PENGORBANAN SEORANG SAHABAT
Cerpen Nishaa Anjany
Cerpen Nishaa Anjany
Hari ini adalah hari ulang tahun sahabatku, “Rina”. Dia, terlihat bahagia karena orang tuanya memberinya hadiah yang indah. Sedangkan, teman-teman juga memberinya banyak hadiah.
Tapi, diulang tahunnya kali ini aku tidak bisa memberinya apa-apa. Karena, keluargaku sekarang sedang kesulitan ekonomi. Aku berharap agar Rina mengerti keadaanku sekarang.
Dan, ternyata Rina mengerti keadaan ku sekarang. Rina memang sahabat yang paling baik yang pernah aku miliki.
Beberapa hari kemudian, Rina pun jatuh sakit. Aku ingin menjenguknya di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ibu Rina berkata, “Rina sakit parah dan kemungkinan sudah tidak ada harapan untuk hidup lebih lama”. Dia terserang penyakit yang sangat parah dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Satu persatu organ tubuhnya rusak dan butuh donor yang cocok untuknya.
Aku pun sedih melihat sahabat ku harus menanggung sakitnya sendiri. Aku mencoba untuk pergi ke laboratorium untuk tes apakah organ tubuh ku cocok untuk Rina. Aku ingin melihat sahabat ku hidup sehat dan bahagia seperti dulu lagi. Aku mencoba membantunya sebisa yang aku bisa.
Tenyata, hasil tesnya cocok dan aku meminta izin kepada ibu untuk mendonorkan organ tubuh ku pada Rina. Tapi, ibu tidak menyetujui keputusan ku, karna ibu tidak ingin apabila nanti akibatnya terjadi padaku. Karena ibu sangat sayang padaku dan tidak ingin terjadi apa-apa dengan ku. Tapi, aku sangat ingin mendonorkan organ tubuh ku pada Rina. Aku berusaha meyakinkan ibu agar ibu menyetujui keputusan ku.
Dan akhirnya, ibu mengerti betapa Rina sangat membutuhkan donor itu. Tapi, ibu juga kelihatan kurang ikhlas. ”Tapi, ini demi Rina bu...” ucapku. ”iya nak ibu mengerti perasaan mu. Tapi apakah tidak bisa menggunakan cara yang lain nak...??” jawab ibu. ”Ayolah bu...!!” ucapku. ”Yaudah, terserah padamu ibu sudah mengingatkan mu pokoknya..” jawab ibu.
Setelah mendapat persetujuan ibu, keesokan harinya pun aku langsung diperbolehkan untuk pergi operasi. Alhamdulillah, operasi berjalan lancar dan selamat. Organ tubuh ku sekarang berada di dalam tubuh Rina. Kami, berdua merasa senang karena operasinya lancar.
Satu hari, dua hari, rasanya badan masih terasa sehat. Tapi lama kelamaan badan semakin hari semakin lemas dan sering juga sakit. ”Apakah ini akibat dari operasi kemarin..??” tanyaku dalam hati. Akhirnya aku harus menanggung hidup ku di atas kursi roda,
karena aku sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan.
Hari demi hari telah berganti, aku sudah mulai beranjak remaja. Sekarang aku sudah bersama dengan orang yang menyayangiku, yaitu “Roni”. Roni sangat sayang padaku dan aku pun juga sangat sayang padanya. Tapi, disisi lain Rina juga mencintai Roni. Aku pun bingung di antara dua pilihan. Disisi lain aku sayang dan mencintai Roni tapi, disisi lain juga aku sangat sayang dan merasa kasihan pada Rina.
Akhirnya, aku putuskan untuk merelakan Roni bersama Rina. Tapi, Roni membantah keputusan ku. ”Ron...kamu sayang sama aku kan..?? kalau kamu sayang sama aku kamu harus mau sama Rina ya..??” ucapku pada Roni. ”Tapi Rani, aku sangat mencintaimu, aku gak bisa bohongi perasaan ku. Aku sangat sayang sama kamu, aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu..” jawab Roni. ”Roni, aku ini punya penyakit yang parah..aku juga tidak bisa membebankan kamu untuk mendorong aku terus.. lebih baik kamu sama Rina ya. Dia cantik, dia pintar, dia baik hati juga.” sambung ku. (Roni memegang kedua tangan Rani) ”Rani, walaupun kamu sakit, aku tetap sayang padamu. Aku cinta kamu apa adanya. Sungguh, aku ndak bohong..!!” jawab Roni. “udahlah Roni...Kamu sama Rina aja..” Jawab ku.
Aku pun pergi meninggalkan Roni dengan menangis. ”Roni, maafkan aku. Sesungguhnya aku juga tidak ingin kamu bersama dengan Rina. Tapi, ini demi Rina...” Ucap ku dalam hati.
“Rani...,Raniiiiii kamu mau kemana..” teriak Roni. ”Baiklah jika ini mau mu. Aku akan turuti mau mu. Tapi dengarkan aku Rani, aku akan tetap sayang padamu..” sambung Roni.
Keesokan harinya, Roni pun menyatakan cintanya pada Rina dihadapan ku. Aku pun senang walaupun hatiku sangat sakit dan sakit. Aku pun mengatakan selamat kepada mereka berdua. Wajah ku terlihat bahagia padahal hatiku menangis. Hatiku menangis tak masalah buat ku, yang penting sahabat ku bahagia.
Hari demi hari berganti, aku pun terus belajar mulai dari pelajaran yang aku terima di sekolah karena sebentar lagi ujian kelulusan. Aku berjanji akan melupakan kejadian yang telah berlalu.
Setiap Rina meminta bantuan selalu aku bantu karena, aku tidak ingin dia merasa sedih. Aku ingin Rina selalu bahagia walaupun nyawa taruhannya. Tapi, megapa Rina tidak pernah membantu ku sejak dia bersama Roni. Seakan-akan dia sudah lupa sama sahabatnya sendiri. Saat aku terjatuh Rina seakan-akan tidak mengerti bahwa aku terjatuh. Tapi itu sudah aku anggap sebagai cobaan dalam persahabatan.
Setahun telah berlalu. Aku sudah lulus dari SMA. Tapi, sayangya aku tidak bisa melanjutkan sekolahku ke tingkat yang lebih tinggi. Karena sakit ku kini makin parah. Semenjak aku mendonorkan organ tubuhku, aku menjadi sakit sakitan. Kini yang aku bisa hanya mengurung diri di dalam rumah dan tidak pernah keluar rumah. Roni pun selalu memberiku semangat untuk sembuh. Tapi, rasanya sudah tidak mungkin lagi untuk aku sembuh.
Dua tahun berlalu. Rani pun meninggal dunia. Roni pun menangis menyesali kenapa dia harus menuruti kemauan Rani dulu. “Seandainya aku sekarang bersama Rani, Aku akan coba membuat dia bahagia di akhir hidupnya. Tapi, kini sudah terlambat bagi ku untuk melakukan itu” ujar Roni dalam hati.
Rina pun juga menyesal. ”seharusnya aku tidak menerima organ tubuhnya dulu” ucap Rina. ”Seharusnya aku yang ada di dalam sini, bukan kamu Ran... Maafkan aku ya Rani, seandainya aku tidak menerima donor tubuhmu, kamu tidak akan seperti ini. Aku sangat benci pada diriku sendiri.., maafkan aku ya Rani..” sambung Rina.
“Sudahlah Rina.. Kita tidak boleh menyesali kepergiannya. Ini sudah rencana-Nya yang di atas, syukuri saja apa yang terjadi” Jawab Roni. Akhirnya, Rina menyadari ini sudah jalan hidup Rani. Rina hanya bisa mendo’akan Rani disana.
“Terima kasih Rani.. Atas pengorbananmu, aku dapat hidup bahagia. Sekali lagi, terima kasih” Ucap Rina..
Baca juga Cerpen Persahabatan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar