SEPENGGAL TETESAN AIR MATA
Cerpen Susi Pujianti
Dikala kelam malam datang, tersudut diam aku sendiri, meratapi kisah hidup yang di penuhi dengan tanda tanya. Terkadang hati bicara “Dimana sosok seorang ibu, mengapa harus ku alami rasa terbuang sia-sia dari dekapan seorang ibu.?” Terlarut dalam kesedihanku tak sadar Tasya temanku, terduduk manis di depanku sambil melontarkan beberapa kata. “Sedang apa kamu di sini sendiri, bukannya ini waktu untuk makan malam?” Bagiku cukup tersenyum untuk menjawab semua pertanyaan dari Tasya. Tetapi dengan senyumanku itu, membuat dia melontarkan amarah dengan kata-kata. “Kamu kenapa sih, orang nanya bukannya di jawab malah cuman tersenyum!” Lalu aku menjawabnya “Ia sebentar lagi aku juga masuk, tapi rasanya aku tak mau makan, mungkin saja hanya akan istirahat tuk menyambut hari esok.”
Aku ini seorang anak remaja yang selalu merindukan akan indahnya kasih sayang dengan hangatnya dekapan seorang ibu. Sejak kecil aku tinggal di sebuah panti asuhan, dimana tempat kumpulan anak-anak yang jauh dari bimbingan dan dekapan seorang ibu kandung. Awalnya aku berpikir orang yang membimbing dan merawat aku dari sejak kecil itu adalah ibu kandung aku. Ternyata tidak, pikiran ku jauh dari kenyataan alsinya. Dari sejak aku mengetahui kenyataan pahit itu, rasa benci kepada seorang ibu kandung muncul begitu saja. “Mengapa ibu tega membuang aku, apa kesalahanku bu,,?? Jikalau ibu tak pernah menginginkan kehadiranku, mengapa harus kau lahirkan diriku yang akhirnya terjauh dari dekapanmu.?” Tanpa ku rasa sering ku teteskan air mata, tapi di sisi lain ada perasaan mengapa harus ku tangisi seorang ibu yang tak punya hati tuk seorang anaknya …
Kesendirian dan kesepian menyelimuti hati di tengah keramaian. Tapi dengan kehadiran Tasya, seorang teman baikku yang selalu menghibur hatiku, semanya terasa beda bisa ku rasakan kebahagiaan, walau hati tetap merasakan kesepian. Sepulang sekolah kami berkumpul di halaman rumah di khiasi dengan kebahagiaan anak-anak yang sedang bermain. Di tengah waktu, bu Tania salah satu pengurus dipanti asuhan bertanya padaku. “Dira, bagaimana dengan sekolahmu, apakah semuanya baik-baik saja?” Karena tak ada hal yang buruk aku langsung menjawab tanpa berpikir panjang. “Iya bu, semuanya baik-baik saja!” Lalu ibu tersenyum manis kepadaku. “Bohong……” semua orang terkejut dengan teriakan seorang anak. “Bohong bu, Dira sudah menyatakan hal yang tidak benar.” Lalu ibu menjawab “Maksud kamu apa Anya? mengapa kamu berkata seperti itu? ceritakan pada ibu.!” Kemudian Anya berkata “Waktu lalu dira mencuri segenggam uang milik teman aku, bu.!”
Aku ini seorang anak remaja yang selalu merindukan akan indahnya kasih sayang dengan hangatnya dekapan seorang ibu. Sejak kecil aku tinggal di sebuah panti asuhan, dimana tempat kumpulan anak-anak yang jauh dari bimbingan dan dekapan seorang ibu kandung. Awalnya aku berpikir orang yang membimbing dan merawat aku dari sejak kecil itu adalah ibu kandung aku. Ternyata tidak, pikiran ku jauh dari kenyataan alsinya. Dari sejak aku mengetahui kenyataan pahit itu, rasa benci kepada seorang ibu kandung muncul begitu saja. “Mengapa ibu tega membuang aku, apa kesalahanku bu,,?? Jikalau ibu tak pernah menginginkan kehadiranku, mengapa harus kau lahirkan diriku yang akhirnya terjauh dari dekapanmu.?” Tanpa ku rasa sering ku teteskan air mata, tapi di sisi lain ada perasaan mengapa harus ku tangisi seorang ibu yang tak punya hati tuk seorang anaknya …
Kesendirian dan kesepian menyelimuti hati di tengah keramaian. Tapi dengan kehadiran Tasya, seorang teman baikku yang selalu menghibur hatiku, semanya terasa beda bisa ku rasakan kebahagiaan, walau hati tetap merasakan kesepian. Sepulang sekolah kami berkumpul di halaman rumah di khiasi dengan kebahagiaan anak-anak yang sedang bermain. Di tengah waktu, bu Tania salah satu pengurus dipanti asuhan bertanya padaku. “Dira, bagaimana dengan sekolahmu, apakah semuanya baik-baik saja?” Karena tak ada hal yang buruk aku langsung menjawab tanpa berpikir panjang. “Iya bu, semuanya baik-baik saja!” Lalu ibu tersenyum manis kepadaku. “Bohong……” semua orang terkejut dengan teriakan seorang anak. “Bohong bu, Dira sudah menyatakan hal yang tidak benar.” Lalu ibu menjawab “Maksud kamu apa Anya? mengapa kamu berkata seperti itu? ceritakan pada ibu.!” Kemudian Anya berkata “Waktu lalu dira mencuri segenggam uang milik teman aku, bu.!”
Dengan mendengar kata itu aku terkejut dan mencoba membela diriku sendiri. “Tidak ibu, Dira tidak pernah mencuri hak milik orang lain.” Anya memotong pembicaraanku. “Alah, udah deeh jangan ngelak, walaupun kita berbeda kelas, tapi aku tahu semuanya. Untuk lebih jelas lagi sebaiknya, ibu tanya sama Tasya, dia kan teman baik Dira!” bu Tania mencoba bertanya kepada Tasya. “Tasya, tolong jawab yang jujur, apa benar Dira pernah mencuri di lingkungan sekolah?” Dalam hatiku sudah ada rasa yakin bahwa Tasya akan membela ku. Tapi semuanya bertolak belakang dia berkata lain. “Benar bu, Dira pernah mencuri tapi karena dia mengancamku, aku tidak berani mengatakannya pada ibu!” Aku tetkejut dengan itu, teganya Tasya mengatakan hal yang tidak benar, padahal dia itu teman baikku.
Tak taw apa yang terjadi, hati pun tak mengerti mengapa harus kau lakukan ini padaku, padahalkan Tasya itu teman baik yang selalu membela disaat masalah datang dalam hidupku, tapi kini semuanya berbeda semuanya hilang bagai debu yang terhempaskan angin. Pada kejadian itu bu Tania memberi hukuman atas hal yang tak pernah ku lakukan. Ibu menyuruhku diam di rumah dan berintropeksi diri, sedangkan mereka pergi bermaksud untuk makan malam di luar. Berjam-jam waktu ku lewati hanya sendiri, terdiam memikirkan betapa perinhnya kehidupan ini, andai saja ibu ada di dekatku saat ini, mungkin dia bisa membuatku tenang dalam segala hal yang menyakitkan.
Saat mataku mulai terpejam, bel berbunyi mengejutkanku. Langkah demi langkah ku lewati menuju pintu depan, saat membuka pintu, terucapkan lagu dari ibu Tania bersama anak-anak panti asuhan, “Happy birthday to you, happy birthday to you.” Betapa menyesalnya aku atas pikiran negative terhadap mereka. Ternyata tanpa pernah ku sangka, mereka menyusun sebuah rencana yang begitu indah, membuat ku bahagia di hari kelahiranku. Maafkan aku, maafkan atas pikiran negative ini. “Selamat ulang tahun Dira ku sayang, Do’a terbaik selalu tertuju padamu!” terucap kata itu dari bibir manis bu Tania. “Terima kasih bu, terima kasih atas kebahagiaan yang ibu berikan untukku.”
“Udah ah jangan terlarut dalam kesedihan, ini kan hari bahagiamu Dira seorang pencuri. Hhahaha … Just kidding …!” Celotehan dari Anya. “Ah kamu mah bisa aja, kirain tadi beneran aku udah berpikiran negative ke kamu, maaf ia Annya!” Jawaban dariku dengan ucapan penuh kata maaaf. “No problem Dira, maaf juga dari kita udah bikin kamu nangis!” Lalu aku berkata “Iya ga apa-apa kok, justru ini tuh hari yang paling bahagia untukku. Sekali lagi terima kasih semua, atas kejutan indah ini untukku! Aku bahagia banget bisa hadir dalam kehidupn kalian ini..!” Mereka menjawab. “Iya sama-sama Dira.”
Ditengah obrolan kami tiba-tiba ibu Tania bertanya, “oh iya Dira, apa keinginanmu disaat hari bahagiamu ini?”. Semua orang terdiam seolah menunggu jawabanku. “Dari perasaan yang teramat dalam, satu hal yang ku inginkan saat ini merasakan hangatnya pelukan seorang ibu!”. Aku menjawab pertanyaan dari Bu Tania dengan tetesan air mata membasahi pipiku. “udah jangan menangis lagi, sekarang kamu coba napas panjang, lalu elus dada kamu….dan katakana semuanya akan baik-baik saja. Sabar ya sayang!” Itulah pesan yang selalu terucap saat kami terkena masalah dari Bu Tania untuk kami. ” Terima kasih ibu, atas semangat yang ibu berikan untukku.” Saat itu kami mulai beranjak pergi ke tempat kami masing-masing untuk beristirahatkan diri.
Hari pagi telah tiba, sang mentari kan menyambut dengan sinar cerahnya. Kebetulan hari ini hari libur, aku menyiapkan diri untuk membereskan rumah ini. Tiba-tiba langkahku berhenti saat mendengar pembicaraan Bu Tania dengan Tasya. “Maksud ibu apa? Yang aku dengar tadi, bu Tania tahu dimana ibu kandung Dira, tolong kasih tahu sama Dira!” Aku bertanya dengan menunggu jawaban yang pasti. “Engga Dira, mungkin saja kamu salah mendengarnya!” Bu Tania menjawab dengan penuh keraguan. “Bohong… yang aku dengar itu jelas bu, Tasya tolong kasih tahu aku apa yang sebenarnya terjadi, maw sampai kapan kalian sembunyikan ini dari ku?”
Semuanya terdiam saat aku bertanya seperti itu. “Ok Dira, kali ini aku akan mengatakan yang sejujur-jujurnya. Sebetulnya ibu kandung kamu sudah meninggal, saat dia berjuang untuk melahirkanmu!” Tasya menjawab semua pertanyaanku. “Kenapa kalian tidak pernah mengatakan yang sebenarnya, kenapa kalian membuat ku mencari yang tak pasti, kenapa kalian membiarkanku berpikiran negative pada ibu kandung aku sendiri, Kenapa bu…?” Aku menangis menerima kenyataan ini. “Tenang Dira, maafkan kami yang tak pernah bisa berkata jujur padamu. Ini pesan terakhir dari ibu kamu, karena dia tak ingin melihat kamu menangis kelak. Baiklah sekarang ibu akan membawamu ke tempat istirahat terakhir ibu kandung kamu!” Bu Tania membawaku pergi jauh dari tempat tinggal kami.
Sesampai di tujuan, tak ada kata yang bisa terucap dari bibirku, hanya sepenggal tetesan air mata yang mewakilkan semua perasaanku “Ibu mengapa harus pergi secepat ini, mengapa kau biarkan diri ini tak pernah melihat indahnya wajahmu ibu. Maafkan aku yang tak pernah berusaha pasti tuk mencarimu, maafkan atas semua pikiran negative anakmu ini, ibu … Sesungguhnya hati ini sangat dalam menyayangimu, inginku rasakan hangatnya dekapan darimu ibu……!” Terucap kata dari bu Tania “Sudahlah jangan terdalam menangisi kesedihan ini, ingatlah pesan yang selalu ibu berikan untukmu. Semuanya akan baik-baik saja.!”
Tak taw apa yang terjadi, hati pun tak mengerti mengapa harus kau lakukan ini padaku, padahalkan Tasya itu teman baik yang selalu membela disaat masalah datang dalam hidupku, tapi kini semuanya berbeda semuanya hilang bagai debu yang terhempaskan angin. Pada kejadian itu bu Tania memberi hukuman atas hal yang tak pernah ku lakukan. Ibu menyuruhku diam di rumah dan berintropeksi diri, sedangkan mereka pergi bermaksud untuk makan malam di luar. Berjam-jam waktu ku lewati hanya sendiri, terdiam memikirkan betapa perinhnya kehidupan ini, andai saja ibu ada di dekatku saat ini, mungkin dia bisa membuatku tenang dalam segala hal yang menyakitkan.
Saat mataku mulai terpejam, bel berbunyi mengejutkanku. Langkah demi langkah ku lewati menuju pintu depan, saat membuka pintu, terucapkan lagu dari ibu Tania bersama anak-anak panti asuhan, “Happy birthday to you, happy birthday to you.” Betapa menyesalnya aku atas pikiran negative terhadap mereka. Ternyata tanpa pernah ku sangka, mereka menyusun sebuah rencana yang begitu indah, membuat ku bahagia di hari kelahiranku. Maafkan aku, maafkan atas pikiran negative ini. “Selamat ulang tahun Dira ku sayang, Do’a terbaik selalu tertuju padamu!” terucap kata itu dari bibir manis bu Tania. “Terima kasih bu, terima kasih atas kebahagiaan yang ibu berikan untukku.”
“Udah ah jangan terlarut dalam kesedihan, ini kan hari bahagiamu Dira seorang pencuri. Hhahaha … Just kidding …!” Celotehan dari Anya. “Ah kamu mah bisa aja, kirain tadi beneran aku udah berpikiran negative ke kamu, maaf ia Annya!” Jawaban dariku dengan ucapan penuh kata maaaf. “No problem Dira, maaf juga dari kita udah bikin kamu nangis!” Lalu aku berkata “Iya ga apa-apa kok, justru ini tuh hari yang paling bahagia untukku. Sekali lagi terima kasih semua, atas kejutan indah ini untukku! Aku bahagia banget bisa hadir dalam kehidupn kalian ini..!” Mereka menjawab. “Iya sama-sama Dira.”
Ditengah obrolan kami tiba-tiba ibu Tania bertanya, “oh iya Dira, apa keinginanmu disaat hari bahagiamu ini?”. Semua orang terdiam seolah menunggu jawabanku. “Dari perasaan yang teramat dalam, satu hal yang ku inginkan saat ini merasakan hangatnya pelukan seorang ibu!”. Aku menjawab pertanyaan dari Bu Tania dengan tetesan air mata membasahi pipiku. “udah jangan menangis lagi, sekarang kamu coba napas panjang, lalu elus dada kamu….dan katakana semuanya akan baik-baik saja. Sabar ya sayang!” Itulah pesan yang selalu terucap saat kami terkena masalah dari Bu Tania untuk kami. ” Terima kasih ibu, atas semangat yang ibu berikan untukku.” Saat itu kami mulai beranjak pergi ke tempat kami masing-masing untuk beristirahatkan diri.
Hari pagi telah tiba, sang mentari kan menyambut dengan sinar cerahnya. Kebetulan hari ini hari libur, aku menyiapkan diri untuk membereskan rumah ini. Tiba-tiba langkahku berhenti saat mendengar pembicaraan Bu Tania dengan Tasya. “Maksud ibu apa? Yang aku dengar tadi, bu Tania tahu dimana ibu kandung Dira, tolong kasih tahu sama Dira!” Aku bertanya dengan menunggu jawaban yang pasti. “Engga Dira, mungkin saja kamu salah mendengarnya!” Bu Tania menjawab dengan penuh keraguan. “Bohong… yang aku dengar itu jelas bu, Tasya tolong kasih tahu aku apa yang sebenarnya terjadi, maw sampai kapan kalian sembunyikan ini dari ku?”
Semuanya terdiam saat aku bertanya seperti itu. “Ok Dira, kali ini aku akan mengatakan yang sejujur-jujurnya. Sebetulnya ibu kandung kamu sudah meninggal, saat dia berjuang untuk melahirkanmu!” Tasya menjawab semua pertanyaanku. “Kenapa kalian tidak pernah mengatakan yang sebenarnya, kenapa kalian membuat ku mencari yang tak pasti, kenapa kalian membiarkanku berpikiran negative pada ibu kandung aku sendiri, Kenapa bu…?” Aku menangis menerima kenyataan ini. “Tenang Dira, maafkan kami yang tak pernah bisa berkata jujur padamu. Ini pesan terakhir dari ibu kamu, karena dia tak ingin melihat kamu menangis kelak. Baiklah sekarang ibu akan membawamu ke tempat istirahat terakhir ibu kandung kamu!” Bu Tania membawaku pergi jauh dari tempat tinggal kami.
Sesampai di tujuan, tak ada kata yang bisa terucap dari bibirku, hanya sepenggal tetesan air mata yang mewakilkan semua perasaanku “Ibu mengapa harus pergi secepat ini, mengapa kau biarkan diri ini tak pernah melihat indahnya wajahmu ibu. Maafkan aku yang tak pernah berusaha pasti tuk mencarimu, maafkan atas semua pikiran negative anakmu ini, ibu … Sesungguhnya hati ini sangat dalam menyayangimu, inginku rasakan hangatnya dekapan darimu ibu……!” Terucap kata dari bu Tania “Sudahlah jangan terdalam menangisi kesedihan ini, ingatlah pesan yang selalu ibu berikan untukmu. Semuanya akan baik-baik saja.!”
PROFIL PENULIS
Nama : Susi Pujianti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 26 Agustus 1996
Alamat : Kp. Manggah Rt/Rw 01/07 Desa Kertamukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat
Alamat Facebook : susi_puji96@yahoo.com
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 26 Agustus 1996
Alamat : Kp. Manggah Rt/Rw 01/07 Desa Kertamukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat
Alamat Facebook : susi_puji96@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar