Jumat, 20 April 2012

Kesempata yang Aku Sia-siakan

KESEMPATAN YANG AKU SIA-SIAKAN
Cerpen Septy

Aku adalah seorang remaja yang bisa dibilang sukar jatuh cinta, karena menurut ku pacaran itu tidak ada gunanya namun kali ini saat aku menemukan sosok Tama rasanya pikiran itu sinar begitu saja.

Aku masih ingat betul bagaimana pertemuan itu dimulai, ketika aku pulang sekolah bersama dengan Riani, Nani, Okta kamu pulang dengan bus, jadi terpaksa aku kami harus menunggu dihalte. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya ada juga bus yg berhenti. Saat ku masuk ke dalam bus itu ku temukan sesosok lelaki yang bisa dibilang cukup ganteng, aku masih terpana melihat ke arahnya, sementara ke tiga sahabat ku telah menghampiri cowok itu. “ tama.” Sapa Riani. Tama hanya membalas dengan senyuman saja. “ Tumben kamu naik bus?” Tanya Okta pada Tama.
“Tadi aku gak bawa motor.” Jawab Tama.

Nani menarik tangan ku untuk berkumpul dan berbincang- bincang bersama. Riani memperkenalkan ku pada Tama, tapi perkenalan singkat itu mendapat respon yang kurang baik dari Tama. Sifatnya begitu dingin dan dia juga tidak banyak bicara. Membuat ku agak sedikit malas ngobrol dengannya.
Selang dari 3 hari setelah pertemuan itu.

Ku lihat ke 3 sahabatku telah berkumpul dikelas. “ hy guys!” sapa ku pada mereka.
“hai juga. Aan sini buruan ada berita baik ni!” kata Riani.

Aku pun mengampiri mereka, “ Apa berita baiknya?” tanyaku.
“ An, kamu mau tau gak hari ini kita bakalan punya teman baru lo.” Kata Riani dengan nada bicara sedikit bangga dengan hal itu.
“Bagus dong.”jawabku sekedar basa basi.
“iya dong. Kamu mau tau gak dia siapa?” Timpal Okta.

Belum sempat aku menjawab, Nani sudah terlebihi dahulu menjawab “ Murid baru itu adalah...”
Riani buru buru meneruskan kata kata Nani sebelum dia melanjutkannya,” Tama”. Aku meninggalkan mereka karena aku males banget mendengarkan cerita seperti itu.
Bel masuk berbunyi, dan apa yang ditunggu tunggu ke 3 sahabatku akhirnya datang juga, sebenarnya aku juga menunggu even ini tapi aku males banget sama sifat Tama yang dingin banget. Ibu guru memperkenalkan Tama pada kami dan mempersilakan Tama duduk dikursi yang kosong. “keanapa si Tama harus duduk dikursi itu?” tanyaku di dalam hati sedikit jengkel.

Tama menyapa ku dengan senyum yang manis, membuat rasa kesal ku sirna tanpa bekas Semejak Tama pindah ke sekolah kami dia menjadi begitu perhatian padaku, hingga membuat aku dan sahabat ku bertanya-tanya apa arti semua ini.
“Aan.” Sapa Tama.
“Ada apa?” tanya ku. Tama menarik tangan ku dan membawa ku pergi meninggalkan sahabt ku.
“ Lepasin aku, kamu kenapa si?” tanya ku dengan nada bicara yang tinggi sambil melepaskan genggaman tangan Tama.“Aku cuma mau bilang....” Tama berhenti melanjutkan kata katanya dan meninggalkan ku. “kenapa si? Aneh.” Batinku.

Aku pun kembali ke kelas, karena bel istirahat berakhir sudah berbunyi.
“ kenapa, An?” tanya Riani padaku yang baru sampai dikelas.
“iya, An. Tama ngajakin kamu kemana tadi?” tanya Okta begitu penasaran.
“aduh, satu-satu dong nanyanya, jangan main kroyokan gitu....”
Aku menarik nafas panjang sebelum meneruskan kata-kataku, “Aku juga gak tau dan tadi kami gak kemana-mana kok.”
Tiba-tiba Nani yang sedari tadi diam mengatakan sesuatu yang tak dapat ku percaya,” Mungkin aja Tama suka kamu, An.”

Aku tertawa mendengar itu, tapi Okta malah menjawab, “ mungkin aja.”
“iya, soalnya dia perhatian banget sama kamu...” timpal Riani.

Akhirnya pembicaraan yang membuatku kehilangan kata kata itu berakhir juga.
Mulai saat itu aku mulai menjauhi Tama, karena aku tidak mau mengetauhi kenyataan sebenarnya, tapi semakin keras ku menjauhi Tama malah dia semakin dekat.
Drrrtttt...drrrtttt....
Hp ku bergetar sepertinya ada pesan, ku buka pesan itu
Dari: 08134569xxxx
Assalmualaikum. Apa benar itu AAN?
Setelah ku baca pesan singkat itu, ku balas dengan kalimat yg singkat pula. Ternyata ini nomor Tama, mau ngapain si dia? Tanya ku dalam hati.

Drrrttt...drrrttt...
Pesan dari Tama, sudah hampir puluhan pesan dia kirim padaku, tapi tak satu pun yang aku balas, hingga akhiirnya dia meneleponku.
Tama : “assalammualaikum.”
Aku:”walaikumussalam.”
Tama:”An, kenapa kamu gak bales sms aku?”
Aku:”huuh, memangnya ada pa? Apa ada hal penting?”
Tama:”kamu sore ini kemana?”
Aku:”dirumah aja.”
Tama:”ke taman yuk.”
Aku:”gak males.”
Ku akhiri sudah pembicaraan itu.

Ke esokan harinya disekolah. Tama berjalan menuju ke arahku dan tersenyum,”An, aku mau
“Boleh, ntar ya aku ambilin dulu didalam tas.”

Setelah aku mengambilnya ku berikkan langsung padanya tanpa basa basi lagi.
“besok ya aku pulangin ke kamu.”
“iya.”

Sebenarnya aku tidak ingin bersikap seperti ini, selain menyakiti Tama, juga menyakiti diriku sendiri. Aku menyukai Tama tapi aku takut sakit hati, soalnya aku gak tau pasti bagaimana perasaan Tama yang sesungguhnya padaku.
“An, kamu kok dingin banget sama Tama ada apa si?” tanya Riani padaku.
“gak kok aku Cuma gak mau terhanyut aja dalam situasi ini.”
“Kamu suka Tama, ya?” Timpal Nani.
“gak kok.” Jawabku sambil tertawa.

Akhirnya udah saatnya kami pulang ke rumah, hari ini aku gak langsung pulang tapi aku mampir dulu ke toko buku.

Takku sangka di toko buku aku bertemu Tama, dia tak melihatku ternyata karena dia lagi asyik melihat-lihat buku, ini adalah kesempatanku untuk melihatnya karena telah sekian lama aku tak pernah lagi memperhatikan tingkah laku dia, aku ingin sekali seperti dulu merasakan perhatian Tama dan becanda bareng dia, tapi udahlah ini semua salahku yang menjauhi dia.
“ya, Allah. Tama melirik ke arah ku....” cepat cepat aku berbalik. “hai, An.” sapa Tama.

Aku masih saja diam pura pura tidak mendengarnya. “ An, sombong amad si.” Sapa Tama lagi sambil menepuk bahu, hingga membuat aku terkejut. “h..h..aiii” jawabku agak seddikit gugup. “kamu lagi cari buku apa?”
“lagi cari komik?”
Kami ngobrol sambil mencari komik kebetulan Tama juga lagi nyari komik. Setelah kami menemukan komik yang kami cari, akhirnya kami pulang. Aku pulang dianter sama Tama. “Akhirnya sampai juga dirumah.” Benakku dalam hati.”
Ketika aku hendak keluar dari mobilnya Tama memanggilku, “ An?”
“apa? Apa ada yang tertinggal?”’’’’
“tidak ada. Aku Cuma mau bilang makasih untuk hari ini dan aku ingin kamu yang dulu AAN, bukan yang sekarang. Apakah kamu tidak suka aku? Aku a....” Tama berhenti melanjutkan kalimatnya.
“oh, ya. Ini buku kamu yang aku pinjam tadi.”

Tama langsung melesat meninggalkanku yang masih memikirkan apa arti dari kalimatnya tadi, “apakah sikapku ini begitu keterlaluan untuknya?” tanyaku dalam hati.
Keesokkan harinya di sekolah
Hari ini aku telah berniat untuk tidak lagi menjauhi Tama dan akan seperti dulu lagi. Aku menungu ke datangan Tama di depan pintu kelas. “kamu ngapain si berdiri disini?” Tanya Riani yang baru saja datang
“aku lagi nunggu seseorang.”
“Kamu lagi nunggu siapa? Nungguin Tama,ya?”
“bukan.”
Riani pun meninggalkan ku sendiri disini.

Bel pun telah berbunyi. “kemana si Tama, apa dia gak masuk? Tapi gak biasanya seperti ini? Apa dia sakit?” banyak sekali tanya yang berkenyamuk dalam pikiran ku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk bertanya pada sahabatku “tama gk masuk ya? Apa dia sakit?”
“kamu gak tau?” tanya Okta padaku.
“tau apa?”’’
“Tama udah pindah sekolah?”
“masak si? Kenapa? Pindah kemana? Kenapa dia gak pamit dulu sama aku? Lalu kamu tau dari mana?” tanya ku sambil menahan tangis.
“dia pindah ke luar negeri, katanya mau lupain kenangan disini.” Jawab Riani dengan nada bicara lesu.
“ kalian pasti BOHONGKAN?” tanyaku dengan nada bicara yang tinggi.
“buat apa kami bohong pada kamu?” jawab Nani kesal.
“Apakah sikapku padanya yang mambuat dia pergi?”
“.....” suasana menjadi hening.
“jawab pertanyaanku, tolong.”
Mereka hanya diam tak menjawab pertanyaan ku membuat ku kesal dan aku berlari meninggalkan ke 3 sahabatku, rasanya aku kehilangan seluruh tulangku, “apa semua ini arti dari kata kata Tama kemarin? Tama aku gak bermaksud kayak gini.” Sesalku dalam hati memecahkan air mataku, ku coba untuk menghubungi Tama tapi tak ada jawaba, mungkin bila ditelefon tak bisa maka mungkin akan ada jawaban bila ku kirimkan dia pesan, tapi hasilnya sama saja nihil.

Aku tak menyangka bahwa semuanya jadi seperti ini, ku kira aku bisa merubahnya namun semua hanya menjadi harapan yang tak mungkin jadi kenyataan. “Maafkan aku Tama telah menyakitimu, aku tak bermaksud seperti.”

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar