KARENA DIA SAHABATKU
Cerpen Nurul
Mereka fikir aku lemah, karena selalu diam dan menerima semunya dengan ikhlas . Tapi mereka salah, sebenarnya aku sedang berfikir bagaimana caranya untuk mendapatkan semua itu lagi. Aku mengakui kalau aku jahat aku egois karena hanya memikirkan perasaanku sendiri, ku biarkan seluruh jagat raya berfikir bodoh tentang aku . Aku tetap diam dan berfikir, karena dengan diam aku mengerti apa yang harus aku lakukan .
Pagi itu semua berkumpul dengan rapi di lapangan hijau di depan tiang setinggi kurang lebih 7 meter. Aku sengaja mengambil posisi di tengah barisan, agar aku benar-benar bisa mengamati mereka dari setiap sisi. Terdengar desahan nafas yang tersengal, aku fikir itu hanya perasaanku saja tapi setelah ku dengarkan baik-baik. Aku tahu suara desahan nafas siapa itu , aku menoleh ke sekelililing mencari sumber desahan itu . Ternyata benar, itu suara Meli . Tidak ada yang menyadarinya kecuali aku, begitu bodohnya mereka semua menganggap aku tuli padahal diri mereka di selimuti ketulian. Segera ku letakkan tanganku di bahu Meli, sambil menopangnya .
“kau tahan sebentar, kita akan ke UKS sekarang”
“tidak, jangan….,”dengan tarikan nafas yang mendalam.
“kenapa ?”
“aku malu, hanya kau yang menyadari jika aku sakit. Tapi mereka tak satupun yang menyadari itu”
Aku tersenyum mendengar kata-kata Meli. Dengan susah payah aku membantunya berjalan ke UKS dan tidak ada satu orangpun yang menyadri hal itu atau malah tak peduli, ntah lah. “Mereka lebih tuli dari aku,” itu yang ku fikirkan sekarang.
“Siapa yang membawamu ke UKS Mel ?,”tanya Ira dengan penasaran.
“apa kalian akan percaya jika aku mengatakannya ?,”kata Meli dengan keadaanya masih berbaring di tempat tidur.
“siapa memangnya ?,”tambah Ria yang baru masuk.
“orang yang selama ini kalian anggap bodoh karena terus memikiran sahabatnya yang ntah dimana itu, orang yang selama ini kalian anggap tuli karena tidak pernah mau mendengarkan kenyataan bahwa dia adalah perusak hubungan orang lain, orang yang ka,.
“cukup, ……,”aku masuk dan memotong pembicaraan Meli,”aku memang bodoh, aku memang tuli dan selama ini aku diam , tapi aku tidak butuh air matamu Meli untuk meyakinkan mereka agar mengasihaniku.
“jaga kata-katamu itu, kau tidak pantas berkata seperti itu kepada sahabat kami,”kata Ira sambil menunjuk ke arahku.
“sahabat kalian ?,”kataku tajam,”semoga itu benar,”lalu aku keluar dari tempat yang penuh dengan orang-orang munafik.
Saat itu juga Rian yang sedang lewat di depan UKS melihat Meli sedang tergeletak dengan wajah pucat. Awalnya dia ragu untuk masuk, tapi di kuatkannya tekad dan akhirnya dia memberanikan diri untuk melihatnya.
“Meli…,”panggilnya dengan lembut.
Kelopak mata yang indah itu perlahan membuka dan tampak bol mata yang berbinar-binar saat melihat pangerannya ada di hadapannya.
“Rian,”dengan suara yang sangat kecil hampir tidak dapat diprediksi berapa getaran suaranya.
“ya, ini aku, kenapa kau ada disini ?,”tanyanya dengan wajah cemas
“aku tak apa-apa, hanya kelelahan saja. Kau tahu siapa yang membawaku kesini …?
“siapa ?”
“Rani..,”kata Meli sambil tersenyum.
“itu tidak mungkin, apakah dia benar-benar bisa menerimamu, aku tidak percaya itu”
“kenapa begitu? Seharusnya kau memepercayainya, dia itu baik. Meskipun dia pernah ada di antara kita tapi mungkin itu bukan salahnya.
“kau memang terlalu lelah dan kau butuh istirahat. Akan ku telpon supir dan istirahatlah di rumah,”kata Rian sambil berjalan menjauhi Meli. Tapi dengan cepat Meli menggenggam tangan Rian.
“tidak perlu, aku akan baik- baik saja. Aku masih ingin mengenal lebih jauh lagi orang yang kalian asingkan itu.
“tapi….
Meli tersenyum dan sang pangeran tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Dengan terpaksa Rian mengiyakan kata-kata Meli.
Kekhawatiran Ira dan Ria terbukti, mereka selama ini berfikir kalau Meli akan mudah terpengaruh oleh aku. Sekarang Meli semakin dekat denganku tapi tetap saja Meli tidak mendapatkan apa yang dia cari. Meli berusaha mencari tahu kenapa aku selama ini diam, kenapa aku selama ini begitu kekeh menyanjung sahabat yang tidak pernah mereka kenal dan kenapa aku bisa tega mencintai Rian padahal dia adalah pacar Meli. Semua jawaban itu akan Meli dapatkan nanti, bukan hanya Meli tapi semua orang akan tahu siapa Rani sebenarnya.
“sekarang Meli dekat dengan Rani, aku khawatir kalau Rani akan menyakiti Meli lagi,”kata Ira kepada Rian saat di koridor sekolah.
“aku tahu, tapi sebenarnya aku bingung ntah kenapa Meli tiba-tiba ingin dekat dengan Rani . Sebenarnya apa yang terjadi saat di UKS kemarin ?,”tanya Rian sambil mengerutkan dahi.
“Meli bilang kalau Rani yang memebawanya ke UKS, tapi aku tidak percaya”
“kami tidak percaya, dan menurutmu ?,”tanya Ria
“aku juga tidak percaya, malah dia bilang aku harus berfikir positive kepada Rani”
“lebih baik kita awasi dia, jadi kalau ada apa-apa sama Meli kita bisa tahu, aku takut aja Rani nekad,”kata Ira menambahkan .
Semua orang tak kan pernah respect denganku jika aku masih tetap diam dan tak memperdulikan mereka yang mencibirku . Aku juga tidak tahu, kenapa mereka semua harus pusing-pusing mengawasiku . Mereka harus pusing-pusing mencari tahu aktivitasku , mungkin mereka memang care atau malah mau mencari – cari kesalahanku . Ntahlah, aku tak tahu dan tak perduli, sekarang aku hanya butuh konsentrasi untuk belajar dan membuat nilaiku jauh di atas mereka semua, juga pastinya mencari sahabatku yang selama ini hilang .
Orang-orang masih menyibukkan diri dengan aktivitasnya,begitu juga dengan Ira dan Ria, mereka asyik browsing tentang fashion dan gosip terbaru . Sedangkan Rian, asyik dengan bola basketnya.Ya, dia itu adalah salah satu pemain basket di sekolah, permainan dia menurutku lumayanlah, lumayan bisa buat aku deg-degan . hehehehe….
“kenapa dari tadi, merhatiin Rian aja ?,”tiba-tiba Meli datang dan mengejutkanku.
“eh,.,,anu, enggak koq, aku duluan ya Mel,”kataku agak gugup.
Pagi itu semua berkumpul dengan rapi di lapangan hijau di depan tiang setinggi kurang lebih 7 meter. Aku sengaja mengambil posisi di tengah barisan, agar aku benar-benar bisa mengamati mereka dari setiap sisi. Terdengar desahan nafas yang tersengal, aku fikir itu hanya perasaanku saja tapi setelah ku dengarkan baik-baik. Aku tahu suara desahan nafas siapa itu , aku menoleh ke sekelililing mencari sumber desahan itu . Ternyata benar, itu suara Meli . Tidak ada yang menyadarinya kecuali aku, begitu bodohnya mereka semua menganggap aku tuli padahal diri mereka di selimuti ketulian. Segera ku letakkan tanganku di bahu Meli, sambil menopangnya .
“kau tahan sebentar, kita akan ke UKS sekarang”
“tidak, jangan….,”dengan tarikan nafas yang mendalam.
“kenapa ?”
“aku malu, hanya kau yang menyadari jika aku sakit. Tapi mereka tak satupun yang menyadari itu”
Aku tersenyum mendengar kata-kata Meli. Dengan susah payah aku membantunya berjalan ke UKS dan tidak ada satu orangpun yang menyadri hal itu atau malah tak peduli, ntah lah. “Mereka lebih tuli dari aku,” itu yang ku fikirkan sekarang.
“Siapa yang membawamu ke UKS Mel ?,”tanya Ira dengan penasaran.
“apa kalian akan percaya jika aku mengatakannya ?,”kata Meli dengan keadaanya masih berbaring di tempat tidur.
“siapa memangnya ?,”tambah Ria yang baru masuk.
“orang yang selama ini kalian anggap bodoh karena terus memikiran sahabatnya yang ntah dimana itu, orang yang selama ini kalian anggap tuli karena tidak pernah mau mendengarkan kenyataan bahwa dia adalah perusak hubungan orang lain, orang yang ka,.
“cukup, ……,”aku masuk dan memotong pembicaraan Meli,”aku memang bodoh, aku memang tuli dan selama ini aku diam , tapi aku tidak butuh air matamu Meli untuk meyakinkan mereka agar mengasihaniku.
“jaga kata-katamu itu, kau tidak pantas berkata seperti itu kepada sahabat kami,”kata Ira sambil menunjuk ke arahku.
“sahabat kalian ?,”kataku tajam,”semoga itu benar,”lalu aku keluar dari tempat yang penuh dengan orang-orang munafik.
Saat itu juga Rian yang sedang lewat di depan UKS melihat Meli sedang tergeletak dengan wajah pucat. Awalnya dia ragu untuk masuk, tapi di kuatkannya tekad dan akhirnya dia memberanikan diri untuk melihatnya.
“Meli…,”panggilnya dengan lembut.
Kelopak mata yang indah itu perlahan membuka dan tampak bol mata yang berbinar-binar saat melihat pangerannya ada di hadapannya.
“Rian,”dengan suara yang sangat kecil hampir tidak dapat diprediksi berapa getaran suaranya.
“ya, ini aku, kenapa kau ada disini ?,”tanyanya dengan wajah cemas
“aku tak apa-apa, hanya kelelahan saja. Kau tahu siapa yang membawaku kesini …?
“siapa ?”
“Rani..,”kata Meli sambil tersenyum.
“itu tidak mungkin, apakah dia benar-benar bisa menerimamu, aku tidak percaya itu”
“kenapa begitu? Seharusnya kau memepercayainya, dia itu baik. Meskipun dia pernah ada di antara kita tapi mungkin itu bukan salahnya.
“kau memang terlalu lelah dan kau butuh istirahat. Akan ku telpon supir dan istirahatlah di rumah,”kata Rian sambil berjalan menjauhi Meli. Tapi dengan cepat Meli menggenggam tangan Rian.
“tidak perlu, aku akan baik- baik saja. Aku masih ingin mengenal lebih jauh lagi orang yang kalian asingkan itu.
“tapi….
Meli tersenyum dan sang pangeran tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Dengan terpaksa Rian mengiyakan kata-kata Meli.
Kekhawatiran Ira dan Ria terbukti, mereka selama ini berfikir kalau Meli akan mudah terpengaruh oleh aku. Sekarang Meli semakin dekat denganku tapi tetap saja Meli tidak mendapatkan apa yang dia cari. Meli berusaha mencari tahu kenapa aku selama ini diam, kenapa aku selama ini begitu kekeh menyanjung sahabat yang tidak pernah mereka kenal dan kenapa aku bisa tega mencintai Rian padahal dia adalah pacar Meli. Semua jawaban itu akan Meli dapatkan nanti, bukan hanya Meli tapi semua orang akan tahu siapa Rani sebenarnya.
“sekarang Meli dekat dengan Rani, aku khawatir kalau Rani akan menyakiti Meli lagi,”kata Ira kepada Rian saat di koridor sekolah.
“aku tahu, tapi sebenarnya aku bingung ntah kenapa Meli tiba-tiba ingin dekat dengan Rani . Sebenarnya apa yang terjadi saat di UKS kemarin ?,”tanya Rian sambil mengerutkan dahi.
“Meli bilang kalau Rani yang memebawanya ke UKS, tapi aku tidak percaya”
“kami tidak percaya, dan menurutmu ?,”tanya Ria
“aku juga tidak percaya, malah dia bilang aku harus berfikir positive kepada Rani”
“lebih baik kita awasi dia, jadi kalau ada apa-apa sama Meli kita bisa tahu, aku takut aja Rani nekad,”kata Ira menambahkan .
Semua orang tak kan pernah respect denganku jika aku masih tetap diam dan tak memperdulikan mereka yang mencibirku . Aku juga tidak tahu, kenapa mereka semua harus pusing-pusing mengawasiku . Mereka harus pusing-pusing mencari tahu aktivitasku , mungkin mereka memang care atau malah mau mencari – cari kesalahanku . Ntahlah, aku tak tahu dan tak perduli, sekarang aku hanya butuh konsentrasi untuk belajar dan membuat nilaiku jauh di atas mereka semua, juga pastinya mencari sahabatku yang selama ini hilang .
Orang-orang masih menyibukkan diri dengan aktivitasnya,begitu juga dengan Ira dan Ria, mereka asyik browsing tentang fashion dan gosip terbaru . Sedangkan Rian, asyik dengan bola basketnya.Ya, dia itu adalah salah satu pemain basket di sekolah, permainan dia menurutku lumayanlah, lumayan bisa buat aku deg-degan . hehehehe….
“kenapa dari tadi, merhatiin Rian aja ?,”tiba-tiba Meli datang dan mengejutkanku.
“eh,.,,anu, enggak koq, aku duluan ya Mel,”kataku agak gugup.
Gimana gak gugup, tiba – tiba Meli datang dan lihatin aku merhatiin Rian lagi main basket. Sayangnya semua sudah berubah, tak sama seperti yang lalu, aku tak akan semudah dulu untuk dekat dan akrab dengan Rian. Meskipun Meli gak larang tapi aku cukup tahu diri, toh dari dulu memang Rian dan Meli saling menyayangi . Tapi, salahkah jika aku berfikir kalau menyayangi Rian itu bukanlah suatu kesalahan.
“ya Allah, tolong hilangkan rasa ini . Rasa ini bisa hancurkan semua yang telah aku bangun dengan susah payah yaitu kepercayaan Meli “
Ira dan Rian tak hentinya mengingatkan Meli kalau dia harus hati-hati denganku. Mereka takut kalau aku merebut Rian atau merusak hubungan Rian dengan Meli. “ Tenang aja lagi, aku gak akan lakuin hal bodoh itu , bukan aku yang akan lakuin itu tapi Rian sendiri yang akan merusak hubungannya dengan Meli, itu semua akan terjadi dan aku yakin itu, “kataku dalam hati masih sambil mendengarkan mereka memasukkan asumsi – asumsi buruk tentang diriku .
Aku takkan pernah peduli tentang mereka yang membenciku, tanpa kepercayaan Meli pun hal itu akan terjadi juga . Tapi aku menyadari, tak semestinya Meli sakit nantinya jadi setidaknya menjaga kepercayaannya menurutku salah satu hal yang dapat membuatku tak terlalu merasa bersalah nantinya . Yah, kita lihat aja nanti apa yang akan terjadi, tapi yang jelas aku akan berusaha agar Meli tak merasakan sakit yang mendalam karena tujuanku hanya Rian, tak ada yang lain .
Huuuh, akhirnya pulang juga. Rian sudah berdiri di depan gerbang, aku tahu pasti dia nunggu aku. Siapa lagi yang di tungguya kalau bukan aku. Aku mencoba mendekatinya, tapi sayang keduluan Tania. Ia lebih dulu sampai sebelum aku. Aku hanya memerhatikan gerak-gerik mereka, mereka terlihat sangat akrab, tak ada tanda –tanda kalau Rian akan menolak ajakan Tania untuk pulang bareng . Hatiku sakit, bukan hanya karena aku cemburu tapi perasaanku juga mewakili perasaan Ocha di rumah sakit yang sedang terbaring tak berdaya dengan alat – alat bantu yang membuat jantungnya tetap berdenyut. Rian pernah janji padaku untuk tetap setia kepada Ocha, ia selau janji kepadaku . Karena ia mencintaiku, dan Ocha mencintainya . Tapi sekarang dia pergi dengan mudahnya bersama Tania seperti tak pernah berjanji apapun kepadaku . Sudah sebulan ini Rian tak pernah menghubungiku, tak juga berkunjung ke rumah sakit . Aku tak mampu menahan rasa ini lagi, aku mengambil ponsel yang ada di saku dan mengirim beberapa kalimat kepadanya
“Rani bawelQ”
Aku mau kamu menemuiku di rumah sakit sekarang, kamu tak perlu membalas apapun. Kamu cukup ingat janjimu dan datang ke rumah sakit sekarang. Itu kalau kamu memang benar-benar sayang padaku .
Rian hanya memandangi ponselnya sementara Tania masih sibuk membenahi dandanannya. Aku tak tahu pasti, Rian diam seperti itu untuk apa, berfikir dia akan meninggalkan Tania dan pergi ke rumah sakit atau malah tak peduli dengan isi pesanku , ntahlah yang aku lihat sekarang mereka masih menunggu di depan gerbang .
“Ian, yuk kita berangkat,”kata Tania.
“emmm, yuk,”kata Rian dan mulai menghidupkan motornya .
Mereka melaju ke arah Menteng, aku tak tahu mereka mau kemana tapi yang jelas bukan ke rumh sakit . aku mulai kecewa melihat sikap Rian . Aku meninggalkan sekolah dan masuk ke mobil, dan menyuruh pak supir melaju kencang ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo tempat Ocha di rawat.
Keadaannya masih sama , tak ada perubahan. Ocha masuk rumah sakit karena kecelakaan saat ia ke bandara untuk pergi ke Singapura. Keluarga mereka berniat pindah karena ayah Ocha di pindah tugaskan kesana. Waktu itu, kami masih kelas 2 SMP dan Ocha pacaran dengan Rian tapi saat itu aku dan Rian juga dekat. Sebelum Ocha pergi aku sudah jujur ke Ocha kalau aku menyukai Rian, dan saat itu Ocha membiarkan Rian untuk memilihku tapi aku menyuruh Rian untuk tetap bersam Ocha. Biarlah rasa ini aku yang simpan, aku cukup bahagia bisa deket dan berteman denga Rian. Saat kecelakaan itu, aku memintanya untuk tetap mencintai Ocha meski ia bersi kekeh kalau ia menyayangiku . Aku memintanya berjanji untuk tidak meninggalkan Ocha dalam keadaan apapun kalau ia memang menyayangiku . Dia berjanji di hadapanku dan di hadapan Ocha yang telah tak sadarkan diri saat di bawa ke rumah sakit, namun semua telah berubah, Rian sepertinya sudah tak pernah mengingat kalau dia pernah berjanji denganku. Setelah lulus SMP, awalnya aku tak satu sekolah dengan Rian, tapi saat kels 2 SMA, Rian pindah ke sekolahku dan ia dekat dengan Meli hingga sekarang . Bahkan saat ia pertama kali bertemu denganku di sekolah, sepertinya ia sudah lupa denganku, aku tak pernah menegurnya apalagi mengingatkannya tentang janji itu .
Ku biarkan semua itu berjalan seperti biasa, Itu alasanku mengapa aku mencoba merusak hubungan Rian dan Meli , aku tak menyalahkan Meli. Dia tak tahu apa-apa tentang masa lalu Rian. Aku tetap menyalahkan Rian, dan membencinya hingga sekarang. 4 tahun Ocha ada di rumah sakit dan koma , sementara Rian bersenang – senang dengan Tania dan Meli tanpa memperdulikan aku yang juga satu sekolah dengannya .
“sekarang kalian tahu kan, kenapa aku pernah dengan mudah mengatakan kalau aku menyukai Rian,”kataku di hadapan Ira, Ria , Meli dan juga Rian.
“jadi, kamu pernah deket sama Rian waktu SMP dulu ?,”Tanya Ira.
“ya,kamu benar dan lebih tepatnya Rian masih menjadi pacar Ocha hingga sekarang karena seingatku, Rian tak pernah mutusin Ocha, ya kan ian ?,”kataku lirih ke arah Rian.
Ia tampak kebingungan,“emmm”
“ada yang mau kamu jelasin ke aku Ian ?,”kata Meli sambil menahan airmata di pelupuk matanya .
“Mel, aku..aku, itu kan masa lalu, untuk apa di ungkit lagi ,”katanya dengan wajah bingung dan shock.
“ya kamu benar itu masa lalu, tapi sayangnya kamu salah. Masa lalu yang kamu katakan itu membekas hingga sekarang. Terserah apa yang mau kamu katakan, tapi yang jelas niatku kasi tahu semua ini bukan untuk merusak hubungan Rian dengan Meli tapi cukup untuk kalian kertahui siapa Rian itu dan kamu Rian kamu harus tahu kalu hingga sekarang Ocha masih menunggu kamu di ruangan itu tanpa sedikitpun mengeluh karena kamu tak menepati janjimu,”kataku lalu pergi meninggalkan mereka .
Ira dan Ria, masih terdiam tak percaya dengan semua yang terjadi. Sementara Meli tak mampu menahan air matanya yang akhirnya membasahi pipinya . Rian masih berdiri mematung bingung.
Aku tak tahu lagi apa yang terjadi dengan mereka setelah itu . Sekarang aku hanya sibuk dengan tugas dan persiapan UAN dan juga pastinya Ocha . Sahabat yang terbaring di ruangan itu . Keadaannya sama sekali tak berubah, dari 4 tahun lalu. Dokter pun sudah menyerah menangani Ocha. Sementara semua anggota keluarganya sudah pergi duluan meninggalkan Ocha sejak kecelakaan itu terjadi .
“cha, aku datang lagi. Sudah 4 tahun berlalu cha, kamu masih tetep tidur di sini. Aku merindukanmu, aku merindukan senyum sahabatku. Senyum Ocha. Cha, kamu tahu tadi di sekolah aku ceritain semua masa lalu kita , aku , kamu dan Rian. Kamu gak marah kan, kalau aku kasih tahu ke mereka gimana Rian itu. Aku bener-bener benci dia Cha, bukan karena ia deket dengan Meli tapi karena janji itu . janji itu yang buat aku membenci dia Cha. Sekarang aku sudah lega, aku janji aku tak akan ganggu hidupnya lagi, aku pamit ya Cha. Aku mau belajar besok UAN, kita sama – sama berjuang ya. Kamu berjuang untuk bangun dan aku berjuang untuk keluar dari sekolah itu dengan nilai terbaik, ok”
Semua perangkat perang telah siap di tasku, tinggal matikan lampu dan tidur. Perasaanku sekarang lebih lega dan tenang dari sebelumnya, sekarang tinggal tidur dan bersiap untuk perang besok .
Kukuruyuuuuuuk, kukururyuuuuk…
Emmm, dah pagi, tepat pukul 05.30 aku bangun dan langsung menuju kamar mandi , sholat kemudian memakai seragam dan turun kebawah untuk sarapan . Mama dan Papa sudah menunggu di bawah, aku langsung menuju meja makan. Pukul 06.15 aku sudah selesai makan, dan papa mengantarku ke sekolah. Hari ini aku males bawa mobil, pengen rileks untuk persiapan menaklukan soal-soal nanti . Sesampainya di sekolah, seperti biasa masuk ke kelas dan duduk sesuai dengan bangku yang telah di tentukan kemudian aku membuka bontotan kecil yang dapat mengantarkanku kepada suksesnya misiku kali ini. Beberapa soal telah ku lahap dengan cepat. 20 menit lagi ujian akan berlangsung, aku mulai memepersiapkan semuanya, ku lirik Meli yang duduk di samping kiriku, ia hanya tersenyum simpul dan aku membalasnya. Tak ada lagi yang ingin aku ketahui dari hubungan mereka. Pengawas mulai membagikan lembar jawaban dan soal. Dalam 90 menit semua soal-soal ini harus selesai , baik aku sudah siap untuk melahapnya . Sebelum ku kerjakan, terlebih dahulu aku berdoa dan memohon kemudahan .
UN selesai, aku tak pernah lagi datang ke sekolah. Hanya aku sering menghubungi sekolah untuk menanyakan perkembangan. Hasil UN belum keluar, jadi aku hanya berkutat di rumah sesekali ke rumah sakit menemani Ocha . Meskipun aku tak pernah mencari tahu lagi bagaimana kelanjutan hubungan Meli dengan Rian tanpa sengaja aku mendengar kalau Meli dan Rian putus. Trus katanya, Rian dendam denganku, terserahlah. Aku takkan perduli hal konyol seperti itu . Ocha semakin hari semakin kurus, wajahnya semakin layu tak ada kesegaran. Meskipun dokter dan suster sudah menyerah tapi aku yakin Ocha akan kembali lagi padaku. Saat aku masih menata bunga yang ada di kamar Ocha, ada seseorang yang mengetuk kamar Ocha .
“masuk aja, silahkan,”kataku karena ku fikir itu dokter atau suster .
“Ran,”katanya.
Aku membalikkan tubuhku dan meilhat kalau bukan dokter atau suster yang datang tapi Rian. Aku sama sekali gak terkejut atau bingung aku malah cuek melihatnya kedatangannya.
“boleh aku masuk ?”
“silahkan, aku kira kamu sudah lupa dengan tempat ini”
“aku mau minta maaf sama Ocha terutama sama kamu, Ran”
“kalau kamu kesini Cuma mau ngomongin hal itu, mending kamu keluar lewat pintu itu. Aku gak mau bahas itu lagi apalagi Ocha,”kataku sambil menunjuk ke arah pintu yan di lewatinya untuk masuk tadi .
“Ran, …”
“silahkan keluar,”dengan sedikit senyuman aku mempersilahkannya untuk keluar dari kamar Ocha.
Takkan ada lagi arti maafnya, toh aku juga udah maafin dia setelah kejadian kemaren. Maafnya takkan membuat Ocha bangun, maafnya takkan membuat Meli kembali ke Rian juga maafnya takkan mampu meluluhkan hatiku lagi.
Setahun berlalu, kini genap 5 tahun Ocha koma, aku mulai putus asa melihat keadaannya yang tak sedikitpun menampakkan kemajuan. Dokter sudah menyarankan untuk melepas alat-alat itu dari tubuh Ocha, meski sulit rasanya harus kehilangan Ocha, tapi aku harus melakukan itu . Ku lihat keadaannya tak berubah, aku takut menyiksanya jika terus di paksa. Mama dan papa juga sudah menyuruhku untuk melepas alat-alat itu, karena tak ada harapan lagi. Rasanya berat banget harus kehilangan Ocha, sahabatku yang selalu mengerti bagaimana membuatku tenang, tersenyum. Bahkan ia tak sedikitpun marah saat aku jujur aku menyayangi Rian, malah ia hanya terseyum dan membiarkan Rian memilihku. Dia benar-benar baik, aku takkan pernah bisa bertemu orang seperti itu lagi, dia akan selalu hidup dalam hatiku.
“selamat tinggal Ocha, maaf jika selama ini aku menyakitimu, terimakasih karena kamu sudah mau jadi sahabatku hingga sekarang . Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi, selain mengijinkan suster mencabut alat-alat itu. Bukannya aku tak sayang tapi semakin aku melihat keadaanmu, aku semakin takut itu semakin menyiksamu”
Air mataku tak mampu ku bendung saat jenazah Ocha di kuburkan, tak dapat tetahan rasa ini, bener-benr sakit. Rasanya aku ingin berteriak memohon untuk bangunkan aku dari mimpi buruk ini . Aku belum bisa terima kenyataan ini yang harus aku temui. Melihat nama Rosa Setiptiani Hendarto terukir indah di batu itu membuatku harus kuat dan menghapus air mataku. Aku harus tetap tersenyum karena Ocha gak pernah suka dengan air mataku .
“ya Allah, tolong hilangkan rasa ini . Rasa ini bisa hancurkan semua yang telah aku bangun dengan susah payah yaitu kepercayaan Meli “
Ira dan Rian tak hentinya mengingatkan Meli kalau dia harus hati-hati denganku. Mereka takut kalau aku merebut Rian atau merusak hubungan Rian dengan Meli. “ Tenang aja lagi, aku gak akan lakuin hal bodoh itu , bukan aku yang akan lakuin itu tapi Rian sendiri yang akan merusak hubungannya dengan Meli, itu semua akan terjadi dan aku yakin itu, “kataku dalam hati masih sambil mendengarkan mereka memasukkan asumsi – asumsi buruk tentang diriku .
Aku takkan pernah peduli tentang mereka yang membenciku, tanpa kepercayaan Meli pun hal itu akan terjadi juga . Tapi aku menyadari, tak semestinya Meli sakit nantinya jadi setidaknya menjaga kepercayaannya menurutku salah satu hal yang dapat membuatku tak terlalu merasa bersalah nantinya . Yah, kita lihat aja nanti apa yang akan terjadi, tapi yang jelas aku akan berusaha agar Meli tak merasakan sakit yang mendalam karena tujuanku hanya Rian, tak ada yang lain .
Huuuh, akhirnya pulang juga. Rian sudah berdiri di depan gerbang, aku tahu pasti dia nunggu aku. Siapa lagi yang di tungguya kalau bukan aku. Aku mencoba mendekatinya, tapi sayang keduluan Tania. Ia lebih dulu sampai sebelum aku. Aku hanya memerhatikan gerak-gerik mereka, mereka terlihat sangat akrab, tak ada tanda –tanda kalau Rian akan menolak ajakan Tania untuk pulang bareng . Hatiku sakit, bukan hanya karena aku cemburu tapi perasaanku juga mewakili perasaan Ocha di rumah sakit yang sedang terbaring tak berdaya dengan alat – alat bantu yang membuat jantungnya tetap berdenyut. Rian pernah janji padaku untuk tetap setia kepada Ocha, ia selau janji kepadaku . Karena ia mencintaiku, dan Ocha mencintainya . Tapi sekarang dia pergi dengan mudahnya bersama Tania seperti tak pernah berjanji apapun kepadaku . Sudah sebulan ini Rian tak pernah menghubungiku, tak juga berkunjung ke rumah sakit . Aku tak mampu menahan rasa ini lagi, aku mengambil ponsel yang ada di saku dan mengirim beberapa kalimat kepadanya
“Rani bawelQ”
Aku mau kamu menemuiku di rumah sakit sekarang, kamu tak perlu membalas apapun. Kamu cukup ingat janjimu dan datang ke rumah sakit sekarang. Itu kalau kamu memang benar-benar sayang padaku .
Rian hanya memandangi ponselnya sementara Tania masih sibuk membenahi dandanannya. Aku tak tahu pasti, Rian diam seperti itu untuk apa, berfikir dia akan meninggalkan Tania dan pergi ke rumah sakit atau malah tak peduli dengan isi pesanku , ntahlah yang aku lihat sekarang mereka masih menunggu di depan gerbang .
“Ian, yuk kita berangkat,”kata Tania.
“emmm, yuk,”kata Rian dan mulai menghidupkan motornya .
Mereka melaju ke arah Menteng, aku tak tahu mereka mau kemana tapi yang jelas bukan ke rumh sakit . aku mulai kecewa melihat sikap Rian . Aku meninggalkan sekolah dan masuk ke mobil, dan menyuruh pak supir melaju kencang ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo tempat Ocha di rawat.
Keadaannya masih sama , tak ada perubahan. Ocha masuk rumah sakit karena kecelakaan saat ia ke bandara untuk pergi ke Singapura. Keluarga mereka berniat pindah karena ayah Ocha di pindah tugaskan kesana. Waktu itu, kami masih kelas 2 SMP dan Ocha pacaran dengan Rian tapi saat itu aku dan Rian juga dekat. Sebelum Ocha pergi aku sudah jujur ke Ocha kalau aku menyukai Rian, dan saat itu Ocha membiarkan Rian untuk memilihku tapi aku menyuruh Rian untuk tetap bersam Ocha. Biarlah rasa ini aku yang simpan, aku cukup bahagia bisa deket dan berteman denga Rian. Saat kecelakaan itu, aku memintanya untuk tetap mencintai Ocha meski ia bersi kekeh kalau ia menyayangiku . Aku memintanya berjanji untuk tidak meninggalkan Ocha dalam keadaan apapun kalau ia memang menyayangiku . Dia berjanji di hadapanku dan di hadapan Ocha yang telah tak sadarkan diri saat di bawa ke rumah sakit, namun semua telah berubah, Rian sepertinya sudah tak pernah mengingat kalau dia pernah berjanji denganku. Setelah lulus SMP, awalnya aku tak satu sekolah dengan Rian, tapi saat kels 2 SMA, Rian pindah ke sekolahku dan ia dekat dengan Meli hingga sekarang . Bahkan saat ia pertama kali bertemu denganku di sekolah, sepertinya ia sudah lupa denganku, aku tak pernah menegurnya apalagi mengingatkannya tentang janji itu .
Ku biarkan semua itu berjalan seperti biasa, Itu alasanku mengapa aku mencoba merusak hubungan Rian dan Meli , aku tak menyalahkan Meli. Dia tak tahu apa-apa tentang masa lalu Rian. Aku tetap menyalahkan Rian, dan membencinya hingga sekarang. 4 tahun Ocha ada di rumah sakit dan koma , sementara Rian bersenang – senang dengan Tania dan Meli tanpa memperdulikan aku yang juga satu sekolah dengannya .
“sekarang kalian tahu kan, kenapa aku pernah dengan mudah mengatakan kalau aku menyukai Rian,”kataku di hadapan Ira, Ria , Meli dan juga Rian.
“jadi, kamu pernah deket sama Rian waktu SMP dulu ?,”Tanya Ira.
“ya,kamu benar dan lebih tepatnya Rian masih menjadi pacar Ocha hingga sekarang karena seingatku, Rian tak pernah mutusin Ocha, ya kan ian ?,”kataku lirih ke arah Rian.
Ia tampak kebingungan,“emmm”
“ada yang mau kamu jelasin ke aku Ian ?,”kata Meli sambil menahan airmata di pelupuk matanya .
“Mel, aku..aku, itu kan masa lalu, untuk apa di ungkit lagi ,”katanya dengan wajah bingung dan shock.
“ya kamu benar itu masa lalu, tapi sayangnya kamu salah. Masa lalu yang kamu katakan itu membekas hingga sekarang. Terserah apa yang mau kamu katakan, tapi yang jelas niatku kasi tahu semua ini bukan untuk merusak hubungan Rian dengan Meli tapi cukup untuk kalian kertahui siapa Rian itu dan kamu Rian kamu harus tahu kalu hingga sekarang Ocha masih menunggu kamu di ruangan itu tanpa sedikitpun mengeluh karena kamu tak menepati janjimu,”kataku lalu pergi meninggalkan mereka .
Ira dan Ria, masih terdiam tak percaya dengan semua yang terjadi. Sementara Meli tak mampu menahan air matanya yang akhirnya membasahi pipinya . Rian masih berdiri mematung bingung.
Aku tak tahu lagi apa yang terjadi dengan mereka setelah itu . Sekarang aku hanya sibuk dengan tugas dan persiapan UAN dan juga pastinya Ocha . Sahabat yang terbaring di ruangan itu . Keadaannya sama sekali tak berubah, dari 4 tahun lalu. Dokter pun sudah menyerah menangani Ocha. Sementara semua anggota keluarganya sudah pergi duluan meninggalkan Ocha sejak kecelakaan itu terjadi .
“cha, aku datang lagi. Sudah 4 tahun berlalu cha, kamu masih tetep tidur di sini. Aku merindukanmu, aku merindukan senyum sahabatku. Senyum Ocha. Cha, kamu tahu tadi di sekolah aku ceritain semua masa lalu kita , aku , kamu dan Rian. Kamu gak marah kan, kalau aku kasih tahu ke mereka gimana Rian itu. Aku bener-bener benci dia Cha, bukan karena ia deket dengan Meli tapi karena janji itu . janji itu yang buat aku membenci dia Cha. Sekarang aku sudah lega, aku janji aku tak akan ganggu hidupnya lagi, aku pamit ya Cha. Aku mau belajar besok UAN, kita sama – sama berjuang ya. Kamu berjuang untuk bangun dan aku berjuang untuk keluar dari sekolah itu dengan nilai terbaik, ok”
Semua perangkat perang telah siap di tasku, tinggal matikan lampu dan tidur. Perasaanku sekarang lebih lega dan tenang dari sebelumnya, sekarang tinggal tidur dan bersiap untuk perang besok .
Kukuruyuuuuuuk, kukururyuuuuk…
Emmm, dah pagi, tepat pukul 05.30 aku bangun dan langsung menuju kamar mandi , sholat kemudian memakai seragam dan turun kebawah untuk sarapan . Mama dan Papa sudah menunggu di bawah, aku langsung menuju meja makan. Pukul 06.15 aku sudah selesai makan, dan papa mengantarku ke sekolah. Hari ini aku males bawa mobil, pengen rileks untuk persiapan menaklukan soal-soal nanti . Sesampainya di sekolah, seperti biasa masuk ke kelas dan duduk sesuai dengan bangku yang telah di tentukan kemudian aku membuka bontotan kecil yang dapat mengantarkanku kepada suksesnya misiku kali ini. Beberapa soal telah ku lahap dengan cepat. 20 menit lagi ujian akan berlangsung, aku mulai memepersiapkan semuanya, ku lirik Meli yang duduk di samping kiriku, ia hanya tersenyum simpul dan aku membalasnya. Tak ada lagi yang ingin aku ketahui dari hubungan mereka. Pengawas mulai membagikan lembar jawaban dan soal. Dalam 90 menit semua soal-soal ini harus selesai , baik aku sudah siap untuk melahapnya . Sebelum ku kerjakan, terlebih dahulu aku berdoa dan memohon kemudahan .
UN selesai, aku tak pernah lagi datang ke sekolah. Hanya aku sering menghubungi sekolah untuk menanyakan perkembangan. Hasil UN belum keluar, jadi aku hanya berkutat di rumah sesekali ke rumah sakit menemani Ocha . Meskipun aku tak pernah mencari tahu lagi bagaimana kelanjutan hubungan Meli dengan Rian tanpa sengaja aku mendengar kalau Meli dan Rian putus. Trus katanya, Rian dendam denganku, terserahlah. Aku takkan perduli hal konyol seperti itu . Ocha semakin hari semakin kurus, wajahnya semakin layu tak ada kesegaran. Meskipun dokter dan suster sudah menyerah tapi aku yakin Ocha akan kembali lagi padaku. Saat aku masih menata bunga yang ada di kamar Ocha, ada seseorang yang mengetuk kamar Ocha .
“masuk aja, silahkan,”kataku karena ku fikir itu dokter atau suster .
“Ran,”katanya.
Aku membalikkan tubuhku dan meilhat kalau bukan dokter atau suster yang datang tapi Rian. Aku sama sekali gak terkejut atau bingung aku malah cuek melihatnya kedatangannya.
“boleh aku masuk ?”
“silahkan, aku kira kamu sudah lupa dengan tempat ini”
“aku mau minta maaf sama Ocha terutama sama kamu, Ran”
“kalau kamu kesini Cuma mau ngomongin hal itu, mending kamu keluar lewat pintu itu. Aku gak mau bahas itu lagi apalagi Ocha,”kataku sambil menunjuk ke arah pintu yan di lewatinya untuk masuk tadi .
“Ran, …”
“silahkan keluar,”dengan sedikit senyuman aku mempersilahkannya untuk keluar dari kamar Ocha.
Takkan ada lagi arti maafnya, toh aku juga udah maafin dia setelah kejadian kemaren. Maafnya takkan membuat Ocha bangun, maafnya takkan membuat Meli kembali ke Rian juga maafnya takkan mampu meluluhkan hatiku lagi.
Setahun berlalu, kini genap 5 tahun Ocha koma, aku mulai putus asa melihat keadaannya yang tak sedikitpun menampakkan kemajuan. Dokter sudah menyarankan untuk melepas alat-alat itu dari tubuh Ocha, meski sulit rasanya harus kehilangan Ocha, tapi aku harus melakukan itu . Ku lihat keadaannya tak berubah, aku takut menyiksanya jika terus di paksa. Mama dan papa juga sudah menyuruhku untuk melepas alat-alat itu, karena tak ada harapan lagi. Rasanya berat banget harus kehilangan Ocha, sahabatku yang selalu mengerti bagaimana membuatku tenang, tersenyum. Bahkan ia tak sedikitpun marah saat aku jujur aku menyayangi Rian, malah ia hanya terseyum dan membiarkan Rian memilihku. Dia benar-benar baik, aku takkan pernah bisa bertemu orang seperti itu lagi, dia akan selalu hidup dalam hatiku.
“selamat tinggal Ocha, maaf jika selama ini aku menyakitimu, terimakasih karena kamu sudah mau jadi sahabatku hingga sekarang . Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi, selain mengijinkan suster mencabut alat-alat itu. Bukannya aku tak sayang tapi semakin aku melihat keadaanmu, aku semakin takut itu semakin menyiksamu”
Air mataku tak mampu ku bendung saat jenazah Ocha di kuburkan, tak dapat tetahan rasa ini, bener-benr sakit. Rasanya aku ingin berteriak memohon untuk bangunkan aku dari mimpi buruk ini . Aku belum bisa terima kenyataan ini yang harus aku temui. Melihat nama Rosa Setiptiani Hendarto terukir indah di batu itu membuatku harus kuat dan menghapus air mataku. Aku harus tetap tersenyum karena Ocha gak pernah suka dengan air mataku .
Baca juga Cerpen Persahabatan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar