Minggu, 29 April 2012

Cerpen Cinta "Tunanganku"

TUNANGANKU
Cerpen AlNin

Sore itu hujan deras mengguyur Bogor dan sekitarnya. Aldrin duduk termenung di jendela kamarnya yang terletak di sisi paling atas rumahnya. Aldrin melamun sendiri dan memikirkan apa yang dikatakan Papanya tentang perjodohan yang sudah direncanakan sejak 17 tahun yang lalu, atau sejak Aldrin dan cewek yang sudah dijodohkan Papanya itu masih dalam kandungan. Aldrin penasaran tentang siapa cewek yang akan menjadi jodohnya itu.
Di sisi lain, Aldrin berat menerima kenyataan bahwa ia sudah dijodohkan dengan seseorang. Padahal Aldrin sekarang sedang menaksir Rara, teman sekelasnya.
“Hadeuh ! Pusing aku, masa hari gini masih musim juga jodoh-jodohan. Terus bagaimana sama Rara dong? Pokoknya aku harus menolak perjodohan ini!”

Beep beep…
Terdengar suara nada dering SMS dari handphone Aldrin. Aldrin membukanya, “Luna? Mau ngapain lagi sin nih anak?.” Begitu dibuka, is isms itu bernada ancaman dari Luna, “Drin, awas kamu tentang yang tadi. Aku bakalan bikin perhitungan! Lihat aja!”
Haush! Apa-apaan ini cewek? Lagi nggak tau ya suasana hati aku lagi kacau gara-gara perjodohan konyol ini! Kata Aldrin dalam hati. Aldrin langsung membanting handphonenya di kasur, ia juga membanting badannya di sofa yang ada di bawah jendela dan tidur di tengah derasnya hujan.
* * *

Esoknya, Aldrin menghampiri Luna yang kemarin mengancamnya. Aldrin menghampiri teman sebangku Rara itu dan menggebrak mejanya, sehingga air minum kemasan dalam gelasnya tumpah dan mengenai komiknya. Luna yang sedang asyik membaca salah satu komiknya sambil menikmati lollipop coklat itupun langsung berdiri dan membuang lollipopnya serta memasang wajah yang penuh emosi.
“Maksud kamu apa gebrak-gebrak meja aku? Kamu lihat nih komik kesayanganku jadi basah kuyup. Kamu tau nggak ini belinya di mana? Di Jogjakarta tau! Eksklusif lagi. Jangan sembarangan dong! Kamu selalu aja cari-cari masalah sama aku, kenapa sih?.” Bentak Luna kepada Aldrin.
“Kamu kan yang kemarin cari gara-gara sama aku? Kamu sengaja mengikat tali sepatuku di kursi kelas, jadinya aku jatuh waktu disuruh Pak Rudi mengerjakan soal di depan!.” Balas Aldrin.
“Aku ngga bakalan lakuin itu kalau kamu ngga laporin tentang karikatur aku ke Pak Andre. Jadinya Pak Andre beri aku nilai Fisika cuma 50, padahal tadinya 90.”
“Yee…salah sendiri ngapain gambar karikatur? Ngejek kebotakan Pak Andre lagi. Ya jelas aja Pak Andre marah.”
“Woy, Pak Andre ngga bakalan marah kalau kamu ngga ember!”


Karena ngga mau banyak cincong, Aldrin diam dan memelototi Luna. Dia bicara sambil berkacak pinggang, dan nada bicaranya pun halus.
“Kamu maunya apa, Lun?”
“Aku maunya kamu minta maaf sama aku karena sudah pecahin cermin mini aku waktu MOS. Udah itu aja.”
Aldrin kembali membentak Luna dan berkata kasar padanya, “Hellooo? Minta maaf? Aduh saying, enak banget kamu minta aku mengucapa maaf ke kamu, sorry, engga level!.” Kata Aldrin dan berlalu dari hadapan Luna tanpa menyadari keberadaan Rara disamping musuh bebuyutannya itu, dan langsung kembali ke tempat duduknya sendiri.
Sementara Luna, emosinya masih meletup-letup dan seketika itu duduk serta tidak bicara sepatah katapun. Rara mengelus pundak temannya itu dan berkata, “Santai saja Lun menghadapi Aldrin. Aku bela kamu kok, meskipun aku suka dia.”
“Thanks.” Balas Luna dengan senyum penuh emosi.
“Sama-sama sobat.”
* * *

“Papa mau ajak kamu ke rumah Om Alan, sahabat papa itu. Kamu harus bertemu dengan calon jodoh kamu, karena papa dan Om Alan akan melakukan pertunangan antara kamu dan putri Om Alan.” Kata Papa Aldrin mengawali pembicaraan empat mata di ruang kerja.
“Aldrin ngga mau pa, ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi. Lagian putrinya Om Alan apa mau dijodohkan sama Aldrin? Aldrin punya pilihan sendiri pa!.”
Papa Aldrin menepuk pundak Aldrin dan berkata bahwa perjanjian dan perjodohan itu sudah lama direncanakan.
“Mau ditaruh dimana muka papa nanti kalau kamu menolak perjodohan ini? Papa yakin kamu akan suka sama putrid Om Alan. Putri Om Alan itu anaknya cantik dan pintar. Dengar-dengar dia juga satu sekolah sama kamu.”
Aldrin sudah merasa bosan, mau tidak mau Aldrin harus menerimanya karena Aldrin tidak mau mempermalukan papanya.
* * *

Di rumah Om Alan…
Om Alan tampak gagah mengenakan kemeja batiknya. Om Alan keluar menggandeng putrinya yang mengenakan gaun biru muda dan terlihat cantik sekali dengan rambut yang panjang terurai.
“Ini putrid saya, Luna. Cantik kan?”
Aldrin yang tadinya menunduk kemudian mendongakkan kepala dan melihat gadis itu.
“Kamu???????????”
“Aldrin?”

Mereka kaget bukan kepalang, ternyata jodoh yang selama ini dibicarakan adalah musuh bebuyutan mereka sendiri.
“Pa, kita pulang aja.” Kata Aldrin sambil menarik papanya. Namun Papanya tetap duduk pada posisi dan menginjak kaki Aldrin.
“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Om Alan, sambil mengajak putrinya duduk di sofa. Suasana memang agak tegang setelah Luna keluar, wajah Luna terus menunduk kesal. Begitupun yang terjadi dengan Aldrin. Sejak tadi tangannya terus menggenggam kencang sambil memukul-mukulkannya pada lututnya. Papa Aldrin dan Om Alan mengobrol sendiri, sementara Luna mendongak dan melirik tajam ke Aldrin. Aldrin pun kemudian berdiri dan mengajak Luna keluar rumah.
“Pa, Om, permisi sebentar.” Kata Aldrin sambil menarik Luna dengan kasar. Luna melepaskan tangannya dari genggaman Aldrin setelah sampai di halaman depan.
“Kamu? Jodoh aku? Ngga mungkin!” Kata Aldrin memulai pembicaraan.
“Aku juga masih ngga yakin.”
“Tapi kamu kenapa kamu diam saja tadi?.”
“Aku dan kamu harus terima dengan perjodohan ini, mau ngga mau, terpaksa atau ngga terpaksa.
“Kenapa? Aku ngga mau jadi suami kamu nantinya!.”
“Aku juga ngga mau jadi istri kamu!”
“Terus apa alasannya kita harus menerima ini?.”
“Kamu dan aku akan kehilangan harta warisan dari bokap kita masing-masing.”
“Darimana kamu tau?.”
“Aku membaca surat perjanjian Papa kamu dan Papa aku 17 tahun yang lalu. Kamu ngerti kan alasannya kenapa aku sama kamu harus dijodohin?.”

Aldrin menarik nafas panjang dan menghelanya. Aldrin diam seribu bahasa. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Bagaimana dengan Rara? Pikirnya. Kemudian Luna menepuk pundak Aldrin dan menyatakan damai.
“Aku minta maaf. Kita harus damai dan lupain semua pertentangan kita.” Luna berlalu dari hadapan Aldrin.
“Luna…!” Panggil Aldrin pada Luna. Luna menengok ke belakang. “Apa kita ngga bias berontak lagi dari perjodohan ini?.” Lanjut Aldrin. Tapi Luna hanya menggeleng dan melanjutkan langkahnya menuju ke dalam rumahnya.
“Sekarang aku tau semuanya. Kenyataan yang ngga mungkin bisa aku lawan. Aku harus menikah dengan Luna yang notabene adalah musuh aku sendiri. Aku harus cari cara untuk bisa menggagalkan perjodohan ini!.” Kata Aldrin dalam hati.
* * *

Esoknya harinya di kelas sepulang sekolah.
“Lun, kita harus ngomong!.”
“Ngomong apa lagi Drin? Bukannya semua sudah jelas?.”
“Luna! Aku ngga mau dijodohin sama kamu! Kamu ngerti ngga sih?”
Tapi bukannya menanggapi permintaan Aldrin, Luna malah pergi keluar kelas dan membiarkan Aldrin sendiri berkutat dengan pikirannya yang semakin buntu.
Beberapa hari setelah pertemuan Aldrin dan Luna sebagai jodoh, Luna memang tampak lebih diam dan tidak banyak tingkah, serta tidak banyak bicara. Dan yang lebih mengherankan, semenjak peristiwa pertemuan itu Luna memilih ntuk jauh dari Rara dan duduk sendiri di pojokan kelas dan menyendiri.

Sorenya, di tengah mendung yang kian menutup langit, Aldrin menelepon Luna dan mengajak Luna ketemuan di danau dekat sekolah mereka.
“Buat apa sih Drin? Udah mendung nih. Mau hujan.”
“Sebentar aja Luna, please…”
“Oke!” Kata Luna singkat dan langsung menutup telfonnya. Luna segera mengenakan jaket kulitnya dan melaju ke danau dengan motor maticnya. Sesampai di danau Luna meliha Aldrin sudah duduk menunggu di bangku putih yang ada di tepi danau itu.
“Sorry lama.”
“Iya ngga apa-apa. Langsung ajah ya. Aku pengen banget gagalin perjodohan ini, Lun, karena kamu tau sendiri kan? Aku suka sama Rara, aku udah hampir nembak dia dan sebentar lagi kaku mau jadian sama dia. Ayo kita kerjasama.
“Rara Rara Rara terus! Capek tau aku dengernya!” kata Luna memotong rangkaian ucapan Aldrin itu. Aldrin mengerut alisnya.
“Kamu kenapa sih Lun? Kok omongan aku kamu potong? Kamu ngga suka aku bahas Rara? Kenapa?” Luna tetap diam dan menunduk, lalu melongok ke arah danau. Aldrin mengejek Luna.
“Oh, atau jangan-jangan kamu cemburu ya? Hayo…Luna…suka ya sama aku? cemburu kan kamu?.”
“Iya, kenapa?” Jawab luna singkat. Aldrin diam seketika, menelan ludahnya dan berkedip-kedip seakan tidak percaya. Aldrin kaget. Seketika itu juga langit yang gelap bergemuruh. Titik-titik air hujan turun membasahi bumi. Mengguyur seluruh tubuh Aldrin, dan mengiringi kepergian Luna dari hadapannya. Aldrin masih sempat melihat Luna menangis. Aldrin tetap berdiri di tepian danau itu meskipun hujan yang membasahi tubuhnya semakin deras.
“Luna, musuh aku? Dia suka sama aku? Ngga mungkin! Dia pasti Cuma mau ngerjain aku.Pasti!.”
Aldrin terus meyakinkan dirinya bahwa Luna hanya bohong dan tidak berkata yang sebenarnya. Aldrin menstarter motornya dan pergi meninggalkan danau itu.
* * *

“Luna!” Panggil Aldrin pada Luna yang saat itu sedang makan bakso di kantin.
“Apa?” Kata Luna tidak bergairah. Luna melanjutkan, “Kamu mau bahas perjodohan lagi?”
“Bukan, tentang kamu yang bilang suka sama aku kemarin di danau, Lun. Kamu jangan bercanda dong. Aku serius ngajak ngomong kamu soal ini.”
“Aku juga serius mengenai itu semua.” Luna menatap mata Aldrin dalam-dalam dan berkata, “Aku bener-bener saying sama kamu, Aldrin. Sumpah demi Tuhan! Aku ngga bohong.” Luna pergi setelah mengucap itu.
Aldrin bagaikan disambar petir di siang mendung. Bagaimana mungkin, cewek yang selama ini jadi musuhnya tiba-tiba bilang suka sama dia?

Sepulang sekolah…dan sesampainya di rumah, Aldrin dipanggil papanya di ruang kerja.
“Aldrin, anak laki-laki papa satu-satunya. Papa harus berbicara ini sama kamu. Kamu juga harus menerima ini dengan lapang dada. Besok lusa papa tunangkan kamu dengan Luna.”

Kata-kata papanya itu terngiang-ngiang ditelinga Aldrin. Aldrin seakan tidak mampu keluar dari ikatan perjodohan ini. Dan mau tidak mau, suka atau tidak suka, Luna yang akan jadi tunangan Aldrin. Aldrin harus mengorbankan cintanya pada Rara, atau tidak mendapat warisan selamanya.
“Kok diam? Kamu siap kan?” Kata papa Aldrin sambil menepuk pundaknya Aldrin, dan tersenyum bijak padanya. Papa Aldrin kemudian keluar dari ruang kerjanya.
* * *

Hari pertunangan itu tiba. Pertunangan ini dilakukan di rumah Aldrin. Seluruh anggota keluarga Aldrin bersiap menyambut kedatangan keluarga Luna. Cincin telah disiapkan dan para tamu undanganpun sudah tiba,

Di rumah Om Alan…
Di kamar Luna memikirkan sesuatu sendirian sambil duduk termenung,
“Aku malu sudah mengatakan sayang pada Aldrin..”
“Aku harus kabur sebelum perjodohan ini dilaksanakan.”
Di ruang tengah papa Luna memanggil Luna, “Lun…Luna, ayo berangkat! Sudah siap?.” Tiada jawaban dari Luna. Papa Luna penasaran dan akhirnya menengok ke kamar Luna. Dilihatnya Luna sudah tidak ada di kamar, “Ya Allah Luna ke mana?.”. Papa Luna membaca sepucuk surat yang ada di atas meja belajar Luna.

Om Alan kebingungan harus menjelaskan pada keluarga Aldrin.
Di rumah Aldrin….
Tlit…tilt…tilt…
Bunyi telepon rumah Aldrin. Papa Aldrin segera mengangkatnya, sontak ia kaget karena telpon itu dari Om Alan dan mengatakan bahwa Luna kabur dari rumahnya, ia menginginkan perjodohan ini dibatalkan.

Setelah itu papa Aldrin berbicara dengan Aldrin, “Drin, Luna kabur dari rumahnya dan ia juga menginginkan perjodohan ini dibatalkan!”
“Apa? Luna kabur?” tidak mungkin, aku harus mencarinya!.”
“Pa permisi, aku mau mencari Luna!”
Di dalam mobil Aldrin…
“Lun kamu di mana? Aku menyesal Lun, telah menolak kamu!”
Setelah dicari-cari ke mana-mana Luna tidak ketemu juga. Aldrin pun pulang dengan wajah lesu dan sedih. Ia pun segera masuk kamar, ia juga mencoba menghubungi HP Luna, ternyata HPnya dimatikan. Aldrin sangat menyesal telah menolak Luna, dan dia juga tidak tahu Luna pergi entah ke mana. Akhirnya perjodohan itupun dibatalkan.

PROFIL PENULIS
Nama : Alfia Surya R
TTL : Madiun, 21 Juni 1995
Pekerjaan : Siswa
Sekolah : SMA Negeri 2 Madiun
Alamat FB : Alfia Surya Rahmanda

Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar