Sabtu, 09 Juni 2012

Cerpen Cinta - Cinta Ala Pasar Kembang

CINTA ALA PASAR KEMBANG
Karya Friska Septia N.F

Ku buka pintu depan rumah ku dan ku hirup dalam-dalam suasana pagi ini. Gelap masih menyelimut di pagi Ramadhan yang ke 28 dan kumandang sholawat mushola Al-Hadi masih terdengar sayup-sayup, tak kalah si Ayam jago berkokok bersaut-sautan. Ku renggangkan otot-otot ku dengan membuka lebar kedua tangan ku kesamping dan melipat nya ke dada kemudian melentangkan nya kembali. Layaknya atlit sedang pemanasan aku pun melakukan pemanasan sebelum berangkat ke Ladang. Ku tarik lengan kiri dan kanan ku ke atas dan berlarian kecil dari ujung rumah ke rumah sebelah ku. Untung saja belum banyak kendaraan yang lalu lalang hanya segelintir becak yang membawa barang-barang dagangan yang lewat. Aspal jalan ini lumayan mulus sehingga dapat ku gunakan untuk duduk melemas kaki-kaki ku.

Ku lihat seorang laki-laki berpeci dan bersarung keluar dari mushola Al-Hadi depan rumah ku, dan dia pun menghampiri ku yang tengah duduk.
“ Tumben udah bangun mila “ Sapanya heran.
“ Huhh ngeledek banget si “ Ketus ku.
“ Ya kan baru kali ini aku liat kamu olah raga di depan rumah “ Serunya
“ Iya ni, soal nya aku lagi nunggu Pak De ku mau ke Lajang nya di Bukit “ Kata ku seraya bangun dan menepak-nepak kan belakang ku yang berdebu. “ Ikut yuk Lutfi “ Ajak ku.
“ Gak lah, panas pasti nya nanti lagi pula kan Puasa takut gak kuat “ Tolak nya kemayu.
“ Ihh cewek banget sih kamu, aku juga lagi puasa “ Ejek ku
“ Ya bukan nya gitu, besok pagi pergi nya sama aku ya “ Ujar nya.
“ Mau banget kamu “ Goda ku.
“ Gak pa-pa lah orang lagi usaha “ Rayu nya yang kemudiah langsung pergi

Cerpen Cinta
Cerpen Cinta
Aku jadi merasa deg-degan ni, ada apa dengan nya dan aku ya. Selama ini aku dan Lutfi sangat deket yah bisa di bilang lagi PDKT. Tapi, Lutfi gak pernah nyatain cinta nya kepada aku, aneh nya dia selalu menggoda ku.
Sejenak ku hela kan hafas ku, kemudian aku pun duduk di bangku depan rumah ku. Ku lihat Pak De sedang mengeluarkan sepeda ontelnya, penuh dengan peralatan Ladang nya.
“ Sudah siap Pak De “ Tanya ku yang menghampirinya.
“ Ya sudah ni lihat aja, kamu mana sepedanya “ Tanya nya.
“ Sebentar Pak De aku ambil dulu “ Jawab ku sambil ke dalam untuk mengambil sepeda.

Tak lama kami pun meluncur ke Ladang Pak De di kaki bukit. Hari ini merupakan salah satu kebiasaan yang biasa Pak De ku lakukan setiap akhir bulan ramadhan yaitu memanen sebagian hasil Ladang untuk di jual nya besok pada Pasar Kembang. Yap Pasar kembang merupakan tradisi masyarakat desa kesesi untuk menyambut hari Raya pada ke esokan harinya. Biasanya yang di jual di pasarnya adalah kembang. Namanya juga Pasar Kembang, tapi biasanya pedagang menjajarkan selain kembang seperti ketupat, tengok ( Nisan yang terbuat dari kayu untuk kuburan), aneka syirup dan makanan lebaran lainnya, ada baju-baju lebaran juga, tapi dominannya yaitu kembang.
Aku biasanya membantu Pak De untuk mempersiapkan dagangannya besok. Bude ku istri dari Pak De biasanya membuat ketupat, kue nastar dan amprut (Makanan tradisional di desa ku ) untuk di jualnya pada saat Pasar Kembang.
Jarak menuju ladang sih lumayan jauh kalo tak hanya dengan sepeda, selanjutnya kita harus menempuh nya dengan jalan kaki. Aku dan Pak De biasanya menitipkan sepeda di Rumah teman Pak De yang lumayan dekat Bukit.
“ Jalan nya lumayan licin, jadi kamu hati-hati ya “ Kata Pak De yang memberi arahan ketika kami masuk ke hutan.
“ Ok dechh “ Seruku girang.

Sebelum menuju ladang kami harus melewati hutan rindang ini. Jalan setapak lah yang kami injak sekarang. Banyak rumput-rumput liar dan tak jarang kami juga di sambut binatang-binatang tanah seperti Ular, Kaki seribu yang membuat ku teriak ketika melihat nya. Disini sepi sekali dan jarang kami berpapasan dengan orang lain, huhh lumayan serem juga apalagi ketika suara jangkrik dan hewan-hewan serupa lainnya membuat suasana makin sepi.
Sudah hampir setengah jam kami berjalan, peluh ku semakin terasa apalagi saat ini aku dan Pak De sedang puasa sungguh cobaan yang berat. Hutan yang sunyi itu berujung gemericik sungai yang jernih dan curam, namun di sinilah tantangan yang membuat ku takut. Aku selalu ketakutan ketika ku melewati jembatan yang menggunakan batang pohon sebagai penghubung jalur.
“ Pak De jangan cepat – cepet “ Gerutuku yang gemeteran mencoba melewati jembatan itu dengan dituntun tangan Pak De. “ Pak De ati-ati “ seruku takut.
“ Jangan liat kebawah makanya “ tangkas nya.

Akhirnya perjuangan melewati jembatan itu berujung manis. Ku lihat di depan ku hamparan petak-petak kebun Kacang, singkong, ubi-ubian dan masih banyak lagi. Tanah di sini gembur sehingga hanya dapat ditanam jenis tertentu. Ladang Pak De ku terletak di paling atas, jadi kami harus melewati tanjakan yang berkelok-kelok karena takut merusak kebun orang.

Udara di atas lumayan sejuk mungkin karena jauh di atas permukaan laut. Dilihat nya gundukan-gundukan bukit hijau yang sedikit tertutup kabut. Dan ketika ku lihat kebawah jejeran kebun yang membentuk tangga sangat menajubkan. Disini pun kami melihat segelintir orang yang sama tujuan nya dengan kami. Pak De pun dengan sigap siap memilih singkong yang sudah pantas di cabut. Ladang Pak De ku hanya tertanam beberapa Pohon Kelapa pendek, pohon pisang, singkong dan ubi.
“ Pak De aku yang cabut singkong dan ubi nya aja ya “ Seruku yang sedang memilih-milih beberapa singkong.
“ Ya sudah, cari yang batang nya sudah tua ya, Pak De mau ambil janur dan beberapa daun pisang.” Katanya

Matahari seakan mengurungkan sinarnya mungkin mengeri keberadaan kami sehingga dia gak terlalu terik, aku jadi tidak terlalu lelah mencabut beberapa ubi dan singkong. Kucabut satu persatu dank u kumpulkan pada karung yang sudah di sediakan Pak De ku.
“ Pak De aku sudah selesai “ Teriak ku ke Pak De yang tengah menata beberapa helai daun pisang.
“ Ya sudah ikat yang kuat ya!! “ Perintah nya
“ Uhh berat juga ya “ Keluh ku yang mengikat setengah ujung karung itu yang berisi campuran ubu dan singkong.
“ Kalo sudah ayo kita langsung pulang “ Ajak nya
“ Aku bawa yang mana Pak De “ Tanya ku dengan melihat ke arah barang-barang yang kami peroleh tadi.
“ Ni kamu bawa yang ini aja “ Disodorkannya satu ikat janur kepada ku.
“ Ok.. “ langsung saja ku raih dan ku bawa seperti menggendong bayi.

Kami pun mulai menuruni gundukan tanah dengan pelan dan hati-hati. Aku dan Pak De sama-sama membawa hasil kebun tadi. Pak De megendong karung tersebut di punggung dan aku beberapa ikatan membawa janur.
Perjalanan pulang tak begitu jauh karena kami menggunakan jalan pintas yang sedikit terjal namun membuat aku capek karena harus melompati beberapa dahan kayu yang roboh dan berlumpur yang licin. Sesekali aku berlari kecil karena ketinggalan langkah Pak De, namun Pak De hanya diam dan konsentrasi dengan langkahnya. Tak terasa rumah penduduk telihat dari belakang, termaksuk rumah yang kami titipi sepeda.
***

Ku lepaskan ikatan yang ada di sepeda belakang, dan ku raih janur nya kemudian ke senderkan sepeda ku ke pagar belakang rumah.
“ Ni bu janur nya sudah datang “ Seruku sambil menjatuh kan janur tersebut di sebelah pintu.
“ Kok dikit mil “ Tanya ibu yang sedang sibuk membuat beberapa ketupat di bangku panjang belakang rumah bersama Bude ku.
“ Pak De yang ambil “ jawab yang duduk disebelah ibu.
“ Oh ya sudah lah ini saja belum selesai “ sambung Bude ku.
“ Bapak sama Mas Dimas kemana bu “ Tanya ku yang mencoba membuat pola awal.
“ Lagi nyari kembang di Comal “ Jawab ibu.

Untuk mendapatkan aneka kembang yang akan di jual besok, kami harus membelinya di Comal yakni di sebuah pengepulan yang berasal dari puncak. Biasanya kita harus memesan nya terlebih dahulu kemudian besok subuh baru di ambil lagi.
Kegiatan seperti inilah yang dapat merekat kan keluarga tak hanya dari keluarga aku yang biasanya menyambut Pasar Kembang ini. Namun banyak warga sekitar yang berbondong-bondong menyabut Pasar Kembang ini.
Beberapa puluh ketupat akhirnya selesai di buat dengan cepat. Kini tinggal di ikat dengan hitungan 1 ikatan berisi dua puluh ketupat. Untuk menjaga agar ketupat itu tidak layu. Bude ku meneggelamkannya ke dalam bak air yang berisi penuh. Sehingga sampai besok pun masih segar.
***

Bau semerbak kue nastar menjalar ke seluruh penjuru ruangan ketika ku betandang rumah Bude ku yang ada di belakang rumah ku. Bude ku sangat kreatif dan telaten. Tiap menjelang Lebaran selalu sibuk membuat berbagai makanan khas lebaran.Sehabis pulang terawih aku berniat membantu Bude ku.
“ Bude aku bantu ya “ Tanya ku yang datang tiba-tiba.
“ Ihh ini anak bikin kaget aku aja “ Gerutunya yang sedang mengangkat kue dari Oven. “ Untung saja kue ini gak kelempar kearah mu mil “
“ Hehehe, maaf Bude habis nya serius bangt sih “ Goda ku.
“ Ya sudah mendingan kamu yang mengemasi kue-kue ke dalam kaleng “ Suruh nya. “ Tapi jangan dimakan terus ya, nanti sebelum di jual sudah abis sama kamu duluan “ Ledek nya yang tersenyum-senyum.

Suasana pun menjadi sedikit riuh dengan suara mikser pengocok adonan, dan sesekali candaan dari Bude ku pengusir rasa kantuk. Kini sudah menunjukan pukul 12 malam budeku bersiap membereskan beberapa peralatan bekas buat kue. Dan aku menumpuk kue-kue ke dalam kardus.
“ Mil kamu gak tidur ?” Seru Bude yang tengah mencuci beberapa baskom.
“ Belum ngantuk Bude “ Kata ku yang menghempaskan tubuhku ke bangku deket meja makan.

Tak terasa kini jam menunjukan pukul 01.00 malam. Di teras terdengar deruan motor model lama yang suaranya sangat nyaring. Aku pun beranjak dari duduk ku dan keluar untuk melihat nya. Asap motor pun berterbanngan kemana-mana sampe aku batu di buatnya. Ku lihat pekat-pekat sosok laki-laki setengah baya sibuk mengotak atik gas nya yang suka macet-macetan.
“ Ohh ternyata Pak De toh yang bunyiin motor? Bikin berisik aja “ Sewot ku yang berdiri di depan pintu.
“ Lah mila kenapa belum tidur “ Serunya datar.
“ Mila lagi bantuin Bede bikin nastar, oh ya Pak De mau kemana ? “ Tanya ku penasaran.
“ Mau kepasar “
“ Ngapain malem-malem gini “ Heran ku
“ Ngetepin tempat buat jualan besok “
“ Mila ikut ya “ Seruku yang mendekat kearah motor Pak De dan bersiap untuk membonceng.
“ Kamu ni ngikut mulu, ayo lah “

Dengan mata sedikit sipit karena mengantuk motor Pak De melaju kencang menuju Pasar Kesei tempat Pasar kembang besok. Kata Pak De kita harus ngetepin tempat jualan karena takut nya besok gak kebagian lahan, maklumlah Pasar kembang biasa di gelar di bahu jalan dekat Pasar kesesinya, dan banyak sekali warga yang ingin berjualan di Pasar Kembang nanti. Biasanya pun banyak warga sudah ada sejak magrib tadi, biasanya itu mereka berasal dari luar desa Kesesi.
Pasar kesesi tergolong pasar yang besar dan satusatunya di selatan kabupaten pekalongan. jadi dari penjuru mana pun datang ke pasar kesesi.
“ Wah dah rame ya Pak De “ Gumam ku.
“ Iya lah, liat tu sudah ada yang menggelar meja-meja dagangan nya “ Ujar Pak De ku yang menunjuk ke arah para pedagang.

Setelah kami parkir kami pun bergegas mencari tempat yang kosong di sepanjang jalan. Tak sengaja ku bertemu dengan Lutfi yang sedang mencari tempat buat mamanya.
“ Malem Pak De “ Sapa Lutfi lembut.
“ Kamu sudah disini toh fi “ Sahut Pak De ku.
“ Mila juga ikut, tumben “ Lirik nya kepada ku.
“ Emang nya gak boleh “ Cetus ku.
“ Oh iya kamu sudah dapet Fi?” Tanya Pak De seraya melongok-longok tempat yang pas.
“ Sudah Pak De, di deket pintu satu “ Jawab lutfi yang menujuk ke arah tempatnya.
“ Masih ada tempat “ Harap Pak De
“ Ada De, ayo aku antar “

Sejenak mereka pun jalan dan aku hanya mengikutinya dari belakang. Lutfi kalo di lihat-lihat perhatian juga ya, sopan lagi. Ihh kok aku jagi mikirin dia sih uhh Hela ku panjang.
***

Waktu sahur sudah datang, aku diajak Lutfi pulang, karena Pak De masih ada urusan di pasar. Aku pun diboncenginya dengan sepedanya. Sangat romantis rasanya karena Lutfi selalu mengumbar rayuan-rayuannya. Jalanan yang sepi membuat mala mini serasa milik kita berdua, lutfi mengayuh sepedanya perlahan, dan aku yang tak sengaja berpegang di pinggulnya karena takut jatuh. Ketika tangan ku mencoba memeluk badan Lutfi, Lutfi meraihnya dengan lembut.
“ Mila, aku sangat bahagia setiap dekat dengan mu “ Katanya yang memegang lembut jemari tangan ku.

Aku tak dapat berkata apa-apa hanya ku sandarkan tubuhku di belakang Lutfi, terasa hangat dan menggetarkan hati. Aku sangat nyaman ketika berada di dekap Lutfi walaupun hanya dari belakang, seakan Lutfi selalu melindungi ku.
Kayuhan sepeda itu terasa lambat dan memelodikan nyanyian cinta. Senggalan nafas Lutfi bagaikan nada-nada pengiring melodi tersebut. Dan aku seolah melayang di buatnya. Saat itu pula aku tak sadar bahwa aku sudah sampai di depan rumah dan Lutfi mencoba membangunkan ku yang tertidur.
***

Kumandang Adzan subuh mengaung kepenjuru desa Kesesi ini. Aku yang terkantuk-kantuk dibangunkan ibu untuk sholat. Seperti biasa kami sekeluarga berjamaah di mushola Al-Hadi. Ibu yang sudah siap berangkat terlebih dulu bersama ayah heran melihat ku yang masih bergelayut di depan pintu. Baru satu jam tidur sudah dibangunkan aku sangat tersiksa dengan kantuk ini.
Ibu mencoba membangunkan ku ketika aku ketiduran saat menunggu di mulainya sholat. Suasana mosolah lumayan rame, biasalah subuh ini merupakan subuh terakhir di bulan ramadhan jadi warga banyak yang tak ingin ketinggalan momen ini. Tapi suasana itu tidak mebuat kantuk ku hilang ketika Imam membacakan doa kunut aku hampir saja ketiduran untung saja kepala ku yang hampir roboh mengagetkan ku.
Sholat pun telah usai, setelah salam aku beranyak ke belakang dan langsung mencari sandal ku untuk bergegas pulang dan tidur. Ibu yang melihat ku ter heran-heran.
***

“ Mila.. mila… “ Terdengar suara memanggil-memangil ku. “ Kamu gak mau jalan-jalan ke Pasar Kembang “ tiba-tiba suara itu seakan mengingatkan ku dan aku dengan kaget akhirnya bangun.
“ Ayo buruan mandi, di luar sudah rame loh “ Bujuk ibu yang sedang merapikan ranjang ku.

Kulihat nya jam yang menunjukan pokul 05.30 untung saja masih pagi jadi gak ketinggalan banget. Langsung saja ku ambil perlengkapan mandi dan segerah ke kamar mandi. Cukup 15 menit aku membasahi tubuh ini, ku pilih beberapa baju dengan motif sedikit cerah, drees selutut yang aku pilih. Dengan rambut ku kuncir satu aku siap keluar rumah.

Ledakan petasan dan kepulan asap nya menyapaku ketika ku keluar rumah. Biasanya anak-anak kecil suka meledakan petasan kecil di sebelah rumah ku dan meledak kan yank e jalan raya. Sesekali pnguna jalam marah bahkan lari ketakutan. Kali ini banyak juga yang berjalan kaki ke Pasar kembang ya. Aku pun tak kalah dengan mereka namun dengan siapa aku kesana. Teman-teman ku sudah berangkat dari tadi.
“ Baru bangun mbak “ bisik Lutfi dari samping ku.

Aku hanya tersenyum kecil dan sedikit jual mahal.
“ Jalan-jalan sama aku yuk “ Ajak nya
“ Emmm boleh “ Anguk ku pelan.

Kami pun berjalan menyusuri pinggiran jalan, sesekali tangan Lutfi hendak menggendeng ku karena malu aku pun lepas perlahan. Sepanjang perjalanan yang lumayan jauh kami hanya terdiam malu, entah kenapa Lutfi yang biasanya berisik kini menjadi bisu. Saat kami memasuki area pasar aku pun langsung menarik Lutfi ke arah penjual baju-baju.
Di Pasar Kembang ini merupakan pasar untuk memenuhi kebutuhan hari raya esok. Disini di mulai dari penjual pakaian-pakaian, kemudian aneka bunga untuk ziarah, kue-kue lebaran, petasan atau kembang api bahkan ada Tengok (Nisan dari kayu). Dan pasar kembang ini di buka sampe siang, kalo sudah siang menjadi pasar biasa.
Di pasar kembang biasanya di jadikan sarana temu kangen kerabat-kerabat jauh. Biasanya mereka merasa sebuah tradisi untuk mengunjung Pasar Kembang ini.
“ Fi kamu kok diam aja “ Tegur ku yang berjalan di antara krumunan orang-orang. Latfi pun sedikit aneh dia selalu gugup ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan ku.

Tiba-tiba lutfi berhenti tepat di tengah-tengah kerumunan orang yang lalu lalang jalan atau pun belanja. Lutfi perlahan meraih kedua tangan ku dan menatap ku lekat. Seakan tak peduli orang sekeliling lutfi berniat engungkapkan sesuatu.
“ Mila “ Sapanya lirih.
“ Lepasin tangan aku lutfi, malu tau di liatin banyak orang “ Risih ku
“ Aku hanya ingin semua orang menjadi saksi kalo aku cinta kamu, aku ingin kamu menjadi pacar aku “

Sejenak dunia seakan terhenti, aku tak percaya Lutfi senekat itu. Tapi aku sedikit malu, bingung dan mati kutu mau bicara apa. Lutfi hanya menatap ku penuh cinta. Aku sampai tersipu di buatnya.
“ Apa kamu menerimanya “ Tanya Lutfi sedikit kecewa karena ku tak langsung merespon. Akhirnya ku bisikan sebuah kata di telinga Lutfi.
“ Aku mau jadi pacar kamu, tapi kejar aku dulu” Bisiku manja seraya memulai lari diantara krumunan orang tersebut. Lutfi yang sedikit kaget, mulai mengejar ku dengan sumringah. Kami pun kejar-kejaran layak nya di film india.

Mungkin Pasar kembang kali akan ku kenang sepanjang hidupku, disinilah cintaku mungkin gak ada orang yang melakukan hal konyol seperti Lutfi menembak ku di kerumunan pasar. Tapi hal ini lah yang membuat unik perjalanan kami. Yang selalu dinantikan dan di penuhi bermacam cerita. Dan bertabur kembang.

PROFIL PENULIS
Nama saya Friska Septia N.F biasa dipanggil Fika. Sekarang sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas swasta di jakarta jurusan Pend.Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebelum saya tidak mempunyai banyak pengalaman menulis namun karena tuntutan tugas kuliah, saya jadi menyukai menulis. Ini karya pertamaku yang berlantar belakang dari pengalaman saya waktu di kampung.
Lihat lebih dekat saya di facebook Friska Septia Fadhilah dan follow twitter saya @friskaseptia

Bacajuga Cerpen Cinta yang lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar