KETIKA
Cerpen Yurehan Ashuri
Aku berlari cepat sekuat tenaga ditengah kegelapan untuk menghindar dan bersembunyi dari kejaran sosok gelap besar dengan sorot matanya yang merah tajam penuh kebencian dan mencoba untuk membunuhku dan seluruh keluargaku, dari balik cahaya redup tempat persembunyian aku melihat kilau pedang besar dan panjang tergenggam di tangan kanan sosok gelap besar itu memantulkan cahaya bagai kilat petir.
Begitu cepat jantungku berdetak, keringat dinginpun mengalir bagai hujan membasahi seluruh badanku. Aku sangat mengharapkan pagi akan segera tiba dan mentari bersinar, tapi tak juga kunjung tiba, seolah aku terjebak di ruang dan waktu tak berputar.
**
Akupun tergugah dan mimpi itu seolah sosok hitam besar lenyap dalam seketika begitu terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamarku seraya memanggilku dengan kencang, keringat itu masih bercucuran di badanku, bahkan bantal dan seprai terlihat basah karena keringat yang mengalir dari badanku, detak jantung masih berdetak kencang, Siapakah yang menolongku dari mimpi buruk itu dengan mengetuk pintu kamarku” Aku berbisik lirih.
Dengan cepat aku beranjak dari ranjang tidur dan membuka pintu kamar. aku merasa tenang melihat Rina yang berdiri tepat didepanku. “Anggi, kamu tidur pulas banget, dari tadi aku ketuk pintu tapi kamu tak bangun- bangun juga, kirain kamu kenapa- napa, tadinya akan buka dengan paksa pintu kamar kamu” ucap Rina teman kuliahku. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Rina.
“gak papa kok, ucapku, Aku berpamitan untuk ke kamar mandi dan menyuruh rina menungguku dikamar tidurku. saat aku mengambil handuk yang tertinggal di kursi meja kamarku, kulihat Rina membuka buku yang terletak di meja kamarku, buku yang membuatku sering bermimpi buruk dan mimpi itu terus mengejarku dan memcoba untuk membunuhku setiap malam sejak kakek tua itu memberikan buku itu padaku setahun yang lalu.
Aku mencoba untuk melarang dan merebut buku itu dari tangannya, tapi dia tak menghiraukannya, akupun membiarkan Rina membaca buku itu.
Badanku masih terasa lemas, seperti terkuras tenaga yang ada didalam tubuh karena mimpi itu, sekarang aku baru mempercayai ucapan kakek tua itu yang melarangku membuka buku yang dia berikan sebelum empat puluh hari setelah pemberian buku itu, tapi aku menghiraukannya dan membaca buku itu bahkan sampai berlarut- larut aku terus membacanya karena terpacu dengan isi buku itu, bahkan buku itu menjadi sahabatku sahabat yang setia menemaniku hingga tertidur pulas.
Kini mimpi itu benar- benar menghantuiku setiap malam sepanjang tidurku. Bahkan sosok yang ada dalam mimpi itu terus mengikutiku hingga kehidupan nyata, kemanapun aku pergi, entah hanya halusinasiku saja, tapi mimpi yang membuatku takut untuk memejamkan mataku terus menjeratku, bahkan sering aku terjaga sepanjang malam kala aku tengah sendiri dalam rumah.
Entah apa arti dari mimpi itu, apakah ada hubungannya dengan pesan kakek tua yang aku ingkari itu, aku mencoba untuk mengutarakan perasaanku pada kedua orang tuaku tentang mimpi yang aku alami setiap malam, sepanjang malam. bahkan mimpi itu bagai sebuah peringatan untukku akan kematian yang tragis, akan tetapi mereka tidak mempercayainya dan hanya tersenyum bahkan mereka menganggapku paling pintar membuat cerita misteri untuk menakut- nakuti mereka.
Aku mencoba meceritakan tentang mimpi yang sering aku alami pada orang- orang terdekatku termsuk Rani teman dekatku, teman dari kecilku hingga beranjak dewasa bahkan satu kempuspun bersama, tapi anehnya mereka semua tak ada satupun yang mempercayai ucapanku, bahkan sampai beberapa kali aku meyakinkan mereka tentang mimpi itu, tetap saja mereka hanya menertawaiku dan menganggap ceritaku hanya khayalanku saja.
Aku diam, menatap mereka yang seolah-olah tak mempercayai ketakutanku yang benar- benar membuatku gila, bahkan semakin gila. sampai aku sering menangis memeluk dipundaknya, supaya mempercayaiku dan melindungku tapi tetap saja mereka hanya mengelus rambutku dan menenangkanku dan meyakinkanku seolah mimpi itu hanya kembang malam.
Ketakutanku tak sampai di situ saja, semakin hari kian menjadi nyata, ketika aku melihat orang- orang asing disekitarku seperti memandangku dengan tatapan aneh, terkadang mereka menatapku dengan cahaya mata memerah penuh kebencian yang membakar, aku menundukkan kepala dan memejamkan mata, sampai menutupi wajahku dari pandangan mereka dengan tanganku, aku tak tahu dimana kesalahanku hingga mereka menatapku seperti ini, seolah mereka ingin mengenyahkanku dari muka bumi ini. Sungguh, semakin hari yang aku rasakan hanyalah ketakutan karena mimpi semakin menjadi kenyataan, bahkan untuk merapikan kamar tudur, mencuci pakaianku, bahkan tugas kuliah tak pernah aku kerjakan, aku tak sempat mengurus diriku sendiri.
Kini aku bagai kehilangan kesadaran, tak sempat mengingat kenangan indah masa lalu. Bahkan aku tak mengingatnya lagi malam terakhir aku bermimpi indah. Dunia bagai kelabu, mentari pelangi meredup berganti hitam.
**
Kini mimpi itu menghilang, bukan karena seseorang yang membangunkanku karena mendengarku menjerit terbawa dalam mimpi yang mencekam itu, tapi suara dering alarm yang telah aku atur untuk membangunkanku lebih awal dari biasanya.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan menbuka jendela kamar, aku menarik nafas dalam- dalam dan mencoba untuk menenangkan diri tanpa bantuan dari orang lain seperti biasanya. Aku menatap kearah jendela terlihat mentari mengintipku dari arah timur, seolah malu untuk menampakan sosok indahnya.
Hari ini aku sengaja untuk bolos kuliah, aku telah bertekad untuk menemui kakek tua itu, kakek yang memberikan buku misterius itu. Aku akan mengembalikan buku itu padanya, dan meminta maaf atas kelalaianku yang telah mengingkari janji dan meminta supaya mimpi yang sering menghantuiku, mimpi yang telah merenggut kesadaranku dan membuatku kehilangan kebahagiaan dalam hiduku setahun terakhir ini. sungguh aku tak tahan lagi dengan belenggu katakutan sepanjang malam- malamku.
Kali ini aku bertekat untuk pergi kesuatu tempat dimana aku pernah bertemu dengan kakek itu setahun yang lalu, bahkan tak sempat aku berpamitan pada kedua orang tuaku. Aku melangkah pasti seolah keraguan itu terhapus oleh ketakutan yang terus merajangi hati.
setelah beberapa jam dalam perjalanan dengan menaiki angkutan pedesaan, sampailah kedesa tempat kakek itu tinggal. Melewati jalan kecil, semak belukar, rumput- rumput yang tumbuh liar. kurasa tak pernah lagi orang melewati jalan ini, setelah beberapa saat kemudian, aku melihat sebuah rumah rumah tua peninggalan belanda dengan dinding yang telah ditumbuhi rumput liar menjulang. Bahkan warna catnya semakin kusam tak terawat lebih kusam ketika pertama kali mendatangi rumah ini untuk menginap karena terjebak malam dan akhirnya aku memutuskan untuk bermalam di rumah ini setelah meminta izin pemilik rumah.
setibanya didepan pintu rumah itu, rasa takut tiba- tiba muncul dibenakku, jantungpun berdetak tak karuan, sama seperti dalam mimpi yang setiap malam merasuli tidurku. aku menarik nafas untuk menenangkan diri dari ketakutan yang melemahkan kaki, aku mengetuk pintu rumah tua itu. Tak juga ada yang membukakan pintu itu, aku terus mengetuknya, seolah kesabaranku untuk mengembalikan buku itu tak lagi mampu terbendung, buku yang membawa kutukan dan ingin sekali meminta maaf atas kelalaianku dulu.
Akhirnya pintu itu terbuka dan munculan seorang laki- laki lanjut usia, aku terdiam kaku menatap merah matanya yang tajam menyala seperti sosok gelap persis seperti sosok yang terus mengejarku dan mencoba untuk membunuhku dan keluargaku dalam mimpiku itu. Inilah kakek yang aku maksud, orang yang kurasa mampu melenyapkan kutukan mimpi itu.
Kake itu mempersilahkanku masuk dan duduk dibangku yang terbuat dari bambu, perabotan rumahnya tak berubah seperti setahun yang lalu bahkan posisi kursi, fhoto hitam putih seorang anak kecil yang menempel di dinding rumahnya tak ada yang berubah satupun.
Belum sempat aku mengutarakan niat dari kedatanganku pada kakek itu, kakek itu telah membaca isi pikiranku lebih dulu seperti menghipnotisku hingga aku tak mampu mengucapkan kata, kaki lemas tak bertenaga, sempat aku berniat untuk lari meninggalkan tempat ini dan mengurungkan niatku untuk bertemu dengannya, tapi sudah terlambat, aku telah berada di dunia hitamnya, tak mungkin lagi aku meninggalkan tempat ini tampa izin dari kakek itu.
Aku masih tak mampu mengucapkan sepatah katapun dari mulutku, kake tua itu tersenyum menatapku, dan duduk tepat di bangku goyang tepat di hadapanku.
**
Buku itu bukan seperti buku lain nak, buku itu tidak sembarang orang melihat dan membaca isi tulisannya. Aku menyerahkan buku itu padamu karena kakek melihat jiwa kamu yang bersih, tak telihat debu- debu kedengkian dan kebencian dalam hatimu yang terpancar diwajahmu lugu.
tapi kau tak mampu menjalankan pesan kakek, hingga kutukan itu terus menghantuimu, menguasai jiwamu bahkan membuatmu semakin melupakan dirimu sendiri, semuanya sudah terlambat kutukan itu akan memakan banyak korban nyawa, termasuk orang terdekatmu, pulanglah nak, tak perlu kamu memintaku menghapus kutukan mimpi itu, karena dengan sendirinya kutukan itu akan mengilang setelah kamu tiba dirumah nanti.
**
Aku benar- benar terhipnotis oleh sosoknya yang menyeramkan, tak banyak bicara pergi meninggalkan rumah kediaman kakek tua itu. Sepanjang perjalananku kembali kembali kerumah aku terus mengingat ucapan sang kakek tua itu betapa menyramkan seandainya kutukan itu benar- benar terjadi, kutukan yang melemahkan tubuhku bahkan denyut nadiku terus berdetak kencang, ketika membayangkan ucapan kakek itu, banyak korban yang dijadikan tumbal untuk menghapus kutukan itu, bahkan korbannya adalah orang terdekatku. Aku mencoba melupakannya dan lagi- lagi aku tak menghiraukan ucapkan kake itu.
Aku tiba di gang kecil depan rumahku, Aku beranjak turun dari angkutan pedesaan itu dan meneruskan dengan berjalan kaki, aku melihat banyak orang yang berdatangan kearah rumahku, tak sempat berfikir hal buruk menimpa keluargaku, orang- orang melihatku dengan wajah murung, ada yang terlihat seperti kasihan terhadapku, ada juga yang tertunduk melihatku seolah tak tega melihatku masih belum mengerti yang telah terjadi sebenarnya.
Begitu aku memasuki ruang tamu rumahku, semua keluarga besarku telah berkumpul, mereka menatapku dengan rasa sedih, kemudian memelukku dan berbisik lirih padaku supaya bisa merelakannya.
aku masih belum mengerti apa yang telahterjadi di sini, mereka membawaku ke dalam kamar orang tuaku dan terlihat kedua orang tuaku telah tebujur kaku, aku masih terdiam tak sepatah katapun terucap, aku mendekatinya dan memelukku erat, terbayang semua mimpi itu dan ucapan kakek padaku ketika aku mengembalikan buku itu padanya, aku menangis menyesali yang terjadi padaku.
Benar juga, setelah semuanya terjadi mimpi itu hilang dengan sendirinya, tapi tak pernah aku sadari sebelumnya, aku mendengar dari orang tuanya. Rina menjadi gila, menangis, tertawa dan berbicara dengan buku misterius itu, bahkan aku tak tahu dari mana dia mendapatkan buku yang telah aku kembalikan kekakek itu sebalumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar