reka kembali dekat dengan Roby. Sungguh aku dan Reka sangat kecewa denga hal ini. Roby tidak tahu hal ini dan kami pun tak ingin Roby tahu. Aku dan Reka hanya mengharapkan yang terbaik untuk kebahagiaan Roby.
Kejujuran dalam persahabatan itu begitu diperlukan. Dan ku harap setiap lelaki dan perempuan yang menjadi sahabat hendaknya saling mngerti dan jangan ada rahasia yang bisa menibulkan perpecahan seperti ini. Semangat.
PROFIL PENULIS
Nama : Gina Rahmi
Tempat/Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 25 Agustus 1992
Alamat : Tasikmalaya, Jawa Barat
Alamat facebook : gr_yrg@yahoo.com/ Rahmi Gina Vesely
Tempat/Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 25 Agustus 1992
Alamat : Tasikmalaya, Jawa Barat
Alamat facebook : gr_yrg@yahoo.com/ Rahmi Gina Vesely
Baca juga Cerpen Persahabatan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar