KHUSUS UNTUK HARI INI
Oleh Endri Peri
Embun di dedaunan masih enggan untuk jatuh ke tanah. Kabut masih pekat menyelimuti bukit bukit di pulau ini. Suara kicauan burung yang bertengger di sebuah batang pohon kapas yang begitu meributkan subuh itu.
Aku membuka mataku. Ku lirik arloji yang terbelit di pergelanganku. Jarum jam menunjukan pukul 4 pagi. Aku segera beranjak dari tempat tidurku. Aku lalu berjalan menuju sebuah westafel yang tak jauh dari tempat tidurku. Ku basuh wajahku dengan air yang mengalir dari keran westafel itu. Airnya begitu sejuk kurasa. Setelah aku membersihkan wajahku. Aku lalu mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauk ayam dan secangkir capucino hangat yang tergeletak di lantai kamarku. Aku makan nasi itu. Sungguh nikmat rasanya. Memang nikmat. Menu hari ini tidak seperti menu yang setiap hari yang ku jumpai. Khusus untuk hari ini, menunya special. Ku teguk capucino yang masih hangat tersebut. Tak beberapa lama setelah itu suara adzan pun berkumandangan. Bergema menjalar di lorong-lorong tempat itu. Aku lalu menyudahi sarapan ku. Aku beranjak ke westafel tadi. Aku lalu menyucikan tubuhku. Ku ambil sajadahku dan aku lalu menunaikan sholat subuh yang belakangan ini sering kulakuan. Setelah aku menunaikan sholat subuh, aku lalu mengambil kitap Al qur’an yang berada disebelah bantalku. Khusus untuk hari ini, aku membaca ayat terakhir di Al qur’an itu. Aku membaca surah Al-nisa dari ayat pertama sampai dengan ayat 93. Setelah aku membaca surah Al-nisa ayat 93. Aku lalu menitikan air mataku.
Subuh pun beranjak fajar. Sinar mentari pagi masuk melalui jendela kecil kamarku. Kurasakan hangat sinarnya yang mengenai pundak ku. Aku lalu menutup Al qur’an ku. Khusus untuk hari ini, aku harus berada di dalam kamar ku. Tidak seperti hari-hari biasanya. Dimana aku harus bekerja tanpa digaji.
Aku membuka mataku. Ku lirik arloji yang terbelit di pergelanganku. Jarum jam menunjukan pukul 4 pagi. Aku segera beranjak dari tempat tidurku. Aku lalu berjalan menuju sebuah westafel yang tak jauh dari tempat tidurku. Ku basuh wajahku dengan air yang mengalir dari keran westafel itu. Airnya begitu sejuk kurasa. Setelah aku membersihkan wajahku. Aku lalu mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauk ayam dan secangkir capucino hangat yang tergeletak di lantai kamarku. Aku makan nasi itu. Sungguh nikmat rasanya. Memang nikmat. Menu hari ini tidak seperti menu yang setiap hari yang ku jumpai. Khusus untuk hari ini, menunya special. Ku teguk capucino yang masih hangat tersebut. Tak beberapa lama setelah itu suara adzan pun berkumandangan. Bergema menjalar di lorong-lorong tempat itu. Aku lalu menyudahi sarapan ku. Aku beranjak ke westafel tadi. Aku lalu menyucikan tubuhku. Ku ambil sajadahku dan aku lalu menunaikan sholat subuh yang belakangan ini sering kulakuan. Setelah aku menunaikan sholat subuh, aku lalu mengambil kitap Al qur’an yang berada disebelah bantalku. Khusus untuk hari ini, aku membaca ayat terakhir di Al qur’an itu. Aku membaca surah Al-nisa dari ayat pertama sampai dengan ayat 93. Setelah aku membaca surah Al-nisa ayat 93. Aku lalu menitikan air mataku.
Subuh pun beranjak fajar. Sinar mentari pagi masuk melalui jendela kecil kamarku. Kurasakan hangat sinarnya yang mengenai pundak ku. Aku lalu menutup Al qur’an ku. Khusus untuk hari ini, aku harus berada di dalam kamar ku. Tidak seperti hari-hari biasanya. Dimana aku harus bekerja tanpa digaji.
Ku rebahkan kembali tubuhku di kasur. Pikiranku lalu menerawang. Kulukiskan wajahnya dilangit-langit kamarku. Aku lalu teringat percakapan terakhirku dengannya dua tahun yang lalu.
“Bang, sepertinya ayah tidak setuju abang meminangku.” Katanya.
“Kenapa? Apakah aku tidak pantas untukmu?” Tanya ku kepadanya.
“Ayah tidak setuju karena abang cuma tamatan SMA.” Jawabnya.
Perkataan terakhirnya sampai dengan saat ini masih terngiang-ngiang ditelingaku. Setelah beberapa lama aku menghayalkan dirinya. Aku lalu dikejutkan oleh suara ketukan pintu kamarku. Dan setelah kuncinya dibuka. Aku lalu melihat seorang pria masuk ke kamarku. Aku lalu bangkit dari tempat tidurku. Kupersilahkan dia duduk di tempat tidurku. Sebenarnya kamarku hanya berisikan sebuah tempat tidur dan sebuah westafel saja dan tak ada kursi satupun disana. Lima menit kemudian suasana masih hening. Pria itu masih melihatku dengan tatapan mata yang dalam.
“Apakah anda sudah mandi?” Pria itu mulai berkata kepadaku.
“Sudah pak.” Jawabku bohong. bagaimana mau mandi. dikamarku tidak ada kamar mandi.
“Apakah yang paling anda sukai di dunia ini?” Tanyanya kembali.
“ Saya sangat suka dengan mie ayam buatan ibu saya.” Jawabku.
“Ibu anda kan sudah meninggal. Tetapi jangan kuatir. Saya akan mencarikan mie ayam yang paling enak untuk anda. Apakah ada permintaan lain?” Katanya kepadaku.
“Hmm,satu lagi permintaan saya. Saya sangat ingin memakai baju toga yang sering dipakai para wisudawan.” Jawabku mantap.
“Baiklah. Permintaan anda akan kami usahakan.” Kata pria itu sambil tersenyum kepadaku.
Lalu pria itu beranjak pergi dari kamarku. Suasana kamarku kembali menjadi hening. Setelah beberapa lama aku diam di kamarku. Aku lalu dikejutkan dengan suara adzan ashar. Ternyata hari sudah sore. Aku kembali melakukan ritual rutin ku. Yaitu sholat lima waktu. Setelah siap melakukan ibadah wajib umat islam itu. Aku lalu berjalan mengitari setiap inci kamarku. Pikiranku mulai kacau. Yang ada di otakku hanya satu. Yaitu penyesalan. Aku lalu mengambil sebuah tasbih. Ku lafas kan namaNYA di setiap dzikirku. Setelah beberapa lama aku berdzikir, pikiranku pun kembali menjadi tenang dan damai. Aku menitikan air mata disetiap dzikirku. Setelah beberapa lama aku berzikir. Aku kembali dikejutkan suara pintuku yang kuncinya dibuka dari luar. Setelah pintu kamarku terbuka. Pria tadi kembali masuk ke kamarku. Pria itu membawa semangkok mie ayam dan sebuah baju toga yang aku pesan tadi. Dia lalu menghidangkan mie ayam itu dihadapanku dan meletakan baju toga disampingku. Tak beberapa lama setelah itu dia lalu beranjak keluar dari kamarku. Aku kembali sendirian dikamarku. Didalam keheningan kumakan mie ayam itu. Aku memakan suap demi suap mie itu. Meski pun mienya tak seenak buatan ibu. Setelah aku menghabisi mie ayam itu. Aku lalu memakai baju toga yang tadi diberikan pria itu. Kulihat wajahku di cermin westafel tersebut. Sungguh gagah aku memakai baju toga ini. Aku senyum-senyum sendiri. Aku bersyukur karena aku bisa memakai baju toga ini, khusus untuk hari ini. Kupandangi dengan dalam bayanganku di cermin. Tak terasa air mataku kembali menetes di pipiku. Aku kembali menangis di hening kamarku. Dikamar yang lembab, dikamar yang sunyi dan gelap.
Dan tak beberapa lama setelah itu hari beranjak menjadi malam. Pintu kamarku kembali dibuka dari luar. Pria itu kembali masuk ke kamarku.
“Sudah waktunya.” Pria itu berkata singkat kepadaku sambil tersenyum.
“Apakah aku boleh memakai baju toga ini?” Tanyaku kepada pria itu.
“Hmmmm, baiklah. Khusus untuk hari ini, kamu boleh memakai baju itu.” Kata pria itu kepadaku.
“Satu permintaan ku lagi. Ijin kan aku menunaikan sholat isya ku malam ini.” Aku kembali berkata kepada pria itu.
“ Baiklah, kamu boleh menunaikan sholat isya mu malam ini.” Jawab pria itu.
Dan setelah aku menunaikan sholatku. Pria itu lalu berkata
“apakah kamu sudah siap?”
“ Saya sudah siap lahir dan bathin.” Jawabku.
“ Baiklah, ikut dengan saya.” Jawab pria itu.
aku lalu pergi dengan pria itu. Aku meninggalkan kamar khusus ku yang sudah satu minggu kutempati. Di luar aku melihat dua buah mobil van. Aku lalu masuk dengan pria itu ke salah satu mobil van tersebut. Dan setelah lama mobil itu berjalan. Pria itu lalu berkata kepadaku.
“Maaf, saya harus menutup mata anda.”
Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepalaku. Dia lalu menutup kedua mataku dengan secarik kain hitam yang tebal. Dan tak beberapa lama setelah itu mobil yang kami tumpangi pun berhenti di suatu tempat. Karena mataku ditutup, aku lalu turun dari mobil sambil dipapah. Aku pun dituntun berjalan mendekati sebuah pohon. Lalu aku di sandarankan di sebatang pohon. Tangan dan kakiku diikat di pohon itu. Tak beberapa lama setelah itu Aku mendengarkan suara kokangan senjata api laras panjang.
Hanya 2 kalimat yang bisa ku katakan di kata-kata terakhir ku.
SATU,.....”asyhadu alla ilaha illallah” DUA,.....”wa asyhadu anna muhammadar rasulull,......” TEMBAK!!!
Lalu suara tembakan menggema ke semua sudut tempat itu.
Peluru yang di tembakan itu langsung menghentak, menghujam, dan menusuk langsung ke jantungku. Tetapi anehnya aku tidak merasakan sakit. Aku hanya merasakan kebas di dadaku. Badanku mulai terasa dingin, saraf-sarafku mulai mati, jantungku berhenti berdetak, otakku mulai kekurangan oksigen, roh ku seperti diambil paksa dari tubuhku. Tak beberapa lama setelah itu aku mulai melayang meninggalkan jasadku yang terbujur kaku bersimbah darah. Aku melihat para polisi yang mengeksekusi-ku tadi segera mengemasi jasadku yang tidak bernyawa lagi. ternyata tiem tembak berjumlah tujuh orang. Aku lalu melayang ke atas. Dan terus melayang meninggalkan jasad ku. Dan setelah itu yang kulihat hanya sinar terang.
****
Keesokan harinya di halaman depan koran ibu kota.
Ismail rindra terpidana mati kasus perampokan dan pembunuhan sadis kemarin malam di eksekusi mati di suatu tempat di pulau nusakambangan. Terpidana mati ini sudah mengirimkan beberapa kali permohonan grasi tetapi tetap ditolak presiden. Ismail rindra telah terbukti melakukan perampokan dan pembunuhan sadis terhadap satu keluarga 2 tahun yang lalu. Hakim menjatuhkan hukuman mati karena dia telah membunuh 5 orang dengan sadis diantaranya A kiong, istri A kiong dan ketiga anaknya. Saat ditanya wartawan 2 tahun yang lalu alasan kenapa dia merampok dan membunuh dia hanya menjawab; "Saya merampok karena saya harus kuliah dan saya tidak cukup waktu untuk mengumpulkan biaya kuliah. sebenarnya saya tidak ingin membunuh, tetapi karena dia teriak. jadi saya bunuh dia." Ironis memang disaat semua orang sangat membutuhkan pendidikan. Pemerintah malahan acuh tak acuh terhadap pendidikan di negara ini. Apakah rakyat dilarang untuk maju, dilarang untuk pintar. Pemerintah tidak perpihak kepada rakyat miskin.
**SELESAI**
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan tempat, nama, dan cerita. Itu adalah ketidak-sengajaan penulis dan mohon dimaafkan.
Endri Peri
10 juni 2012
“Bang, sepertinya ayah tidak setuju abang meminangku.” Katanya.
“Kenapa? Apakah aku tidak pantas untukmu?” Tanya ku kepadanya.
“Ayah tidak setuju karena abang cuma tamatan SMA.” Jawabnya.
Perkataan terakhirnya sampai dengan saat ini masih terngiang-ngiang ditelingaku. Setelah beberapa lama aku menghayalkan dirinya. Aku lalu dikejutkan oleh suara ketukan pintu kamarku. Dan setelah kuncinya dibuka. Aku lalu melihat seorang pria masuk ke kamarku. Aku lalu bangkit dari tempat tidurku. Kupersilahkan dia duduk di tempat tidurku. Sebenarnya kamarku hanya berisikan sebuah tempat tidur dan sebuah westafel saja dan tak ada kursi satupun disana. Lima menit kemudian suasana masih hening. Pria itu masih melihatku dengan tatapan mata yang dalam.
“Apakah anda sudah mandi?” Pria itu mulai berkata kepadaku.
“Sudah pak.” Jawabku bohong. bagaimana mau mandi. dikamarku tidak ada kamar mandi.
“Apakah yang paling anda sukai di dunia ini?” Tanyanya kembali.
“ Saya sangat suka dengan mie ayam buatan ibu saya.” Jawabku.
“Ibu anda kan sudah meninggal. Tetapi jangan kuatir. Saya akan mencarikan mie ayam yang paling enak untuk anda. Apakah ada permintaan lain?” Katanya kepadaku.
“Hmm,satu lagi permintaan saya. Saya sangat ingin memakai baju toga yang sering dipakai para wisudawan.” Jawabku mantap.
“Baiklah. Permintaan anda akan kami usahakan.” Kata pria itu sambil tersenyum kepadaku.
Lalu pria itu beranjak pergi dari kamarku. Suasana kamarku kembali menjadi hening. Setelah beberapa lama aku diam di kamarku. Aku lalu dikejutkan dengan suara adzan ashar. Ternyata hari sudah sore. Aku kembali melakukan ritual rutin ku. Yaitu sholat lima waktu. Setelah siap melakukan ibadah wajib umat islam itu. Aku lalu berjalan mengitari setiap inci kamarku. Pikiranku mulai kacau. Yang ada di otakku hanya satu. Yaitu penyesalan. Aku lalu mengambil sebuah tasbih. Ku lafas kan namaNYA di setiap dzikirku. Setelah beberapa lama aku berdzikir, pikiranku pun kembali menjadi tenang dan damai. Aku menitikan air mata disetiap dzikirku. Setelah beberapa lama aku berzikir. Aku kembali dikejutkan suara pintuku yang kuncinya dibuka dari luar. Setelah pintu kamarku terbuka. Pria tadi kembali masuk ke kamarku. Pria itu membawa semangkok mie ayam dan sebuah baju toga yang aku pesan tadi. Dia lalu menghidangkan mie ayam itu dihadapanku dan meletakan baju toga disampingku. Tak beberapa lama setelah itu dia lalu beranjak keluar dari kamarku. Aku kembali sendirian dikamarku. Didalam keheningan kumakan mie ayam itu. Aku memakan suap demi suap mie itu. Meski pun mienya tak seenak buatan ibu. Setelah aku menghabisi mie ayam itu. Aku lalu memakai baju toga yang tadi diberikan pria itu. Kulihat wajahku di cermin westafel tersebut. Sungguh gagah aku memakai baju toga ini. Aku senyum-senyum sendiri. Aku bersyukur karena aku bisa memakai baju toga ini, khusus untuk hari ini. Kupandangi dengan dalam bayanganku di cermin. Tak terasa air mataku kembali menetes di pipiku. Aku kembali menangis di hening kamarku. Dikamar yang lembab, dikamar yang sunyi dan gelap.
Dan tak beberapa lama setelah itu hari beranjak menjadi malam. Pintu kamarku kembali dibuka dari luar. Pria itu kembali masuk ke kamarku.
“Sudah waktunya.” Pria itu berkata singkat kepadaku sambil tersenyum.
“Apakah aku boleh memakai baju toga ini?” Tanyaku kepada pria itu.
“Hmmmm, baiklah. Khusus untuk hari ini, kamu boleh memakai baju itu.” Kata pria itu kepadaku.
“Satu permintaan ku lagi. Ijin kan aku menunaikan sholat isya ku malam ini.” Aku kembali berkata kepada pria itu.
“ Baiklah, kamu boleh menunaikan sholat isya mu malam ini.” Jawab pria itu.
Dan setelah aku menunaikan sholatku. Pria itu lalu berkata
“apakah kamu sudah siap?”
“ Saya sudah siap lahir dan bathin.” Jawabku.
“ Baiklah, ikut dengan saya.” Jawab pria itu.
aku lalu pergi dengan pria itu. Aku meninggalkan kamar khusus ku yang sudah satu minggu kutempati. Di luar aku melihat dua buah mobil van. Aku lalu masuk dengan pria itu ke salah satu mobil van tersebut. Dan setelah lama mobil itu berjalan. Pria itu lalu berkata kepadaku.
“Maaf, saya harus menutup mata anda.”
Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepalaku. Dia lalu menutup kedua mataku dengan secarik kain hitam yang tebal. Dan tak beberapa lama setelah itu mobil yang kami tumpangi pun berhenti di suatu tempat. Karena mataku ditutup, aku lalu turun dari mobil sambil dipapah. Aku pun dituntun berjalan mendekati sebuah pohon. Lalu aku di sandarankan di sebatang pohon. Tangan dan kakiku diikat di pohon itu. Tak beberapa lama setelah itu Aku mendengarkan suara kokangan senjata api laras panjang.
Hanya 2 kalimat yang bisa ku katakan di kata-kata terakhir ku.
SATU,.....”asyhadu alla ilaha illallah” DUA,.....”wa asyhadu anna muhammadar rasulull,......” TEMBAK!!!
Lalu suara tembakan menggema ke semua sudut tempat itu.
Peluru yang di tembakan itu langsung menghentak, menghujam, dan menusuk langsung ke jantungku. Tetapi anehnya aku tidak merasakan sakit. Aku hanya merasakan kebas di dadaku. Badanku mulai terasa dingin, saraf-sarafku mulai mati, jantungku berhenti berdetak, otakku mulai kekurangan oksigen, roh ku seperti diambil paksa dari tubuhku. Tak beberapa lama setelah itu aku mulai melayang meninggalkan jasadku yang terbujur kaku bersimbah darah. Aku melihat para polisi yang mengeksekusi-ku tadi segera mengemasi jasadku yang tidak bernyawa lagi. ternyata tiem tembak berjumlah tujuh orang. Aku lalu melayang ke atas. Dan terus melayang meninggalkan jasad ku. Dan setelah itu yang kulihat hanya sinar terang.
****
Keesokan harinya di halaman depan koran ibu kota.
Ismail rindra terpidana mati kasus perampokan dan pembunuhan sadis kemarin malam di eksekusi mati di suatu tempat di pulau nusakambangan. Terpidana mati ini sudah mengirimkan beberapa kali permohonan grasi tetapi tetap ditolak presiden. Ismail rindra telah terbukti melakukan perampokan dan pembunuhan sadis terhadap satu keluarga 2 tahun yang lalu. Hakim menjatuhkan hukuman mati karena dia telah membunuh 5 orang dengan sadis diantaranya A kiong, istri A kiong dan ketiga anaknya. Saat ditanya wartawan 2 tahun yang lalu alasan kenapa dia merampok dan membunuh dia hanya menjawab; "Saya merampok karena saya harus kuliah dan saya tidak cukup waktu untuk mengumpulkan biaya kuliah. sebenarnya saya tidak ingin membunuh, tetapi karena dia teriak. jadi saya bunuh dia." Ironis memang disaat semua orang sangat membutuhkan pendidikan. Pemerintah malahan acuh tak acuh terhadap pendidikan di negara ini. Apakah rakyat dilarang untuk maju, dilarang untuk pintar. Pemerintah tidak perpihak kepada rakyat miskin.
**SELESAI**
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan tempat, nama, dan cerita. Itu adalah ketidak-sengajaan penulis dan mohon dimaafkan.
Endri Peri
10 juni 2012
PROFIL PENULIS
Namaku : Endri Peri
Asalku : Medan.
Kelahiranku : 9 Februari.
Facebookku : aku@endriperi.tk
Namaku : Endri Peri
Asalku : Medan.
Kelahiranku : 9 Februari.
Facebookku : aku@endriperi.tk
Baca juga Cerpen Sedih yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar