ELEGI SANG PERMATA
Cerpen Dinda Candrasari
Tak ia sangka malam yang ia kira akan menjadi yang terindah ternyata menjadi kelabu hidupnya ..
Kekasih yang ia cintai memberi kejutan yang teramat tak terlupakan, bukan dengan senyuman melainkan darah segar.
Suara-suara anjing-anjing itu masih saja mengganggu haru birunya Chaira, menambah suasana mencekam didalam kamarnya.
Suara diseberang sana mampu menghilangkan setengah kewarasannya dan mengganti rasa deg-degkan berharapnya itu dengan deg-degkan tak karuan nafasnya seakan berhenti sejenak.
Kamar dimana ia berdiri dan menggenggam handphone-nya menjadi seketika terasing buat Chaira, Chaira tumpahkan airmata dan bertekuk lutut .
“Tuhan, jangan Kau lakukan ini.”
Chaira terus saja mencari naungan, menepi dari perasaan yang merobek lebar-lebar hatinya.
Pikirannya terampas oleh kekasihnya kini .
Malam itu terlalu pekat untuk Chaira lalui, dia melaju dengan mobilnya .
Di perjalanan, perhatiannya hanya teruju pada sang kekasih yang ia cintai matanya kosong menatap jalan panjang yang ia lalui, hanya sederet kisah bersama kekasihnya yang membuat airmatanya terus membasahi pipi mulus Chaira..
“Bagaimana aku nanti, Tuhan ? Adakah cinta sepertinya lagi ku temui ?”
Seribu pertanyaan hatinya yang tak terjawab .
Entah secepat apa ia menginjak gasnya hingga cepat ia sandarkan tubuh mungilnya diatas raga kekasih yang telah membeku.
Chaira tak temukan titik kesadarannya, yang ia tahu hanya yang dilihat ..
Hampa bagi Chaira, setengah jiwanya ikut melayang.
“Siapa yang bisa menggantikannya, Tuhan ?” Saut suara hati Chaira yang semakin membuat dia lelah bertanya dan ia takkan menemukan jawabannya sekarang ..
Tuhan membiarkan ia menangis..
Setahun, setelah ia sadar dirinya tak mungkin lagi berada di masa lalu ..
Chaira melanjutkan waktunya dengan seluruh emosi yang tertahan.
“Aku sanggup,sayang. Kamu adalah aku .”
Hanya menuntut ilmu yang ia bisa jadikan kesibukannya kini, hingga ia bisa melupakan sejenak tragedi yang terjadi di ulang tahunnya yang menjadi kelabu kemarin.
Waktu masih memberikan peluang untuk kehidupan Chaira, senyuman demi senyuman dengan susah payah Chaira ciptakan bersama kedua sahabatnya.
Chaira mencoba menjadikan senyuman kecilnya menjadi senyuman yang besar menuju kebahagiannya nanti.
“Chairaa..” Salah satu teman laki-laki se-fakultasnya memanggil, laki-laki itu berpostur tinggi kuning langsat, mata-matanya seperti elang yang sedang membidik mangsanya, alis-alisnya seperti kepakan sayap malaikat, otaknya yang seperti emas dalam kebisuan.
Tapi balasan Chaira ke laki-laki bermata elang itu begitu acuh, Chaira tak pernah mau menatap setiap mata lawan jenisnya dengan jelas.
Chaira tidak bisa mengerti tentang hidupnya. Kini, ia hanya seonggok permata yang tak terjamah.
Kini langkah hidup Chaira tak seindah kemarin sebelum nyawa ia terangkat setengah bersama orang yang ia cintai.
Begitulah setiap orang memandang Chaira dari sudut mata mereka .
“Ra, mau sampai kapan lo tutup kehidupan lo buat orang lain bisa masuk kekehidupan lo?” Raisha tak pernah bosan menanyakan hal itu ke Chaira, namun permata itu tidak mampu memancarkan sinarnya, tatapannya kosong melonglong jauh melana kembali ke masa kelamnya.
“Gue ga tau,Sha.” Jawaban yang sudah pasti ditebak oleh Raisha sahabatnya dari SMA.
“Setelah malam itu, gue ga pernah lagi ngeliat lo bener-bener senyum dari hati lo, Ra.”
“Terus gue harus gimana? Gue udah melanjutkan hidup gue kok ! apa itu kurang hah !!??”
Kekasih yang ia cintai memberi kejutan yang teramat tak terlupakan, bukan dengan senyuman melainkan darah segar.
Suara-suara anjing-anjing itu masih saja mengganggu haru birunya Chaira, menambah suasana mencekam didalam kamarnya.
Suara diseberang sana mampu menghilangkan setengah kewarasannya dan mengganti rasa deg-degkan berharapnya itu dengan deg-degkan tak karuan nafasnya seakan berhenti sejenak.
Kamar dimana ia berdiri dan menggenggam handphone-nya menjadi seketika terasing buat Chaira, Chaira tumpahkan airmata dan bertekuk lutut .
“Tuhan, jangan Kau lakukan ini.”
Chaira terus saja mencari naungan, menepi dari perasaan yang merobek lebar-lebar hatinya.
Pikirannya terampas oleh kekasihnya kini .
Malam itu terlalu pekat untuk Chaira lalui, dia melaju dengan mobilnya .
Di perjalanan, perhatiannya hanya teruju pada sang kekasih yang ia cintai matanya kosong menatap jalan panjang yang ia lalui, hanya sederet kisah bersama kekasihnya yang membuat airmatanya terus membasahi pipi mulus Chaira..
“Bagaimana aku nanti, Tuhan ? Adakah cinta sepertinya lagi ku temui ?”
Seribu pertanyaan hatinya yang tak terjawab .
Entah secepat apa ia menginjak gasnya hingga cepat ia sandarkan tubuh mungilnya diatas raga kekasih yang telah membeku.
Chaira tak temukan titik kesadarannya, yang ia tahu hanya yang dilihat ..
Hampa bagi Chaira, setengah jiwanya ikut melayang.
“Siapa yang bisa menggantikannya, Tuhan ?” Saut suara hati Chaira yang semakin membuat dia lelah bertanya dan ia takkan menemukan jawabannya sekarang ..
Tuhan membiarkan ia menangis..
Setahun, setelah ia sadar dirinya tak mungkin lagi berada di masa lalu ..
Chaira melanjutkan waktunya dengan seluruh emosi yang tertahan.
“Aku sanggup,sayang. Kamu adalah aku .”
Hanya menuntut ilmu yang ia bisa jadikan kesibukannya kini, hingga ia bisa melupakan sejenak tragedi yang terjadi di ulang tahunnya yang menjadi kelabu kemarin.
Waktu masih memberikan peluang untuk kehidupan Chaira, senyuman demi senyuman dengan susah payah Chaira ciptakan bersama kedua sahabatnya.
Chaira mencoba menjadikan senyuman kecilnya menjadi senyuman yang besar menuju kebahagiannya nanti.
“Chairaa..” Salah satu teman laki-laki se-fakultasnya memanggil, laki-laki itu berpostur tinggi kuning langsat, mata-matanya seperti elang yang sedang membidik mangsanya, alis-alisnya seperti kepakan sayap malaikat, otaknya yang seperti emas dalam kebisuan.
Tapi balasan Chaira ke laki-laki bermata elang itu begitu acuh, Chaira tak pernah mau menatap setiap mata lawan jenisnya dengan jelas.
Chaira tidak bisa mengerti tentang hidupnya. Kini, ia hanya seonggok permata yang tak terjamah.
Kini langkah hidup Chaira tak seindah kemarin sebelum nyawa ia terangkat setengah bersama orang yang ia cintai.
Begitulah setiap orang memandang Chaira dari sudut mata mereka .
“Ra, mau sampai kapan lo tutup kehidupan lo buat orang lain bisa masuk kekehidupan lo?” Raisha tak pernah bosan menanyakan hal itu ke Chaira, namun permata itu tidak mampu memancarkan sinarnya, tatapannya kosong melonglong jauh melana kembali ke masa kelamnya.
“Gue ga tau,Sha.” Jawaban yang sudah pasti ditebak oleh Raisha sahabatnya dari SMA.
“Setelah malam itu, gue ga pernah lagi ngeliat lo bener-bener senyum dari hati lo, Ra.”
“Terus gue harus gimana? Gue udah melanjutkan hidup gue kok ! apa itu kurang hah !!??”
Chaira tersungkur bagai terhempas oleh ombak laut menerjang dirinya kuat-kuat , nyawanya seakan hilang semua melebur menjadi pecahan-pecahan permata yang terjun dari mata sayunya.
Raisha mensejajarkan bahunya dengan Chaira.
“Maafin gua Ra.”
Tertumpuk sudahlah perasaan yang menghanyutkan Chaira, permata itu membiarkan dirinya tak terlihat dari mata-mata yang mengincarnya.
Ia tak lebih dari sayap kupu-kupu yang rapuh, ia menjadikan dirinya tak berarti.
Kabar itu mampu mengubah seluruh alam kehidupan Chaira.
Dikampus, Chaira hanya melihat layar yang putih bersama huruf-huruf yang ia tekan-tekan, bermain dengan kata-kata dan imajinasinya .
“Ra, ikut gue ke mall yuk nyari tongkrongan yang asik.” Sabrina yang selalu berusaha mengajaknya mengenal dunia nyata lagi ternyata masih belum sanggup membuat permata itu mengkilat.
“Ke tempat yang sepi aja.”
“Kemana Ra ?”
“Ketempat cowo gue, udah setahun gue ga kesana.”
“Oke sekarang yuk, lo lagi ga ada kelas kan?”
Sinar permata itu hampir saja terlihat kembali dari sorot mata indah Chaira.
***
“Lo masih mau disini Ra?”
“Iya”
“Udah mau ujan, udah yah cukup ketemunya. Kalo begini lo ga akan bangkit.” Tarikan Sabrina memberikan satu kekuatan yang mampu melemahkan tubuh Chaira.
Chaira terus saja mengelus liontinnya, karna hanya itu yang tersisa dari masa lalunya.
Pandu laki-laki itu yang memberikan liontin terindah yang pernah ia dapatkan, mungkin tak pernah hadiah itu terlintas dari pikirannya. Liontin itu terukir namanya dan Pandu. Pandu mengerti betapa liontin itu seindah kekasihnya Chaira.
Pandu meninggalkan Chaira secara tragis dimalam Chaira menunggu kehadirannya, ia melaju dengan motor yang sangat cepat hingga akhirnya kecelakaan itu tak mampu Pandu hindarkan, Pandu merenggang nyawanya membawa bingkisan bewarna merah berbentuk hati hadiah ulang tahun Chaira.
Malam ini, Chaira menyandarkan seluruh amarah, kesedihan, dan pikirannya dipinggir tempat tidurnya sekali lagi ia bermain dengan kata-katanya ditengah keheningan malam yang hanya terdengar suara jangkrik dan di bawah sinar rembulan yang menerangi bidadari.
‘ Tuhan, kau kilaukan cahayamu dulu, kini kau redupkan kembali cahaya itu. Aku terus menerjang hantaman ombak yang melangsa.
Aku peri kesepian, yang menanti datangnya seorang malaikat disisi.
Oh tuhan, mengapa aku begini?
Aku terlalu lemah untuk ditinggalkan, kini aku bagaikan mawar hitam bertangkai duka.
Aku kehilangan, warasku hampir hilang.
Kau rebut cinta dari genggamanku, yang ku lakukan hanya membiarkannya terlepas dariku.
Aku tahu KAU maha kuasa atas segala kehidupanku.
Aku mengerti betapa kau sayangi ia lebih dari aku menyayanginya.
Tapi berikan aku cinta yang seperti cintanya, agar luka yang kau beri mampu menjadi setitik cinta dihati..
Sepenggal kata yang Chaira ciptakan dibuku hariannya, yang sedikit bisa membantu mengurangi rasa lelahnya tiap senja berganti malam.
“Chairaa..” sapa laki-laki yang mengagguminya, tiba-tiba hati Chaira tergerak setelah melihat sorotan tajam dari mata elang laki-laki itu, ia tersenyum.
Laki-laki itu berdebar tak karuan, perasaannya mulai membuat panas mukanya serta kaku dilidahnya.
Dan membiarkan Chaira berlalu dari hadapannya.
“Oh Tuhan, rasa ini sungguh beda.” Ungkapan hati si mata elang itu.
“Chaira!” rambut Chaira yang tergerai indah menyilaukan elang itu ketika Chaira berbalik badan.
“Liontin kamu jatuh ni.” Rio mengahmpiri dengan langkah yang stay cool.
Dengan sigap Chaira memindahkan liontin itu dengan menyentuh telapak tangan sang elang , dan memasang wajah lega.
“Penting ya Ra?” tanya Rio. Chaira mengangguk tertunduk gelisah dan berbalik badan menciptakan langkah kecil yang membuat jatung Rio berhenti berdetak sejenak.
Sekali lagi “Tuhan, tak pernah aku merasa seperti ini.” Pernyataan yang ia tahu Chaira tidak akan mendengarnya.
“Rio!” panggilan dari temannya pun tak mampu melemahkan syaraf-syarafnya, dengan langkah terengah-engah Alvin pun menghampiri temannya yang mematung.
“Riioooo!!”
Teriakan dan lambaian tangan dimuka Rio akhirnya sanggup menjatuhkan Rio dari langit ke tujuh.
“Lo kenapa, io ?”
“Bidadari, Vin.”
“Mana?”
“Tadi melintas dihadapan gue, ga pernah gue rasain seindah ini.” Rio baru menatap mata temannya yang sedari tadi hanya melongo tak mengerti apa yang ia ucapkan, dan malah sibuk mencari sosok bidadari yang baru disebutkan Rio tadi.
“Udah jam berapa ni, lo ga masuk kelas? Kan ada kuis io.”
“Oh god, lupa gue. Yo cabut ah!”
Akhirnya drama singkat itu berakhir seiring bidadari itu terbang kembali ke khayangan.
Malam ini, mata Rio enggan untuk terpejam. Pikirannya jauh melintasi langit, angannya diam-diam menyusup ke tiap sel-sel otaknya mencari sosok yang menggetarkan jiwanya.
Entah apa yang merasuki pikiran Rio seketika itu, pikirannya hanya Chaira sang bidadari baginya.
Hatinya telah tergoda kepada sosok Chaira yang sederhana tapi begitu dingin.
“Tuhan, aku mulai jatuh cinta.” Kalimat yang mewakili dari seluruh perasaan senangnya bersentuh tangan dengan si gunung es yang membekukan dirinya dibawah teriknya matahari tadi.
Chaira Chaira, permata yang kehilangan kilauannya..
Sosok gadis yang mencoba menguak kehidupannya sendiri, mencoba meraih setiap asa yang pernah pupus, dan sosok yang menjadi bisu .
“Ra, jangan bengong aja dong. Kejadian itu seharusnya menjadi motivasi buat lo sekarang, Tuhan lebih sayang dia dari pada lo.”
Kata-kata yang keluar dari mulut ceriwis Sabrina yang penuh dengan makanan dikantin itu membawa Chaira kembali bersandar pada masanya bersama Pandu .
“Iya, gue tau kok Bi, tapi ..” Chaira tak punya banyak kekuatan untuk meneruskan kata demi katanya, ia hanya sanggup untuk melepaskan lelahnya dengan memejamkan mata dan susah payah menelan ludahnya dan dihinggapi perasaan yang sesak.
Ketika ia membuka mata, permatanya langsung terperangkap oleh incaran sang elang dari kejauhan sana.
“Ra, lo ngeliatin apa?” Raisha mencari sosok yang membuat temannya itu terpaku.
“Sha, jantung gue berdebar lagi.” Terlihat senyum kemenangan yang baru tampak lagi dilihat oleh teman-temannya.
Raisha dan Sabrina saling pandang, tak mengerti apa yang sedang terjadi oleh temannya.
Ternyata malaikat cinta sedang melepaskan anak panahnya melalui tatapan mata sang elang yang mengincar sebuah permata yang tersembunyi di mata sayu Chaira.
Hari-hari yang Chaira lalui, semakin membuat bingung Raisha dan Sabrina.
Mereka melihat setitik kilau yang memancar dari keindahan mata Chaira, dan mereka tahu siapa yang memberikan aliran keindahan untuk kehidupan Chaira ..
Waktu ini beda, tidak lagi merenggut pikiran sehat Chaira yang selama ini menyita waktunya.
“Tuhan, aku berbicara denganMu lagi, aku merasakan beda. Apa aku?” Chaira berbicara dengan dirinya didepan cermin, dengan sesekali merapikan rambutnya yang terurai dengan jari-jari laksana bidadari dari langit ke-tujuh, pikirnya terbang kebayangan sang elang membuat jantungnya berdetak tak karuan.
Esoknya matahari menerikkan semangat ke dalam ruangan dimana Chaira terbaring bermain dengan alam bawah sadarnya, dan kembali menghirup sejuknya embun pagi.
Handphone-nya berdering dengan nyaring, mendobrak pendengaran telinga dan penglihatannya.
Permata yang tersembunyi dari matanya menyilaukan pagi .
Ia melihat nomer yang muncul dari benda kecilnya, belum ada nama. Dengan perlahan ia membuka pembicaraan.
“Halo.” Sejenak terhening , tak ada balasan suara dari seberang sana .
Sekali lagi Chaira mengucapkan satu kata tadi.
Hanya terdengar suara desahan nafas dan suara gemetar yang membuat jantung Chaira jadi berdegup cepat.
“Chaira..” Suara lembut yang terdengar samar-samar.
Chaira terperangkap suara itu, matanya terbelalak. Dan seketika itu handphone-nya kembali normal kembali .
Chaira masih menggenggam handphone-nya erat-erat dan ia merasa tidak asing mendengar suara itu.
“Ga mungkin dia kembali, dia udah pergi selamanya. Ga munggkkkkiiiiiiiiiinnnn!!!”
Chaira shock, dia menutup mukanya dengan tangan lembutnya yang seketika mendingin, dan membanjiri tanganya dengan linangan airmata.
Untuk menghilangkan rasa cemas yang menghantui dirinya sejak pagi itu, Chaira sengaja mengunjungi taman kota untuk menjernihkan seluruh pikirannya, tempat kesukaan dirinya dan Pandu.
Setelah setengah jam ia duduk melihat kumpulan air yang menggenang luas didepannya, sesekali hanya melempar kerikil kecil ke genangan itu .
Seketika ia merasakan sesuatu yang tak seperti biasanya, rambutnya melayang karna hembusan angin dingin yang menghenyapkan.
Terdengar sayup-sayup suara lembut dan terdengar sebuah lantunan dawai gitar yang mengalun telinga Chaira, Chaira teringat ucapan Pandu setahun silam.
Dengan perlahan Chaira menutup matanya, dan memanggil nama Pandu.
“Saat dunia tak mampu bertahan, cintaku akan selalu bersamamu. Teruskanlah hidupmu Chaira, karna aku disisimu, hingga kau mendapatkan cinta yang sebenarnya cinta. Dan jika kau rindu aku pejamkan matamu dan panggil namaku, I’ll be there for you my angle.” Bisikan lembut yang mengiris seluruh kesedihannya, dan satu kecupan yang indah. Chaira membuka matanya perlahan dengan seluruh genangan airmata .
“Pandu..” satu nama yang ia panggil yang keluar dari bibir merah Chaira diiringi setetes embun yang terjun dari keindahan permata Chaira..
Tak disangka, ternyata sang elang mengawasi permata itu dari sisinya, dan mengulurkan sehelai kain kehadapannya.
Chaira terkejut.
“Lo?” Chaira gugup dengan menghapus sisa-sisa kepedihannya.
“Iya aku, kaget yah kenapa aku bisa tau kamu disini.” Hanya kebisuan yang diterima Rio, ia paham akan Chaira.
“Boleh, aku duduk disini ?” Chaira mengalihkan pandangannya, kembali ke depan. Rio menghela nafas, tanggannya mengepal menahan perasaannya dan melanjutkan pembicaraan.
“Aku tau kamu disini dari Raisha, setiap Sabtu kamu pasti kesini, karna ini tempat favorit kamu dulu sama....” Chaira langsung menatap dalam-dalam mata elang dan alis yang seperti kepakan sayap malaikat yang dimiliki Rio .
Rio terdiam dan kembali menatap mata permata itu, pertahanan Chaira hampir runtuh semua.
“Kenapa lo kaya gini sama gue?”
“Karna aku tau Ra, ada keindahan permata yang hilang dari kehidupan kamu, dan aku ingin mengembalikan permata yang hilang itudan memilikinya dengan semua keindahan yang kamu punya.” Chaira tak dapat menahan butiran-butiran air kecil, dan membiarkan terjatuh dari kelopak
mawar mata Chaira dadanya seakan terhimpit oleh perasaan kehilangan, nafasnya mulai terengah, dan tenggorokannya seperti ada yang mengganjal.
“Gue ga seindah itu.”
“Tapi keindahan kamu membuat aku luluh.” Chaira menjadi tak mengerti ucapan Rio.
“Ra..” Rio memberanikan memegang tangan sang bidadari, Chaira lemah tak memberikan perlawanan apapun, dirinya sudah berada dititik lemahnya kini .
Rio menghela nafas, “Ra, ijinin aku ngebalikin permata itu kembali bersinar dimata kamu , mata kamu udah terlalu lelah untuk menangis, ..”
Cengkraman tangan sang pemangsa, meruntuhkan segala pertahanan sang bidadari, Raja elang membuka sayapnya lebar-lebar untuk sang bidadari yang telah jatuh didadanya, dan ia tidak akan pernah melepaskan bidadari hatinya ..
“Chaira.. wanita sempurna yang pernah aku miliki..” Ucap Pandu .
Raisha mensejajarkan bahunya dengan Chaira.
“Maafin gua Ra.”
Tertumpuk sudahlah perasaan yang menghanyutkan Chaira, permata itu membiarkan dirinya tak terlihat dari mata-mata yang mengincarnya.
Ia tak lebih dari sayap kupu-kupu yang rapuh, ia menjadikan dirinya tak berarti.
Kabar itu mampu mengubah seluruh alam kehidupan Chaira.
Dikampus, Chaira hanya melihat layar yang putih bersama huruf-huruf yang ia tekan-tekan, bermain dengan kata-kata dan imajinasinya .
“Ra, ikut gue ke mall yuk nyari tongkrongan yang asik.” Sabrina yang selalu berusaha mengajaknya mengenal dunia nyata lagi ternyata masih belum sanggup membuat permata itu mengkilat.
“Ke tempat yang sepi aja.”
“Kemana Ra ?”
“Ketempat cowo gue, udah setahun gue ga kesana.”
“Oke sekarang yuk, lo lagi ga ada kelas kan?”
Sinar permata itu hampir saja terlihat kembali dari sorot mata indah Chaira.
***
“Lo masih mau disini Ra?”
“Iya”
“Udah mau ujan, udah yah cukup ketemunya. Kalo begini lo ga akan bangkit.” Tarikan Sabrina memberikan satu kekuatan yang mampu melemahkan tubuh Chaira.
Chaira terus saja mengelus liontinnya, karna hanya itu yang tersisa dari masa lalunya.
Pandu laki-laki itu yang memberikan liontin terindah yang pernah ia dapatkan, mungkin tak pernah hadiah itu terlintas dari pikirannya. Liontin itu terukir namanya dan Pandu. Pandu mengerti betapa liontin itu seindah kekasihnya Chaira.
Pandu meninggalkan Chaira secara tragis dimalam Chaira menunggu kehadirannya, ia melaju dengan motor yang sangat cepat hingga akhirnya kecelakaan itu tak mampu Pandu hindarkan, Pandu merenggang nyawanya membawa bingkisan bewarna merah berbentuk hati hadiah ulang tahun Chaira.
Malam ini, Chaira menyandarkan seluruh amarah, kesedihan, dan pikirannya dipinggir tempat tidurnya sekali lagi ia bermain dengan kata-katanya ditengah keheningan malam yang hanya terdengar suara jangkrik dan di bawah sinar rembulan yang menerangi bidadari.
‘ Tuhan, kau kilaukan cahayamu dulu, kini kau redupkan kembali cahaya itu. Aku terus menerjang hantaman ombak yang melangsa.
Aku peri kesepian, yang menanti datangnya seorang malaikat disisi.
Oh tuhan, mengapa aku begini?
Aku terlalu lemah untuk ditinggalkan, kini aku bagaikan mawar hitam bertangkai duka.
Aku kehilangan, warasku hampir hilang.
Kau rebut cinta dari genggamanku, yang ku lakukan hanya membiarkannya terlepas dariku.
Aku tahu KAU maha kuasa atas segala kehidupanku.
Aku mengerti betapa kau sayangi ia lebih dari aku menyayanginya.
Tapi berikan aku cinta yang seperti cintanya, agar luka yang kau beri mampu menjadi setitik cinta dihati..
Sepenggal kata yang Chaira ciptakan dibuku hariannya, yang sedikit bisa membantu mengurangi rasa lelahnya tiap senja berganti malam.
“Chairaa..” sapa laki-laki yang mengagguminya, tiba-tiba hati Chaira tergerak setelah melihat sorotan tajam dari mata elang laki-laki itu, ia tersenyum.
Laki-laki itu berdebar tak karuan, perasaannya mulai membuat panas mukanya serta kaku dilidahnya.
Dan membiarkan Chaira berlalu dari hadapannya.
“Oh Tuhan, rasa ini sungguh beda.” Ungkapan hati si mata elang itu.
“Chaira!” rambut Chaira yang tergerai indah menyilaukan elang itu ketika Chaira berbalik badan.
“Liontin kamu jatuh ni.” Rio mengahmpiri dengan langkah yang stay cool.
Dengan sigap Chaira memindahkan liontin itu dengan menyentuh telapak tangan sang elang , dan memasang wajah lega.
“Penting ya Ra?” tanya Rio. Chaira mengangguk tertunduk gelisah dan berbalik badan menciptakan langkah kecil yang membuat jatung Rio berhenti berdetak sejenak.
Sekali lagi “Tuhan, tak pernah aku merasa seperti ini.” Pernyataan yang ia tahu Chaira tidak akan mendengarnya.
“Rio!” panggilan dari temannya pun tak mampu melemahkan syaraf-syarafnya, dengan langkah terengah-engah Alvin pun menghampiri temannya yang mematung.
“Riioooo!!”
Teriakan dan lambaian tangan dimuka Rio akhirnya sanggup menjatuhkan Rio dari langit ke tujuh.
“Lo kenapa, io ?”
“Bidadari, Vin.”
“Mana?”
“Tadi melintas dihadapan gue, ga pernah gue rasain seindah ini.” Rio baru menatap mata temannya yang sedari tadi hanya melongo tak mengerti apa yang ia ucapkan, dan malah sibuk mencari sosok bidadari yang baru disebutkan Rio tadi.
“Udah jam berapa ni, lo ga masuk kelas? Kan ada kuis io.”
“Oh god, lupa gue. Yo cabut ah!”
Akhirnya drama singkat itu berakhir seiring bidadari itu terbang kembali ke khayangan.
Malam ini, mata Rio enggan untuk terpejam. Pikirannya jauh melintasi langit, angannya diam-diam menyusup ke tiap sel-sel otaknya mencari sosok yang menggetarkan jiwanya.
Entah apa yang merasuki pikiran Rio seketika itu, pikirannya hanya Chaira sang bidadari baginya.
Hatinya telah tergoda kepada sosok Chaira yang sederhana tapi begitu dingin.
“Tuhan, aku mulai jatuh cinta.” Kalimat yang mewakili dari seluruh perasaan senangnya bersentuh tangan dengan si gunung es yang membekukan dirinya dibawah teriknya matahari tadi.
Chaira Chaira, permata yang kehilangan kilauannya..
Sosok gadis yang mencoba menguak kehidupannya sendiri, mencoba meraih setiap asa yang pernah pupus, dan sosok yang menjadi bisu .
“Ra, jangan bengong aja dong. Kejadian itu seharusnya menjadi motivasi buat lo sekarang, Tuhan lebih sayang dia dari pada lo.”
Kata-kata yang keluar dari mulut ceriwis Sabrina yang penuh dengan makanan dikantin itu membawa Chaira kembali bersandar pada masanya bersama Pandu .
“Iya, gue tau kok Bi, tapi ..” Chaira tak punya banyak kekuatan untuk meneruskan kata demi katanya, ia hanya sanggup untuk melepaskan lelahnya dengan memejamkan mata dan susah payah menelan ludahnya dan dihinggapi perasaan yang sesak.
Ketika ia membuka mata, permatanya langsung terperangkap oleh incaran sang elang dari kejauhan sana.
“Ra, lo ngeliatin apa?” Raisha mencari sosok yang membuat temannya itu terpaku.
“Sha, jantung gue berdebar lagi.” Terlihat senyum kemenangan yang baru tampak lagi dilihat oleh teman-temannya.
Raisha dan Sabrina saling pandang, tak mengerti apa yang sedang terjadi oleh temannya.
Ternyata malaikat cinta sedang melepaskan anak panahnya melalui tatapan mata sang elang yang mengincar sebuah permata yang tersembunyi di mata sayu Chaira.
Hari-hari yang Chaira lalui, semakin membuat bingung Raisha dan Sabrina.
Mereka melihat setitik kilau yang memancar dari keindahan mata Chaira, dan mereka tahu siapa yang memberikan aliran keindahan untuk kehidupan Chaira ..
Waktu ini beda, tidak lagi merenggut pikiran sehat Chaira yang selama ini menyita waktunya.
“Tuhan, aku berbicara denganMu lagi, aku merasakan beda. Apa aku?” Chaira berbicara dengan dirinya didepan cermin, dengan sesekali merapikan rambutnya yang terurai dengan jari-jari laksana bidadari dari langit ke-tujuh, pikirnya terbang kebayangan sang elang membuat jantungnya berdetak tak karuan.
Esoknya matahari menerikkan semangat ke dalam ruangan dimana Chaira terbaring bermain dengan alam bawah sadarnya, dan kembali menghirup sejuknya embun pagi.
Handphone-nya berdering dengan nyaring, mendobrak pendengaran telinga dan penglihatannya.
Permata yang tersembunyi dari matanya menyilaukan pagi .
Ia melihat nomer yang muncul dari benda kecilnya, belum ada nama. Dengan perlahan ia membuka pembicaraan.
“Halo.” Sejenak terhening , tak ada balasan suara dari seberang sana .
Sekali lagi Chaira mengucapkan satu kata tadi.
Hanya terdengar suara desahan nafas dan suara gemetar yang membuat jantung Chaira jadi berdegup cepat.
“Chaira..” Suara lembut yang terdengar samar-samar.
Chaira terperangkap suara itu, matanya terbelalak. Dan seketika itu handphone-nya kembali normal kembali .
Chaira masih menggenggam handphone-nya erat-erat dan ia merasa tidak asing mendengar suara itu.
“Ga mungkin dia kembali, dia udah pergi selamanya. Ga munggkkkkiiiiiiiiiinnnn!!!”
Chaira shock, dia menutup mukanya dengan tangan lembutnya yang seketika mendingin, dan membanjiri tanganya dengan linangan airmata.
Untuk menghilangkan rasa cemas yang menghantui dirinya sejak pagi itu, Chaira sengaja mengunjungi taman kota untuk menjernihkan seluruh pikirannya, tempat kesukaan dirinya dan Pandu.
Setelah setengah jam ia duduk melihat kumpulan air yang menggenang luas didepannya, sesekali hanya melempar kerikil kecil ke genangan itu .
Seketika ia merasakan sesuatu yang tak seperti biasanya, rambutnya melayang karna hembusan angin dingin yang menghenyapkan.
Terdengar sayup-sayup suara lembut dan terdengar sebuah lantunan dawai gitar yang mengalun telinga Chaira, Chaira teringat ucapan Pandu setahun silam.
Dengan perlahan Chaira menutup matanya, dan memanggil nama Pandu.
“Saat dunia tak mampu bertahan, cintaku akan selalu bersamamu. Teruskanlah hidupmu Chaira, karna aku disisimu, hingga kau mendapatkan cinta yang sebenarnya cinta. Dan jika kau rindu aku pejamkan matamu dan panggil namaku, I’ll be there for you my angle.” Bisikan lembut yang mengiris seluruh kesedihannya, dan satu kecupan yang indah. Chaira membuka matanya perlahan dengan seluruh genangan airmata .
“Pandu..” satu nama yang ia panggil yang keluar dari bibir merah Chaira diiringi setetes embun yang terjun dari keindahan permata Chaira..
Tak disangka, ternyata sang elang mengawasi permata itu dari sisinya, dan mengulurkan sehelai kain kehadapannya.
Chaira terkejut.
“Lo?” Chaira gugup dengan menghapus sisa-sisa kepedihannya.
“Iya aku, kaget yah kenapa aku bisa tau kamu disini.” Hanya kebisuan yang diterima Rio, ia paham akan Chaira.
“Boleh, aku duduk disini ?” Chaira mengalihkan pandangannya, kembali ke depan. Rio menghela nafas, tanggannya mengepal menahan perasaannya dan melanjutkan pembicaraan.
“Aku tau kamu disini dari Raisha, setiap Sabtu kamu pasti kesini, karna ini tempat favorit kamu dulu sama....” Chaira langsung menatap dalam-dalam mata elang dan alis yang seperti kepakan sayap malaikat yang dimiliki Rio .
Rio terdiam dan kembali menatap mata permata itu, pertahanan Chaira hampir runtuh semua.
“Kenapa lo kaya gini sama gue?”
“Karna aku tau Ra, ada keindahan permata yang hilang dari kehidupan kamu, dan aku ingin mengembalikan permata yang hilang itudan memilikinya dengan semua keindahan yang kamu punya.” Chaira tak dapat menahan butiran-butiran air kecil, dan membiarkan terjatuh dari kelopak
mawar mata Chaira dadanya seakan terhimpit oleh perasaan kehilangan, nafasnya mulai terengah, dan tenggorokannya seperti ada yang mengganjal.
“Gue ga seindah itu.”
“Tapi keindahan kamu membuat aku luluh.” Chaira menjadi tak mengerti ucapan Rio.
“Ra..” Rio memberanikan memegang tangan sang bidadari, Chaira lemah tak memberikan perlawanan apapun, dirinya sudah berada dititik lemahnya kini .
Rio menghela nafas, “Ra, ijinin aku ngebalikin permata itu kembali bersinar dimata kamu , mata kamu udah terlalu lelah untuk menangis, ..”
Cengkraman tangan sang pemangsa, meruntuhkan segala pertahanan sang bidadari, Raja elang membuka sayapnya lebar-lebar untuk sang bidadari yang telah jatuh didadanya, dan ia tidak akan pernah melepaskan bidadari hatinya ..
“Chaira.. wanita sempurna yang pernah aku miliki..” Ucap Pandu .
Baca juga Cerpen Romantis yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar