JADI CINTA
Cerpen Codet
Cerpen Codet
Nanda tidak melihat bola basket yang sedang meluncur ke arahnya. Ia jatuh terjengkang ke lantai semen sekolah. Gorengan yang tadi di tangannya kini sudah hijrah ke lantai di sebelahnya.
“Kamu nggak apa-apa, Nanda?” Temannya sejak kelas 2 SMP, membantunya berdiri. Ia membersihkan rok belakang Nanda sehingga Nanda memukul pipinya.
“Kurang ajar, gorenganku jadi tidak bisa dimakan lagi nih!” Nanda merasa malu. Ia dilihat banyak orang yang berada di sekelilingnya. Enak saja menyentuh tubuh cewek seenaknya! Sudah gitu bolanya nyasar, lagi! Sialan!
Arnadi memegang pipinya.”Kasar banget, Da. Maaf banget, nanti aku ganti gorenganmu, deh! Kamu baik-baik saja?”
Nanda tidak menghiraukan ucapan Arnadi. “Dipanggil temanmu tuh! Bolanya, bolanya!” Nanda langsung pergi ke kelas membawa wajah panas dan merah.
Huh, sebel! Kenapa sih aku harus selalu jatuh? Padahal aku sudah kelas 2 SMU! Bikin malu diri sendiri saja. Nanda ingat kembali hari-hari pertama di SMP. Ia jatuh ketika sedang berlari di aula. Kemudian saat kelas 3 ia lebih sering jatuh. di depan umum pula. Dan saat MOS dan MOP di SMU, ia jatuh lagi, benabrak menabrak anak cowok kelas 3 hingga cowok itu terpental.
“Hai, ini gorenganmu. Tadi maaf, ya. Habis kamu tiba-tiba lewat di aula, sih! Hm, kamu ini memang punya nasib selalu jatuh, ya.”
Nanda mengambil gorengan dari atas meja dan menggumam terima kasih tidak jelas. “Terus saja ngomong, aku tidak akan mendengarkan.”
“Ketus amat, sih. Eh, Da, nanti malam kita jalan-jalan, yuk! Nonton film, jalan-jalan, makan. Mau, yuk!”
Nanda tersenyum. “Maaf ya, nggak ada waktu buat kamu.” Nanda mulai melahap gorengannya. “Nanti malam aku ada acara. Pamanku mengajakku makan malam di luar.”
“Paman? Orangnya ganteng? Jangan-jangan Paman tiri, ya?”
Nanda mengangguk dan tersenyum puas.
“Ya sudah, nanti malam aku ajak tante tiriku juga.”
“Memang punya? Tante tiri dari mana?”
Arnadi mencibir. “Darimana saja bisa, kan.”
Nanda terbahak. Tante tiri? Lucu juga karangannya. Dan kalau itu memang benar, itu ‘kan bukan urusanku. Yang penting, nanti malam aku akan makan malam di restoran mahal! Yess!
Malam itu Nanda mengenakan kaos lengan panjang warna biru langit dan jeans putih. rambutnya dijalin satu ke belakang. Nanda hanya memakai bedak dan lipstick pink.
“Kamu kelihatan cantik, Nanda.” puji Dani, paman tirinya yang merupakan adik tiri ayahnya. Nanda tersenyum. Malam ini pamannya mengenakan kemeja hitam dan jeans biru pudar. Rambutnya dibelah di sisi kiri dan disisir rapi. Benar-benar pria idaman! pikir Nanda kagum.
Mereka makan malam di luar karena di rumah Nanda tidak ada orang. Orang tuanya pergi ke undangan pernikahan; Evalina, kakaknya, kencan dengan pacar barunya; Belinda, adiknya yang masih SMP, sedang mengikuti LDK. Kebetulan Dani yang rumahnya tidak jauh dari rumahnya, bersedia menemani dengan senang hati, dan mengajaknya makan malam.
“Kebetulan malam Minggu ini Paman tidak ada kencan.” Ujar Dani sewaktu tadi pagi ditelepon.
Dan kini, mereka sedang menikmati makan malam di sebuah restoran mahal.
“Paman biasa ke sini dengan kekasih Paman?” tanya Nanda sambil menikmati pencuci mulut yang enak.
Dani mengangkat bahu. “Sejujurnya iya. Mm, sebenarnya Paman sekarang sedang tertarik dengan seseorang. Ia pegawai baru. Wanita yang cerdas. Wajahnya tidak terlalu cantik dan penampilannya sederhana, tapi….”
“Tapi…?”
“Dia somobong.”
Nanda tertawa. “Paman pernah mengajaknya kencan?”
“Belum….”
“Coba saja, Paman! Apakah kesombongannya yang membuat Paman tertarik?”
Baru kali ini Nanda melihat wajah Pamannya memerah karena seorang wanita. “Bukan itu saja sih…gadis itu baik, mau menolong. Tapi ia sombong pada pria. Kau tahu, Nanda, pegawai – pegawai pria di kantor banyak yang mengajaknya kencan. Namun gadis itu selalu menolak dengan tegas.”
“Mungkin dia punya pengalaman yang buruk dengan pria?”
“Mungkin saja.”
Ketika sedang menunggu pamannya yang sedang membayar bill yang diberikan pelayan, Nanda melihat Arnadi. Dengan seorang wanita.
Wow, anggun sekali wanita itu! tante tirinya?
“Paman, aku mau menemui temanku dulu, di meja dekat sini. Paman duluan saja ke mobil, nanti aku menyusul.” Nanda tidak menunggu jawaban pamannya. Ia segera menghampiri Arnadi yang sedang memesan makanan. “Selamat malam, saya teman Arnadi, Nanda.” Tanpa basa-basi Nanda langsung duduk di kursi di sebelah Arnadi dan memperkenalkan dirinya pada wanita yang bersama Arnadi.
Wanitu itu menjabat tangan Arnadi dengan heran, lalu tersenyum anggun.
“Apakah Anda tantenya Arnadi?”
“Nanda? Kamu di sini? Mana Pamanmu yang ganteng itu?” sindir Arnadi. Ia menengok kesana-kemari.
Nanda memberitahu bahwa pamannya menunggu di mobil.
“Gadis ini pacarmu, Ar? Kok tidak pernah dibawa ke rumah? Padahal dia cantik, lho.”
“Tante, dia bukan pacar Arnadi, kok.” bantah Arnadi.
Wah, Arnadi manja sekali. Ia menyebut dirinya sendiri dengan nama!
“Iya, Tante. Saya ini ditolak Arnadi. Kasihan saya, ya, Tante.”
“Masa, sih, Ar? Kamu….” Tante Arnadi yang ternyata bernama Andini, menyipitkan matanya.
Arnadi menginjak kaki Nanda dan menatapnya tajam. “Tante, dia ini bohong! Nyatain saja tidak pernah, gimana Ar bisa nolak dia!” Buru-buru Arnadi meralat ucapan Nanda. Lalu ia permisi dan mengajak Nanda ke toilet.
Dengar, Nanda. Tanteku itu punya pengalaman buruk dengan pria. Dua tahun lalu ia ditinggalkan tunangannya. Jadi ia sangat sensitif dengan kata-kata ‘ditolak’ dan sejenisnya.
Nanda minta maaf, ia benar-benar menyesal.
Arnadi hanya menyentuh bahunya.
“Oya, Ar, aku pulang duluan. Pamanku sudah kelamaan nunggu di mobil. Dan tolong sampaikan pada Tante Andini. Aku sungguh-sungguh senang berkenalan dengannya. “Dia tante tiri yang baik, ya.”
“Tentu saja, dibanding Pamanmu.” Arnadi mencibir dan langsung meninggalkannya.
***
Seminggu setelah ajakan makan malam Arnadi ditolak, Arnadi mulai terlihat sering mengobrol dengan Melin, teman sekelas mereka. Nanda tidak suka melihatnya, perasaannya terasa aneh. Dan Nanda tahu Melin menyukai Arnadi. Sejak itu Nanda selalu mengejek Arnadi. Seperti saat ini. “Huh, ternyata ada juga yang naksir kamu, Ar.” sindirnya. Nanda tidak bermaksud mengatakannya. Tapi ia tidak tahan melihat Arnadi akrab dengan Melin.
Arnadi hanya nyengir dan berkata ringan, “Dasar kau.”
Sebal! Sebal! Sebal!
“Nanda, kok cemberut begitu, nanti wajahmu cepat tua, lho.” Dani tertawa melihat keponakannya cemberut.
Saat ini mereka sedang menonton TV di rumah keluarga Nanda. Keluarga Nanda sedang berkumpul dan menonton TV bersama. Dani yang sedang senggang ikut bergabung.
“Biar saja Paman! Wajah Nanda yang memang jelek jadi tambah jelek! Hihihi!” Belinda cekikikan. Dan itu membuat Belinda dimarahi ibunya. Evalina nyengir melihat tingkah adik-adiknya.
Saat ditanya Ayah Nanda apakah Dani sudah punya pacar tetap atau belum, Dani menjawab dengan wajah sedikit memerah. “Sudah, Kak. Kau tahu, Kak, aku berjuang mati-matian untuk meluluhkan hatinya. Sebab dia punya pengalaman buruk dalam hubungan sebelumnya. Tetapi aku dapat meyakinkan dirinya bahwa aku takkan mengecewakannya. “Dani berkata dengan seyum puas, senang, dan bangga. Wajahnya tampak sangat cerah.
“Kapan dikenalkan?” Ayah Nanda tersenyum.
“Siapa namanya, Dan?” tanya Ibu Nanda.
Nanda menengok dengan cepat saat nama pacar Dani disebut. Hah, siapa tadi? Andini? Dia ‘kan tante tiri Arnadi!
***
Keesokannya di sekolah, Arnadi menghampirinya.
“Ada apa?”
“Jangan ketus begitu, dong. Akhir-akhir ini kau aneh.”
Itu kan gara-gara kamu dan Melin!
“Ya sudahlah. Eh, Da, Tanteku dan Pamanmu….”
“Aku tahu.”
“Tante terlihat ceria akhir-akhir ini. Itu karena Pamanmu. Tapi apakah Pamanmu serius?” tanya Arnadi ragu.
Nanda menatapnya ketus. “Tentu saja! Paman memang playboy, tapi aku yakin sekarang Paman hanya tergila-gila pada Tante Andini, tante tirimu! Puas?”
Arnadi mengangguk lega. “Oya, nanti malam nonton yuk, makan, jalan-jalan.”
“Eh?” Nanda langsung menurunkan tangannya dari pinggang. Ia berdiri dengan canggung. Ia memainkan rambutnya. Wajahnya mulai dijalari rona merah.
“Mau tidak?”
“Kenapa tidak mengajak Melin?” Nanda terdorong kea rah Arnadi karena ada cowok yang tidak sengaja menabraknya. Arnadi menangkapnya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Ya, aku tidak apa-apa.” Nanda berkata gugup. Ia mulai memainkan rambutnya lagi. Tiba-tiba Arnadi tertawa. “Kenapa?”
“Nasib jatuhmu membawa kebaikan untukku.”
Nanda merah padam. “Apa maksudnya?”
“Aku dapat merasakan debar jantungmu. Kurasa nanti malam kamu tidak akan menolak ajakan makan malam dariku!” Arnadi tersenyum lembut. Ia menyentuh tangan Nanda, namun Nanda menepisnya.
“Bagaimana Melin? Tante tirimu?”
“Oh, aku tahu sekarang. Jadi sikap anehmu akhir-akhir ini yang selalu mengejekku karena Melin dan tanteku? Baiklah, akan kujelaskan.”
Nanda diam saja. Ia tersipu dan memalingkan wajahnya.
“Aku dan Melin hanya berteman. Dan tanteku itu, bukan tante tiri, tapi tante kandung. Aku berbohong padamu. Habis waktu itu aku cemburu padamu, soalnya kamu selalu mengagumi paman tirimu. Tapi untunglah, paman tirimu akhirnya punya pacar tetap.”
“Dasar kau menyebalkan.”
Arnadi menyentuh tangannya. “Tapi suka ‘kan…?”
Nanda mengangguk. Ia menatap mata Arnadi. “Nanti malam makan di mana?”
“Mau di mana?”
“Kalau denganmu, di mana juga boleh.” Nanda angkat bahu, ia tersipu.
“Baiklah tuan puteri, terserah kamu. Aku juga dimana kamu mau, aku mau.” Arnadi merangkul Nada. “Sekarang kita ke kantin, yuk. Aku sudah lapar, nih. Kali ini dijamin, deh, gorenganmu tidak akan jatuh!”
END
28 Maret 2002
CODET
“Paman? Orangnya ganteng? Jangan-jangan Paman tiri, ya?”
Nanda mengangguk dan tersenyum puas.
“Ya sudah, nanti malam aku ajak tante tiriku juga.”
“Memang punya? Tante tiri dari mana?”
Arnadi mencibir. “Darimana saja bisa, kan.”
Nanda terbahak. Tante tiri? Lucu juga karangannya. Dan kalau itu memang benar, itu ‘kan bukan urusanku. Yang penting, nanti malam aku akan makan malam di restoran mahal! Yess!
Malam itu Nanda mengenakan kaos lengan panjang warna biru langit dan jeans putih. rambutnya dijalin satu ke belakang. Nanda hanya memakai bedak dan lipstick pink.
“Kamu kelihatan cantik, Nanda.” puji Dani, paman tirinya yang merupakan adik tiri ayahnya. Nanda tersenyum. Malam ini pamannya mengenakan kemeja hitam dan jeans biru pudar. Rambutnya dibelah di sisi kiri dan disisir rapi. Benar-benar pria idaman! pikir Nanda kagum.
Mereka makan malam di luar karena di rumah Nanda tidak ada orang. Orang tuanya pergi ke undangan pernikahan; Evalina, kakaknya, kencan dengan pacar barunya; Belinda, adiknya yang masih SMP, sedang mengikuti LDK. Kebetulan Dani yang rumahnya tidak jauh dari rumahnya, bersedia menemani dengan senang hati, dan mengajaknya makan malam.
“Kebetulan malam Minggu ini Paman tidak ada kencan.” Ujar Dani sewaktu tadi pagi ditelepon.
Dan kini, mereka sedang menikmati makan malam di sebuah restoran mahal.
“Paman biasa ke sini dengan kekasih Paman?” tanya Nanda sambil menikmati pencuci mulut yang enak.
Dani mengangkat bahu. “Sejujurnya iya. Mm, sebenarnya Paman sekarang sedang tertarik dengan seseorang. Ia pegawai baru. Wanita yang cerdas. Wajahnya tidak terlalu cantik dan penampilannya sederhana, tapi….”
“Tapi…?”
“Dia somobong.”
Nanda tertawa. “Paman pernah mengajaknya kencan?”
“Belum….”
“Coba saja, Paman! Apakah kesombongannya yang membuat Paman tertarik?”
Baru kali ini Nanda melihat wajah Pamannya memerah karena seorang wanita. “Bukan itu saja sih…gadis itu baik, mau menolong. Tapi ia sombong pada pria. Kau tahu, Nanda, pegawai – pegawai pria di kantor banyak yang mengajaknya kencan. Namun gadis itu selalu menolak dengan tegas.”
“Mungkin dia punya pengalaman yang buruk dengan pria?”
“Mungkin saja.”
Ketika sedang menunggu pamannya yang sedang membayar bill yang diberikan pelayan, Nanda melihat Arnadi. Dengan seorang wanita.
Wow, anggun sekali wanita itu! tante tirinya?
“Paman, aku mau menemui temanku dulu, di meja dekat sini. Paman duluan saja ke mobil, nanti aku menyusul.” Nanda tidak menunggu jawaban pamannya. Ia segera menghampiri Arnadi yang sedang memesan makanan. “Selamat malam, saya teman Arnadi, Nanda.” Tanpa basa-basi Nanda langsung duduk di kursi di sebelah Arnadi dan memperkenalkan dirinya pada wanita yang bersama Arnadi.
Wanitu itu menjabat tangan Arnadi dengan heran, lalu tersenyum anggun.
“Apakah Anda tantenya Arnadi?”
“Nanda? Kamu di sini? Mana Pamanmu yang ganteng itu?” sindir Arnadi. Ia menengok kesana-kemari.
Nanda memberitahu bahwa pamannya menunggu di mobil.
“Gadis ini pacarmu, Ar? Kok tidak pernah dibawa ke rumah? Padahal dia cantik, lho.”
“Tante, dia bukan pacar Arnadi, kok.” bantah Arnadi.
Wah, Arnadi manja sekali. Ia menyebut dirinya sendiri dengan nama!
“Iya, Tante. Saya ini ditolak Arnadi. Kasihan saya, ya, Tante.”
“Masa, sih, Ar? Kamu….” Tante Arnadi yang ternyata bernama Andini, menyipitkan matanya.
Arnadi menginjak kaki Nanda dan menatapnya tajam. “Tante, dia ini bohong! Nyatain saja tidak pernah, gimana Ar bisa nolak dia!” Buru-buru Arnadi meralat ucapan Nanda. Lalu ia permisi dan mengajak Nanda ke toilet.
Dengar, Nanda. Tanteku itu punya pengalaman buruk dengan pria. Dua tahun lalu ia ditinggalkan tunangannya. Jadi ia sangat sensitif dengan kata-kata ‘ditolak’ dan sejenisnya.
Nanda minta maaf, ia benar-benar menyesal.
Arnadi hanya menyentuh bahunya.
“Oya, Ar, aku pulang duluan. Pamanku sudah kelamaan nunggu di mobil. Dan tolong sampaikan pada Tante Andini. Aku sungguh-sungguh senang berkenalan dengannya. “Dia tante tiri yang baik, ya.”
“Tentu saja, dibanding Pamanmu.” Arnadi mencibir dan langsung meninggalkannya.
***
Seminggu setelah ajakan makan malam Arnadi ditolak, Arnadi mulai terlihat sering mengobrol dengan Melin, teman sekelas mereka. Nanda tidak suka melihatnya, perasaannya terasa aneh. Dan Nanda tahu Melin menyukai Arnadi. Sejak itu Nanda selalu mengejek Arnadi. Seperti saat ini. “Huh, ternyata ada juga yang naksir kamu, Ar.” sindirnya. Nanda tidak bermaksud mengatakannya. Tapi ia tidak tahan melihat Arnadi akrab dengan Melin.
Arnadi hanya nyengir dan berkata ringan, “Dasar kau.”
Sebal! Sebal! Sebal!
“Nanda, kok cemberut begitu, nanti wajahmu cepat tua, lho.” Dani tertawa melihat keponakannya cemberut.
Saat ini mereka sedang menonton TV di rumah keluarga Nanda. Keluarga Nanda sedang berkumpul dan menonton TV bersama. Dani yang sedang senggang ikut bergabung.
“Biar saja Paman! Wajah Nanda yang memang jelek jadi tambah jelek! Hihihi!” Belinda cekikikan. Dan itu membuat Belinda dimarahi ibunya. Evalina nyengir melihat tingkah adik-adiknya.
Saat ditanya Ayah Nanda apakah Dani sudah punya pacar tetap atau belum, Dani menjawab dengan wajah sedikit memerah. “Sudah, Kak. Kau tahu, Kak, aku berjuang mati-matian untuk meluluhkan hatinya. Sebab dia punya pengalaman buruk dalam hubungan sebelumnya. Tetapi aku dapat meyakinkan dirinya bahwa aku takkan mengecewakannya. “Dani berkata dengan seyum puas, senang, dan bangga. Wajahnya tampak sangat cerah.
“Kapan dikenalkan?” Ayah Nanda tersenyum.
“Siapa namanya, Dan?” tanya Ibu Nanda.
Nanda menengok dengan cepat saat nama pacar Dani disebut. Hah, siapa tadi? Andini? Dia ‘kan tante tiri Arnadi!
***
Keesokannya di sekolah, Arnadi menghampirinya.
“Ada apa?”
“Jangan ketus begitu, dong. Akhir-akhir ini kau aneh.”
Itu kan gara-gara kamu dan Melin!
“Ya sudahlah. Eh, Da, Tanteku dan Pamanmu….”
“Aku tahu.”
“Tante terlihat ceria akhir-akhir ini. Itu karena Pamanmu. Tapi apakah Pamanmu serius?” tanya Arnadi ragu.
Nanda menatapnya ketus. “Tentu saja! Paman memang playboy, tapi aku yakin sekarang Paman hanya tergila-gila pada Tante Andini, tante tirimu! Puas?”
Arnadi mengangguk lega. “Oya, nanti malam nonton yuk, makan, jalan-jalan.”
“Eh?” Nanda langsung menurunkan tangannya dari pinggang. Ia berdiri dengan canggung. Ia memainkan rambutnya. Wajahnya mulai dijalari rona merah.
“Mau tidak?”
“Kenapa tidak mengajak Melin?” Nanda terdorong kea rah Arnadi karena ada cowok yang tidak sengaja menabraknya. Arnadi menangkapnya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Ya, aku tidak apa-apa.” Nanda berkata gugup. Ia mulai memainkan rambutnya lagi. Tiba-tiba Arnadi tertawa. “Kenapa?”
“Nasib jatuhmu membawa kebaikan untukku.”
Nanda merah padam. “Apa maksudnya?”
“Aku dapat merasakan debar jantungmu. Kurasa nanti malam kamu tidak akan menolak ajakan makan malam dariku!” Arnadi tersenyum lembut. Ia menyentuh tangan Nanda, namun Nanda menepisnya.
“Bagaimana Melin? Tante tirimu?”
“Oh, aku tahu sekarang. Jadi sikap anehmu akhir-akhir ini yang selalu mengejekku karena Melin dan tanteku? Baiklah, akan kujelaskan.”
Nanda diam saja. Ia tersipu dan memalingkan wajahnya.
“Aku dan Melin hanya berteman. Dan tanteku itu, bukan tante tiri, tapi tante kandung. Aku berbohong padamu. Habis waktu itu aku cemburu padamu, soalnya kamu selalu mengagumi paman tirimu. Tapi untunglah, paman tirimu akhirnya punya pacar tetap.”
“Dasar kau menyebalkan.”
Arnadi menyentuh tangannya. “Tapi suka ‘kan…?”
Nanda mengangguk. Ia menatap mata Arnadi. “Nanti malam makan di mana?”
“Mau di mana?”
“Kalau denganmu, di mana juga boleh.” Nanda angkat bahu, ia tersipu.
“Baiklah tuan puteri, terserah kamu. Aku juga dimana kamu mau, aku mau.” Arnadi merangkul Nada. “Sekarang kita ke kantin, yuk. Aku sudah lapar, nih. Kali ini dijamin, deh, gorenganmu tidak akan jatuh!”
END
28 Maret 2002
CODET
PROFIL PENULIS
Nama : Putri Permatasari
e-mail fb: putri_comics86_ydws@yahoo.com
e-mail fb: putri_comics86_ydws@yahoo.com
Baca juga Cerpen Cinta dan Cerpen remaja yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar