Minggu, 29 April 2012

Cerpen Cinta "Dia Milikku Bukan Milikmu"

DIA MILIKKU BUKAN MILIKMU
Cerpen Yenita

Pagi hari saat aku terbangun!!
“Chubby bangun!!”
Terdengar suara Kak Rasta membangunkanku dan saat aku membuka mata tiba-tiba Kak Rasta memukulku dengan boneka panda milikku. Kak Rasta adalah Kakak laki-laki satu-satunya dalam keluargaku. Aku sangat menyayangi Kak Rasta karena selama ini Kak Rasta lah yang telah menjagaku dan melindungiku disaat kedua orang tua kami sibuk bekerja. Kami sekeluarga tinggal di kota Malang tepatnya di sebuah perumahan sederhana di daerah Bukit Tidar.
“Auu..Kak Rasta sakit tahu!!”
“Habis kamu susah sih di bangunin”
“Kakak mau ajak aku berangkat bareng ya!”
“Iya chubby”
“Kak jangan panggil aku dengan sebutan Chubby dong nanti kalau temen-temenku tahu aku khan jadi malu Kak”
“Emang kamu chubby kok lihat ja pipi kamu di kaca sekarang”
“Iya-iya emang aku chubby kok, tapi khan gak harus di panggil chubby gitu”
“Ngambek, dah lah Alina kakak tunggu di bawah ya cepetan!”


Itulah hari-hariku setiap pagi, selalu ada Kak Rasta yang membangunkanku dan mengantarku ke sekolah. Dan di sekolah aku mempunyai sahabat kental bernama Tari. Kami selalu berbagi tentang segala hal di sekolah termasuk sesuatu hal yang akhir-akhir ini mengusikku. Penggemar rahasiaku, setiap pagi aku selalu menerima setangkai mawar putih dan sebuah ucapan selamat pagi dari seseorang misterius. Hal itu sudah berlangsung hampir satu tahun, melihat hal itu aku dan Tari tidak tinggal diam. Aku dan Tari mencoba mencari tahu tentang siapa sebenernya seseorang misterius itu, tapi tidak ada hasilnya. Sampai pada akhirnya aku dan Tari memilih diam.
“Pagi Alina!”
“Eh Tari tumben datangnya siang”
“Iya di jalan macet total Al”
“Apa itu Alina”
“Masih nanya! ya seperti biasanya lah mawar putih sama ucapan selamat pagi”
“Tapi kali ini ekspresi kamu beda Al, kamu senyum-senyum sendiri sambil lihatin mawar putih itu”
“Masak sih Tar! Aku hanya bayangin ja seandainya saja orang yang selama ini ngasih ini sama aku adalah orang yang ganteng dan keren abis, seperti kakak kelas kita itu yang keren siapa namanya Tar?”
“Kak Vino maksud kamu!”
“Iya”
“Yah mungkin saja sih!”
*****

Sore hari di kamar rumahku,
Waktu terus berjalan dan tidak terasa besok adalah hari pengumuman kelulusan sekolahku. Saat hari pengumuman itu semakin dekat, aku merasa resah karena aku berfikiran tidak akan ada lagi mawar putih dan kartu ucapan selamat pagi di laci mejaku. Aku tersadar bahwa aku mulai butuh dengan semua kejutan itu.
“Hai Alina adek kakak kok bengong ja lagi mikirin apa?”
“Kak Rasta tahu gak kalau aku itu di sekolah punya seorang penggemar rahasia”
“Ha..ha...ha..ha (Kak Rasta menertawakanku)”
“Kok ketawa kak”
“Memang apa yang di banggain dari kamu sampai ada yang mengagumi kamu!”
“Ih nyebelin banget deh Kakak ini”
“Kalau memang semua itu benar, kenapa kamu sedih khan enak punya penggemar rahasia”
“Besok khan kelulusan sekolah dan itu artinya aku gak akan bisa menerima mawar putih setiap pagi lagi dari dia”
“Oon!! justru itu saat yang tepat agar kamu bisa tahu siapa penggemar rahasia kamu itu!”
“Kok bisa gitu Kak”
“Alina-alina sia-sia aku selama ini ngajarin kamu kerjain PR atau tugas lainnya, tapi kamu tetep ja gak pinter”
“Apa hubungannya ajarin kerjain PR sama penggemar rahasia?”
“Gak ada hubungannya ya!! He he... Pokoknya besok dia pasti muncul karena apa! dia khan otomatis satu sekolah sama kamu, saat perpisahan dia gak bisa lagi mengagumi kamu dari jauh. Nah saat itu dia akan muncul karena dia gak akan bisa kehilangan kamu”
“Kakak benar juga ya”

Keesokan harinya,
Apa yang dikatakan Kak Rasta ternyata benar. Aku menemukan secarik surat dari dia dan surat itu berbunyi
Dear Alina,,
Maafkan aku kalau selama ini telah membuatmu gelisah dengan semua yang aku lakukan sama kamu, aku tidak bermaksud untuk membuat kamu gelisah dan penasaran terhadapku. Aku hanya ingin menyayangimu tanpa adanya kekhawatiran. Kekhawatiran akan kehilanganmu, kekhawatiran akan perselisihan hubungan sepasang kekasih, kekhawatiran akan pudarnya kasih sayang yang amat dalam terhadapmu. Aku hanya ingin mengenalmu dan menyayangimu dengan caraku sendiri, aku hanya ingin melihatmu dan memeluk bayangmu lewat senyum di bibirmu, senyum saat kamu menerima mawar putih dan ucapan selamat pagi dariku. Tapi aku sadar aku tak mungkin selamanya berada dalam bayanganmu, aku tak mungkin selamanya hanya memeluk bayanganmu dan selamanya bersembunyi. Sekarang saatnya aku keluar dari tempat persembunyianku. Berharap bisa memelukmu, dan tidak harus memeluk bayangmu lagi. Jika kamu berkenan untuk berlari ke dalam pelukanku, maka datanglah ke taman sore ini. Aku akan menunggumu di sana.
Tertanda
“Someone”
Tanpa ragu-ragu aku menuju taman untuk menemui seseorang itu. Tak lama aku menunggu tampak seseorang yang berjalan ke arahku, dari jauh aku seakan mengenalinya sebelumnya. Semakin dia dekat aku semakin yakin kalau dia adalah Kak Vino.
“Kak Vino!! Ngapain Kakak disini”
“Akulah yang selama ini selalu mengirimkan mawar putih dan ucapan selamat pagi untukmu. Aku sudah mengutarakan alasanku kenapa aku melakukan semua itu di surat tadi”
“Iya aku tahu Kak hanya aku gak nyangka ja kalau orang itu adalah Kakak”
“Alina aku pengen memilikimu seutuhnya, kalau kamu ijinkan maukah kamu menjadi pacarku”

Dengan segala pertimbangan, aku memutuskan untuk menerima Kak Vino menjadi pacarku. Aku berharap Kak Vino bisa menemaniku dan menjagaku dengan tulus. Aku berharap bisa bahagia dengan dia. Dan sesampainya di rumah aku segera menemui Kak Rasta untuk menceritakan tentang Kak Vino.
“Hai kakakku yang ganteng!”
“Eh Chubby ada angin apa nih, datang-datang senyum-senyum kayak orang gila ja”
“Omongan Kakak itu gak ada yang nyenengin ya, heran deh!”
“Ngambek nih!! ada apa adekku Alina”
“Kak! aku baru jadian sama penggemar rahasia yang pernah aku ceritakan sama Kakak tempo hari”
“Oh ya siapa ternyata penggemar rahasia kamu itu?”
“Kak Vino, dia itu kakak kelas yang paling keren di sekolah Kak”
“Trus kapan kamu kenalin dia sama Kakak”
“Emang penting ya Kak”
“Gimana sih Alina, nanti kalau dia bukan cowok yang baik buat kamu gimana?”
“Iya-iya Kak!! nanti Alina kenalin”

Satu minggu kemudian aku memperkenalkan Kak Vino kepada Kak Rasta di salah satu restoran di Malang. Dan terlihat Kak Rasta dan Kak Vino mulai akrab dengan obrolan-obrolannya
“Vino pokoknya kalau Alina manja-manja sama kamu, cubit ja pipinya yang chubby ini”

Kak Rasta berbicara seperti itu sambil mencubit pipiku,
“Kakak ini jangan perlakuin aku kayak anak kecil di depan Kak Vino donk!”
“Ah gak apa-apa Alina!!” (Kata Kak Vino)
“Tapi aku serius Vin kalau sampai kamu buat adek kesayanganku ini sakit hati, aku hajar kamu Vin”
“Kak Rasta tenang ja dengan segenap jiwaku, aku akan menjaga dan melindungi Alina”
Aku merasa tersanjung dengan dua cowok yang sangat aku sayangi dan menyayangiku ini. Aku merasa sangat terlindungi jika berada di samping mereka berdua. Hidupku terasa lengkap jika berada di samping mereka.
******

Saat kepergian Kak Rasta,
Hari ini aku jalan-jalan seharian dengan Kak Vino. Senang sekali sampai aku melupakan hari yang sangat spesial untuk Kak Rasta. Hari ini Kak Rasta ulang tahun, tapi aku lupa untuk mengucapkan dan memberi kado untuknya. Di tengah perjalanan pulang ke rumah aku mampir di sebuah toko kue, aku membelikan kue ulang tahun untuk kakak, berharap saat tiba di rumah nanti aku akan memberikan kue ini untuk Kakak.
Saat aku tiba di rumah, aku sedikit heran karena rumahku terlihat ramai. Banyak orang yang memakai baju serba hitam dan memasang muka sedih. Saat aku menoleh ke arah sudut rumah, aku melihat sebuah bendera warna kuning. Persaaanku mulai tidak karuan, aku segera berlari menuju rumah. Saat aku memasuki rumah aku terkejut bukan main dan tak terasa menjatuhkan kue ulang tahun yang aku bawa untuk Kak Rasta. Aku melihat sesosok yang sedang terbaring kaku di sebuah tikar dan di kelilingi semua keluargaku, aku melihat sesosok Kak Rasta yang sedang terbaring kaku disana. Air mataku jatuh tak tertahankan
“Ma ada apa ini! kenapa Kak Rasta di biarkan tidur di sini Ma, ayo bangunin Kak Rasta suruh dia pindah ke kamar sekarang Ma”
“Alina kakakmu sudah meninggal”
“Gak mungkin! Mama pasti bohong khan, Kak Rasta gak mungkin ninggalin Alina”
“Kak ayo bangun! Kakak ngapain sih tidur di sini nanti masuk angin kak, ayo Alina bantu Kakak berdiri, Alina bantu pindah ke kamar ya! atau Kakak bangun ja ya hari ini khan Kakak ulang tahun, Alina dah bawain kue buat Kakak, nanti kita makan bareng-bareng ya sama Mama dan Papa”
Aku berusaha membangunkan Kak Rasta berharap apa yang di katakan Mama tidak benar. Berkali-kali Mama berusaha menyadarkanku bahwa memang Kak Rasta sudah meninggal, Tapi aku tidak menghiraukan Mama dan terus berusaha membangunkan Kak Rasta. Saat aku tersadar bahwa Kak Rasta memang tidak bergerak sedikitpun aku berdiri sambil menangis tiada henti, setelah itu aku tak sadarkan diri.
Setelah aku tersadar dari pingsan. Mama menjelaskan semuanya. Kak Rasta meninggal karena kecelakaan sepeda motor pagi hari setelah aku pergi bersama Kak Vino. Mama bilang Kak Rasta sempat di larikan ke rumah sakit, mama sengaja tidak mengabariku karena permintaan Kak Rasta. Kak Rasta tidak ingin membuatku cemas dan merusak hariku bersama Kak Vino. Tapi justru hal itu yang paling tidak bisa aku terima. Kenapa di saat suasana gentingpun Kak Rasta tetap egois dengan berfikiran seperti itu. Dan juga Mama kenapa tidak mengabariku saat Kakakku yang paling aku sayangi sedang sekarat.

******

Hari-hariku setelah kepergian Kak Rasta,
Setelah kepergian Kak Rasta aku hampir tidak pernah senyum sedikitpun. Hari-hariku terasa hampa. Dan Kak Vino, aku jarang sekali keluar bareng dan jalan-jalan dengannya lagi mengingat kejadian kecelakaan yang membuat kakakku meninggal. Di saat keadaanku seperti ini Kak Vino selalu berusaha menghiburku dengan segala cara, tapi aku tidak pernah menghiraukannya. Entah apa yang ada dalam fikiranku, aku sama sekali tidak ingin menghiraukan Kak Vino. Tindakanku yang tidak menghiraukan Kak Vino ini justru membuat dia jera terhadapku dan sampai pada suatu sore di kampus aku melihat Kak Vino sedang menggandeng cewek lain.
“Kak siapa dia kenapa kalian mesra sekali”
“Maafin aku Alina, aku tidak bisa memenuhi janjiku terhadap Kak Rasta untuk menjagamu dan melindungimu, aku rasa akan lebih baik kalau kita akhiri hubungan kita sekarang”
“Kamu pengen kita putus, ya udah kalau memang itu mau kamu”
Satu lagi cobaan dalam hidupku. Aku kehilangan satu orang lagi yang dulu pernah berjanji untuk menjagaku. Sakit sekali rasanya hati ini serasa kehilangan Kak Rasta untuk kedua kalinya. Aku menangis dan terus menangis, sepanjang hari aku hanya mengurung diri di kamar. Tidak ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perutku ini. Sampai aku harus sakit dan di rawat untuk beberapa hari di rumah sakit. Semua keluargaku, tanpa terkecuali Mama tidak pernah berhenti menasehatiku untuk bangkit dari keterpurukan ini.

Satu minggu setelah kepulanganku dari rumah sakit, aku terdiam sendiri di kamar. Tanpa sadar aku melihat sesosok bayangku di cermin. Di dalam cermin aku melihat sesosok gadis yang sangat kurus dan berwajah pucat, di wajah gadis itu sama sekali tidak ada bekas senyum dan terlihat masam. Perlahan aku memegang wajahku di depan cermin dan aku mengambil foto yang aku letakkan di depan cermin ini. Wajah saat ini sangat jauh berbeda dengan di foto yang aku pegang sekarang. Tidak ada lagi pipi chubby yang dulu sering di cubit Kak Rasta. Tanpa sadar aku meneteskan air mata, dalam hati aku berkata apa yang aku lakukan selama ini, kenapa aku menjadi sekurus ini sekarang, jika Kak Rasta tahu pasti dia sangat marah. Aku sadar kalau aku gak boleh terus menerus seperti ini, aku harus bangkit dan menjaga diriku sendiri. Selama ini Kak Rasta selalu mengajariku untuk menjaga dan melakukan hal-hal yang tidak merugikan aku. Sekarang Kak Rasta sudah pergi dan sudah waktunya aku menjaga diriku sendiri dan membuat Kak Rasta bangga melihatku dari sana, karena adik satu-satunya ini bisa menjaga diri sendiri dan tidak manja lagi seperti dulu.

Semua keluargaku terlihat sangat senang saat melihat aku pagi-pagi keluar dari kamar menuju meja makan dengan memakai pakaian rapi, rambut di sisir rapi dan membawa tas untuk berangkat kuliah.
“Alina kamu cantik sekali nak, rasanya sudah lama sekali Mama tidak melihat kamu cantik seperti ini”
“Mama bisa ja, dimana-mana kalau mama itu ya selalu memuji anaknya cantik!”

Semuannya tertawa saat mendengar jawabanku termasuk aku, inilah senyuman pertamaku setelah kedua orang yang aku sayangi pergi meninggalkanku. Aku berangkat ke kampus dengan mengendarai yamaha mio sendiri, setelah sampai di kampus aku bergegas menuju kelas dan mencoba melihat bangku yang kosong. Setelah aku mencari, aku melihat bangku kosong di sebelah cowok berbaju hitam yang sedang asyik membaca buku. Tanpa menyapanya aku langsung duduk di sebelah cowok itu, saat menyadari aku duduk di sebelahnya cowok itu menyapaku.
“Hai kamu mahasiswa baru ya!”
“Aku! Bukan kok aku seangkatan sama kamu hanya aku baru aktif kuliah sekarang”
“Kok gitu! kenapa emang harus vakum dari kuliah?”
“Emang penting ya buat kamu!”
“Gak juga sih! Oh ya kenalin namaku Ardi”

Dia mengulurkan tangan kepadaku,, dan aku membalas jabatan tangannya
“Alina”
“Bagus ya nama kamu”
“Biasa ja!!”
Setelah perkenalan itu kami berdua semakin akrab dan saling sharing tentang kuliah. Sedikit demi sedikit aku mulai melupakan Kak Vino dan Kak Rasta. Ardi mulai datang di kehidupanku seakan membantuku untuk meraih masa depan. Aku mulai bangkit menjadi Alina yang selalu ceria meski tak ada Kak Rasta lagi.
*******

Senyum dan kesedihan baru untukku,
“Selamat pagi Alina!”

Pagi-pagi sekali di kampus tiba-tiba Ardi memberiku mawar putih sambil mengucapkan selamat pagi kepadaku,
“Ardi ngapain kamu kasih aku mawar putih sambil ucapin selamat pagi kayak gini”
“Ya gak apa-apa Al biar romantis ja”
“Romantis-romantis mang aku pacar kamu!”
“Kalau kamu mau jadi pacarku, sekarang juga kita bisa pacaran lho Al”
Aku memasang muka cuek dan pergi meninggalkan Ardi. Dia memang selalu seperti itu, suka menggodaku. Aku tidak pernah ambil serius ucapannya, tapi kali ini aku cukup terkejut dengan dia yang mengucapkan selamat pagi sambil membawa mawar putih untukku. Hal itu mengingatkanku akan Kak Vino yang menjadi penggemar rahasia waktu SMA dulu. Hanya bedanya dulu Kak Vino lewat surat tapi Ardi secara langsung.

Ardi semakin berusaha mendekatiku. Setiap pagi dia selalu mengucapkan selamat pagi dan memberiku mawar putih. Bukan hanya itu saja, dia tahu semua apa yang aku suka dan apa yang tidak aku suka, aku tidak pernah tahu dia mengetahui semua itu dari mana. Tapi aku tidak begitu peduli dari mana dia tahu, yang aku rasakan hanya perasaan senang dan merasa ada seseorang yang telah menggantikan posisi Kak Rasta dan juga Kak Vino. Akhirnya aku dan Ardi jadian. Selama kami berhubungan aku sangat terhibur dan hampir melupakan semua kesedihanku tentang kehilangan Kak Rasta, dia selalu menghiburku dan menjagaku. Dia memperlakukanku seperti putri, saat berada di sampingnya yang ada hanya perasaan nyaman dan keceriaan. Saat muncul sedikit perbedaan di antara kita, dia selalu mencoba membuat perbedaan itu menjadi pelengkap dan bukan penghalang. Dia sangat sempurna di mataku.

Sore hari di kampus tak sengaja aku melihat dua laki-laki yang tak asing bagiku sedang membicarakan hal yang serius,
“Ardi! gimana usaha kamu untuk mendekati dan menghibur Alina berhasil khan!”
“Iya aku berhasil tapi.....”
“Tapi kenapa!!”
“Aku ingin mengakhiri permainan ini Vin, aku gak tega kalau harus membohongi Alina seperti ini, lagipula aku dah jatuh cinta beneran sama dia”
“Kamu jangan main-main ya Ar, aku dah bayar kamu mahal untuk menemani Alina agar dia tidak sedih karena kepergianku dan juga Kak Rasta, bukan untuk jatuh cinta sama dia. Alina itu milikku dan bukan milikmu”

Perbincangan mereka belum selesai, aku bergegas menghampiri mereka berdua dan memotong pembicaraannya,
“Maksud Kak Vino apa bicara seperti itu kepada Ardi, dan kenapa kalian membicarakanku dan di bayar segala apa yang sebenarnya terjadi”

Tidak ada yang menjawab pertanyaanku,
“Ada apa ini kenapa semuanya diam, jawab Ar!”
“Alina sebenarnya aku yang menyuruh dan membayar Ardi untuk mendekatimu agar kamu tidak terlalu sedih lantaran kehilangan Kak Rasta, aku terpaksa meninggalkanmu karena aku tidak sanggup menolak permintaan orang tuaku untuk menjodohkanku dengan anak rekan bisnis mereka. Aku berencana untuk menyelesaikan urusan perjodohan ini. Dan di saat aku berhasil membujuk orang tuaku untuk mengakhiri perjodohan ini, aku akan mencari kamu lagi dengan cara mengakhiri perjanjianku dengan Ardi dan menyuruh Ardi pergi dari hidup kamu, baru saat itu aku muncul lagi dan mencoba meraih kamu kembali dalam pelukanmu”
“Memang kamu fikir aku ini mainan yang bisa segampang itu di raih oleh cowok, kamu bener-bener gak punya hati ya! kenapa kamu gak lupain aku dan berusaha bahagia dengan wanita pilihan orang tua kamu, lagi pula sepertinya selama ini kamu menikmati kebersamaan kamu dengan dia”
“Karena aku masih sangat mencintai kamu Alina, aku merasa kamu itu adalah untukku seorang dan bukan untuk orang lain. Hanya aku yang boleh memilikimu”
“Segampang itu kamu bicara tanpa memperdulikan perasaanku, dan kamu Ardi! di bayar berapa kamu sama dia sampai kamu mau mempermainkan perasaanku seperti ini”
“Maafin aku Alina, aku tahu aku salah tapi sekarang aku benar-benar jatuh cinta sama kamu”
“Oh ya!! kamu jatuh cinta sama aku!! Aku gak salah dengar, kamu jatuh cinta sama aku apa sama uang yang di kasih Kak Vino untuk kamu”
“Alina aku serius!!”
“Aaaaaah... aku gak mau dengar apa-apa lagi, kalian berdua pengecut brengsek kalian berdua”
Aku pergi meninggalkan mereka berdua. Mereka benar-benar membuat lengkap kesedihanku. Aku merasa sama sekali tidak ada artinya, semua orang yang aku sayangi justru menyakitiku dengan sangat sadis. Setelah kejadian itu aku pergi meninggalkan kota ini dan memutuskan untuk menenangkan diri di puncak Bandung. Di sana aku tinggal di Vila milik keluargaku.

6 Bulan kemudian......
Setelah kurang lebih enam bulan aku menenangkan diri di Bandung, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kota Malang. Saat aku memutuskan untuk kembali, hal yang paling ingin aku jalani dan aku tata kembali adalah kuliahku. Selama ini kuliahku berantakan lantaran kesedihanku yang berlarut. Yaitu saat aku kehilangan Kak Rasta dan juga di jadikan bahan permainan oleh dua cowok brengsek Kak Vino dan juga Ardi. Saat aku sampai di Malang nanti, aku tidak akan menoleh ke arah mereka berdua ataupun manusia bernama cowok. Aku hanya ingin segera menyelesaikan kuliah dan segera meraih mimpiku. Mama dan Papa dengan senang hati menyambut kepulanganku. Dengan wajah sumringah, mereka menyambutku saat aku sampai di rumah.
“Alina akhirnya kamu pulang juga nak! Kamu sehat-sehat ja khan”
“Alina sehat kok Ma, gak sah khawatir”
“Tapi kamu kurusan nak!”
“Iya mungkin karena aku dah lama gak ziarah ke makam Kak Rasta”
“Oh ya Alina selama kamu pergi, nak Vino selalu berusaha menghubungi kamu melalui Mama. Dan informasi terakhir yang Mama dengar dia mengalami kecelakaan dan sekarang di rawat di rumah sakit”
“Oh ya!! tapi Alina gak peduli Ma sama dia”

Setelah mendengar bahwa Kak Vino mengalami kecelakaan. Tidak ada perasaan khawatir sedikitpun, mungkin karena rasa sakit hatiku terhadapnya. Karena rasa yang begitu sakit sehingga aku tidak bisa merasakan perasaan peduli dan rasa sayang yang mungkin masih tersisa. Tapi lain halnya saat kerabat Kak Vino datang menemuiku di kampus, saat aku lagi sibuk-sibuknya kerjain tugas di perpustakaan kampus.
“Alina ya!”

Tiba-tiba ada dua orang perempuan yang tidak pernah aku kenal sebelumnya mengahampiriku di perpustakaan
“Iya benar, mbak-mbak ini siapa ya dan ada urusan apa mencari saya!”
“Saya adalah Shinta dan ini adik perempuan saya. Kedatangan kami kesini, karena ingin meminta tolong dan meminta belas kasihan mbak untuk menjenguk Vino yang sedang terbaring lemah di rumah sakit”
“Maksudnya Kak Vino! Mbak ini siapanya Kak Vino?”
“Saya adalah orang yang sangat mencintai Vino dan sayalah yang menyebabkan hubungan mbak dan Vino hancur. Saya adalah wanita yang di jodohkan dengan Vino”
“Lalu kenapa mbak sampai memohon-mohon seperti ini sama saya untuk menjenguk Kak Vino!”
“Vino mengalami cidera yang parah di bagian kepala dan dokter mengatakan sangat sedikit kemungkinan Vino untuk selamat. Selama di rawat di rumah sakit dia selalu memanggil nama mbak. Sudah hampir tiga bulan Vino merasakan sakit, saat obat penahan rasa sakitnya habis, dia merasa kesakitan yang amat dan sambil memanggil nama mbk. Saya mohon mbak untuk memaafkan dia dan menjenguk dia di rumah sakit sekarang”

Mendengar cerita dari Shinta, air mataku tak terasa jatuh berlinang. Saat itu juga aku bergegas menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit aku menuju kamar rawat Kak Vino dan disana aku melihat sesosok laki-laki yang terbaring lemah, memakai baju pasien dan dengan tubuh yang sangat kurus. Aku hampir tidak bisa mengenalinya karena tubuhnya yang sangat kurus dan wajah yang sangat pucat. Dengan perlahan aku mendekatinya yang sepertinya sudah menyadari akan kedatanganku,
“Hai Kak gimana kabar kamu! Ada apa sama kamu, kenapa kamu jadi lemah seperti ini”
“Alina!!”

Dia hanya bisa memanggil namaku dan memandangiku dengan pandangan yang berbinar dan wajah yang senang. Melihat hal itu, air mataku jatuh berlinang dan aku mencoba mendekati Kak Vino. Spontan aku memeluknya dalam keadaan terbaring di tempat tidur sambil menangis.
“Alina maafin aku, terima kasih kamu sudah mau menjengukku disini”
“Kakak gak usah berfikiran aneh-aneh ya, Alina sudah memaafkan Kak Vino dan Alina janji akan merawat Kak Vino disini sampai sembuh. Dan seperti yang kamu katakan dulu, bahwa aku adalah milik kamu dan bukan milik orang lain, maka sekarang aku akan menjadi milikmu dan merawatmu sampai kamu sembuh”

Selama aku merawat Kak Vino di rumah sakit, Ardi juga ikut serta untuk merawat Kak Vino. Konflik yang pernah terjadi di antara kami bertiga sekitar enam bulan yang lalu, sudah aku lupakan lantaran keadaan Kak Vino yang memprihatinkan. Meskipun Kak Vino dan Ardi sudah menyakitiku dan mempermainkan aku bak boneka mainan yang gampang di pindah tangankan dengan uang. Tapi aku tidak tega jika melihat keadaannya yang sekarat seperti ini. Lagi pula aku yakin mereka berdua sudah benar-benar menyesali perbuatannya dan aku juga tidak mungkin terus menerus menyimpan dendam terhadap mereka berdua. Apalagi dengan keadaan Kak Vino yang seperti itu.
“Al kamu dah makan!”

Ardi menghampiriku saat aku duduk terdiam sendiri di bangku rumah sakit,
“Ardi! Belum Ar aku gak lapar”
“Jangan gitu Al, ntar kalau kamu sakit gak ada yang akan merawat Vino”
“Justru aku kefikiran Kak Vino Ar! Gimana kalau Kak Vino tidak bisa bertahan dengan kondisi yang seperti ini”
“Alina dengerin aku! Kita serahkan semuanya sama Allah karena hanya Allah yang berhak atas hidup mati manusia. Kita hanya bisa berusaha untuk membuat Vino bahagia yang mungkin di saat-saat terakhirnya. Dan yang bisa membuat dia bahagia hanya kamu Alina”
“Iya kamu benar Ar!”
“Oh ya Al, apa kamu masih mencintai Vino?”
“Cinta! Aku hampir tidak bisa merasakan perasaan itu lagi karena peristiwa enam bulan yang lalu, aku melakukan ini semua karena aku merasa kasihan sama Kak Vino. Aku berfikiran gak ada salahnya jika aku membantu dia dan membuat dia bahagia di saat dia kritis seperti ini. Jika di tanya siapa orang yang mungkin masih ada di hati aku dan dia orang pertama yang aku tuju saat aku mulai merasakan perasaan cinta lagi, itu adalah kamu Ar”
“Benarkah itu!”
“Tapi kamu jangan senang dulu Ar, selain itu kamu juga orang yang paling membuat aku sakit hati, jadi mungkin susah buat aku membuat posisi kamu bertahan lama di hatiku”
“Apapun itu! Aku sudah cukup senang dengan jawaban kamu Al”
Lepas dari Ardi dan perasaanku terhadapnya. Sebenarnya aku sayang sama Ardi hanya aku masih di bayang-bayangi dengan masa lalu yang pernah membuat aku sakit hati. Besok aku berencana akan mengajak Kak Vino untuk jalan-jalan sekedar refresing dan menghilangkan penat saat di rumah sakit. Sebenarnya dokter tidak mengijinkan, tapi mengingat keadaan Kak Vino yang tidak kunjung membaik, akhirnya dokter mengijinkan aku membawanya jalan-jalan. Berharap Kak Vino bisa merasakan suasana yang berbeda, bisa membuat dia tersenyum dan sedikit menghilangkan rasa sakit yang sering dia keluhkan di kepalanya.

Aku mengajaknya jalan-jalan ke sekolah kami dulu. Di sana aku mengajaknya mengunjungi tempat yang menjadi kenangan kita berdua sambil mendorongnya di atas kursi roda. Sesaat aku memberhentikan kursi roda dan mengajaknya ngobrol, dan sekarang aku dan Kak Vino sedang berada di tempat dudukku dulu waktu SMA. Di meja ini dulu Kak Vino setiap hari memberiku kartu ucapan dan setangkai mawar putih.
“Kak Vino masih ingat khan dengan meja ini! Dulu Kakak setiap hari membuatku penasaran setengah mati lantaran setiap hari ada kartu ucapan dan mawar putih misterius disini”

Terdengar sedikit suara tertawa Kak Vino, aku berpindah posisi yaitu duduk jongkok persis di depan Kak Vino yang sedang duduk lemah di kursi roda, aku melihat air mata jatuh di pipinya. Aku mengusap air mata itu, semenjak dokter mengatakan bahwa keadaan Kak Vino semakin memburuk Kak Vino sudah tidak bisa berbicara lagi, dia hanya bisa menulis, jika dia menginginkan sesuatu dia menulisnya pada secarik kertas. Saat aku melihat dia meneteskan air mata aku merasa tersentuh dan seakan bisa merasakan perasaan Kak Vino. Dia menulis sesuatu di sebuah kertas sesaat dia meneteskan air mata, tulisan itu berbunyi
Terimakasih sudah menjadi milikku di sisa umurku ini!!!
******

Sore hari di teras depan rumah,
Aku sedang terdiam sendiri di teras depan rumahku sambil memegang secarik kertas yang bertuliskan “Terimakasih sudah menjadi milikku di sisa umurku ini!!!”. Sejenak aku duduk di kursi palstik yang berada di teras rumah untuk melepas penat. Seharian ini aku bersama sanak keluargaku yang lain sibuk menata ruang tamu dan memenuhinya dengan kursi plastik berjajar untuk tempat duduk tamu undangan nanti.
“Sayang!”

Terdengar suara yang memanggilku dengan panggilan sayang
“Ardi ada apa?”
“Semua persiapan pernikahan kita sudah hampir selesai, kira-kira menurut kamu apa masih ada yang kurang!”

Ardi melihatku sedang memandangi secarik kertas yang dari tadi aku pegang dan tidak begitu memperhatikan pembicaraan Ardi, dia memegang tanganku dan berkata,
“Sayang! Kamu merindukan Vino ya”
“Aku merindukan Kak Vino dan juga Kak Rasta, aku ingin berkunjung ke makam mereka sebelum hari pernikahan kita”
Ardi menyetujui permintaanku dan menyandarkanku di bahunya. Tiga hari lagi aku dan Ardi akan melangsungkan pernikahan. Setelah apa yang terjadi sekitar tiga bulan yang lalu, yaitu Kak Vino meninggal lantaran tidak bisa menahan rasa sakit yang sudah sekian lama dia derita. Ardi melamarku dan aku menerimanya, karena memang Ardilah laki-laki yang aku sayangi.

Hari ini aku berencana untuk berziarah ke makam Kak Vino dan juga Kak Rasta. Makam mereka berjajar, karena kata kedua orang tua Kak Vino, sebelum meninggal Kak Vino ingin di makamkan di dekat makam Kak Rasta. Setibanya di sana aku tak bisa menahan air mataku, aku menangis di depan makam mereka berdua dengan keadaan Ardi yang sedang merangkulku.
“Kak Rasta dan Kak Vino kalian berdua adalah sesosok yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Kak Rasta! adek kakak sekarang sudah dewasa dan akan melangsungkan pernikahan bersama seseorang yang Alina sayangi yaitu Ardi, Alina minta restu Kakak. Dan Kak Vino maafkan aku karena konflik di antara kita bertiga yang membuat Kakak harus mengalami kecelakaan, dan membuat Kakak pergi meninggalkan aku dan juga Ardi. Terima kasih karena Kakak sudah membuat kebahagiaan di sepenggal kisah hidupku, aku tidak akan melupakan saat-saat Kakak memberiku ucapan selamat pagi dan setangkai mawar putih waktu SMA. Sekarang aku akan hidup bahagia bersama Ardi. Kakakku berdua! Alina dan Ardi akan senantiasa mendo’akan kalian agar kalian tenang di sana Amin!”
Setelah menaburi makam dan mengirim do’a untuk mereka berdua. Kami berdua berjalan perlahan meninggalkan tempat pemakaman dengan posisi Ardi memegang erat tanganku. Dalam hatiku berkata, Kak Rasta dan juga Kak Vino kalian berdua adalah sumber dari kebahagiaanku. Aku akan selalu mengenang kalian berdua dan kelak aku akan mengenalkan kalian berdua kepada anak-anakku nanti sebagai pahlawan dalam kehidupan masa laluku. Kakakku! aku sangat menyayangi kalian berdua. Dan bersama seseorang yang ada di sampingku sekarang, aku akan meraih kebahagiaan masa depan yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya.
Aku memandang hangat wajah seseorang yang ada di sampingku ini dengan sedikit senyuman dibibirku,

THE END

PROFIL PENULIS
Yenita Nike Lusiawan
Malang, 05 Maret 1991
Yenitanike@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar