Selasa, 10 Juli 2012

Cerpen Cinta Remaja - Sebatas Sahabat

SEBATAS SAHABAT
Karya Novi Viana

Cinta itu tumbuh dari mata dan turun kehati. Cinta itu juga sesuatu yang misterius, tak ada yang tahu kapan datangnya cinta itu dan tak ada yang tahu pula kapan perginya cinta itu, menghancurkan segala harapan dan impian seseorang.
Begitu juga sama halnya yang dirasakan oleh seorang perempuan yang bernama Dhinie Riewanti. Yang biasa dipanggil Dhinie. Dalam dirinya Dhinie tidak mengerti apa yang sedang ia rasakan saat ini.
******

Pada awalnya, teman Dhinie bermaksud minta tolong kepada Dhinie untuk menemani dirinya bertemu dengan seorang lelaki atau lebih tepatnya kekasihnya.
“Dhinie” teriak seorang temannya dari kejauhan. Dhinie yang lagi bengong sendirian ditaman dekat rumahnya, tiba-tiba terkejut setelah mendengar seseorang memanggil namanya. Dia berusaha mengingat siapa pemilik suara tersebut dan dia mencari dari mana asalnya suara itu.

Rupanya yang memanggil dirinya ialah Hanna, teman sekelasnya dan Dhinie segera melambaikan tangannya kepada Hanna dan bermaksud menyuruh Hanna mendekat kepadanya.
“Hanna!” sahut Dhinie sambil melambai-lambaikan tangannya dan menyuruh mendekat.
“Ngapain lu disini, sendirian lagi?” Tanya Hanna sambil mengatur nafas, setelah berlari menghampiri Dhinie.
“Hemppp, gak papa kok. Gue lagi santai dan pengen sendiri aja.”
“Lu sendiri ngapain kesini?” sambung Dhinie.
“Gak, gue Cuma mau minta tolong doank ama lu.”
“Minta tolong apaan sih,Han?” jawab Dhinie yang penasaran.
“Lu bisa temenin gue ketemu Ryan gak? Dia itu cowok gue.”
“Hah, ketemu cowok lu? Apa gak salah denger nih gue.” Kata Dhinie heran.
“Gak kok, lu gak salah denger sama sekali.”
“Ah, ogah ah gue. Lu kan bisa sendiri.” Tolaknya.
“Gue mohon, please. Mau ya?”
“Emmm… ya gimana ya? Males ah gue.” Kata Dhinie cuek seraya memalingkan wajahnya kearah lain.
“Kali ini aja. Ya ya ya mau ya.!” Maksa dengan tampang yang memelas.
“Hemppp, ya udah deh. Kapan?” akhirnya Dhinie mengiyakan permintaan Hanna.
“Minggu depan. Ya iyalah sekarang.” Ucap Hanna sambil tertawa cekikikan.
“Oh, ya udah deh. Gue pulang dulu mau ganti baju. Lu ikut kerumah gue atau lu nunggu disini aja?” Tanya Dhinie
“Oke. Lu baik deh ama gue, hehe. Gue ikut aja deh dari pada gue nunggu sendirian disini.”
“Ayo.!!!” Seru Dhinie.
******

Sesampainya ditempat tujuan yang terletak di Taman Kota, Dhinie dan Hanna duduk menunggu cowoknya Hanna. Dan tak lama kemudian Ryan pun datang bersama seorang temannya.

“Hai.!!” Sapa Hanna.
“Hai.. Udah lama kamu nunggu disini?” Tanya Ryan, cowoknya Hanna.
“Gak kok,Yan. Baru juga kok.” Jawab Hanna.
“Oh, kirain udah lama.”
“Yan, kenalin nih. Ini Dhinie temen aku.” Kata Hanna sambil memandang kearah Dhinie.
“Ryan.” Kata Ryan pada Dhinie sambil mengulurkan tangan bermaksud untuk berjabat tangan.
“O iya, Na, Dhin. Kenalin nih temen akun namanya Septian.” Ujar Ryan sambil memperkenalkan Septian.
“Septian.” Ujar Septian sembari memperkenalkan diri kepada kedua cewek yabg berada di hadapannya.

Seusai mereka berkenalan, mereka duduk berempat dibangku Taman Kota sambil menikmati suasana sore hari. Kebetulan cuacanya tersebut gak terlalu panas. Disaat semuanya tengah asyik berbincang-bincang, Dhinie dengan seriusnya menatap wajah Septian yang hitam manis itu dengan perasaan yang tidak karuan. Dipandangnya wajah Septian terus menerus dan dilihatnya senyum yang mengembang dibibir lelaki itu,semakin membuat perasaan Dhinie tidak karuan.
******

Seusai pembicaraan mereka, Dhnie pun pamit dengan Hanna, Ryan dan septian untuk pulang lebih dulu. Masalahnya ada tugas yang harus dia selesaikan dirumah.
“Guys. . . gue pulang duluan yah. Ada masalah yang harus gue selesain dirumah nih.!” Ujar Dhnie minta izin pada mereka.
“Kok buru-buru amat sih,Dhin? Penting banget yah?” Tanya Septian.
“I…iya nih” jawab Dhnie gelagapan.
“Oh, ya udah. Ntar kapan-kapan kita ngumpul lagi yah.!” Timpal Hanna.
“Oke. Maaf yah gue duluan.”
“Iya gak papa kok” ucap Ryan.
“Bye. . . sampai ketemu lagi, Guys.!”
“Bye. . . !” ucap mereka bertiga bersamaan.
“Hati-hati ya.!” Lanjut Septian.

Dhinie hanya mengangguk mengiyakan perkataan yang diucapkan oleh Septian, kemudian Dhinie hanya senyum-senyum sendiri dan berlalu pergi meninggalkan mereka bertiga.
******

Hampir setiap malam Dhinie selalu mengingat sosok Septian yang selalu hadir di dalam pikirannya. Dia tak tau apa yang sedang dirasakannya saat ini. Setelah bertemu Septian, Dhinie merasa ada sesuatu yang lain terjadi pada dirinya. Entahlah, dia sendiri pun masih belum bisa mengerti. Apakah yang dia rasakan adalah cinta. Cinta pada pandangan pertama kepada seorang Septian yang baru dikenalnya sejak dua hari yang lalu.
“Bodoh, ngapain gue harus mengingat lu, kenapa sih bayangan lu selalu hadir dalam benak gue. Gue lagi belajar inget lu, gue lagi makan inget lu juga. Pokoknya setiap apapun yang gue lakuin pasti selalu inget diri lu. Kenapa sih diri gue, apa mungkin gue suka ama lu? Ah, gak mungkin banget.” Gumamnya dalam hati sambil mengingat-ingat wajah manisnya septian.
******

Hari demi hari berlalu, Dhinie sekarang lebih dekat sama Septian. Hampir tiap hari mereka selalu bertemu untuk sekedar ngobrol atau jalan-jalan.
Suatu ketika disaat mereka tengah asyik menikmati jalan-jalan sore, mereka bertemu Mahda. Mahda adalah teman dekat Dhinie yang mempunyai nama lengkap Mahda Pratiwie. Mahda terkenal dengan sikapnya yang cuek dan bawel tapi asyik. Dhinie pun menyapa Mahda lebih dahulu dan memperkenalkan Septian kepada Mahda. Saat itu Mahda memang lagi sendirian.
“Hai, Da. Pa kabar lu sekarang?” sapa Dhinie lebih dahulu.
“Hai..! kabar gue baik-baik aja kok, lu sendiri bagaimana?” jelas Mahda dengan gaya cueknya.
“Hemmm,, yah begitulah. Baik nggak, buruk juga nggak, hehe.!”

Mahda hanya nyengir ngeliat sikap temannya itu,yang gak berubah dari saat dikenalnya dulu.
“O iya, Da. Kenalin nih temen gue namanya Septian.” Sambung Dhinie dan melirik kearah Septian sambil mencubit tangannya. Septian yang dari tadi melongo, sibuk memandang wajah Mahda, terkejut ketika Dhinie mencubit tangannya dan menjerit kesakitan.
“Aduh, apa-apaan sih lu, cubit-cubit tangan gue, sakit tau.!” Septian meninggikan suaranya saat menatap wajah Dhinie berusaha menahan sakit.
“Hehe, sorry… sengaja.!” Dhinie menjawab sambil tertawa cekikikan.
“Habisnya lu juga sih, gue lagi ngenalin lu sama Mahda, eh. . . lu nya malah bengong ngeliatin muka Mahda. Kayak gak pernah liat cewek aja lu.” Sindir Dhinie sambil mencibir.

Mahda yang sedari tadi menyaksikan mereka berdua bertengkar, ikut tertawa melihat tingkah Septian.
“Septian.” Mulai Septian pada Mahda dan mengulurkan tangannya ke hadapan Mahda.
“Mahda.” Ucap Mahda sambil menyambut uluran tangan dari Septian.
******

Tak terasa waktu sudah menjelang senja, mereka bertiga pun lupa akan waktu, karena terlalu asyik ngobrol-ngobrol menceritakan tentang sekolah mereka pada Septian dan juga sebaliknya, dan mereka bertiga pun memutuskan untuk segera pulang mengingat waktunya sudah hampir malam.

Setahun sudah lamanya Dhinie menyukai dia. Saat itu Dhinie masih duduk dikelas 3 SMP dan sekarang Dhinie sudah duduk dikelas 10 tepatnya kelasnya 1 SMA. Tetapi Dhinie sampai saat ini hanya bisa menjadi sahabatnya, tak lebih dari sekedar sahabat. Dan dia yang dimaksud ialah Septian.

Suatu saat Septian bercerita kepada Dhinie tentang dirinya yang menyukai seorang teman dekat Dhinie yang bernama Mahda.
“Dhin, menurut lu, gue cocok gak dengan Mahda? Temen dekat lu itu.” Tanya Septian.
“Hemppp, maksud lu apa?” sambil memandang Septian penuh tanya.
“Gini lho. Gue kayaknya suka deh ama temen lu Mahda itu. Gue juga gak tau kenapa. Mungkin karena dia baik, perhatian ama gue. Makanya gue tanya ama lu, gimana gue pantes gak jadian ama dia?” jelas Septian.
“Kalo menurut gue sih, semua itu terserah pada diri lu aja. Tapi sebaiknya jangan deh. Dia itu tak sebaik yang lu kira, Septian.” Jelas Dhinie yang saat itu Jealous.
“Apa maksud kata-kata lu barusan?” Tanya Septian dengan nada sinis.
“Gak, gue cuma mau bilang dia itu tak sebaik yang lu pikirkan saat ini.”
“Oh.” Jawab Septian ketus “Terus?” sambungnya.
“Yah…. Itu sih terserah lu aja mau dengerin atau gak. Toh juga lu yang jalanin semuanya, bukan gue.” Jawab Dhinie kesal dan pergi berlalu ninggalin Septian.
******

Dhinie sangat kecewa setelah mengetahui semua hal itu. Memang Dhinie dan Septian sangat dekat, saking dekatnya seluk beluk kisah cinta, keluarga, sampai semua masalah pribadi Septian dia mengetahuinya. Dan juga Septian sering bercerita tentang perasaannya ke Mahda pada Dhinie.
Dhinie senang, bisa menjadi tempat curhat (Curahan Hati) Septian. Setidaknya Septian dan Dhinie sering bertemu karena itu. Tetapi saat ini Dhinie dan septian mempunyai sedikit kesalahpahaman saat Septian meminta pendapat kepada Dhinie tentang Mahda. Hanya karena Dhinie salah bicara dan Septian salah menanggapi atau mengartikan perkataan Dhinie. Maksud perkataan Dhinie saat itu, Dhinie hanya ingin membuat Septian itu tau siapa diri Mahda yang sebenarnya, yang sangat disukai septian. Tetapi dipikiran Septian, Dhinie hanya ingin menjelekkan dan menjatuhkan Mahda didepan Septian.
Mulai saat itu lah hubungan persahabatan Dhinie dan Septian sudah tidak lagi seperti dulu. Sekarang mereka tidak saling menegur dan jarang sekali bertemu.
‘KECEWA’. Hanya kata itu yang bisa Dhinie katakan saat ini. Dalam hatinya dia berkata,
“Betapa bodohnya gue ini, kenapa gue harus ikut campur urusan pribadinya,masalah hatinya. Coba saja waktu itu gue gak bilang apa-apa dan gue gak ikut campur urusannya. Mungkin semuanya gak akan jadi seperti sekarang ini.”
Dhinie sangat menyesali semua perbuatan dan perkataannya didepan Septian. Dia hanya bisa menangis dan terus menangis tanpa dia tahu apa yang akan dilakukannya agar sahabat yang disukainya itu berhenti marah dan salah paham padanya.
******

Seminggu telah berlalu, Dhinie merasa sudah seperti setahun lamanya. Menurut gossip yang tengah beredar disekolah, Dhinie mendengar bahwa Septian dan Mahda sudah berpacaran.
“Eh, Dhin. Udah tau belum lu gossip yang lagi hangat-hangatnya ini?” celetuk satu orang temannya ketika menghampiri Dhinie yang lagi asyik baca sebuah Novel yang berjudul “Seperti Bintang” didalam kelas.
“Memangnya gossip apaan?” jawab Dhinie dengan polosnya.
“Masa sih lu gak tau,kan lu temen deketnya Mahda.” Ucap temennya.
“Apa?” Tanya Dhinie singkat.
“Mahda jadian ama Septian dari seminggu yang lalu.” Jelas temannya.
“Ouh… gitu yah…” jawab Dhinie yang berusaha menutupi hatinya yang sakit ketika tau tentang hubungan mereka.
******

Didepan mereka berdua (Septian dan Mahda), Dhinie bersikap santai dan tenang mendengar gossip tentang hubungan mereka itu seolah tak ada apa-apa yang terjadi. Tetapi mana ada yang tau jika hati dhinie seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, sangat sakit rasanya.
“Andai aja lu tau isi hati gue yang sebenarnya,Septian. Mungkin gue gak akan merasakan sakit yang seperti ini. Sungguh ini memang sangat menyiksa batin gue, melihat lu bahagia bersama wanita lain, selain diri gue. Seharusnya dulu gue gak ngenalin lu ke Mahda,setelah lu kenal Mahda lu berubah banget sama gue, gak kayak dulu lagi. Tapi apa boleh buat lu lebih milih dia ketimbang gue, gue nyesel ngenalin lu berdua…!!!” Batin Dhinie dan tak terasa Dhinie pun meneteskan air mata.
******

Malam harinya, Septian menghubungi Dhinie melalui pesan (sms). Dia bilang dia ingin bertemu dengan Dhinie ditempat biasa, ditaman dekat rumah.

Setelah bertemu pada malam itu, Dhinie hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Dhinie. Dan sampai pada akhirnya, Septian lah yang memulai cerita, lebih tepatnya dia curhat lagi sama Dhinie. Dia kembali menceritakan semua tentang hubungannya dengan Mahda yang berjalan dalam seminggu ini.
“Hempp, Dhin. Gue pengen cerita nih sama lu. Gue seneng deh punya pacar kayak mahda. Walaupun dia orangnya terkesan cuek tapi sebenarnya mahda itu perhatian banget sama gue. Yah… Gimana yah… namanya juga lgi dimabuk cinta… hehe.” Septian bercerita,sambil tersenyum-senyum bahagia dan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Dhinie hanya ingin menjadi pendengar yang baik, tanpa mau dia memberi komentar atau semacamnya pada Septian. Dia tak ingin kejadian yang sama terulang lagi pada dirinya.
Dhinie senang bisa melihat orang yang sangat disukainya itu tersenyum ceria walaupun dirinya sendiri yang harus terluka. Belum pernah Dhinie melihat seorang Septian mencintai sesosok seorang wanita sampai segitunya. Dhinie tersenyum seketika melihat dia bercerita semua tentang hubungannya dengan Mahda. Temen dekatnya itu.

Tak henti-hentinya Dhinie pun terus memandangi wajah septian.
“Septian, andai aja lu tau, gue bener-bener suka sama lu, gue ingin melihat senyum lu ini untuk selamanya.” Ucap Dhinie dalam hati ketika melihat Septian tersenyum.
******

Sebetulnya Dhinie kesal karena Septian sekarang telah bersama Mahda. Ternyata salah satu teori Dhinie tentang cinta itu tidak mudah untuk dijalani.
Cinta itu bahagia melihat orang yang kita cintai bahagia…

Pada kenyataannya, sulit sekali untuk berbahagia atas kebahagiaan seseorang yang sudah dari awal pertemuan ia cintai. Ya… Dhinie sudah lama menaruh hati pada Septian. Tapi, rasa itu sulit diungkapkan. Rasa itu hanya mudah untuk diperlihatkan. Meski mata Septian tidak pernah terbuka untuk melihat rasa yang sudah lama Dhinie pendam.

Gue sayang banget sama Septian.
Rasanya sakit ngeliat dia sekarang sama Mahda.
Gue kan sayang dia dari dulu.

Tapi…
Apa bener sih gue sayang ama Septian?
Kenapa gue susah banget ngerasa bahagia melihat Septian bahagia bersama Mahda?

Gue belum pernah ngeliat dia bahagia seperti sekarang. Kalau gue emang bener-bener sayang sama Septian, seharusnya gue juga bahagia, kan. Ngeliat dia sama Mahda.

Dhinie gelisah. Gelisah dengan pikiran yang selama ini berperang dalam hatinya. Banyak pertanyaan berkeliaran tanpa ada jawaban yang membuatnya tenang. Sekarang semuanya terasa sangat berbeda.
******

Sebenarnya Septian sudah lama mengetahui bahwa dhinie menyukai dirinya, tetapi septian tidak pernah memberi komentar sedikitpun tentang hal itu, baginya Dhinie hanyalah sebatas Sahabat, tidak lebih dari itu.
Dua bulan sudah berlalu, tak ada masalah apapun antara Septian dan Mahda. Dhinie masih bisa melihat senyuman yang selalu tertera diwajah Septian. Tapi suatu ketika, Dhinie melihat dengan mata kepalanya sendiri, septian menangis didepan matanya. Septian pun memeluk Dhinie dengan tiba-tiba, pelukannya terasa sangat dingin, Dhinie pun bisa merasakannya. Bahwa hatinya sedang gundah dan kecewa. Dhinie menanyakan pada Septian secara perlahan-lahan apa yang sebenarnya telah terjadi, sambil menenangkan Septian yang menangis.
Dhinie mengajak Septian duduk ditaman yang tak jauh dari rumah Septian. Septian pun menceritakan semua masalahnya perlahan, air mata Dhinie pun jatuh seketika. Dhinie tak pernah menyangka akan melihat Septian menangis seperti ini, biasanya Dhinie lah yang selalu menangis karena Septian. Tapi kali ini keadaannya terbalik. Septian menangis karena wanita yang dia cintai, Mahda penyebabnya.
“Ada apa? Apa yang telah terjadi?” Dhinie bertanya dengan sangat lembut sembari menepuk pelan punggung Septian. Tapi bukannya menjawab, Septian malah semakin terisak dipelukan Dhinie. Dhinie yang sejak dulu sudah menyukai septian hanya bisa diam melihat kelakuan sahabatnya. Dhinie mengelus punggung septian seraya berkata…
“Ceritakanlah pada gue pelan-pelan, apa yang telah terjadi?”

Septian melepaskan pelukannya, lalu menatap Dhinie yang masih heran dengan sikapnya. Dhinie menatap Septian nanar. Lalu pelan-pelan menyuruhnya duduk, Dhinie membiarkan Septian hanya diam untuk menenangkan dirinya sejenak. Sesekali Dhinie melirik kearah septian yang masih termenung. Hingga akhirnya Septian angkat bicara.
“Mahda, Dhin….!!!” Septian menggantung kata-katanya.
“Iya, ada apa dengan Mahda?” Tanya Dhinie karena penasaran.
“Mahda selingkuh.” Setelah menjawab pertabyaan Dhinie, Septian tidak bisa menahan air matanya dan Septian pun menangis kembali.
“Apa benar yang lu katakan itu?” Tanya Dhinie yang tersentak kaget.
“Iya. Mahda selingkuh dengan teman deket gue.” Jawab Septian pelan.
“Siapa?”
“Itu si Patra, tega banget Patra ngerebut Mahda dari gue. Gak nyangka gue, Patra kayak gitu. Temen makan temen.”
“Ya sudah, lu yang sabar yah.!!” Ucap Dhinie sambil mengelus punggung Septian.
“Harusnya gue denger omongan lu tentang mahda waktu itu, Dhin.” Jawab septian yang kini merasa bersalah.
“Udah.. gak papa kok. Yang lalu biarlah berlalu.”

Septian hanya menganggukkan kepalanya dan tanpa Dhinie sadari Septian kembali menangis.
******

Ternyata Mahda selingkuh dengan teman dekat septian yaitu Patra. Patra itu juga berteman dengan Dhinie tetapi tidak sedekat Septian dengan Patra. Patra juga tinggal satu komplek dengan Septian.
Empat hari berikutnya, Septian memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Mahda, dan Septian merelakan Mahda untuk Patra. Mulai saat itu hanya kesedihan yang bisa Dhinie lihat dari raut wajah Septian. Tak ada lagi senyum manis septian yang terlihat. Dhinie merasa kecewa dengan sikap Mahda, Dhinie tidak bisa terima bahwa Mahda menyakiti perasaan Septian.
Suatu ketika Patra menghubungi Dhinie, melalui sms. Patra berkata ingin membuat Septian menjauh dari Mahda, Dhinie tau maksud Patra. Patra cemburu karena Mahda dan Septian masih sering berhubungan melalui sms ataupun telepon.
Dhinie sudah sering memperingati Septian untuk menjauhi Mahda, tetapi Septian tidak pernah menghiraukan semua perkataan Dhinie. Dan pada akhirnya Dhinie bingung sendiri, apa yang harus ia lakukan lagi untuk membuat Septian melupakan Mahda.
******

Pada malam minggu, Dhinie mengajak Septian untuk bertemu ditaman dekat rumah Septian. Bermaksud untuk mengutarakan semua isi hatinya kepada Septian karena Dhinie merasa sudah tidak sanggup lagi menahan perasaan itu.
Dhinie yang sudah lama menunggu Septian, akhirnya lelaki yang sangat ia cintai itu datang juga menghampirinya.
“Hai, Dhin.!!”
“Hai.! Lama banget sih lu?” ucap Dhinie sambil menatapnya tajam.
“Sorry, tadi gue ada perlu sebentar.” Jelas Septian.
“Oh, perlu apa emangnya?” Tanya Dhinie dengan penuh selidik.
“Ah, gak papa kok. Udahlah lupain ajah. Btw, ada apa nih lu nyuruh gue kesini?” ucap Septian dengan gaya santainya dan wajah tidak berdosa.
“Tau ah, gak jadi.!” Jawab Dhinie ketus.
“Yaelah nih anak. Masa gitu aja ngambek sih. Kayak anak kecil tau.” Ujar Septian.
“Biarin. Suka-suka gue dong.!”
“Udah dong. Jangan ngambek kayak gitu. Ntar cepek tua lho.” Ejek Septian.
“Biarin. Yang tua kan gue, bukan lu. Masalah buat lu?” jawab Dhinie ketus.
“Yee, susah banget sih ngebujuk lu.” Ucap Septian setengah putus asa.
“Kenapa emang?”
“Gak. Gak seru aja. Masa ngambek sih kan gue udah ada disini. Udahan dong ngambeknya, please.!” Pinta Septian dengan wajah yang memelas. (kayak orang belum dikasih makan. J #Plak)
“……” Dhinie masih diam belum mau menjawab kata-kata yang dilontarkan Septian.
“Ya udah deh kalo lu masih ngambek, gue pulang aja.” Ancam Septian pada Dhinie.
“Eh jangan pulang dong, gue kan belum ngomong.” Jawab Dhinie berusaha menahannya dan Septian tersenyum merasa menang.
“Habisnya lu juga sih pake acara ngambek-ngambek segala sama gue.” Jelasnya.
“Iya-iya deh, gue gak ngambek lagi, huhh…!!!” Dhinie mendengus kesal karena ia harus mengalah demi Septian.
“Nah gitu dong, itu baru namanya sahabat gue.” Rayu Septian sambil merangkul Dhinie.
“Iya, iya ah. Bawel banget sih, kayak cewek aja lu.” Celetuk Dhinie.
“Hehehe.” Septian hanya bisa tertawa cekikikan mendengar ucapan Dhinie.
“Ketawa malah… ngambek lagi nih gue ama lu.!” Ancam Dhinie sambil mendengus kesal.
“Eh, jangan dong cape tau.” Pinta Septian agar Dhinie jangan ngambek lagi.
“Makanya jangan ketawa.!” Ucap Dhinie sambil mencibir Septian.
“Ya sudah . jadi maksud lu nyuruh gue kesini apa, sahabatku yang manis dan baik hati.?” Septian kembali merayu Dhinie.
“Biasa aja kali, gak usah muji-muji gue kayak gitu. Basi tau gak lu.” Ujar Dhinie sambil nimpuk kepala Septian dengan buku novel.
“Aduhh… sakit Dhin. Emang nyata nya kayak gitu, mau gimana lagi.” Jelas Septian.
“Hempp..!!! sebenanya gue nyuruh lu temuin gue tuh, gue mau ngomong sesuatu ama lu, Septian.”
“Ngomong apaan? Ngomong aja.” Sahut Septian.
“Gue… gue sebenarnya suka dan sayang banget ama lu, gue gak bisa ngelupain lu, hampir tiap malam gue kepikiran lu terus. Gue gak bisa terus-terusan nyembunyiin perasaan gue ini ke lu. Yang ada gue tambah sakit kayak gini. Apa lu gak bisa ngertiin perasaan gue, sedikit aja.?” Dhinie mengatakan semua isi hatinya pada Septian dengan mata yang mulai berkaca-kaca dan suara yang gemetar.
“Kenapa lu ngomong gitu, Dhin. Gue juga sayang ama lu.” Septian meyakinkan Dhinie.
“Tapi kenapa lu gak pernah ngerespon sedikit pun tentang perasaan gue ke lu? Kenapa?” Dhinie berusaha menahan air matanya,namun usaha itu sia-sia. Akhirnya Dhinie meneteskan air matanya.
“Gue juga sayang ama lu kok,Dhin. Udah yah sayang nangisnya, jelek tau.” Septian berusaha nenangin Dhinie dan memeluk Dhinie.
“Lu serius sayang ama gue?” tanya Dhinie gak percaya.
“Iya… lu mau gak jadi cewek gue?” Dhinie terkejut mendengar kata-kata yang barusan diucapkan Septian dan Dhinie langsung melepaskan pelukan Septian. Tanpa mikir panjang lagi Dhinie pun mengiyakan pertanyaan Septian.
“I..iya. gue mau kok jadi cewek lu.” Jawab Dhinie sambil tersenyum dan kembali memeluk Septian. Septian pun membalaspelukannya.
“Love you,Dhin.” Ucap Septian sambil mencium kening Dhinie.
“Love you too.” Balas Dhinie.

Malam itu menjadi malam yang bahagia. Dhinie takkan melupakan kejadian seperti ini. Dimana Septian akhirnya menjadi miliknya.
******

Satu minggu sudah lamanya Septian dan Dhinie berpacaran. Hubungan mereka sampai saat ini masih baik-baik saja. Malam inilah malam minggu pertama Septian berdua dengan Dhinie, yang sekarang telah memiliki hubungan special. Mereka berdua jalan-jalan sambil berkeliling kota Banjarmasin, setelah puas berkeliling mereka singgah di warung pinggir jalan hanya untuk menikmati jagung bakar bersama. Kebetulan saat ini langit malam sangat cerah. Bulan purnama terlihat sangat indah dari bumi. Di tambah dengan taburan berjuta-juta bintang yangmenambah indah malam itu. Dhinie dan Septian mendongak kelangit untuk melihat suatu kenampakan yang sangat indah. Dhinie menatap Septian sekilas,lalu tanpa sadar Dhinie menyandarkan kepalanya dibahu Septian.
“Septian, tumben kamu ngajak aku jalan malam kayak gini. Biasanya kamu gak seneng jalan malam.”

Mendengar ucapan Dhinie, Septian pun tersentak.
“Kamu gak mau jalan ama aku ya?” Tanya Septian lirih sambil menatap Dhinie.
“Hemppp, bukan gitu saying. Ya… tumben aja. Biasanya kan kamu ngajak aku jalan paling gak sore.” Jelas Dhinie.
“Kamu mau tau alasannya?” Tanya Septian.
“Iya.” Kata Dhinie sambil menganggukan kepalanya.
“Aku hanya ingin bersama kamu dan menghabiskan malam minggu berdua. Cuma sama kamu,Dhin.” Septian menggenggam tangan Dhinie seolah tak mau melepaskan tangan mungil milik Dhinie.
“Iya, iya sayang aku ngerti kok maksud kamu.”
“Dhinie pun melepaskan pegangan tangan Septian dan memandang kearah langit sambil merapatkan jaketnya.
“Kamu kedinginan ya? Pake jaket aku aja,yah.!” Kata Septian. Dia hendak melepas jaketnya tapi kali ini dicegah oleh Dhinie.
“Jangan. Nanti kamu lagi yang kedinginan. Aku gak terlalu kedinginan kok. Kan aku udah pake jaket.” Balas Dhinie. Tetapi tubuh Dhinie yang menggigil terlihat sangat jelas kalo Dhinie sedang kedinginan.
“Gak papa sayang. Aku udah biasa.” Paksa Septian. Septian pun memakaikan jaketnya pada Dhinie.
“Kamu bener gak papa? Ntar kamu sakit.” Tanya Dhinie khawatir.
“Nggak. Kamu tenang aja, coba lihat tubuh aku, aku gak menggigil kayak kamu.” Jawab Septian dengan senyum manisnya.

Untunglah dibalik jaketnya Septian memakai kemeja lengan panjang dan didalamnya dilapisi T-shirt, sehingga badannya bisa menahan hawa dingin tersebut.
“Kita jalan lagi yuk.” Ajak Dhinie.
“Hempppp…..”
“Ayo dong.” Rengek Dhinie.

Septian memandang wajah Dhinie yang memasang tampang memelas. Karena tidak tega melihat wajah Dhinie, akhirnya Septian pun mengangguk.
“Asyikkk… yuk.!” Seru Dhinie.
“Ntar dulu. Abisin dulu jagungnya, sayang kan…” ucap Septian.
“Iya, iya.” Jawab Dhinie sambil mengangguk.
******

Hari-hari berlalu saat kejadian malam minggu itu. Dhinie tentu masih mengingat adegan romantisnya bersama Septian. Dhinie lalu mengambil hp dan menatap layar ponselnya. Tidak ada sms dari Septian… gumammya dalam hati. Memang sudah beberapa hari setelah malam minggu itu Septian tidak menghubungi Dhinie. Ia hanya berpikir mungkin Septian sedang sibuk dan tidak mau diganggu. Tapi jauh didalam hati Dhinie, dia sangat ingin bertemu dengan Septian saat ini. Dhinie mulai mengutak-atik hp nya, berpikir alasan apa yang tepat untuk bertemu dengan Septian. Setelah lama ia berpikir, ia memutuskan untuk menelepon Septian dan mengajaknya bertemu.
******

“ada apa, Dhin?” Tanya Septian. Kini mereka ada disalah satu taman kota. Duduk dibangku taman didekat pohon.
“ini… e… anu… itu…” tiba-tiba saja kata-kata Dhinie mendadak hilang, ia bingung dengan apa yang ingin dikatakannya. Padahal ia sudah memikirkan semua dengan matang.
“kenapa gagu begitu sih, Dhin?”
“eee… teman ku ingin berkenalan dengan mu.” Kata Dhinie akhirnya. Alasan yang cukup bodoh memang? Tapi alasan apa lagi yang ia perlukan untuk bertemu dengan Septian. Septian melirik seorang wanita yang duduk manis disebelah Dhinie lalu tersenyum. Gadis disebelah Dhinie ikut tersenyum.
“oh… kenapa gak bilang dari tadi.” Dhinie hanya diam tidak tau apa yang ia katakan setelah ini.
“aku Septian.” Septian menarik nafas pelan lalu menghembuskannya. “pacarnya Dhinie.” Lanjutnya. Terdengar nada keraguan disana tapi Dhinie tidak menyadarinya dan malah teman Dhinie yang sadar akan nada itu.
“aku Della. Temannya Dhinie. Senang berkenalan denganmu.” Della mengulurkan tangannya dan dijabat oleh Septian.
******

Setelah perkenalan itu Septian dan Della tidak sengaja bertemu disuatu tempat. Dan mereka bertukar nomor telepon, hubungan mereka semakin dekat dan Septian pun mulai bercerita tentang hubungannya dengan Dhinie.
Dimalam hari tiba-tiba hp Della berbunyi dan dia melihat kelayar hp nya, ternyata telepon dari Septian. Della pun segera mengangkat telepon dari Septian.
“hallo.” Sapa Della.
“hai, Dell.!! Lu sibuk yah?” Tanya Septian.
“ah, gak kok. Ada apa Tian lu nelpon gue?”
“gak, gue cuman mau nelpon lu aja kok. Gak ada kerjaan nih. Sekalian mau cerita-cerita ama lu.”
“oh, kirain penting banget. Emangnya lu mau cerita apa ama gue?” Tanya Della yang tiba-tiba penasaran.
“pengen cerita hubungan gue ama Dhinie, ngomong-ngomong lu lagi ngapain sekarang? Gue ganggu lu yah…?”
“oh…! Cerita aja lagi. Gue lagi nyantai aja nih sam,bil ngomong ama lu, hehe. Lu gak ganggu kok.”
“haha… lu bisa aja, Dell.” Ucap Septian sambil tertawa.
“hehe, gue gitu loh… lu sendiri lagi ngapain?” Tanya Della.
“gue lagi bingung aja nih.”
“hemp, bingung kenapa lu?”
“gue cuman mikirin Dhinie aja.” Jawab Septian singkat.
“kalo lu mikirin Dhinie, kenapa harus bingung segala?” Tanya Della sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal.
“gak, gue bingung aja nih gimana caranya mutusin hubungan gue ama dia.”
“lho, kok jadi pengen mutusin Dhinie. Memangnya ada masalah apa antara lu berdua?” Tanya Della semakin bingung karena perkataan Septian.
“gak ada masalah sih sebenarnya. Tapi gue…” Septian tidak meneruskan kata-katanya.
“tapi apa?” ucap Della karena penasaran.
“tapi gue cuman menganggap Dhinie itu sahabat gue. Gak lebih dari sahabat.” Jelas Septian.
“kalo lu anggap Dhinie sahabat lu, kenapa lu macarin Dhinie?”
“gue tau Dhinie sayang banget ama gue. Dia berharap lebih ama gue. Karena itu gue gak mau nyakitin perasaan dia, Dell. Gue sebenarnya masih sayang ama Mahda, mantan gue. Mahda itu temen dekatnya Dhinie.” Pelan-pelan Septian menceritakan masalahnya.
“kenapa lu harus macarin Dhinie segala, kalo begini caranya lu sama juga nyakitin hatinya. Lu sama aja jadiin dia pelarian cinta lu. Andai Dhinie tau semua ini mungkin dia akan sangat terpukul. Lebih baik dia tau sekarang dari pada nanti dia terlalu berharap akan cinta lu, Tian. Mendingan lu cerita aja pelan-pelan, Dhinie pasti akan ngerti kok, walaupun dia harus mengalah dan terluka.” Della member masukan pada Septian.
“tapi Del, gue takut nyakitin Dhinie, dia terlalu baik ama gue.” Septian tetap keras kepala.
“justru kalau lu kayak gini, lu semakin nyakitin Dhinie.” Tegas Della.
“……” Septian hanya diam sambil memikirkan sesuatu.
“ya sudah. Lu pikirin aja dulu semua kesalahan lu. Moga aja lu sadar. Bye…” Della mengakhiri pembicaraan dan segera menonaktifkan teleponnya agar Septian tidak menghubunginya lagi.
“lho kok dimatiin sih? Guekan belum selesai ngomong.” Gerutu Septian kesal.
Septian berusaha kembali menghubungi Della, namun nomor Della tidak lagi aktif. Dan akhirnya Septian kesal sendiri, dan kembali memikirkan masalahnya sendiri.
******

Kini hubungan Dhinie dan Septian hampir satu bulan. Tetapi akhir-akhir ini sikap Septian berubah terhadap Dhinie, bertemu pun hampir tidak pernah lagi Seakan-akan ingin meninggalkan Dhinie. Dhinie pun mencoba mencari tau, apa sebabnya Septian menjadi berubah. Dhinie berusaha menghubungi Septian dan mengajak Septian bertemu ditempat biasa untuk mempertanyakan apa sebab dia bersikap begini. Tetapi usaha Dhinie ternyata sia-sia, Septian tidak menjawab telepon dari Dhinie dan sms pun tidak pernah dia balas.
Hari berikutnya Dhinie pun nekat kerumah Septian bermnaksud menemui sang pujaan hati namun saat itu Septian tidak ada dirumah.
Ting tong.!!! Bel rumah Septian berbunyi. Dan tidak lama kemudian, keluar seorang wanita paruh baya dari dalam rumah dan menyapa Dhinie.
“Assalamualaikum.” Ucap Dhinie pada wanita itu.
“Wa’alaikumsalam. Cari siapa, nak?” Tanya wanita itu sangat ramah.
“Septiannya ada, tante.?”
“oh, kamu nyari Septian. Septian tadi pergi keluar, katanya sih mau kerumah temen.” Jelas wanita itu.
“kamu siapa, nak?” sambungnya.
“o iya, tante. Saya Dhinie, temennya Septian.” Dhinie memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya.
“kira-kira Septian masih lama ya, tante?” Tanya Dhinie setelah memperkenalkan dirinya pada wanita itu yang ternyata mamanya Septian.
“kalo masalah itu, tante sendiri kurang tau. Septian kalo sudah kerumah temen sering lupa diri. Masuk dulu yuk, Dhin. Kita ngobrol didalam aja.” Pinta mama Septian sambil mempersilahkan masuk.
“ah, gak usah tante. Dhinie mau langsung pamit aja, tante.” Tolak Dhinie dengan sopan.
“kenapa? Kok buru-buru, Dhin.” Tanya mama Septian.
“gak tante. Dhinie masih ada tugas yang harus Dhinie kerjain, tante.” Ucap Dhinie berbohong, jauh didalam hatinya ia sangat ingin bertemu Septian.
“Dhinie titip salam aja deh tante ama Septian, Dhinie pulang dulu ya, tante.!! Assalamualaikum.” Lanjut Dhinie sambil beranjak dari depan rumah Septian.
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati yah Dhin.!” Jawab mama Septian.
Dhinie hanya mengangguk mengiyakan perkataan mama Septian.
******

Setelah sampai dirumah, Dhinie merebahnkan tubuhnya di atas kasur yang ada dikamarnya. Dhinie kembali memikirkan Septian. Kini pikirannya hanya dipenuhi tanda Tanya akan Septian.
“Septian, lu kemana aja sih. Gue nyariin lu, tapi lu nya gak ada. Gue telepon lu, gak lu angkat. Gue sms lu, gak lu bales. Apa sih mau lu?? Gue khawatir ama lu, gue sayang ama lu, gue gak sanggup kalo terus-terusan kayak gini. Gue bingung harus gimana lagi ngadepin lu.” Gumamnya dalam hati sambil menangis karena tak mampu menyimpan perasaan sedih dan kecewanya.
******

Sekarang hari-hari yang Dhinie lewati terasa sepi tanpa adanya Septian. Hidupnya tidak lagi semangat seperti biasa, kini hidupnya selalu putus asa. Dhinie tak sanggup memendam perasaannya dan dia pun tak sanggup menyimpan masalah ini sendiri. Akhirnya Dhinie pun mengajak Della ketemuan disebuah Café yang tidak jauh dari rumah Della.
Dhinie langsung mengirim sms ke nomor Della.

Della, lu sibuk gak? Bisa nggak kita ketemuan di Café deket rumah lu itu. Sekarang.

Setelah menerima sms dari Dhinie, Della bergegas segera menemui Dhinie. Sesampainya ditempat tujuan ternyata Dhinie sudah ada disana menunggu.
“hai, Dhin. Udah lama nunggu gue?” Tanya Della.
“hai,, nggak kok. Santai aja lagi.” Jawab Dhinie tenang, tetapi Della tau ada yang berbeda dari Dhinie. Della melihat mata Dhinie yang bengkak karena menangis.
“kenapa mata lu, Dhin?” Tanya della yang berusaha ingin tau.
“gak apa-apa kok. Gue Cuma kurang tidur.” Dhinie berbohong.
“lu bohong kan, Dhin. Pasti lu habis nangis. Nangis karena apa? Cerita aja ama gue.” Della kasihan dengan keadaan Dhinie sekarang. Sebetulnya dia sudah tau inti permasalahan tersebut.
“ntar gue ceritain. Sekarang lu mau pesen apa? Biar gue yang bayar.” Tawar Dhinie.
“gue cappuccino aja.” Jawab Della.
“oke.”
“nah lu sekarang ceritain semuanya ama gue.!” Pinta Della.
“gini, Dell. Gue bingung ama sikap Septian sekarang.”
“lu bingung kenapa? Memangnya ada apa ama Septian?” Tanya Della yang berlagak tidak tau walaupun sebenarnya dia tau.
“sekarang Septian berubah banget ama gue. Dia berusaha ngejauhin gue, Dell.”
“lho, kok begitu sih… emang lu punya salah apa ama dia?”
“gue rasa gak ada deh.” Ucap Dhinie sambil mikir.
“hemppp…”
“lu tau gak kenapa Septian jadi kayak gini?” Tanya Dhinie pada Della. Tiba-tiba Della jadi gelagapan mikirin gimana dia jawab pertanyaan Dhinie.
“hemp,, anu… itu…” Della bingung.
“kenapa lu, Della. Lu tau yah.??” Tebak Dhinie.
“i…iya sih, tapi gue takutb ngomong ama lu.” Jawab Della dengan rasa ragu-ragu.
“kenapa lu harus takut sih, kan Cuma ngomong aja. Gue juga gak bakal ngapa-ngapain lu kok.” Jelas Dhinie.
“bener nih gak apa-apa?” Tanya Della memastikan.
“iya Della. Ngomong aja.!”
“sebenarnya Septian pengen mutusin elu, Dhin.” Ucap Della pelan dan penuh hati-hati.
“apa? Mau mutusin gue.” Jawab Dhinie kaget dan dengan nada yang tinggi sehingga membuat orang sekitar menoleh kearah mereka berdua.
“iya, Dhin. Pelan-pelan dong ngomongnya.! Malu tau diliatin orang-orang.”
“iya…iya. Kenapa? Apa salah gue sih ama dia.” Tanya Dhinie dan tiba-tiba Dhinie meneteskan air matanya.
“lu gak ada salah kok, Dhin. Tapi Septian sampai saat ini hanya menganggap lu sahabat dia, Dhin.” Della berusaha menenangkan Dhinie dan memeluknya.
“maksud lu, Della?” Tanya Dhinie.
“gini. Dia pernah nelpon gue, dan dia curhat ama gue. Dia bilang pengen mutusin elu dengan alasan dia masih anggep lu sahabat dia. Dia masih sayang ama mantannya, Mahda. Tapi disisi lain dia gak mau ngeliat lu terluka karenanya. Makanya dia jadiin lu pacarnya. Yah… kalo menurut kesimpulan gue sih, yah. Dia itu cuman mao mainin lu, jadiin lu pelarian cintanya aja.” Della menjelaskan pada Dhinie dan kembali membuat Dhinie semakin menangis dipelukannya.
“kalo dia anggep gue sahabatnya, kenapa dia harus macarin gue segala. Percuma.” Jawab Dhinie dengan nada gemetar.
“iya itu tadi, dia gak mau nyakitin lu, karena lu baik ama dia.”
“justru karena itu dia malah nyakitin hati gue, Della.”
“lu yang sabar yah, Dhin. Gue selalu ada buat lu kok.” Ucap Della sambil mengusap air mata Dhinie.

Saat itu juga Dhinie merasakan hatinya terasa hancur berkeping-keping setelah mendengar penjelasan dari Della. Sungguh menyakitkan bagi Dhinie setelah mengetahui bahwa dirinya hanyalah menjadi pelarian cinta Septian, dan Septian masih sangat mencintai Mahda, yang jelas-jelas Mahda telah melukai hati Septian.

Sesampainya dirumah. Dhinie masih duduk-duduk diteras rumah dan sambil memutar lagu SAMMY ‘KESEDIHANKU’. Tanpa sadar dia pun menangis dan melukai tangannya sendiri. Rasa sakit ditangannya tak sepedih rasa sakit hati yang sedang dirasakannya saat ini. Andai saja waktu bisa diputar kembali, ia berharap tak ingin bertemu Septian . Kalau dia tahu akan sangat menyukai dan menyayangi Septian seperti sekarang. Kini terlintas dipikran Dhinie keinginan untuk dapat hilang ingatan, agar ia bisa melupakan semuanya yang telah berlalu.
******
Sepinya hari yang ku lewati
tanpa ada dirimu menemani
sunyi ku rasa dalam hatiku
tak mampu aku tuk melangkah.

Masih ku ingat indah senyummu
yang selalu membuatku mengenangmu
terbawa aku dalam sedihku
tak sadar kini kau tak disini

Engkau masih yang terindah
indah didalam hatiku
mengapa kisah kita berakhir
yang seperti ini.

Apa kini yang kurasa
menangis pun ku tak mampu
hanya sisa kenangan terindah
dan kesedihanku…


[_Sammy Simorangkir-Kesedihanku_]
*********

Masih saja teringat dalam benaknya hal buruk itu, hal yang tak pernah dia harapkan terjadi pada dirinya. Dia berharap semua itu hanyalah sebuah mimpi buruk dalam tidurnya, namun semua itu adalah kenyataan yang harus dia hadapi.

Akihir-akhir ini Dhinie banyak mengalami perubahan, setelah mengetahui hal itu. Dia tak lagi ceria seperti dulu, kini hanya kesedihan yang menyelimuti dirinya. Dia lebih memilih menyendiri di dalam kamarnya. Setelah pulang sekolah dia pun selalu mengurung diri, makan pun dia tak mau. Melihat keadaan Dhinie yang semakin hari semakin buruk, orang tua Dhinie mengkhawatirkan dirinya. Apa yang telah terjadi pada anak sulungnya itu.
******

Tok.. Tok.. Tok..!!
Seseorang mengetuk kamarnya.
Namun Dhinie tidak menghiraukan ketukan pintu itu, dia hanya menatap pintu itu dengan tatapan yang kosong dan menangis.
“dhinie.!! Buka pintunya sayang.!!” Teriak mamanya dari luar. Namun Dhinie tetap tidak menjawabnya.
“Dhinie, cepat buka pintunya sayang, mama bawa makanan nih buat kamu.!! Ucap mamanya. Setelah berkali-kali mamanya menanggil, mamanya berpikir mungkin dia sedang istirahat dan ketiduran. Mamanya pun kembali keruang makan sambil membawa makanan untuk Dhinie tadi.
******

Saat jam istirahat telah tiba, Della bergegas menuju ruangan kelas Dhinie. Berniat untuk mencarinya dan memastikan Dhinie baik-baik saja, namun niatnya untuk mencari Dhinie dan memastikan keadaannya kini berujung sia-sia. Dhinie yang tengah dicarinya itu tidak masuk sekolah hari ini. Kata teman-teman sekelas dhinie, Dhinie tidak masuk sekolah karena sakit. Della pun khawatir mendengar hal itu.
******

Dua hari yang lalu mama Dhinie sempat bertanya sama Della yang kebetulan waktu itu ketemu saat della berbelanja di sebuah minimarket.
“Della.” Tegur mama Dhinie.
“eh, tante. Sama siapa tante?” Tanya Della.
“tante sendiri aja, dell. Kamu sendiri sama siapa?” mama Dhinie balik nanya.
“della juga sendiri, tante.”
“oh.. apa kabar kamu, sayang?” Tanya mama Dhinie.
“baik tante.” Ucap Della sambil tersenyum.
“O iya, dell. Kenapa yah akhir-akhir ini Dhinie berubah sekali, gak seperti biasanya. Sekarang dia lebih senang menghabiskan waktunya dikamar sendirian. Bahkan tante liat keadaanya pun semakin hari semakin buruk.” Mendengar hal itu Della tersentak kaget.
“kalo masalah itu, della gak tau tante.!” Jawab della berbohong dan agak gelagapan.
“tante kasihan sama dia,” ucap mama Dhinie sambil menundukkan kepalanya.
“ntar della cari tau, tante.” Hibur della.
“makasih, sayang.” Ucap mama dhinie sambil tersenyum.
******

Sepulang dari tempat les. Della berniat untuk menjenguk Dhinie dirumahnya yang lagi sakit. Sesampainya di rumah dhinie, Della langsung di ajak mama dhinie kekamar dhinie.
“Assalamualaikum.” Ucap della
“Wa’alaikumsalam. Eh della, ayo masuk.!” Ajak mama Dhinie ketika membuka pintu.
“dhinienya ada tante.?” Tanya della.
“ada, ayo masuk.!”
“iya, tante.” Ucap della sembari berjalan masuk.
“nah sekarang, tante tinggal dulu yah.!” Ujar mama dhinie setelah sampai di depan kamar Dhinie.
“iya. Makasih tante.”

Della pun segera masuk ke kamar Dhinie, dan menyapanya.
“hai, dhin.” Ucap della. Namun Dhinie hanya diam saja tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Dhinie.
“lu baik-baik aja kan, dhin?” Tanya Della yang kini jadi mengkhawatirkan Dhinie. Dhinie hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan dari della.

Della yang melihat keadaan dhinie seperti sekarang ini, dia menjadi prihatin. Segera della mengeluarkan HP nya dari tas kecil miliknya. Dia mengetik dan mengirim sms ke septian.

Septian, lu harus ke rumah dhinie sekarang juga. Liat keadaanya, ini semua karena ulah dari lu.
GPL…
******

Sore hari, saat Septian tengah istirahat setelah main basket bersama teman-temannya, dia mendengar HP nya berbunyi. Segera diambilnya HP tersebut dari dalam tas. Dia melihat kelayar HP nya ternyata sms dari Della.

Septian, lu harus ke rumah dhinie sekarang juga. Liat keadaanya, ini semua karena ulah dari lu.
GPL…

Septian membaca sms tersebuit tiba-tiba tersentak kaget.
“salah apa gue?” batinnya.
Segera Septian menuju kamar ganti unutk berganti pakaian, setelah itu bergegas pergi meninggalkan tempat latihan basketnya, dia pun menuju rumah Dhinie.
Sesampainya di rumah dhinie. Septian di sambut baik oleh mamanya dhinie dan segera dipersilahkan masuk.

Tok.. tok.. tok..!!
“Assalamualaikum.” Septian mengucapkan salam sambil mengetuk pintu.
“Wa’alaikumsalam.” Sahut mama dhinie.
“Dhinie nya ada tante?”
“iya ada. Kebetulan ada della juga tuh.” Jelas mama Dhinie. Septian pun segera di ajak mama Dhinie kekamar dhinie, disana terlihat della yang tengah menghibur Dhinie.
“tante tinggal dulu ya.!” Ucap mama Dhinie dan pergi berlalu meninggalkan septian. Septian pun mendekati Dhinie dan duduk disebelah della.
“dhin, ada septian nih.” Ucap della memberitahu dhinie, maklumlah setelah kejadian itu pikiran dhinie agak sedikit terganggu makanya dia sering ngelamun dan pandangannya pun terkadang kosong.
“dhin. Ini aku septian. Kamu baik-baik aja kan?” Tanya septian sambil memegang tangan Dhinie.

Tiba-tiba dhinie kembali menangis mendengar suara septian dan mempererat pegangan tangan Septian.
“septian. Kamu kemana aja?” dhinie tidak menjawab pertanyaan Septian, malah dia balik nanya.
“aku gak kemana-mana, dhin. Aku ada disini untuk kamu.” Septian berusaha menghibur dhinie dan membelai lembut rambut dhinie.
Septian sedih melihat keadaan dhinie seperti ini. Dia sadar semua ini memang karena kesalahannya. Dia rindu dhinie yang dulu, dhinie yang selalu ceria. Septian pun tidak kuasa menahan tangisnya.
******

Keesokan harinya. Saat septian tengah latihan basket, della menghampiri Septian, member tahu kabar dhinie.
“septian.” Teriak della dari kejauhan ketika mendengar teriakan della, spetian menghampiri della.
“della, ngapain lu kesini? Tumben banget lu dating ketempat latihan gue.” Tanya septian sambil memandang della yang masih mengatur nafas.
“Dhinie… dhinie…, septian.” Ucap della yang terengah-engah.
“iya, kenapa sama dhinie?” Tanya septian yang tiba-tiba panik.
“dia… dia mencoba bunuh diri menelan beberapa obat penenang dan dia melukai tangannya sendiri.” Jelas della.
“apa?” Tanya septian terkejut mendengar semua yang dikatakan della.
“sekarang dia dimana?” sambung septian.
“dia dirumah sakit, diruangan IGD.”
“ya udah. Kita kesana sekarang. Gue ganti baju dulu.” Pinta septian.
******

Dhinie saat ini berada di rumah sakit dan masih di rawat di ruangan IGD. Dhinie mencoba mengakhiri hidupnya dengan meminum beberapa obat penenang dengan dosis yang tinggi dan melukai tangannya sendiri.

Saat Septian mengetahui hal ini setelah diberitahu oleh Della, mereka segera menuju rumah sakit dimana Dhinie di rawat. Sesampainya di rumah sakit, orang tua serta keluarga Dhinie tengah menunggu di depan ruang IGD. Septian langsung bertanya pada mama Dhinie yang tengah bersedih.
“tante, bagaimana keadaan Dhinie sekarang?” Tanya septian panik.
“dhinie sekarang masih kritis dan masih ditangani oleh dokter.” Jawab mama Dhinie dengan nada gemetar.
“semoga tidak terjadi apa-apa pada Dhinie.” Ucap septian cemas sambil mondar-mandir di depan ruangan tersebut.
******

Setelah satu jam menunggu diluar ruangan, akhirnya dokter yang menangani Dhinie keluar. Namun dengan wajah yang kecewa.
“dokter, bagaimana keadaan anak saya sekarang?” Tanya orang tua Dhinie dengan panik.
“maaf, pak, bu, semuanya. Anak ibu dan bapak telah meninggal dunia. Nyawanya tidak dapat tertolong lagi. Karena dia kehabisan darah dan mengalami over dosis. Kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Maaf, pak, bu, semuanya. Saya permisi,.” Jelas dokter tersebut.

Suasana didepan ruangan IGD pun sekarang berubah menjadi duka. Orang tua dhinie tidak bisa menahan kesedihannya. Septian pun juga menangisi kepergian Dhinie, dia tak menyangka secepat ini dhinie pergi meninggalkan dia dan tidak akan kembali lagi. Septian merasa sangat berdosa dan bersalah karena dirinyalah dhinie menjadi seperti ini.
******

Sore hari, jenazah Dhinie sudah berada dirumah duka. Banyak tetangga dan teman-teman dhinie berdatangan. Dan sore itu juga jenazah dikebumikan. Setelah selesai dikuburkan mama dhinie masih tidak bisa percaya bahwa Dhinie telah tiada dan mama dhinie masih tidak bisa menahan tangisnya. Hingga akhirnya ayah Dhinie mengajak mama dhinie pulang.
Namun septian masih saja berada di pemakaman Dhinie dan dia menangis karena telah kehilangan orang yang sangat mencintai dirinya.
“maafin gue, dhin. Gue udah nyakitin lu. Karena gue, lu jadi kayak gini. Andai aja dulu gue bisa ngehargain lu, mungkin lu mnasih ada disamping gue, dhin.” Ucap septian di depan batu nisan dhinie sambil menangis pilu. Della yang melihat septian seperti itu dia juga ikut menangis dan berusaha nenangin septian.
“udahlah, tian. Semuanya bukan salah lu. Ini sudah takdir dari yang diatas,tian. Ayo kita pulang, biarlah dhinie tenang di alam sana.” Ucap della sembari merangkul septian. Akhirnya septian dan della pun meninggalkan tempat pemakaman dhinie.
“selamat jalan, dhin. Moga lu tenang di alam sana.” Ucap septian sembari berlalu.
******

Ketika mama dhinie berada di kamar dhinie, dia menemukan surat diatas meja belajar dhinie, ternyata surat itu dhinie tinggalkan di atas meja sebelum dia bunuh diri dan surat itu bertuliskan untuk septian.

Saat itu juga mama dhinie langsung menelpon septian, menyuruhnya ke rumah dhinie.

Drrrtt.. Drrrtt.. Drrrtt..!!
HP septian bergetar ketika ia sedang melamun, septian mengangkat dan melihat ke layar HP nya. Ternyata telpon dari mama dhinie, dia pun segera mengangkat telpon tersebut.
“Assalamualaikum, ada apa tante?” Tanya septian.
“Wa’alaikumsalam, septian kamu bisa kerumah tante,gak?”
“memangnya ada apa tante?”
“ada sesuatu buat kamu.!”
“iya, iya tante. Septian segera kesana.”
******

Setibanya dirumah dhinie, mama dhinie mempersilahkan septian masuk dan duduk. Saat itu juga mama dhinie memberikan surat dari dhinie pada septian.
“septian.”
“iya, tante.” Ucap septian.
“ini dari dhinie.” Ujar mama dhinie memberikan sesuatu pada septian.
“apa itu tante.?” Tanya septian.
“ini surat dhinie letakkan dimeja belajar, sebelum dia bunuh diri.” Jelas mama dhinie.
“hemp,, makasih tante.”

Mama dhinie hanya diam ketika melihat septian tengah membaca surat itu. Tanpa septian sadari saat membaca surat, dia mebneteskan air mata dan membuat mama dhinie bertanya-tanya apa isi dari surat tersebut.
“septian. Kamu gak apa-apa kan?” Tanya mama dhinie pelan ketika melihat septian menangis.
“gak, tante. Septian gak kenapa-napa kok.” Jawab septian terbata-bata.
“kenapa kamu menangis?”
“ini, tante.” Septian menyerahkan surat itu ke tangan mama dhinie. Ditengah-tengah membaca surat itu, mama dhinie juga menangis ketika membaca.
*****
Dear Septian.

Nggak tau kenapa, gue pengen nulis surai ini buat lu. Selama ini gue sakit hati karena lu bohongin. Tapi gue selalu nutupin rasa sakit hati gue itu. Gue gak mau ada yang tau, mungkin dengan cara ini gue harus mengakhiri hidup gue. Gue gak sanggup kayak gini terus. Gue ngerasa mungkin ini saatnya gue harus pergi, pergi ninggalin orang-orang yang gue sayang Mama… Papa… Temen-temen dan juga lu.

Mungkin elu nggak pernah tau kalo gue sayang banget sama elu. Bukan sayang hanya seorang sahabat. Tapi, sayang seorang perempuan buat seorang laki-laki. Lu sendiri pasti udah tau apa maksud dari semua ini tanpa harus gue jelasin secara detail.

Gue juga gak tau kenapa, dari pertama kali kita ketemu rasa itu udah ada dalam benak gue.

Sejak lu deket sama Mahda, gue ngerasa kita malah ngejauh. Jujur, gue sakit banget rasanya. Apalagi setelah gue tau ternyata lu cuman jadiin gue pelampiasan lu. Gue gak nyangka banget.

Gue nulis surat ini buat lu bukan buat bilang selamat tinggal buat lu, tapi gue cuman mau bilang kalo gue tetep sayang ama lu, walaupun gue udah ada di alam yang berbeda.

xxxxx

Dhinie
******

Seminggu sudah lamanya Dhinie pergi meninggalkan semuanya. Sepi yang dirasakan Septian saat ini, tak ada lagi orang yang menyayangi Septian. dia rindu akan hadirnya Dhinie disampingnya, yang selalu membuatnya bahagia.
“Dhin, gue kangen lu. gue udah baca juga surat dari lu, tanpa ada lu disini, hidup gue sepi seperti sekarang ini. gue memang bodoh, dhin. karena udah nyakitin lu, gue udah nyia-nyiain diri lu. lu yang tulus sayang ama gue, lu yang cinta ama gue. nyesel gue, dhin.” gumam Septian ketika mengingat masa-masa indah bersama Dhinie dulu sambil memandang foto dhinie dan memegang surat dari dhinie.
******

THE END...............................................

PROFIL PENULIS
My Facebook : Viebhawel@yahoo.com
My Twitter : @novia_khailiana

Baca juga Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja dan Cerpen Cinta yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar