SECUIL KISAH TENTANG AYAH
Cerpen Kartika Dewi
Cerpen Kartika Dewi
Kami, khususnya ibu sangat berpengharapan lebih saat itu. bahagia sekaligus haru ku lihat dari paras ayunya yang kian termakan oleh usia,
Ya...kami sempat lega sesaat, sebelum panggilan dari sound system pojok ruangan tunggu mengalun memanggil-manggil nama ayahku. Aku tersentak kala itu, aku baru saja tertidur beberapa menit yang lalu. Ya..panggilan itu dari suster jaga di ruangan sebelah, memanggil kami untuk segera ke ruangan ICU. Mulanya kami lega, ini adalah awal yang baik karena ayah tak lagi harus berjibaku dengan kabel-kabel kecil yang melilit tubuhnya, menganggu nafasnya, membuatnya susah untuk menggapai tanganku kala aku menjenguk, juga monitor yang berting-tong ria, aku rasa ayah sangat risih dan tak tahan dengan bunyi-bunyioan aneh itu, bau obat juga tak kalah menjengkelkannya, belum lagi pasien sebelah yang tak terduga bisa saja merengek-remngek atau teriak-teriak. Ah,,,rasanya pasti bosan berada dalam ruangan itu.
Aku segera beranjak dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, disusul abangku yang tadi tidur di sebelahku.
" Alhamdulillah, akhirnya bapak dipindah juga ", batinku ketika melewati lorong kecil menuju ruang ICU. Benar-benar tak ada firasat apa pun sebelumnya. Ya...ternyata Sang Kuasa memiliki rencana lain.
Suster jaga, " Keluarga bapak ? ", ia menyapa kami dengan masker setengah dipakai . Ia tersenyum, aku tau itu.
" Iya ", sahutku.
" Begini ya...bapak sudah membaik, sekarang saja beliau tidur pulas" (aku menatap abangku sekilas,saenyum), lanjut suster. "tapi maaf, bapak belum bisa dipindah kamar, jantung bapak sedikit melemah dan belum sepenuhnya stabil.jadi tadi Dokter Arif menyampaikan kalao bapak belum bisa dipindah kamar malam ini, jngan khawatir, bapak baik-baik saja kok. Mau lihat bapak?"
Aku rasa ada sesuatu telah menyambar jantungku, semacam kilat yang tak biasa, menusuk cukup dalam ke jantungku.
Aku mengangguk dan memasuki ruangan yang sangat tak ku sukai itu. Aku melihat ayah dari balik pintu kaca yang berkorden Ijo itu. Ia tertidur pulas..ditemani ting-tongan monitor dengan garis-garis yang tak ku tau maksudnya. aku ingin mengecup pipinya, aku ingin ia segera kembali tertawa seperti biasanya, dengan gurauan-gurauan kuno nan jadulnya. Aku ingin menitih air mata, tapi AC disekitarku telah membekukan air mataku dan berkata, " Jangan kau menangis! Ayahmu tak butuh sedihmu! Ia butuh kehangatan dan kehadiran keluarganya, itu saja! berdoalah kepada Yang Khaliq, sahabatku!" (AC saja bisa berkata seperti itu, aku harus kuat!!!)
Aku menahan nafasku dalam dan menghempaskannya dengan memejamkan sepasang mataku, " Lindungi ia, Ya Robb"
Aku berjalan keluar ruangan digandeng abangku.. "Allah pasti menyembuhkanmu, pak"
Baiklah...sekarang masalahnya adalah ibu. Bagaimana kami menjelaskan padanya? Sungguh, aku tak tega menyakitinya, merobek bahagianya dengan kabar ini. Abangku menepuk pundakku tanpa mengucap satu patah kata pun, tapi aku tau maksudnya.ia berusaha menenangkanku. kami pun berjalan sendiri-sendiri menuju ruang tunggu keluarga pasien.
Dari jauh aku sudah melihat kerudung ibu meski agak samar karena gelapnya ruangan. Ya..itu ibu,ia memaksakan senyumnya pada kami, meski terlihat benar ia sangat lelah batin dan fisik. Ia sudah membereskan semua barang kami dan sudah siap pindak ke kamar baru ayah.
‘Tuhan...aku tak tega mengatakannya’
“mboten sios pindah buk, nunggu doktere ngantos mangke enjing”, hanya itu yang mampu terucap dari mulut abangku, seketika raut wajah ibu menciut, ia tak mengatakan apa-apa. Lalu ia berjalan mewnuju kamar mandi di sebelah ruangan kami dan kembali dengan wajah yang suda terbasuh air. Aku malu karena mngetahui bahwa ibuku berwudlu. Aku malu pada diriku sendiri.
*** **
Dari balik kaca ku lihat ia menengadahkan kedua tangannya, ia menunduk dengan mukena putih motif kembang.
** ***
Ya Allah, semua rizqy ada di tanganMU, berikan keikhlasan bagi kami menerima garis indahMU. ( Doa di hati kecilku: beri kesembuhan kepada ayah dan hati yang besar pada ibu . Aminn )
*** **
" Alhamdulillah, akhirnya bapak dipindah juga ", batinku ketika melewati lorong kecil menuju ruang ICU. Benar-benar tak ada firasat apa pun sebelumnya. Ya...ternyata Sang Kuasa memiliki rencana lain.
Suster jaga, " Keluarga bapak ? ", ia menyapa kami dengan masker setengah dipakai . Ia tersenyum, aku tau itu.
" Iya ", sahutku.
" Begini ya...bapak sudah membaik, sekarang saja beliau tidur pulas" (aku menatap abangku sekilas,saenyum), lanjut suster. "tapi maaf, bapak belum bisa dipindah kamar, jantung bapak sedikit melemah dan belum sepenuhnya stabil.jadi tadi Dokter Arif menyampaikan kalao bapak belum bisa dipindah kamar malam ini, jngan khawatir, bapak baik-baik saja kok. Mau lihat bapak?"
Aku rasa ada sesuatu telah menyambar jantungku, semacam kilat yang tak biasa, menusuk cukup dalam ke jantungku.
Aku mengangguk dan memasuki ruangan yang sangat tak ku sukai itu. Aku melihat ayah dari balik pintu kaca yang berkorden Ijo itu. Ia tertidur pulas..ditemani ting-tongan monitor dengan garis-garis yang tak ku tau maksudnya. aku ingin mengecup pipinya, aku ingin ia segera kembali tertawa seperti biasanya, dengan gurauan-gurauan kuno nan jadulnya. Aku ingin menitih air mata, tapi AC disekitarku telah membekukan air mataku dan berkata, " Jangan kau menangis! Ayahmu tak butuh sedihmu! Ia butuh kehangatan dan kehadiran keluarganya, itu saja! berdoalah kepada Yang Khaliq, sahabatku!" (AC saja bisa berkata seperti itu, aku harus kuat!!!)
Aku menahan nafasku dalam dan menghempaskannya dengan memejamkan sepasang mataku, " Lindungi ia, Ya Robb"
Aku berjalan keluar ruangan digandeng abangku.. "Allah pasti menyembuhkanmu, pak"
Baiklah...sekarang masalahnya adalah ibu. Bagaimana kami menjelaskan padanya? Sungguh, aku tak tega menyakitinya, merobek bahagianya dengan kabar ini. Abangku menepuk pundakku tanpa mengucap satu patah kata pun, tapi aku tau maksudnya.ia berusaha menenangkanku. kami pun berjalan sendiri-sendiri menuju ruang tunggu keluarga pasien.
Dari jauh aku sudah melihat kerudung ibu meski agak samar karena gelapnya ruangan. Ya..itu ibu,ia memaksakan senyumnya pada kami, meski terlihat benar ia sangat lelah batin dan fisik. Ia sudah membereskan semua barang kami dan sudah siap pindak ke kamar baru ayah.
‘Tuhan...aku tak tega mengatakannya’
“mboten sios pindah buk, nunggu doktere ngantos mangke enjing”, hanya itu yang mampu terucap dari mulut abangku, seketika raut wajah ibu menciut, ia tak mengatakan apa-apa. Lalu ia berjalan mewnuju kamar mandi di sebelah ruangan kami dan kembali dengan wajah yang suda terbasuh air. Aku malu karena mngetahui bahwa ibuku berwudlu. Aku malu pada diriku sendiri.
*** **
Dari balik kaca ku lihat ia menengadahkan kedua tangannya, ia menunduk dengan mukena putih motif kembang.
** ***
Ya Allah, semua rizqy ada di tanganMU, berikan keikhlasan bagi kami menerima garis indahMU. ( Doa di hati kecilku: beri kesembuhan kepada ayah dan hati yang besar pada ibu . Aminn )
*** **
Sesekali kilat memecahkan keheningan malam ini, juga gerimis yang turun pelans seakan tak mau mengganggu tidur ayah dan ibuku, juga orang-orang yang berpengharapan sama denganku, di rumah sakit ini.
Selamat tidur ibu, selamat tidur ayah
Selamat tidur ibu, selamat tidur ayah
PROFIL PENULIS
Aku adalah mahasiswa psikologi pendidikan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta. iya..aku lahir di Jepara, lebih tepatnya di kawasan paling timur kabupaten jepara (sebut saja aku anak "pinggiran"). Sudah lama aku suka menulis apa pun, baik yang akhirnya berbentuk (ya..misalnya cerpen ini)atau pun yang berakhir hanya dengan judul, coretan satu dua kalimat atau bahkan benang ruwet yang (aku yakin hanya aku yang dapat membaca,hehee). selamat menikmati coretan otak saya. salam kenal teman-teman loker seni (terkhusus untuk yang suka cerpen). :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar