KU NANTIKAN KAU DI BATAS WAKTU
Karya Ta_WilisTazkiyah
Di kedalaman hatiku..
tersembunyi harapan yang suci
tak perlu engkau menyangsikan
Lewat keshalihan mu yang terukir menghiasi dirimu
tak perlu dengan kata-kata
sungguh walau ku kelu
tuk mengungkapkan perasaan ku
namun penantian mu pada diriku jangan salahkan
kalau memang kau pilihkan aku
tunggu sampai aku datang
nanti ku bawa kau pergi ke syurga abadi
kini belumlah saatnya
aku membalas cintamu
nantikan ku di batas waktu
(Edcoustic_ Nantikan Ku di Batas Waktu)
Alunan nasyid dari salah satu grup nasyid popular mengalun dari netbook Dita. Pandangan kosong saat itu yang Dita tampakkan. Memandang netbook di hadapannya dengan jari di atas keyboard, diam tak bergerak. Tatapan matanya menerawang entah apa yang Ia pikirkan saat itu. Hingga sesekali bulir air matanya jatuh membahasi beberapa tombol keyboard di hadapannya. Nasyid milik Edcoustic mengalun tak berganti-ganti, entah sudah beberapa putaran lagu yang sudah berdendang.
Karya Ta_WilisTazkiyah
Di kedalaman hatiku..
tersembunyi harapan yang suci
tak perlu engkau menyangsikan
Lewat keshalihan mu yang terukir menghiasi dirimu
tak perlu dengan kata-kata
sungguh walau ku kelu
tuk mengungkapkan perasaan ku
namun penantian mu pada diriku jangan salahkan
kalau memang kau pilihkan aku
tunggu sampai aku datang
nanti ku bawa kau pergi ke syurga abadi
kini belumlah saatnya
aku membalas cintamu
nantikan ku di batas waktu
(Edcoustic_ Nantikan Ku di Batas Waktu)
Alunan nasyid dari salah satu grup nasyid popular mengalun dari netbook Dita. Pandangan kosong saat itu yang Dita tampakkan. Memandang netbook di hadapannya dengan jari di atas keyboard, diam tak bergerak. Tatapan matanya menerawang entah apa yang Ia pikirkan saat itu. Hingga sesekali bulir air matanya jatuh membahasi beberapa tombol keyboard di hadapannya. Nasyid milik Edcoustic mengalun tak berganti-ganti, entah sudah beberapa putaran lagu yang sudah berdendang.
Suara kodok dan desahan orang yang sedang tidur juga turut meramaikan suasana kamar kost yang berukuran 3 X 3. Cuaca dingin menambah kesyahduan malam itu. Yah… jam dinding sudah menunjukkan pukul 00.00 dini hari. Dita belum juga bisa memejamkan mata. Tetap pada kesibukannya memandangi netbook dengan lembar kerja Microsoft word. Ada beberapa patah kata yang tertulis dalam lembar kerja itu. Sebuah kejadian yang baru dia alami, tentang sebuah kesiapan yang menjadikannya bimbang tak menentu.
Dita adalah seorang akhwat, mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas di Bogor fakultas Psikologi. Dita adalah aktivis di berbagai organisasi dalam dan luar kampus. Segala aktivitasnya selalu yang berhubungan dengan syiar ISLAM. Semangatnya begitu luar biasa dan selalu aktif dalam kegiatan sosial. Ia adalah anak sulung dari empat bersaudara, berasal dari salah satu daerah yang ada di Jawa Timur. Di pundak Dita lah tumpuan harapan keluarga di sematkan. Ayah dan Ibu Dita hanyalah seorang pemulung yang penghasilannya hanya pas-pasan untuk makan sehari-hari. Kuliah pun Dita mendapat beasiswa secara penuh selama 4 tahun karena prestasi di bidang akademik yang luar biasa.
***
“Ukh… Tunggu ana ya” short massage service pagi-pagi muncul di layar HP Nokia, tersemat nama salah seorang aktivis ikhwan.
Dita sungguh kaget mendapatkan sms yang tidak wajar itu. Ikhwan itu memang sudah ia kenal karena berada dalam satu fakultas dan beberapa organisasi yang sama. Ya..ikhwan itu adalah ketua bidang kewirausahaan di salah satu organisasi di kampus. Ikhwan yang mempunyai semangat dakwah yang kuat dan selalu aktif juga dalam mensyiarkan Islam. Ikhwan ini juga yang diam-diam sempat membuat hati Dita kagum pada sosoknya dan masuk kriterianya sebagai pendamping hidup. Dengan hati yang penuh tanya dan dengan nada datar Dita menjawab pesan itu.
“Tunggu apa Akh? Ana kurang paham dengan sms antum”
“Pokoknya tunggu ana Ukh, InsyaAllah nanti anti akan tahu jika memang sudah waktunya.” Timpal Ikhwan itu
Gemuruh hati Dita mulai memuncak. Tanda tanya besar dengan jawaban ikhwan itu. Tak disangka dan Dita pun sulit mencerna apa maksud ikhwan itu. Beberapa saat Dita sempat hanyut dengan pikiran-pikiran yang dibuatnya. Untunglah Dita cepat tersadar lalu beristghfar dan memutuskan untuk mengakhiri sms itu.
“Oh..ya akh. Afwan ana sedang ada kerjaan. Iya di tunggu saja kabar dari antum. Afwan” Terkirimlah pesan penutup itu.
Dita masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Apa maksudnya? Tak bisa dipungkiri hati Dita yang notabenenya adalah seorang akhwat pastilah tersipu dengan isi sms itu. “Jika memang sudah waktunya” “Tunggu ana” hm… inilah yang menjadi pertanyaan. Dita mulai berpikir macam-macam dengan isi sms itu. Ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang sempat melayang di pikirannya. Apa iya tentang sebuah kesiapan menuju pelaminan atau hanya sekedar kesiapan dalam hal lain di organisasi misalnya, lalu tunggu, apakah ada info yang mengejutkan tentang kuliah, tentang beasiswa atau apa??? Dita hanya berguman sendiri sesaat setelah mendapat sms itu.
Tak ingin terbuai dengan kabar yang belum jelas itu, akhirnya Dita memutuskan mempersiapkan presentasinya untuk beberapa mata kuliah hari ini. Bergegas Dita mengambil draft yang telah di persiapkan lalu membuka netbook dan mulai mencari Power point presentasi yang ia buat semalam. Dita mencoba mengalihkan pada presentasinya.
Jam Dinding menunjukkan pukul 06.30. Suara teman sekamar Dita tiba-tiba menegurnya
“Ta, kamu gak mandi dulu? Udah setengah 7 ni. Kamu ada kelas setengah 8 kan?”
Cepat Dita melirik jam yang ada di Netbooknya dan terbelalak.
“Iya Wi… maksih ya udah diingatkan. Ku terlalu fokus ni sama bahan presentasi nanti” Sahut Dita
“Ya..udah sana mandi. Biar aku yang beresin kamar.” Tawar Dewi
“Ok..sip.. makasih ya Wi”
Tepat pukul 07.15 Dita selesai dengan persiapannya. Langkah tegap dengan tas punggung yang tampak berat siap ia gerakkan. “Assalamu’alaikum wi, Ku ke kampus dulu ya” teriaknya sambil jalan. Sepanjang jalan Dita membaca hand out presentasinya. Membaca kembali isi presentasi yang nanti akan dilakukannya di depan kelas.
*Hari sudah mulai senja. Dita baru saja keluar dari kelas. Hari ini hari yang melelahkan buatnya karena ada 9 SKS yang harus Ia lalui dengan beruntun. Adzan Ashar mengantarkannya keluar dari ruangan kelas dan langsung menuju Masjid kampus. Ia ingin segera membasuh wajahnya dengan air wudhu.
“Benar-benar hari ini menguras tenaga ku Wi, 9 SKS dengan mata kuliah full praktek.” Curhatan Dita ketika bertemu Dewi di tempat wudhu akhwat
“Tetap semangat Ta, udah cepat ambil wudhu. Ntar keburu iqomah. Ku duluan ya.” Sambil meninggalkan Dita di tempat wudhu menuju lantai 3 Masjid kampus.
Sholat Asharpun telah berakhir. Dita dan Dewi memutuskan untuk segera pulang ke kostn. Sore ini mereka tidak ada kegiatan di organisasi maupun di tempat lain. Mereka berdua turun dari tangga akhwat menuju serambi lantai 2 tempat ikhwan. Segerombolan ikhwan masih ngobrol di tangga-tangga. Entah apa yang mereka bicarakan yang pasti seperti kebiasan akhwat saja. Dita dan Dewi memberanikan diri lewat samping gerombolan ikhwan itu menuju tempat sepatu. Ketika mengambil sepatunya, Dita tak sengaja menangkap wajah seseorang yang saat itu juga tengah melihatnya. Ya..ikhwan itu adalah yang mengirim sms tadi pagi. Semburat senyum terlihat pada wajah ikhwan saat mereka saling melihat. Terpaksa dengan salah tingkah Dita membalas senyum itu ala kadarnya lalu kembali menunduk dan berjalan meletakkan sepatunya sebelum ia pakai. Tentu getaran yang luar biasa kala itu. Cepat-cepat Dita melangkah meninggalkan masjid tanpa menoleh lagi kemana-mana dan terus berdzikir. Dewi yang tidak sadar dengan perubahan sikap Dita hanya mengikutinya dari belakang.
Sesaat setelah sampai kost, HP Dita bergetar. Dikeluarkannya dari dalam saku roknya. Ternyata dari ikhwan itu lagi. Cepat-cepat Ia buka.
“Asslm.. Ukh, Afwan, kalau ada waktu bolehkah ana berbicara dengan anti?”
Dengan cepat kilat, Dita menekan tombol replay lalu mengetik huruf demi huruf.
“Wa’alaikumsalam. Berbicara mengenai apa akh? Kapan?”
“Lebih baik ana komunikasikan nanti saja saat kita bertemu. Untuk waktunya anti bisanya kapan? ana menyesuaikan. Oh..ya nanti anti ajak mahram anti ya.”
“Oh..iya akh. InsyaAllah ahad ba’da ashar ana kosong.”
“Baiklah. InsyaAllah ahad sore di masjid kampus saja ukh.”
“Iya. InsyaALLAH.”
Begitulah singkatnya. Dita mengiyakan pertemuan itu tanpa mengetahui apa yang sebenarnya akan dijadikan topik dalam pertemuannya nanti. Yang pasti Dita ingin tahu apa yang menjadi niatan ikhwan itu hingga mengajaknya bertemu. Sepanjang sore itu Dita tak bisa lepas dengan hal itu. Selalu timbul pertanyaan dan pertanyaan. Hari ini adalah hari kamis berarti dua hari lagi. Gumannya.
***
Hari yang telah ditentukanpun tiba. Ahad selepas ashar Dita menuju masjid kampus. Saat itu Ia baru saja selesai kegiatan bhakti sosial yang diselenggarakan salah satu organisasi yang Ia ikuti. Jam tangan menunjukkan pukul 15.00 dan saat itu Dita masih dalam perjalanan di angkot. Pikirnya pasti akan terlambat. Langsung Ia mengeluarkan HP dan meencari-cari nomor seseorang di kontak HP nya. Ia akan sms Dewi dulu yang sore itu akan menemaninya menemui ikhwan itu.
“Wi.. ku masih di perjalanan. Kayaknya jam empat baru sampai masjid. Kamu ke masjid dulu ya. Tunggu aku di masjid aja. Macet banget ini.”
Sending massage. Dan beralih pada kontak selanjutnya. Kontak ikhwan itu pilihannya.
“Afwan Akh, ana terlambat datang. Ana baru saja selesai kegiatan di luar. Ini baru menuju kampus. Kira-Kira jam empat baru sampai. Afwan terlambat.” Cepat Dita mengirimkan pesan itu.
“Iya Ukh, tak apa. Ana tunggu di Masjid saja”
Dewi saat itu sudah berada di Kampus menunggu datangnya Dita. Pukul 15.45 ternyata Dita sudah sampai Masjid Kampus. Bergegas Ia mengambil air wudhu dan Sholat Ashar di masjid lantai 3. Selepas sholat Ia mengambil HPnya kembali dan meng SMS Ikhwan itu.
“Antum dimana? Ana sudah di masjid.”
“Di serambi lantai 2 ukh, sebelah utara. Di sini saja ya. Ana tunggu.”
Dita beranjak dari duduknya dan mendekati Dewi yang sedang asyik tilawah Al-qur’an.
“Wi.. yuk.. ke bawah. Dia ada di serambi lantai 2.” (Sambil tetap berdiri dan menampakkan wajah tegang dengan nada suara yang sedikit bergetar)
“Sekarang Ta? Kamu jangan nerveous gitu ah.. kelihatan tau.” Dewi bernada meledek
Dita hanya diam tak berminat menanggapi candaan Dewi yang dari pagi tadi gencar Ia lakukan. Dita hanya tersenyum tipis dan kembali mengontrol dirinya agar tak kelihatan nerveos. Perlahan kedua akhwat itu turun dari tangga menuju tempat ikhwan dan temannya berada. Semakin grogi yang dirasakan Dita saat itu. Sesekali Dita memegang tangan karibnya. Dingin..terasa dingin. Untungnya Dewi adalah karib yang cekatan mengerti kondisi Dita yang memang baru pertama kalinya di ajak bertemu oleh seorang ikhwan.
“Banyak berdzikir Ta… Tenang dan tarik napas pelan-pelan. OK” Senyum manis tergambar dari wajah Dewi saat itu.
Semakin dekat dengan tempat ikhwan itu duduk. Ternyata mereka sedang asyik ngobrol hingga tak sadar akan kedatangan mereka berdua. Dengan terpatah-patah dan sekuat tenaga Dita mengawali dengan salam “Assalamu’alikum”. Kedua ikhwan itu sempat kaget dan terdiam sesaat.
“Oh..wa’alaikumsalam ukh. Silahkan duduk di sana saja.”
“Iya syukron.”
Dita dan Dewi perlahan-lahan duduk berjajar. Pandangan Dita tak sekalipun tertengok pada Ikhwan itu. Ditapun tak banyak bicara dan memang sengaja memilih diam terlebih dahulu. Sesaat semuanya diam dan hening. Perasaan yang campur aduk semakin di rasakan oleh Dita. Untungnya ada hijab yang membentengi mereka sehingga tak terlalu nampak wajah tegang Dita saat itu.
“Ehm..mungkin kita buka dulu saja ya.” Suara berat itu mencoba mengawali. “Assalamu’alaikum wr.wb”
“Wa’alaikumsalam wr.wb” Ketiganya menjawab serempak
“Baikkalah pertama Ana ucapkan Jazakallah atas kesediaan Ukhty Dita dan Ukhty Dewi untuk memenuhi undangan Ana. Afwan jika sudah menyita waktunya.Mungkin langsung saja pada pokok pembicaraan. Sebelumnya ana mau bertanya, Apakah Ukhty Dita sudah mengetahui apa yang akan Ana bicarakan? ”
Terkaget dengan pertanyaan itu. “E… belum Akh!” Singkat jawaban dari Dita karena memang Ia tak tahu apa yang akan di bicarakan.
“Oh..baiklah kalau Anti belum tahu. Sebelumya Ana meminta maaf dulu dengan apa yang akan Ana bicarakan ini.” Diam sesaat. Ntah apa yang dipikirkan. Mungkin saat itu sedang mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan pembicaraan. Dita semakin bergetar dan mencoba untuk tak henti-hentinya menyebut nama ALLAH.
“E.. jadi begini Ukhty. Ana ingin menyampaikan kalau Ana ingin ber Ta’aruf dengan Anti”
Bagai disambar petir hati Dita setelah mendengar kata Ta’aruf. Sekujur badannya menjadi lemas. Ada angin bahagia, terkejut dan juga kesedihan yang kala itu datang secara bersamaan.
“Iya..itu Ukh, Niatan dari Ana. Ya.. tentunya niatan ini suci. Ana anggap anti masuk ke dalam kriteria. Sekarang monggo Anti tanggapi dan mungkin langsung saja Ana menanyakan apakah bisa diteruskan atau tidak?”
Masih diam dan hanya diam saja. Dita kehabisan kata-kata untuk menanggapi niatan suci itu. Dewi yang melihat karibnya seperti itu langsung bereaksi memberikan sentuhan hangat di punggung Dita. Akhirnya Dita pun beranjak dari kebisuannya.
“Iya Akh. Sebelumya Ana ucapkan Jazakallah, antum sudah menyampaikan niatan tersebut. Sepakat jika antum menyebutnya sebagai niatan suci. Oh..ya apakah ana boleh minta waktu untuk menjawab pertanyaan antum tadi?”
“Lho..kenapa harus ada waktu Ukhty. Ini kan hanya proses ta’aruf. Semuanya masih bisa menolak Ukh. Sampai nanti pada tahap khitbah pun anti bisa menolaknya. Tidak ada ikatan kan dalam proses ini. Ana pikir tidak perlu waktu untuk memutuskan bisa lanjut atau tidak. Kalaupun tidak juga Ana siap menerimanya Ukhty.”
Semakin bingung Dita menanggapinya. Ia tak bisa memutuskan dengan secepat itu. Ia harus berpikir terlebih dahulu. Akhirnya Dita meminta waktu sebentar saja. Dita dan Dewi langsung meninggalkan tempat mereka berbicara.
Percakapan antara Dita dan Dewi terlihat sangat serius. Dewi mencoba memberikan support kepada Dita untuk mengambil jalan yang terbaik. Dewi memberikan masukan-masukan tentang siap tidaknya Dita jika menjalani proses tersebut. Sedangkan Dita berpikir hingga jauh ke depan. “Ta’aruf itu gerbang menuju pernikahan Wi. Dalam prosesnyapun tidak diperkenankan lama-lama hingga menuju proses pernikahan walaupun memang tidak ada aturan yang saklek sekali tentang tenggang waktu karena masalah waktu bisa disepakati bersama. Sedangkan aku belum sama sekali terpikir kearah sana. Berita ini membuat ku kaget dan tak menyangka sebelumnya. Aku masih harus berpikir bagaimana keluargaku, Ayah, Ibu dan adik-adikku. Lagi pula orang tua ku tidak mengizinkan aku untuk menikah secepatnya karena mereka sangat berharap pada ku untuk perekonomian keluargaku. Kalaupun kami nantinya bisa saling sepakat tapi apakah iya semuanya akan tahan terhadap godaan dan maksiat yang mungkin akan di jalani selama 4 tahun ke depan? ”
Begitulah singkatnya dialog antara mereka berdua hingga dengan mengucapkan BISMILLAH Dita sudah menetapkan keputusan final dalam hatinya. Entahlah keputusan yang diambil dalam waktu yang singkat itu akan berdampak apa. Akhirnya mereka kembali ke tempat semula. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, Dita memulai pembicaraan.
“Sebelumya afwan, Ana sudah mempunyai keputusan apakah bisa di lanjut atau tidaknya(Diam). Ana memutuskan untuk “TIDAK”.” Angin segar menembus celah-celah hatinya. Ia lantang dan terdengar mantap saat mengatakan TIDAK.
“Oh..baiklah ukhty” Suara ikhwan itu menjadi berat dan pelan. “Syukron atas tanggapannya. Afwan kalau boleh tahu apa alasanya Ukhty?”
“Sejujurnya ana belum berpikir hingga ke situ Akh dan Ana belum dapat restu dari orang tua serta banyak pertimbangan-pertimbangan yang lain yang Ana tidak bisa ungkapkan di sini. Afwan”
“Oh..iya Ukh. Kalau memang itu keputusan anti dan Ana pun juga tidak meminta lagi Ukh. Terpenting sekarang adalah ana sudah menyampaikan niatan ini ke anti. Ana juga takut dengan godaan-godaan syaithon jika hal ini tidak Ana komunikasikan karena memang niatan ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Dan Ana tidak menyangka jawaban anti akan seperti itu. Ya sudah Ukhty.. itu saja yang ingin ana sampaikan. Sekali lagi Jazakallahu atas waktu yang telah diluangkan. Ditutup saja dengan istighfar dan penutup majelis.”
Kedua ikhwan itu langsung berdiri dan beranjak pergi dari tempat itu. Dita dan Dewi tetap pada posisinya. Dita ingin menenangkan diri terlebih dahulu. Dita meminta kepada Dewi untuk menemaninya sesaat dan Ia mengungkapkan kebimbangan hatinya. Mengenai keputusan yang Ia ambil itu salah atau benar. Apakah tidak secara sepihak Ia memutuskan hal tersebut. Menyakitkan atau tidak dan lain-lain. Pikiran Dita jauh melayang-layang dengan segala kekhawatirannya. Dewi yang tahu kondisi karibnya sedang labil memilih menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Dewi membiarkan Dita berbicara panjang dan lebar, tak pernah sekalipun Dewi memotong pembicaraan Dita. Ketika Dita menyadari bahwa hari semakin petang barulah Dita mengakhiri celotehannya. Di saat itulah Dewi memberikan sebuah respon atau lebih tepatnya penguatan kepada Dita.
“Ta… Benar atau salahnya keputusan yang kita ambil dalam hidup ini hanya ALLAH yang tahu. Kita sebagai hambaNYA hanya bisa ikhtiar sembari berdoa. Sepantasnya kita menyerahkan semuanya pada Rabb kita. Allah ingin kamu merasakan fase hikmah sebelum datang KEYAKINAN yang sesungguhnya.” Lembut suara Dewi sehingga seketika itu juga Dita meneteskan air mata dan langsung memeluk erat-erat karibnya.
“Jazakillah ya Wi…Sebenarnya berat harus memikul amanah ini Wi. Tapi ku anak sulung yang harus kuat dihadapan adik-adikku dan juga kedua orang tuaku. Tak tahu pengorbanan untuk menunda yang sebenarnya menjadi keinginanku juga apakah keputusan yang baik atau tidak ku serahkan semua pada Allah. Nantinya aku tak mau membebani semuanya.” (Ucap Dita yang semakin lemas)
***
Dita masih dalam buaian renungan yang dalam. sekarang sudah pukul 03.00 tapi mata Dita juga belum bisa terpejamkan. Netbooknya masih menyala dan alunan nasyid masih setia menemani kegalauan Dita. Alarm HPnya berbunyi seketika membuat Dita tersadar. Sudah saatnya Qiyamul Lail. Tanpa berpikir panjang Dita bergegas mengambil air wudhu, menyegarkan badannya dengan dinginnya air. Sajadah Ia bentangkan, Mukena Ia pakai dan menarik napas dalam untuk menenangkan diri. Berniat untuk mengadu pada Sang Khalik atas segala kegalauan yang sedang Ia rasakan itu.
“Ya..Rabb.. Hamba mohon ampun atas segala Dosa yang telah hamba lakukan. Hamba lemah ya Rabb tanpaMU. Hamba mohon Ampunilah diri ini.”
“Allohumma inni astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudrotika wa as-aluka ming Fadhlikal ‘azhiim, Fa innaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa a’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allohuma ing kunta ta’lamu anna haadzal amro khoirul lii fii diinii wa ma’aasyii wa’aaqibati amrii. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amro syarrul lii fii diinii wa ma’ aasyii wa ‘aaqibati amrii fashrifhu ‘annii washrifuu ‘anhu, waqdur liyal khoiro haitsu kaana tsumma ardhinii bih”
“Ya Alloh sesungguhnya aku memohon pada MU kiranya Engkau berkenan menetapkan pilihan yang terbaik untukku berdasarkan ilmu MU; memohon kepada MU kemampuan untuk bisa meraihnya dengan kekuasaanMU; dan memohon kepada MU agar aku memperoleh karunia yang agung. Sebab sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa, sedang aku tidak berkuasa; Engkau Maha Tahu sedang aku tidak tahu; Engkau Maha Mengetahui semua hal yang ghaib. Ya Allah jika Engkau mengetahui urusan itu terbaik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka tetapkanlah urusan tersebut untukku dan mudahkanlah untukku. Lalu berkahilah dia untukku. Sebaliknya Engakau Maha Tahu bahwa urusan ini buruk untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka jauhkanlah tersebut dariku. Dan jauhkanlah aku darinya. Tetapkanlah kebaikan untukku dimana saja berada, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya.”
Dita mengakhiri Doanya dalam sujud yang panjang sembari menitikkan air mata yang yang semakin deras. Dita merasakan sangat dekat dengan Rabbnya. Hingga Adzan Shubuh berkumandang Dita masih khusyuk dengan aduan pada Rabbnya. Dalam hatinya berkata “KU NANTIKAN KAU DI BATAS WAKTU”
Semoga dapat mengambil hikmah dari Kisah di atas^^
“Ukh… Tunggu ana ya” short massage service pagi-pagi muncul di layar HP Nokia, tersemat nama salah seorang aktivis ikhwan.
Dita sungguh kaget mendapatkan sms yang tidak wajar itu. Ikhwan itu memang sudah ia kenal karena berada dalam satu fakultas dan beberapa organisasi yang sama. Ya..ikhwan itu adalah ketua bidang kewirausahaan di salah satu organisasi di kampus. Ikhwan yang mempunyai semangat dakwah yang kuat dan selalu aktif juga dalam mensyiarkan Islam. Ikhwan ini juga yang diam-diam sempat membuat hati Dita kagum pada sosoknya dan masuk kriterianya sebagai pendamping hidup. Dengan hati yang penuh tanya dan dengan nada datar Dita menjawab pesan itu.
“Tunggu apa Akh? Ana kurang paham dengan sms antum”
“Pokoknya tunggu ana Ukh, InsyaAllah nanti anti akan tahu jika memang sudah waktunya.” Timpal Ikhwan itu
Gemuruh hati Dita mulai memuncak. Tanda tanya besar dengan jawaban ikhwan itu. Tak disangka dan Dita pun sulit mencerna apa maksud ikhwan itu. Beberapa saat Dita sempat hanyut dengan pikiran-pikiran yang dibuatnya. Untunglah Dita cepat tersadar lalu beristghfar dan memutuskan untuk mengakhiri sms itu.
“Oh..ya akh. Afwan ana sedang ada kerjaan. Iya di tunggu saja kabar dari antum. Afwan” Terkirimlah pesan penutup itu.
Dita masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Apa maksudnya? Tak bisa dipungkiri hati Dita yang notabenenya adalah seorang akhwat pastilah tersipu dengan isi sms itu. “Jika memang sudah waktunya” “Tunggu ana” hm… inilah yang menjadi pertanyaan. Dita mulai berpikir macam-macam dengan isi sms itu. Ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang sempat melayang di pikirannya. Apa iya tentang sebuah kesiapan menuju pelaminan atau hanya sekedar kesiapan dalam hal lain di organisasi misalnya, lalu tunggu, apakah ada info yang mengejutkan tentang kuliah, tentang beasiswa atau apa??? Dita hanya berguman sendiri sesaat setelah mendapat sms itu.
Tak ingin terbuai dengan kabar yang belum jelas itu, akhirnya Dita memutuskan mempersiapkan presentasinya untuk beberapa mata kuliah hari ini. Bergegas Dita mengambil draft yang telah di persiapkan lalu membuka netbook dan mulai mencari Power point presentasi yang ia buat semalam. Dita mencoba mengalihkan pada presentasinya.
Jam Dinding menunjukkan pukul 06.30. Suara teman sekamar Dita tiba-tiba menegurnya
“Ta, kamu gak mandi dulu? Udah setengah 7 ni. Kamu ada kelas setengah 8 kan?”
Cepat Dita melirik jam yang ada di Netbooknya dan terbelalak.
“Iya Wi… maksih ya udah diingatkan. Ku terlalu fokus ni sama bahan presentasi nanti” Sahut Dita
“Ya..udah sana mandi. Biar aku yang beresin kamar.” Tawar Dewi
“Ok..sip.. makasih ya Wi”
Tepat pukul 07.15 Dita selesai dengan persiapannya. Langkah tegap dengan tas punggung yang tampak berat siap ia gerakkan. “Assalamu’alaikum wi, Ku ke kampus dulu ya” teriaknya sambil jalan. Sepanjang jalan Dita membaca hand out presentasinya. Membaca kembali isi presentasi yang nanti akan dilakukannya di depan kelas.
*Hari sudah mulai senja. Dita baru saja keluar dari kelas. Hari ini hari yang melelahkan buatnya karena ada 9 SKS yang harus Ia lalui dengan beruntun. Adzan Ashar mengantarkannya keluar dari ruangan kelas dan langsung menuju Masjid kampus. Ia ingin segera membasuh wajahnya dengan air wudhu.
“Benar-benar hari ini menguras tenaga ku Wi, 9 SKS dengan mata kuliah full praktek.” Curhatan Dita ketika bertemu Dewi di tempat wudhu akhwat
“Tetap semangat Ta, udah cepat ambil wudhu. Ntar keburu iqomah. Ku duluan ya.” Sambil meninggalkan Dita di tempat wudhu menuju lantai 3 Masjid kampus.
Sholat Asharpun telah berakhir. Dita dan Dewi memutuskan untuk segera pulang ke kostn. Sore ini mereka tidak ada kegiatan di organisasi maupun di tempat lain. Mereka berdua turun dari tangga akhwat menuju serambi lantai 2 tempat ikhwan. Segerombolan ikhwan masih ngobrol di tangga-tangga. Entah apa yang mereka bicarakan yang pasti seperti kebiasan akhwat saja. Dita dan Dewi memberanikan diri lewat samping gerombolan ikhwan itu menuju tempat sepatu. Ketika mengambil sepatunya, Dita tak sengaja menangkap wajah seseorang yang saat itu juga tengah melihatnya. Ya..ikhwan itu adalah yang mengirim sms tadi pagi. Semburat senyum terlihat pada wajah ikhwan saat mereka saling melihat. Terpaksa dengan salah tingkah Dita membalas senyum itu ala kadarnya lalu kembali menunduk dan berjalan meletakkan sepatunya sebelum ia pakai. Tentu getaran yang luar biasa kala itu. Cepat-cepat Dita melangkah meninggalkan masjid tanpa menoleh lagi kemana-mana dan terus berdzikir. Dewi yang tidak sadar dengan perubahan sikap Dita hanya mengikutinya dari belakang.
Sesaat setelah sampai kost, HP Dita bergetar. Dikeluarkannya dari dalam saku roknya. Ternyata dari ikhwan itu lagi. Cepat-cepat Ia buka.
“Asslm.. Ukh, Afwan, kalau ada waktu bolehkah ana berbicara dengan anti?”
Dengan cepat kilat, Dita menekan tombol replay lalu mengetik huruf demi huruf.
“Wa’alaikumsalam. Berbicara mengenai apa akh? Kapan?”
“Lebih baik ana komunikasikan nanti saja saat kita bertemu. Untuk waktunya anti bisanya kapan? ana menyesuaikan. Oh..ya nanti anti ajak mahram anti ya.”
“Oh..iya akh. InsyaAllah ahad ba’da ashar ana kosong.”
“Baiklah. InsyaAllah ahad sore di masjid kampus saja ukh.”
“Iya. InsyaALLAH.”
Begitulah singkatnya. Dita mengiyakan pertemuan itu tanpa mengetahui apa yang sebenarnya akan dijadikan topik dalam pertemuannya nanti. Yang pasti Dita ingin tahu apa yang menjadi niatan ikhwan itu hingga mengajaknya bertemu. Sepanjang sore itu Dita tak bisa lepas dengan hal itu. Selalu timbul pertanyaan dan pertanyaan. Hari ini adalah hari kamis berarti dua hari lagi. Gumannya.
***
Hari yang telah ditentukanpun tiba. Ahad selepas ashar Dita menuju masjid kampus. Saat itu Ia baru saja selesai kegiatan bhakti sosial yang diselenggarakan salah satu organisasi yang Ia ikuti. Jam tangan menunjukkan pukul 15.00 dan saat itu Dita masih dalam perjalanan di angkot. Pikirnya pasti akan terlambat. Langsung Ia mengeluarkan HP dan meencari-cari nomor seseorang di kontak HP nya. Ia akan sms Dewi dulu yang sore itu akan menemaninya menemui ikhwan itu.
“Wi.. ku masih di perjalanan. Kayaknya jam empat baru sampai masjid. Kamu ke masjid dulu ya. Tunggu aku di masjid aja. Macet banget ini.”
Sending massage. Dan beralih pada kontak selanjutnya. Kontak ikhwan itu pilihannya.
“Afwan Akh, ana terlambat datang. Ana baru saja selesai kegiatan di luar. Ini baru menuju kampus. Kira-Kira jam empat baru sampai. Afwan terlambat.” Cepat Dita mengirimkan pesan itu.
“Iya Ukh, tak apa. Ana tunggu di Masjid saja”
Dewi saat itu sudah berada di Kampus menunggu datangnya Dita. Pukul 15.45 ternyata Dita sudah sampai Masjid Kampus. Bergegas Ia mengambil air wudhu dan Sholat Ashar di masjid lantai 3. Selepas sholat Ia mengambil HPnya kembali dan meng SMS Ikhwan itu.
“Antum dimana? Ana sudah di masjid.”
“Di serambi lantai 2 ukh, sebelah utara. Di sini saja ya. Ana tunggu.”
Dita beranjak dari duduknya dan mendekati Dewi yang sedang asyik tilawah Al-qur’an.
“Wi.. yuk.. ke bawah. Dia ada di serambi lantai 2.” (Sambil tetap berdiri dan menampakkan wajah tegang dengan nada suara yang sedikit bergetar)
“Sekarang Ta? Kamu jangan nerveous gitu ah.. kelihatan tau.” Dewi bernada meledek
Dita hanya diam tak berminat menanggapi candaan Dewi yang dari pagi tadi gencar Ia lakukan. Dita hanya tersenyum tipis dan kembali mengontrol dirinya agar tak kelihatan nerveos. Perlahan kedua akhwat itu turun dari tangga menuju tempat ikhwan dan temannya berada. Semakin grogi yang dirasakan Dita saat itu. Sesekali Dita memegang tangan karibnya. Dingin..terasa dingin. Untungnya Dewi adalah karib yang cekatan mengerti kondisi Dita yang memang baru pertama kalinya di ajak bertemu oleh seorang ikhwan.
“Banyak berdzikir Ta… Tenang dan tarik napas pelan-pelan. OK” Senyum manis tergambar dari wajah Dewi saat itu.
Semakin dekat dengan tempat ikhwan itu duduk. Ternyata mereka sedang asyik ngobrol hingga tak sadar akan kedatangan mereka berdua. Dengan terpatah-patah dan sekuat tenaga Dita mengawali dengan salam “Assalamu’alikum”. Kedua ikhwan itu sempat kaget dan terdiam sesaat.
“Oh..wa’alaikumsalam ukh. Silahkan duduk di sana saja.”
“Iya syukron.”
Dita dan Dewi perlahan-lahan duduk berjajar. Pandangan Dita tak sekalipun tertengok pada Ikhwan itu. Ditapun tak banyak bicara dan memang sengaja memilih diam terlebih dahulu. Sesaat semuanya diam dan hening. Perasaan yang campur aduk semakin di rasakan oleh Dita. Untungnya ada hijab yang membentengi mereka sehingga tak terlalu nampak wajah tegang Dita saat itu.
“Ehm..mungkin kita buka dulu saja ya.” Suara berat itu mencoba mengawali. “Assalamu’alaikum wr.wb”
“Wa’alaikumsalam wr.wb” Ketiganya menjawab serempak
“Baikkalah pertama Ana ucapkan Jazakallah atas kesediaan Ukhty Dita dan Ukhty Dewi untuk memenuhi undangan Ana. Afwan jika sudah menyita waktunya.Mungkin langsung saja pada pokok pembicaraan. Sebelumnya ana mau bertanya, Apakah Ukhty Dita sudah mengetahui apa yang akan Ana bicarakan? ”
Terkaget dengan pertanyaan itu. “E… belum Akh!” Singkat jawaban dari Dita karena memang Ia tak tahu apa yang akan di bicarakan.
“Oh..baiklah kalau Anti belum tahu. Sebelumya Ana meminta maaf dulu dengan apa yang akan Ana bicarakan ini.” Diam sesaat. Ntah apa yang dipikirkan. Mungkin saat itu sedang mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan pembicaraan. Dita semakin bergetar dan mencoba untuk tak henti-hentinya menyebut nama ALLAH.
“E.. jadi begini Ukhty. Ana ingin menyampaikan kalau Ana ingin ber Ta’aruf dengan Anti”
Bagai disambar petir hati Dita setelah mendengar kata Ta’aruf. Sekujur badannya menjadi lemas. Ada angin bahagia, terkejut dan juga kesedihan yang kala itu datang secara bersamaan.
“Iya..itu Ukh, Niatan dari Ana. Ya.. tentunya niatan ini suci. Ana anggap anti masuk ke dalam kriteria. Sekarang monggo Anti tanggapi dan mungkin langsung saja Ana menanyakan apakah bisa diteruskan atau tidak?”
Masih diam dan hanya diam saja. Dita kehabisan kata-kata untuk menanggapi niatan suci itu. Dewi yang melihat karibnya seperti itu langsung bereaksi memberikan sentuhan hangat di punggung Dita. Akhirnya Dita pun beranjak dari kebisuannya.
“Iya Akh. Sebelumya Ana ucapkan Jazakallah, antum sudah menyampaikan niatan tersebut. Sepakat jika antum menyebutnya sebagai niatan suci. Oh..ya apakah ana boleh minta waktu untuk menjawab pertanyaan antum tadi?”
“Lho..kenapa harus ada waktu Ukhty. Ini kan hanya proses ta’aruf. Semuanya masih bisa menolak Ukh. Sampai nanti pada tahap khitbah pun anti bisa menolaknya. Tidak ada ikatan kan dalam proses ini. Ana pikir tidak perlu waktu untuk memutuskan bisa lanjut atau tidak. Kalaupun tidak juga Ana siap menerimanya Ukhty.”
Semakin bingung Dita menanggapinya. Ia tak bisa memutuskan dengan secepat itu. Ia harus berpikir terlebih dahulu. Akhirnya Dita meminta waktu sebentar saja. Dita dan Dewi langsung meninggalkan tempat mereka berbicara.
Percakapan antara Dita dan Dewi terlihat sangat serius. Dewi mencoba memberikan support kepada Dita untuk mengambil jalan yang terbaik. Dewi memberikan masukan-masukan tentang siap tidaknya Dita jika menjalani proses tersebut. Sedangkan Dita berpikir hingga jauh ke depan. “Ta’aruf itu gerbang menuju pernikahan Wi. Dalam prosesnyapun tidak diperkenankan lama-lama hingga menuju proses pernikahan walaupun memang tidak ada aturan yang saklek sekali tentang tenggang waktu karena masalah waktu bisa disepakati bersama. Sedangkan aku belum sama sekali terpikir kearah sana. Berita ini membuat ku kaget dan tak menyangka sebelumnya. Aku masih harus berpikir bagaimana keluargaku, Ayah, Ibu dan adik-adikku. Lagi pula orang tua ku tidak mengizinkan aku untuk menikah secepatnya karena mereka sangat berharap pada ku untuk perekonomian keluargaku. Kalaupun kami nantinya bisa saling sepakat tapi apakah iya semuanya akan tahan terhadap godaan dan maksiat yang mungkin akan di jalani selama 4 tahun ke depan? ”
Begitulah singkatnya dialog antara mereka berdua hingga dengan mengucapkan BISMILLAH Dita sudah menetapkan keputusan final dalam hatinya. Entahlah keputusan yang diambil dalam waktu yang singkat itu akan berdampak apa. Akhirnya mereka kembali ke tempat semula. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, Dita memulai pembicaraan.
“Sebelumya afwan, Ana sudah mempunyai keputusan apakah bisa di lanjut atau tidaknya(Diam). Ana memutuskan untuk “TIDAK”.” Angin segar menembus celah-celah hatinya. Ia lantang dan terdengar mantap saat mengatakan TIDAK.
“Oh..baiklah ukhty” Suara ikhwan itu menjadi berat dan pelan. “Syukron atas tanggapannya. Afwan kalau boleh tahu apa alasanya Ukhty?”
“Sejujurnya ana belum berpikir hingga ke situ Akh dan Ana belum dapat restu dari orang tua serta banyak pertimbangan-pertimbangan yang lain yang Ana tidak bisa ungkapkan di sini. Afwan”
“Oh..iya Ukh. Kalau memang itu keputusan anti dan Ana pun juga tidak meminta lagi Ukh. Terpenting sekarang adalah ana sudah menyampaikan niatan ini ke anti. Ana juga takut dengan godaan-godaan syaithon jika hal ini tidak Ana komunikasikan karena memang niatan ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Dan Ana tidak menyangka jawaban anti akan seperti itu. Ya sudah Ukhty.. itu saja yang ingin ana sampaikan. Sekali lagi Jazakallahu atas waktu yang telah diluangkan. Ditutup saja dengan istighfar dan penutup majelis.”
Kedua ikhwan itu langsung berdiri dan beranjak pergi dari tempat itu. Dita dan Dewi tetap pada posisinya. Dita ingin menenangkan diri terlebih dahulu. Dita meminta kepada Dewi untuk menemaninya sesaat dan Ia mengungkapkan kebimbangan hatinya. Mengenai keputusan yang Ia ambil itu salah atau benar. Apakah tidak secara sepihak Ia memutuskan hal tersebut. Menyakitkan atau tidak dan lain-lain. Pikiran Dita jauh melayang-layang dengan segala kekhawatirannya. Dewi yang tahu kondisi karibnya sedang labil memilih menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Dewi membiarkan Dita berbicara panjang dan lebar, tak pernah sekalipun Dewi memotong pembicaraan Dita. Ketika Dita menyadari bahwa hari semakin petang barulah Dita mengakhiri celotehannya. Di saat itulah Dewi memberikan sebuah respon atau lebih tepatnya penguatan kepada Dita.
“Ta… Benar atau salahnya keputusan yang kita ambil dalam hidup ini hanya ALLAH yang tahu. Kita sebagai hambaNYA hanya bisa ikhtiar sembari berdoa. Sepantasnya kita menyerahkan semuanya pada Rabb kita. Allah ingin kamu merasakan fase hikmah sebelum datang KEYAKINAN yang sesungguhnya.” Lembut suara Dewi sehingga seketika itu juga Dita meneteskan air mata dan langsung memeluk erat-erat karibnya.
“Jazakillah ya Wi…Sebenarnya berat harus memikul amanah ini Wi. Tapi ku anak sulung yang harus kuat dihadapan adik-adikku dan juga kedua orang tuaku. Tak tahu pengorbanan untuk menunda yang sebenarnya menjadi keinginanku juga apakah keputusan yang baik atau tidak ku serahkan semua pada Allah. Nantinya aku tak mau membebani semuanya.” (Ucap Dita yang semakin lemas)
***
Dita masih dalam buaian renungan yang dalam. sekarang sudah pukul 03.00 tapi mata Dita juga belum bisa terpejamkan. Netbooknya masih menyala dan alunan nasyid masih setia menemani kegalauan Dita. Alarm HPnya berbunyi seketika membuat Dita tersadar. Sudah saatnya Qiyamul Lail. Tanpa berpikir panjang Dita bergegas mengambil air wudhu, menyegarkan badannya dengan dinginnya air. Sajadah Ia bentangkan, Mukena Ia pakai dan menarik napas dalam untuk menenangkan diri. Berniat untuk mengadu pada Sang Khalik atas segala kegalauan yang sedang Ia rasakan itu.
“Ya..Rabb.. Hamba mohon ampun atas segala Dosa yang telah hamba lakukan. Hamba lemah ya Rabb tanpaMU. Hamba mohon Ampunilah diri ini.”
“Allohumma inni astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudrotika wa as-aluka ming Fadhlikal ‘azhiim, Fa innaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa a’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allohuma ing kunta ta’lamu anna haadzal amro khoirul lii fii diinii wa ma’aasyii wa’aaqibati amrii. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amro syarrul lii fii diinii wa ma’ aasyii wa ‘aaqibati amrii fashrifhu ‘annii washrifuu ‘anhu, waqdur liyal khoiro haitsu kaana tsumma ardhinii bih”
“Ya Alloh sesungguhnya aku memohon pada MU kiranya Engkau berkenan menetapkan pilihan yang terbaik untukku berdasarkan ilmu MU; memohon kepada MU kemampuan untuk bisa meraihnya dengan kekuasaanMU; dan memohon kepada MU agar aku memperoleh karunia yang agung. Sebab sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa, sedang aku tidak berkuasa; Engkau Maha Tahu sedang aku tidak tahu; Engkau Maha Mengetahui semua hal yang ghaib. Ya Allah jika Engkau mengetahui urusan itu terbaik untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka tetapkanlah urusan tersebut untukku dan mudahkanlah untukku. Lalu berkahilah dia untukku. Sebaliknya Engakau Maha Tahu bahwa urusan ini buruk untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka jauhkanlah tersebut dariku. Dan jauhkanlah aku darinya. Tetapkanlah kebaikan untukku dimana saja berada, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya.”
Dita mengakhiri Doanya dalam sujud yang panjang sembari menitikkan air mata yang yang semakin deras. Dita merasakan sangat dekat dengan Rabbnya. Hingga Adzan Shubuh berkumandang Dita masih khusyuk dengan aduan pada Rabbnya. Dalam hatinya berkata “KU NANTIKAN KAU DI BATAS WAKTU”
Semoga dapat mengambil hikmah dari Kisah di atas^^
PROFIL PENULIS
Dhelta Wilis Sam Prabawati, Mahasiwa D4 Jurusan Kesejahteraan sosial di Kampus Peradaban Bandung. Anak sulung dari 4 bersaudara, Kota asal Ngawi Jawa Timur. Penulis baru memulai mengembangkan bakatnya di bidang penulisan. Terimakasih penulis ucapkan pada kedua orang tua ku dan adik-adik ku tersayang. Juga pada teman-teman yang selalu memberikan motivasi untuk menulis. No Hp 085720847118; email : Azq_wilisstks@ymail.com. Hamasah.. Allah tujuan kita ^^
Baca juga Cerpen Islam yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar