KAPAN IBU MENGERTI?
Karya Andi Sri Fajriana
Kutatap langit senja di hadapanku ini. Matahari kembali ke peradabannya. Warna orange memenuhi sebagian dari lagit itu. Awan tenang menghiasi lagit yang berwarna jingga. Awan itu, setenang hatiku saat ini. Sebentar lagi, Tuhan akan mencabut nyawaku. Aku selalu berdo’a. Berdo’a agar semua kesandiwaraan ini berakhir. Namun, harapanku mungkin hanya sebatas untaian kata yang tak terbalasakan. Ku hanya bisa menunggu, menunggu, dan terus menunggu. Menunggu kebenaran yang akan terungkap. Semua pemeran dalam skenario itu, akan segera menjadi kenyataan. Jika aku sudah tak ada lagi. Namun, apakah itu mungkin?
“ ICHAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!”.....
Ku dengar teriakan mengelegar itu dari bawah. Dengan segenap kemampuanku, ku dorong kursi roda yang ku duduki hingga aku sampai di depan mama.
“ ICHA!!!! KAMU APAKAN BAJU MAMA???? KENAPA BISA BOLONG SEPERTI INI? KAMU TIDAK NIAT LAGI TINGGAL DI RUMAH INI? “. Tanya mama dengan geram.
“ Ma... a...a...ku aku gak tau ma.... Perasaan tadi baju mama baik- baik aja “. Jawabku dengan takut- takut.
“ APA KAMU BILANG???? DASAR ANAK TAK TAU DI UNTUNG KAMU... MASIH BAGUS MAMA IJININ KAMU MAKAN DAN TINGGAL DI RUMAH INI. TAPI BALASAN KAMU DARI MAMA APA? HAH? “. Dengan geram, mama menarik kuat rambutku hingga rontok. Sakit. Itu yang ku rasakan sekarang.
“ Ma,,, ampun ma... Icha beneran gak tau apa- apa. Ma ampun.. hiks... hiks.. Ampun ma, sakit “. Kataku sambil terisak.
“ DASAR ANAK LUMPUH KAMU “. Akhirnya, hujatan itu keluar dari mulut mama. Bukan hanya sakit yang ku rasakan di fisikku. Namun, ngilu ini berasa di relung hatiku yang paling dalam. Ku hanya bisa terisak memilukan di hadapan mama. Hingga akhirnya, mama berlalu dari hadapanku.
Kutatap langit senja di hadapanku ini. Matahari kembali ke peradabannya. Warna orange memenuhi sebagian dari lagit itu. Awan tenang menghiasi lagit yang berwarna jingga. Awan itu, setenang hatiku saat ini. Sebentar lagi, Tuhan akan mencabut nyawaku. Aku selalu berdo’a. Berdo’a agar semua kesandiwaraan ini berakhir. Namun, harapanku mungkin hanya sebatas untaian kata yang tak terbalasakan. Ku hanya bisa menunggu, menunggu, dan terus menunggu. Menunggu kebenaran yang akan terungkap. Semua pemeran dalam skenario itu, akan segera menjadi kenyataan. Jika aku sudah tak ada lagi. Namun, apakah itu mungkin?
“ ICHAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!”.....
Ku dengar teriakan mengelegar itu dari bawah. Dengan segenap kemampuanku, ku dorong kursi roda yang ku duduki hingga aku sampai di depan mama.
“ ICHA!!!! KAMU APAKAN BAJU MAMA???? KENAPA BISA BOLONG SEPERTI INI? KAMU TIDAK NIAT LAGI TINGGAL DI RUMAH INI? “. Tanya mama dengan geram.
“ Ma... a...a...ku aku gak tau ma.... Perasaan tadi baju mama baik- baik aja “. Jawabku dengan takut- takut.
“ APA KAMU BILANG???? DASAR ANAK TAK TAU DI UNTUNG KAMU... MASIH BAGUS MAMA IJININ KAMU MAKAN DAN TINGGAL DI RUMAH INI. TAPI BALASAN KAMU DARI MAMA APA? HAH? “. Dengan geram, mama menarik kuat rambutku hingga rontok. Sakit. Itu yang ku rasakan sekarang.
“ Ma,,, ampun ma... Icha beneran gak tau apa- apa. Ma ampun.. hiks... hiks.. Ampun ma, sakit “. Kataku sambil terisak.
“ DASAR ANAK LUMPUH KAMU “. Akhirnya, hujatan itu keluar dari mulut mama. Bukan hanya sakit yang ku rasakan di fisikku. Namun, ngilu ini berasa di relung hatiku yang paling dalam. Ku hanya bisa terisak memilukan di hadapan mama. Hingga akhirnya, mama berlalu dari hadapanku.
Ya. Inilah keseharianku. Perkenalkan, namaku Icha Septian Nuraga. Aku anak tunggal dari keluarga ini. Semenjak kejadian 2 tahun yang lalu, saat itu ayah meninggal karena kecelakaan, pesawat saat akan menjemputku dari London. Hingga mama berfikiran, kalau aku penyebab dari meninggalnya ayah. Namun, siapa yang tau, kalau sampai saat ini aku juga merasa kehilangan seperti mama. Bahkan rasa kehilanganku lebih besar dari mama.
Sekarang, aku menginjak umur 16 tahun. Harapanku nanti, saat aku berulang tahun, mama akan mengucapkan ucapan kepadaku dan memberikan kecupan hangat di pipiku. Walaupun tak ada ayah di sini, tapi aku merasa cukup bahagia akan kehadiran mama. Semoga....
Kubuka album biru.....
Penuh debu dan usang......
Ku pandangi semua gambar diri.....
Kecil bersih belum ternoda......
“ Icha, sebentar teman mama mau datang. Ingat, kamu harus ada di belakang. Jangan keluar- keluar sebelum mama suruh. Awas saja kamu jika kamu membantah “. Kata mama dengan cueknya tanpa memandang kearahku.
Ya... Aku tidak di anggap sebagai anak kalo ada di hadapan teman mama. Mama hanya mengakui dulu kandungannya gugur. Betapa mirisnya hatiku saat mama mengatakan itu semua. Tapi apa dayaku?
Ku hanya menurut dengan perkataan mama. Saat aku berbalik, saat itu juga air mataku terjun dengan derasnya. Yang lebih tepat air mata kepedihan.
Sekarang, aku sudah sampai di kamarku. Bukan kamar, tapi lebih tepatnya gudang. Aku tak tahu, mengapa mama membiarkanku tidur sendiri di sini. Padahal kamar yang lain masih kosong. Ku ratapi nasibku yang malang ini. Tapi aku yakin, di balik semua kekejaman mama, pasti ada rasa kasih sayang mama kepadaku. Walalupun hanya secuil.
Aku tertidur beralaskan tikar yang tipis, dan di temani oleh nyamuk- nyamuk. Walalupun dalam keadaan ini aku sangat tidak nyaman, tapi biarkanlah. Aku yakin semuanya pasti berakhir..
Tanpa ku sadari, mama menengok di balik pintu kamarku.
“ Maafkan mama sayang. Mama sayang kamu “. Bisik mama kemudian berlalu.
Pikirku pun melayang...
Dahulu penuh kasih....
Teringat semua cerita orang...
Tentang riwayatku....
3 bulan kemudian......
Tepat hari ini, tanggal 07 Mei 2012, hari ulang tahunku. Ku jalani hari- hariku dengan semangat. Sampai mama terheran- heran di buatnya.
“ Kenapa kamu jadi semangat begitu? Semangat untuk kerja maksudnya? “. Tanya mama dengan sinis. Ku hanya bisa memberikan senyuman termanisku. Kemudian berlalu dari hadapan mama. Huft, aku tak ingin hari spesialku menjadi rusak karena hujatan mama. Kalau bisa aku bertanya, kapan mama mengerti?
Pada malam hari.....
Saat ini, mama belum pulang dari kantor. Aku ingin membuat kejutan untuk mama. Aku membuat cake yang betuliskan ‘ICHA SAYANG MAMA’ dan di hiasi oleh lilin yang berbentuk angka 17, sesuai dengan jumlah umurku. Ku desain sedemikian rupa cake itu, hingga menjadi cake yang berbentuk hati dengan sangat indah. Huft, melelahkan sekali hari ini. Ku tulis pada kertas berwarna pink isi suratku kepada mama. Seusainya, aku merasakan sakit yang teramat sangat di kepalaku. Cairan berwarna merah pekat yang berbau amis, meleleh dengan derasnya di hidungku. Dengan sekuat tenaga, aku meletakkan surat itu di pinggir meja dekat cake ku. Sakit di kepalaku makin menjadi. Hingga semuanya gelap.
Kata mereka diriku
Slalu dimanja....
Kata mereka diriku
Slalu di timang.....
Nada- nada yang indah...
Selalu terurai darinya...
Tangisan nakal dari bibirku...
Takkan jadi deritanya.....
Tangan halus nan suci......
Tlah mengankat tubuh ini......
Jiwa raga dan seluruh hidup....
Rela kau berikan......
Epilog.......
Mama’s story..
Kutatap nisan di hadapanku saat ini. Betapa mirisnya hatiku. Aku kembali membaca surat yang ada di genggamanku ini. Aku memang benar- benar ibu yang sangat bodoh. Teganya aku menaruh duri pedih di atas kesabaran putri kecilku ini...
“ Maafkan mama sayang..... Mama sangat menyangimu putri kecilku “. Ku menangis sejadi- jadinya di pusaran anakku......
Sekarang, aku menginjak umur 16 tahun. Harapanku nanti, saat aku berulang tahun, mama akan mengucapkan ucapan kepadaku dan memberikan kecupan hangat di pipiku. Walaupun tak ada ayah di sini, tapi aku merasa cukup bahagia akan kehadiran mama. Semoga....
Kubuka album biru.....
Penuh debu dan usang......
Ku pandangi semua gambar diri.....
Kecil bersih belum ternoda......
“ Icha, sebentar teman mama mau datang. Ingat, kamu harus ada di belakang. Jangan keluar- keluar sebelum mama suruh. Awas saja kamu jika kamu membantah “. Kata mama dengan cueknya tanpa memandang kearahku.
Ya... Aku tidak di anggap sebagai anak kalo ada di hadapan teman mama. Mama hanya mengakui dulu kandungannya gugur. Betapa mirisnya hatiku saat mama mengatakan itu semua. Tapi apa dayaku?
Ku hanya menurut dengan perkataan mama. Saat aku berbalik, saat itu juga air mataku terjun dengan derasnya. Yang lebih tepat air mata kepedihan.
Sekarang, aku sudah sampai di kamarku. Bukan kamar, tapi lebih tepatnya gudang. Aku tak tahu, mengapa mama membiarkanku tidur sendiri di sini. Padahal kamar yang lain masih kosong. Ku ratapi nasibku yang malang ini. Tapi aku yakin, di balik semua kekejaman mama, pasti ada rasa kasih sayang mama kepadaku. Walalupun hanya secuil.
Aku tertidur beralaskan tikar yang tipis, dan di temani oleh nyamuk- nyamuk. Walalupun dalam keadaan ini aku sangat tidak nyaman, tapi biarkanlah. Aku yakin semuanya pasti berakhir..
Tanpa ku sadari, mama menengok di balik pintu kamarku.
“ Maafkan mama sayang. Mama sayang kamu “. Bisik mama kemudian berlalu.
Pikirku pun melayang...
Dahulu penuh kasih....
Teringat semua cerita orang...
Tentang riwayatku....
3 bulan kemudian......
Tepat hari ini, tanggal 07 Mei 2012, hari ulang tahunku. Ku jalani hari- hariku dengan semangat. Sampai mama terheran- heran di buatnya.
“ Kenapa kamu jadi semangat begitu? Semangat untuk kerja maksudnya? “. Tanya mama dengan sinis. Ku hanya bisa memberikan senyuman termanisku. Kemudian berlalu dari hadapan mama. Huft, aku tak ingin hari spesialku menjadi rusak karena hujatan mama. Kalau bisa aku bertanya, kapan mama mengerti?
Pada malam hari.....
Saat ini, mama belum pulang dari kantor. Aku ingin membuat kejutan untuk mama. Aku membuat cake yang betuliskan ‘ICHA SAYANG MAMA’ dan di hiasi oleh lilin yang berbentuk angka 17, sesuai dengan jumlah umurku. Ku desain sedemikian rupa cake itu, hingga menjadi cake yang berbentuk hati dengan sangat indah. Huft, melelahkan sekali hari ini. Ku tulis pada kertas berwarna pink isi suratku kepada mama. Seusainya, aku merasakan sakit yang teramat sangat di kepalaku. Cairan berwarna merah pekat yang berbau amis, meleleh dengan derasnya di hidungku. Dengan sekuat tenaga, aku meletakkan surat itu di pinggir meja dekat cake ku. Sakit di kepalaku makin menjadi. Hingga semuanya gelap.
Kata mereka diriku
Slalu dimanja....
Kata mereka diriku
Slalu di timang.....
Nada- nada yang indah...
Selalu terurai darinya...
Tangisan nakal dari bibirku...
Takkan jadi deritanya.....
Tangan halus nan suci......
Tlah mengankat tubuh ini......
Jiwa raga dan seluruh hidup....
Rela kau berikan......
Epilog.......
Mama’s story..
Kutatap nisan di hadapanku saat ini. Betapa mirisnya hatiku. Aku kembali membaca surat yang ada di genggamanku ini. Aku memang benar- benar ibu yang sangat bodoh. Teganya aku menaruh duri pedih di atas kesabaran putri kecilku ini...
“ Maafkan mama sayang..... Mama sangat menyangimu putri kecilku “. Ku menangis sejadi- jadinya di pusaran anakku......
Isi surat:
Mama..... Icha tak tahu mengapa mama sebegitu bencinya sama Icha. Tapi, Icha tetap sayang sama mama. Biarpun mama sangat tidak menyukai Icha. Maafkan Icha yah ma, kalo selama ini Icha selalu buat marah mama. Dan juga maafkan Icha kalo sudah menjadi dalang dari meninggalnya ayah. Terima kasih ma atas kasih sayang mama kepada Icha. Icha akan selalu sayang sama mama....
With love....
Icha Septian Nuraga
_SAD ENDING_
PROFIL PENULIS
Nama Lengkap: Andi Sri Fajriana
Tempat, Tanggal lahir: Bulukumba, 29 April 1999
Tempat, Tanggal lahir: Bulukumba, 29 April 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar