Selasa, 31 Juli 2012

Cerpen Cinta - Amplop Jingga

AMPLOP JINGGA
Karya DMC

Sore itu senja sangat indah. Semburat warna jingga menghiasi langit. Shin Min Chan sangat menyukai senja. Tiada hari yang dia lewati tanpa menikmati senja. Hari ini dia melewati senja bersama sahabat-sahabatnya di taman. Tawa renyah dari sahabat-sahabatnya menciptakan kehangatan di senja itu.

Di depannya, Nam Ni Ni dan Park Tae Pyung bersenda gurau, menciptakan luka dan perih yang begitu lebar di hatinya. Min dalam-dalam. Hanya Kim Hee Won, sahabatnya sejak kecil dan Tuhan yang tahu rasa yang telah tumbuh subur itu. Baginya, mengungkapkan perasaannya pada Park sama saja menghancurkan mimpi-mimpi sahabatnya, Nam Ni Ni.

Sementara, Kim Hee Won hanya dapat berkata, “Sabarr.. masih ada aku yang mendukungmu.” Sebenarnya bukan kata-kata yang Min Chan butuhkan. Dia ingin ada orang yang mampu menghapus rasanya pada Namja Cool itu. Dan….sepertinya tak akan ada yang mampu menghapus rasanya. Rasa itu terlalu dalam.
“Saranghamnida, Park… Aku tak membutuhkan balasanmu.. aku hanya butuh ijin darimu untuk mencintaimu.” Setetes air mata jatuh bersamaan dengan hembusan angin yang membelai rambut indahnya.
“kawan, bertahanlah. Aku tau ini sangat menyakitkan. Aku yakin kau bisa.” Hee Won memeluk sahabatnya dari belakang. Itu membuat Min Chan sedikit terkejut.
“Hee Won… jika aku telah tiada… aku mohon, jaga dia untukku.” Ujar Min Chan dalam pelukan Hee Won.
“Kau masih di sini Min Chan… Kau masih bisa menjaganya.”
“Aku tidak selamanya di sini. Dan tolong berikan ini pada mereka.” Shin Min Chan mengeluarkan dua buah amplop berwarna jingga dari tasnya dan memasukkannya pada tas Hee Won.
“Kau itu, mworawo?”
“Sebelum aku menutup mata, bawalah Park ke hadapanku. Aku ingin melihatnya dengan puas sebelum aku pergi.”
“SHIN MIN CHAN..!!! AKU BENCI KAU BERKATA SEPERTI ITU! KAU SAHABATKU ATAU BUKAN SIIIIHH…!!!” bentakan Hee Won mengejutkan temannya yang lain.
“Ada apa,ini?” Nam Ni Ni dan yang lain menghampiri mereka.
“Hee Won-ah, tak biasanya kau begini? Ada apa ini?” Park heran dengan kelakuan Hee Won.
Hee Won yang kaget dengan suara bentakannya berusaha menguasai emosinya. Kemudian berkata, “Aaahh…tiidaaakk… aku hanya belajar acting saja. Iya kan, Min Chan…??”

Min Chan mengangguk.
“Waaa Kau Ini…” Ujar Yi Kyung kesal dan menjitak kepala Hee Won.
“Teman-teman.. sudah sore. Ada yang mau pulang? Kalau tidak ada, aku pulang duluan.” Tanpa menunggu jawaban, Min Chan masuk mobil dan pulang.
***

Pikiran Kosong, tatapan kosong, semua serba kosong. Shin Min Chan sangat kacau sore itu. Kenangan-kenangan bersama Park Tae Pyung, dan yang lain serta kejadian-kejadian yang membuat hatinya terbakar karena Park dan Nam Ni Ni terlintas di depan matanya. Seakan-akan film lama yang diputar kembali. Semakin cepat kenangan-kenangan itu muncul di benaknya, semakin cepat dia melajukan mobilnya. Semua rambu-rambu di jalan dia langgar. Klakson-klakson mobil dan motor di sekitarnya tidak dia hiraukan. Tanpa dia sadari, di depannya, dari arah yang berlawanan, ada truk melaju sangat kencang. Shin Min Chan tersadar dari lamunannya.
“Aaaaarrrrggggghhhtttt,...........”

Terdengar suara gesekan aspal dan ban yang di rem mendadak. Tiba-tiba semua gelap.
***

Pyaaarrr...

Foto Park Tae Pyung dan Shin Min Chan yang ada di atas meja belajar tiba-tiba jatuh dan pecah. Tidak ada angin atau pun hal lain yang membuat benda itu jatuh. Park terbangun dari tidurnya.

Melihat foto berbingkai Oranye itu pecah berantakan, wajah Park menjadi pucat pasi. Segera dia hubungi Min Chan. Tersambung…. Namun, tidak diangkat.

Satu kali, duuaaa kali… tiga kaliii… empat kali… tetap tidak diangkat. Dan untuk kelima kalinya, penggilan Park di jawab.
“Min Chan, kau di mana? Kau tidak apa-apa kan?” tanya Park Panik.
“Maaf, apakah anda mengenal pemilik nomor ini?” terdengar suara laki-laki di ujung telepon.
“Ya, benar. Saya sahabatnya. Anda siapa? Di mana pemiliknya?”
“Saya Han kang dari kepolisian lalu lintas. Nona Shin Min Chan mengalami kecelakaan pukul 5 tadi. Sekarang dia sedang ditangani dokter di Rumah Sakit Pusat.” Jelas laki-laki itu.
“Muuuooottt...??” Park tak percaya. Handphone yang dipegangnya jatuh ke lantai. Wajahnya semakin memucat, keringat dingin keluar dari tubuhnya dan jantungnya berdetak semakin cepat. Tak ayal lagi, Park segera berlari ke garasi dan melajukan mobilnya ke RS Pusat.
***

Di taman sakura, Hee Won merasa perasaannya tidak enak. Dia teringat Min Chan. Dalam keheningan taman itu, handphone-nya berdering.
“Yeobeoseyo, Hee Won! Cepat ke RS Pusat. Shin Min Chan kecelakaan.”
“Mwooo?? Kau tidak bercanda kan? Ini tidak lucu, Park.”
“Untuk apa aku bercanda dalam keadaan seperti ini? Kalau kau tidak percaya, ya sudah.”
“Baiklah, kita bertemu di RS.” Hee Won segera mengurungkan niatnya pergi ke rumah Min Chan, dia melajukan mobilnya ke Rumah Sakit Pusat.
***

Park berlari ke UGD setelah memarkir mobilnya. Di depan R. UGD ada dua orang polisi sedang berbincang. Salah satu dari mereka memegang Handphone dan Tas berwarna Jingga.
“Mian... saya tadi yang menelepon. Bagaimana keadaan teman saya? Bagaimana kejadiannya, Pak?” Park sangat panik.
“Harap tenang, korban sudah di tangani dokter. Menurut saksi mata, truk berjalan dengan kecepatan tinggi dari arah yang berlawanan. Walaupun sudah membunyikan klakson, korban tetap tidak menepikan mobilnya. Mobil korban terseret 20 m dari tempat kejadian. Kami menduga korban saat itutidak konsentrasi menyetir.” Jelas seorang polisi yang berbadan dempal.
“Tadi, sebelum di bawa ke rumah sakit, korban sempat sadar dan menyebutkan nama....” polisi yang bertubuh tinggi itu sedang berusaha mengingat sesuatu. “Park Tae Pyung. Ne, benar. Dia menyebutkan nama Park Tae Pyung. Apakah itu anda?” Lanjutnya.

Deeegg....
“Mwooo?” Park termangu, tak percaya dengan penjelasan polisi itu.
Melihat tidak ada jawaban dari pemuda berumur ± 20 tahun itu, sang polisi tinggi berkata, “Keluarga korban sudah berada di dalam. Baiklah, kami permisi. Kami akan mengurus kasus ini. Dan ini handphone dan tas korban.”

Park hanya menganggukkan kepala dan seulas senyum. Masih terngiang penjelasan polisi tadi di telinganya. Di tangannya ada dua buah benda kesayangan sahabatnya yang selalu di bawa ke mana-mana.
***

Beberapa menit kemudian, Hee Won datang.
“Ottokhe, Park? Bagaimana Min Chan?”

Park tak menjawab. Dia terduduk lesu di kursi tunggu.
“Park…Jawab! Kau punya mulut kan? Jangan diam seperti ini.”
“Dokter sudah menanganinya. Ortunya ada di R. UGD. Dia bertabrakan dengan Truk. Dia dan mobilnya terseret 20 m.” Jawab Park lemas.

Hee Won terkejut. Perempuan berwajah manis itu menangis. Dia benar-benar shock dengan kejadian ini. Tangisnya semakin pecah ketika dia teringat kata-kata Min Chan dan Amplop jingga itu.

Menit demi menit berlalu. Hee Won dan Tae Pyung tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hening.
“Ni Ni, Yi Kyung, Jung Soo dan Ah Young, apakah mereka sudah tahu?” Hee Won memecah keheningan.
Park menggeleng. “Kau saja yang memberi tahu mereka.”

Hee Won segera menelepon keempat sahabatnya yang lain. Dia menggabungkan keempat panggilan agar lebih cepat menyambaikan berita buruk yang di alami Min Chan.
“Ada apa Hee Won? Tumben kau menelepon kami semua?” tanya Jung Soo.
“Jika kalian ada waktu, segera datang ke Rumah Sakit Pusat. Shin Min Chan kecelakaan.”
“apaaa??” ucap mereka serempak.
“Aku tunggu kalian.”
“Kaaauuu…kkaaauuu tiiddd…” kata-kata Jung Soo terputus.

Tuuutt…tuuuuttt..tuuuuttt… telepon di tutup.
***

Pukul 06.15 malam, waktu Seoul.
Jung Soo, Ah Young, Nam Ni Ni dan Yi Kyung datang. Terpancar ekspresi panik dan sedih dari wajah mereka.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Ni Ni.
“Kau sudah di sini, Hyung? bagaimana kejadiannya?” tanya Jung Soo.
“Dia tidak apa-apa, kan?” Yi Kyung juga bertanya.
“Apa kata dokter, Park,..Hee Won?” Ah young juga ikut angkat bicara.

Berbagai pertanyaan membombardir Park dan Hee Won. Tapi, tak ada yang menjawab. Shock, panik, sedih, khawatir dan kecewa bercampur jadi satu di hati keenam sahabat Min Chan itu. Mereka takut terjadi sesuatu pada sahabat mereka.
“Dia bertabrakan dengan truk pukul 5 sore tadi. Dia dan mobilnya terseret 20 m. Dia sudah di tangani dokter. Ortunya juga sudah ada di dalam. Park yang pertama mengetahui kabar buruk ini.” Akhirnya Hee Won menjawab.
“Pukul 5? Sekarang sudah pukul berapa?Kau gilaaa yaaaa... mengapa kau tidak mengabariku, Hyung?” Jung Soo menarik kerah kemeja Park, suaranya meninggi.
“Heeeii...apa-apaan kau ini, Jung Soo?!” Yi Kyung mencoba melepaskan tangan Jung Soo dari Park.
“Lepaskan Akuuu!! Bagaimana aku bisa mengabari kalian satu per satu? Sementara aku sendiri panik, kaget dan khawatir. Kau tahu, polisi berkata kalau Min Chan menyebutkan sebuah nama sebelum dia tak sadarkan diri. Dan itu, ‘Park Tae Pyung’. Itu namaku, Jung Soo… Aku takut, aku bingung… aku merasa ini semua ada kaitannya denganku. Mengertilaaah Jung Soo…!!” Suara Park juga meninggi.

Nam Ni Ni terkejut mendengar jawaban dari Park. Hatinya perih. Dia melangkah mundur menjauh dari teman-temannya. Di depan Nam Ni Ni, Hee Won mengamati tiap gerak-geriknya.
***

Orang tua Min Chan keluar dari R. UGD dengan bercucuran air mata.
“Ahjumma…Ahjussi..”
“Hee Won, kau di sini? Siapa yang memberitahumu? Dan kaliaaan??”
“Park Tae Pyung yang memberi tahu kami semua, Bi... Dia tadi menelepon Min Chan, tapi polisi yang mengangkat dan memberi tahu bahwa Min Chan kecelakaan. Bagaimana keadaannya, Paman, Bibi?”
“Dia terluka parah dan belum sadarkan diri. Dokter berkata, kemungkinan dia sadar kembali sangat kecil. Kami mohon pada kalian, doakan Min Chan.”, Ujar Ayah Min Chan.
“Iya, Paman, kami akan selalu mendoakan Min Chan.” Jawab Park.

Seorang suster menghampiri mereka dan memberi tahu bahwa Min Chan sudah dipindahkan ke R. ICU.
“Bolehkah kami melihatnya Suster?” tanya Park.
“Ah… Ne. boleh. Sile Hamnida.” Jawab perawat itu ramah.

Dengan berbalut pakaian khusus, Hee Won cs masuk ke R. ICU, begitu pula orang tua Min Chan. Hee Won memeluk sahabatnya yang tengah berjuang itu. Dia menangis, menangisi semua hal tentang Min Chan dan pergulatan di hatinya.
“Hee Won, kau jangan begini. Jangan menangis, Min Chan bisa ikut bersedih. Lepaskan pelukanmu!”
“Ni Ni, kau dan yang lain tidak akan pernah mengerti mengapa aku seperti ini. Aku tahu kamu juga sedih. Tapi, tak akan sesedih akuuu. Kamu gak akan pernah mengerti sebelum kau berada di posisiku.”

Nam Ni Ni dan seluruh orang yang ada di ruangan itu termangu mendengar kata-kata Hee Won. Park Tae Pyung berusaha menenangkan HeeWon.
***

Suasana sedih sangat kental terasa di ruang khusus itu. Hanya air mata yang dapat berkata saat itu.

Tiba-tiba jari-jemari Min Chan bergerak. Park, orang pertama yang menyadari itu.
“Dia sadar… lihatlah… panggil dokter…”

Jung Soo segera berlari keluar memanggil dokter.
“Ayo Min Chan, bukalah matamu. Kami semua ada di sini.” Bisik Ah Young di teling Min Chan.
“Ayo sayaaang,… buka pelan-pelan.” Ujar ibu Min Chan.

Perlahan, kelopak mata Min Chan terbuka.

***

Remang-remang. Itu yang Min Chan lihat pertama kali membuka matanya. Dokter segera memeriksa Gadis belia itu.
“Waaau… mu’jizat. Baru kali ini ada pasien yang terluka parah sadar secepat ini. Dia hanya butuh istirahat. Selamat.”
“Anak saya memang hebat, Dok... dia sangat berbeda. Terima kasih dokter.”
“Sama-sama Nyonya. Baiklah, saya permisi.”

Satu per satu Min Chan mengamati orang-orang yang berada di sekeliling tempat tidurnya.
‘Nam Ni Ni, Ah Young, Yi Kyung, Appa, Eomma, Hee Won, Jung Soo... kalian semua di dini? Daaan Park?” bisik Shin Min Chan dalam hati.

Lama Min Chan memandang Park, ingin rasanya dia memeluk Park. Tapi, badannya kaku dan sakit di sekujur tubuh.

“Aku senang, kau sudah sadar Min Chan… jangan membuatku…eeehhmmm maksudku, jangan membuat kami khawatir lagi.” Ujar Park dengan senyum yang mengembang.
Dari balik masker oksigennya, Min Chan berkata, “Gomawo, kau sudah mau datang.”
“Heeii… kau jangan banyak ngomong, anakku. Kau belum pulih benar.” Seru ayah Min Chan melihat anaknya akan bicara lagi.

“tolong tinggallkan aku, Park dan Hee Won bertiga.” Ucap Min Chan lemah dan terbata-bata.

Dengan rasa penasaran dan heran, orang tua serta sahabat-sahabatnya menuruti permintaannya.
***

“Park...”panggil Min Chan.
“aku sudah dengar semuanya dari polisi. sebenarnya apa yang membuatmu seperti ini? Jika kau punya masalah, katakan, ceritakan padaku. Kau membuat kami semua takut.”
“Park, kau ini. Dia baru sadar. Jangan berkata yang macam-macam dulu.”

Min Chan tersenyum melihat sahabatnya begitu perhatian dengannya. Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Park.
“Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?”
“Kau minta apa, Min Chan?”
“Tetaplah di sampingku. Aku ingin memandangmu dengan puas sebelum aku pergi.” Jawab Gadis berambut panjang itu.

Park sangat terkejut dengan permintaan Min Chan.

“Apa yang kau katakan? Kau tidak akan kemana-mana Min Chan.” Bentak Hee Won.
“Hee Won…mengertilah… Apa kau mau, Park?”

Hee Won mundur selangkah. Dia kembali menangis.

Dengan sedikit bingung, Park menyanggupi permintaan Min Chan. “Ya. Aku akan di sini. Kau jangan khawatir. Yang harus kau lakukan sekarang adalah banyak istirahat dan ikuti kata-kata dokter.”

Shin Min Chan tersenyum bahagia. Dia memandang Park. Mengamati wajahnya, bibirnya yang manis, gaya rambutnya yang cepaaak dan menatap dalam mata indah yang membuat dirinya jatuh hati pada Park. Tiba-tiba tatapan mereka bertemu.
‘Tatapan mata itu…tatapan mata yang mengisyaratkan…. Aaaah, aku mengerti sekarang.’ Park mengerti apa maksud tatapan itu, dia mempererat gengamannya.

Hee Won senang melihat reaksi Park dia yakin, sahabatnya yang paling mempesona itu mulai mengerti. “Kau sebaiknya istirahat Min Chan..” kata Hee Won dengan tersenyum.

Min Chan mengangguk dan tiba-tiba meringis kesakitan. Melihat itu, Park melepaskan genggamannya, dia hendak memanggil dokter. Tapi, Min Chan menahannya.
“Jangan panggil siapa-siapa. Aku ingin kalian yang ada di sini Arrgghtt…”, ucap Min Chan sambil menahan sakit.

Tatapan mata Min Chan membuat Park dan Hee Won menurutinya.
“Park… aku ingin kau tahu…” kata-kata Min Chan terputus, dia mengerang kesakitan.
“Sudah, jangan berkata apa pun, aku akan memanggil dokter. Bertahanlah.”

Lagi-lagi Min Chan menahan Park. Sementara itu, Hee Won merasakan perasaan yang sangat tidak enak. Keempat mata itu mulai berkaca-kaca.

“Aaaakkkuuuu… meeenyyaaaa..yaaangiii…muuu, Park… Jaaangg…nggaan peerr…naah luupaaa..kaann aa..kuuu…”

Tiiiiiiittt….. terdengar bunyi beep yang panjang di mesin pendeteksi detak jantung, bersamaan dengan itu Tangan Min Chan yang semula menggenggam tangan Park dengan kuat kini lunglai dan kelopak matanya perlahan menutup.
“aniiioooo….”, Hee Won menjerit.

Tanpa diperintah, Park berlari keluar ruangan memanggil dokter. Orang Tua Min Chan dan sahabatnya yang lain segera berhamburan masuk ke R. ICU.

Tak lama, dokter datang.
“Biarkan kami yang menangani. Anda semua tunggu di luar dan berdo’alah.”
***

Semua Orang terlihat khawatir dan cemas. Raut wajah dan tetes-tetes air mata menghiasi suasana penantian itu. Ibu Min Chan menangis di pelukan suaminya. Kelima sahabat Min Chan menangis. Park Tae Pyung mondar-mandir di depan pintu R. ICU.

Akhirnya, dokter keluar. Semuanya merapat pada dokter. Dokter diam. Dia menarik napas, kemudian menggelengkan kepala dan berkata, “Mianhaeyo”.

Spontan, Ibu Min Chan histeris. “Anniioooo....Min Chaaaan...”

Tak Ayal lagi, wanita berusia 43 tahun ini berlari masuk ke R. ICU. Dia mengguncang-guncangkan tubuh oputrinya yang sudah tidak bernapas lagi. Butiran bening keluar dari setiap mata orang yang berada di ruangan itu. Semua tenggelam dalam kesedihan yang sangat dalam melihat .

Min Chan telah pergi.
***

Bunga-bunga bertaburan di makam Shin Min Chan. Orang-orang telah pergi. Suasana sepi, tinggal orang tua dan sahabat-sahabat Min Chan yang berada di sana. Teringat senyum tipis yang terlukis di sudut bibir Min Chan saat dia menutup mata.

Jung Soo, sahabat yang Min Chan sukai,. Tak kuasa menahan kesedihannya,. Dia tak percaya Min Chan yang selalu bersamanya bersama-sama kini telah pergi. Ada luka menganga di hatinya.
“Met tinggal, kawan... semoga kau tenang di sama. Di sini kami akan selalu mengenangmu.” Bisik Jung Soo. Lalu, dia pergi dari makam itu.

Hee Won menepuk-nepuk bahu Park. Dari sudut matanya, dia lihat Park tertunduk sedih. Hee Won dan Park menjadi orang yang sangat terpukul di antara sahabat-sahabat Min Chan. Mereka tak pernah menduga bahwa permintaan Min Chan untuk bersama mereka adalah permintaannya yang terakhir.

Di samping mereka, Nam Ni Ni, Yi Kyung dan Ah Young tak henti-henti menangis. Rasa kehilangan tak cukup menggambarkan perasaan di hati mereka. Seandainya ada hal yang dapat mencegah kepergian Min Chan apa pun itu, akan mereka lakukan, itu yang ada di pikiran mereka.

Park Tae Pyung melangkah maju, duduk di samping makam Min Chan. Pikirannya melayang pada masa saat bersama Min Chan.
“Ayoo laaah.. aku mau maju. Tolong kerjakan. Aku tidak mengerti soal ini, Min Chan..” ujar Park Tae Pyung pada suatu jam pelajaran FISIKA.
“Kau ini,.. Park Tae Pyung,.. aku juga tidak mengerti FISIKA.” Sahut Min Chan
“Trus kamu tahunya itu apa?” tanya Park.
“Aku tahunya mencintaimu, Park…” Jawab Min Chan dengan mantap.
Park hanya tersenyum salah tingkah.

Semua orang takkan pernah percaya, gombalan-gombalan yang pernah Min Chan utarakan, ternyata adalah gambaran perasaannya pada Park. dan yang sangat mengagumkan, Min Chan menyimpan rapat-rapat dan dalam-dalam rasa itu sampai detik terakhirnya.

Melihat pemakaman telah sepi, Hee Won mengajak Park pulang.

Sebelum pergi, Park mencium nisan Shin Min Chan dan berkata, “ aku tak akan pernah melupakanmu. Kau begitu indah. Tersenyumlah di sana.”
***

Seminggu telah berlalu sejak kepergian Min Chan. Amplop jingga itu masih saja belum di buka. Selama seminggu itu pula, Hee Won selalu menangis melihat amplop itu. Dia juga bingung, bagaimana cara menyampaikan amanat Min Chan itu pada sahabat-sahabatnya.
“Mau tidak mau… harus mau… Hwaiting!”

Hee Won mengirim pesan singkat pada teman-temannya.

Aq tggu di Café orange, 14.00. ada hl pnting yang hrus q smpaikan, ini menyangkut persahabatan kita.

Thank’s


Choi Ah Young, terkirim.
Kim Jung Soo, terkirim.
Nam Ni Ni, terkirim.
Park Tae Pyung, terkirim.
Song Yi Kyung, terkirim.

“Lebih cepat, lebih baik…”, gumam Hee Won.
***

14.00, waktu Seoul.
Hee Won datang, dia melihat keempat sahabatnya telah berkumpul di “Cafe Orange”. Tersisa satu orang yang belum datang.

5menit kemudian, Park Tae Pyung datang.
“mian...anda mau pesan apa?” seorang waitress memberikan buku menu pada keenam tahu remaja itu.
“jus jeruk 3, jus melon 3 dan makanannya sushi kesukaan Min Chan. Kau tahu itu kan?” pesan Hee Won setelah berunding dengan sahabat-sahabatnya.
“tentu. Kami sangat tahu apa kesukaan Nona Min Chan di cafe ini. Dia pelanggan terbaik kami. Eehhmm... kami, khususnya aku turut berduka cita atas kepergiannya.”
“iya. Terima kasih.” Jawab Hee Won dan Nam Ni Ni.
“mengapa harus d cafe ini?” tanya Park.
“kau tidak suka? Cafe ini, cafe langganan dan kesukaan Min Chan. Kau sudah melupakannya..?”
“bukan begitu, Hee Won..”
“sudah..sudah... langsung pada topik saja.” Ujar Nam Ni Ni.

Ah Young dan Yi Kyung mengangguk.
“Ok. Bersiaplah...”

Hee Won menarik napas dalam-dalam, kemudian dia berkata, “sebenarnya dari awal aku sudah mempunyai firasat tidak enak. Kalian masih ingat tidak, saat kita terakhir kali ngumpul bareng, aku dan dia duduk berdua di ayunan, dia mengatakan kata-kata perpisahan padaku, karena itu aku membentak dia. Dia bilang, dia tak lama lagi akan pergi...itu juga yang membuatku berkata bahwa tidak akan ada yang sesedih aku. Dan... dia memberikan ini padaku.”

Hee Won mengeluarkan 2 amplop jingga dari tas ungunya. Dan menaruhnya di atas meja.
“Apa isinya?” tanya Yi Kyung.
“Amplop yang ini ditujukan pada kita berlima. Dan yang ini untuk kalian berdua,. Jung Soo dan Tae Pyung. Di dalamnya ada kertas yang berisi tulisan tangan Min Chan untuk masing-masing dari kita. Silahkan di buka.”

Yi Kyung dan Park membuka amplop. Lalu, Park memberikan kertas berwarna coklat muda pada Jung Soo dan kertas berwarna jingga untuk dirinya sendiri. Begitu pula Yi Kyung, dia memberikan kertas berwarna pink untuk Ah Young, biru muda untuk Nam Ni Ni,ungu muda untuk Hee Won, dan hijau muda untuk dia sendiri. Seperti dikomando, mereka membuka lipatan kertas itu dan mulai membacanya.
“Cap duseyo!”

Ucapan waitress dan pesanan mereka tidak mereka hiraukan. Surat dari Shin Min Chan menghipnotis mereka.

Hee Won tidak membaca surat. Dia sudah bisa menebak apa isi surat itu. Gadis berjilbab ini memperhatikan teman-temannya. Jung Soo, Yi Kyung dan Ah Young mulai berkaca-kaca. Nam Ni Ni menangis sesenggukan. Sedangkan, Park Tae Pyung terlihat menatap kosong kertas jingga di tangannya itu, dia telah selesai membaca guratan tangan orang yang sangat menyayanginya.
***

Setelah semuanya membaca, Hee Won angkat bicara, “aku yakin, isi surat-surat itu pada intinya sama. Sebelumnya, aku minta maaf pada kalian. Maafkan aku! Aku tidak memberi tahu hal ini dari awal. Bukan karena aku jahat. Tetapi, dia tidak mengijinkanku. Dan yang bagi tersakiti dengan kenyataan ini, tolong maafkan Min Chan.”
Hee Won menghentikan ucapannya. Dia berusaha menenangkan diri agar tidak menangis.
“Shin Min Chan gadis yang hebat. Dia rela mengalah dan mengesampingkan perasaannya untuk sahabatnya. Ehmm... aku rasa kalian sudah mengetahui bahwa Nam Ni Ni menyayangi Park Tae Pyung. Dan sebenarnya,. Shin Min Chan telah terlebih dahulu menyayangi Park. Jika kalian tidak percaya, Akulah saksinya. Min Chan selalu bercerita apa yang dia rasakan padaku, baik itu tentang persahabatan kita, maupun tentang perasaannya pada Park. Dan dia lakukan itu jauh sebelum Nam Ni Ni melakukan pengakuan di depan kita semua.” Lanjut Hee Won.
“Sebentar, bukankah kita semua tahu bahwa dia menyukai Jung Soo?”, tanya Ah Young.
“Benar. Dia menyukai Jung Soo. Tapi, hanya sekedar suka. Apa itu salah? Suka dan sayang sangat berbeda, kalian tahu itu kan?”
“mengapa semua ini harus terbuka sekarang, Hee Won? Jadi,... selama ini aku menyakiti sahabatku sendiri?”, Nam Ni Ni sangat shock dengan kenyataan ini.
“sudah ku katakan di awal tadi, dia tidak mengijinkanku mengatakan semua ini pada kalian. Dia hanya ingin, aku, dia dan Tuhan yang tahu tentang perasaannya. Dia tidak mau lagi menyakitimu, Ni Ni. Dia bilang, cukup kejadian yang lalu yang membuatmu sakit hati karenanya, dia tak ingin merusak tak kebahagiaanmu. ‘meskipun rasa itu tak terungkapkan, aku tetap bahagia karena bisa dekat dengan Park’. Itu kata-kata yang sering aku dengar saat aku memaksanya untuk mengutarakan perasaannya pada Park.”

Semua orang di meja nomor 7 itu tercengang mendengar penjelasan Hee Won.
“lalu, aku apa? Aku dipermainkan,begitu?” Jung Soo merasa tidak terima.
“heeey...kau... jaga mulutmu. Min Chan bukan orang yang seperti itu.” Bentak Nam Ni Ni. Suasana mulai panas.
“sudahh....sudaahh...Dari awal SMA, dia memang memperhatikanmu. Kau mirip dengan mantan kekasihnya, tapi,. Lambat laun, dia berpikir, kau jauh beda dengannya. Dia kaget, saat tahu dia sekelas denganmu. Dia suka kerutan yang terbentuk di sudut matamu saat kau tertawa, dia suka lesung pipimu. Sekali lagi, ku tekankan,.. DIA HANYA MENYUKAIMU. Beda dengan Park, gaya dudukmu itu yang membuatnya tertarik padamu, style-mu dari ujung rambut sampai ujung kaki sangat dia sukai. Min Chan sangat suka matamu. Kau rajin beribadah, kau sopan, kau benar-benar mengagumkan baginya. Dan kekaguman itu menjelma menjadi perasaan sayang yang sangat dalam padamu, Park. Jadi, Jung Soo... ku mohon kau jangan marah. Kau punya tempat tersendiri di hatinya.”

Semua terpaku. Hening.

Di belakang mereka, ada sosok bayangan yang tertunduk dan menangis. Shin Min Chan. Dia mengikuti pembicaraan teman-temannya dari awal. Hatinya sangat perih. Dia ingin memeluk teman-temannya dan meminta maaf pada mereka, tetapi, ada batas dunia yang memisahkannya dengan mereka.
“Ya. Kau benar. Aku tahu bahwa dia menyukaiku. Aku tahu dia menyayangiku sejak tatapan di RS itu. Dia mengagumkan. Dan akuuu....”, Park memutuskan perkataannya, matanya berkaca-kaca.
“Dia tak berharap kau membalasnya, Park... dia hanya ingin, kau mengijinkannya untuk menyayangimu...sampai... mati...” ucapan Hee Won terhenti, ada sesak dan sakit di dadanya. “Dan itu memang benar terjadi.”

Keenam orang itu menangis haru, mereka tidak menyangka ada orang seperti Min Chan. Surat-surat itu membuat mereka kembali terpukul, teringat bahwa Shin Min Chan telah tiada.

Tiba-tiba, Park berdiri. Dia hendak pergi.Namun, langkah kakinya terhenti. Tepat di depannya, dia melihat sesosok bayangan. Bayangan itu menangis. Park mengenali siluet itu. Tapi, dia tidak yakin.
“Min Chaaan...” Panggil Park.

Spontan, bayangan itu terkejut dan menoleh ke arah orang yang memanggil namanya. Dia kaget, Park dapat melihatnya.

“Heeii... apa yang kau katakan, Park? Kau jangan gila.”, Ujar Yi Kyung.
Park menggeleng, sambil berkata “Anio. I’m serious!”

Park kemudian berjalan ke arah Min Chan berdiri.
“Min Chan... Kau di sini?”

Bayangan itu tak menjawab, hanya berjalan keluar Cafe. Park mengikuti. Di belakangnya, kelima sahabatnya yang mengira dirinya berhalusinasi mengejarnya.
***

Mereka berenam dan bayangan itu tiba di tanah lapang. Bayangan Min Chan berhenti. Park juga berhenti tepat 1 meter di belakang Min Chan. Setengah meter di belakang Park, sahabat-sahabatnya berdiri.
Remang-remang,.. Nam Ni Ni melihat siluet bayangan di depan Park.
“Benar. Itu Min Chan... Dia Min Chan.” Ujarnya kemudian.

Dan secara bergantian, Hee Won, Jung Soo, Ah Young dan Yi Kyung dapat melihat sesosok bayangan Shin Min Chan di hadapan Park. Kemudian, Park berjalan mendekati Min Chan, diikuti Jung Soo, Hee Won dan Nam Ni Ni.

Menyadari bahwa sahabat-sahabatnya melihatnya, Min Chan berbalik dan berkata,
“Aku minta maaf telah meninggalkan kalian secepat ini.”
“kau yang mengatur ini semua? Mengapa kau tak mau jujur padaku?aku telah melukaimu, Min Chan... mianhaeyo.” Nam Ni Ni berkaca-kaca.
Min Chan bergerak maju.“aku menyayangimu, Ni Ni. Aku tak mau lagi menyakitimu.”

Min Chan menoleh pada Hee Won.
“Hee Won, kamsahamnida! Kau telah menyampaikan amanatku. Amplop jingga itu adalah hidupku. Tolong jangan pernah kalian buang. Jung Soo, aku berharap bisa lebih lama lagi bersamamu, di duniamu. Dan kauu... Park... maaf,. Maafkan aku yang mencintaimu. Aku tak bisa menghentikan rasa yang berlabuh padamu. Aku tulus menyayangimu sampai saat ini. Ah Young dan Yi Kyung, terima kasih kalian telah bersedia menjadu sahabatku. Aku Minta pada kalian semua, jaga diri kalian baik-baik.”
“Kau tidak boleh pergi Min Chan...” Park berjalan menghampiri Shin Min Chan.
Dengan senyum yang tulus, Min Chan berkata, “Aku mencintaimu, Park... sahabat-sahabatku, tolong jaga persahabatan ini untukku. Ingatlah selalu pesanku. Simpan amplop jingga itu, untukku. Aku harus pergi sekarang.”

Setelah berkata seperti itu, Min Chan berjalan mundur. Kemudian berbalik dan menghilang.
“Miiiiiinnnn Chhaaaaaaannn-aaahhh.... Min Chan-ah, kembalilah..” Park mengejar dan memanggil-manggil Min Chan.
“Min Chan-ah.. kembalilah... temani akuuu... aku pun mengagumimu.... ijinkan aku tuk belajar mencintaimu...” Park semakin histeris. Dia mulai sadar, tanpa Min Chan dia bukan apa-apa.

Tiba-tiba angin bertiup membelai rambut keenam anak manusia di tanah lapang itu.semakin lama, semakin kencang, serentak, semua menatap ke langit. Kemudian angin berhenti berhembus. Awan-awan bergumul membentuk raut wajah Min Chan yang sedang tersenyum.

Shin Min Chan telah bahagia.

_.<“TAMAT”>._

Tidak ada komentar:

Posting Komentar