Senin, 23 Juli 2012

Cerpen Cinta - Dan Senyuman Itu

DAN SENYUMAN ITU
Karya Tika

Perjalanan cinta ini,, mengajarkan ku banyak hal.
Rasa sakit ini terus menyiksaku dalam kesendirian yang teramat sangat! Tapi harus kuakui, aku begitu bodoh saat melepaskannya pergi .
Itulah yang kualami semenjak kepergian Tyan, cowok yang menjalani hubungan denganku 1tahun Lebih. Tak pernah ku bayangkan sebelumnya, saat itu akan datang. Aku yang terbiasa dengannya, terbiasa dengan cara-cara dia mengisi hari-hariku.

Sosok Tyan yang di awal kisah begitu indah, begitu sempurna bahkan terlalu baik untukku. Dia yang mengemis cinta, berusaha bertahan saat aku tak mempunyai rasa dengannya. Saat aku mencintai orang lain, dia tetap tegar dan terus meyakinkanku betapa besar cintanya, dia yang terus mengatakan melalui hati kecilnya bahwa hidup ini terlalu singkat jika kulewati tanpa mencoba cintanya, dia yang selalu tersenyum saat aku marah, saat aku membencinya. Dan senyuman itu, membuatku mencintainya.

Aku menjalani hari-hariku bersamanya, indah!
Awalnya, kami begitu egois menjalani kisah ini, entah karena takut kehilangan atau hanya ingin saling membatasi. Tapi satu yang kuyakini semua yang kulakukan untuknya adalah karena aku yang mencintai dia. Kami saling membatasi ruang gerak, hanya bisa hidup dalam kotak, tanpa ada orang lain dalam kehidupan kami. Aku mencintainya, aku tak pernah keberatan dengan semua aturan-aturannya yang bahkan melarangku mengikuti kegiatan organisasi ekstra yang telah lama ku kenal bahkan sebelum mengenal dia. Aku berusaha memberi yang terbaik, berusaha mengikuti keinginannya tanpa Tanya, tanpa syarat. Asal diapun demikian.

Lama kami seperti itu, tapi semua baik-baik saja. Bahkan semakin lama, hubungan kami semakin intim “dalam hal positif”. Kami semakin biasa, sudah seperti sepasang suami istri, yang tak ada sekat lagi. Semua begitu sempurna. Ntah mengapa dalam menjalani hubungan dengannya, aku menjadi emosional, aku selalu menginginkan semuanya sempurna. Kuakui ini salah, tapi dia yang diawal bagai malaikat, tak pernah sekalipun menolak semua yang kuinginkan. Aku jadi terbiasa akan hal itu, terbiasa semua dengannya. Salahku, aku tak terbiasa mengahadapi masalah, aku masih terlalu dini untuk hubungan serius, sehingga dalam setiap pertengkaran, aku selalu mengucapkan kata “pisah”. Dia sering marah jika aku menyebut kata itu, tapi aku sendiripun bingung mengapa kata itu selalu reflex keluar ketika aku marah. Aku tak pernah menginginkan perpisahan, jadi aku hanya ingin dia mengerti bahwa ucapan itu hanya karena emosi. Awalnya dia selalu bisa menerima, saat aku merasa tak sanggup bertahan dia selalu berusaha membuatku bangkit dan percaya bahwa hubungan dan kisah ini kan tetap baik-baik saja. Saat aku harus menangis, dia selalu menyediakan bahunya untukku bisa bersandar sekaligus menjadi tempat paling nyaman untukku mengadukan semuanya dan menjadi tempat paling ampuh untuk dia menghentikan tangisku dan membuat semuanya kembali membaik. Lagi-lagi dia tersenyum, membujukku dan memberitahuku bahwa dia mencintaiku, tak ingin aku meninggalkanya, dan tak ingin ada perpisahan. Dan senyuman itu yang membuatku mampu tuk tetap bertahan.

Berulang kali kejadian yang sama terulang, aku sering marah dan dia lebih sering lagi membuatku tersenyum. Aku sangat mencintainya.
Sampai pada saat aku dan dia tak sanggup lagi mempertahankan semuanya, aku memilih tuk sendiri, diapun tak lagi memaksaku tuk bertahan. Hanya berjalan berapa hari, ternyata kami tak sanggup menjalani hari-hari sendiri, karena menyadari ini semua kesalahanku, aku minta maaf dan semuanya kembali membaik. Kami melewati Valentine, dan Anniversarry pertama dengan indah...

Perpisahan kembali terjadi saat keegoisan tak bisa dibendung, tak ada yang mau mengalah, tak saling memahami dan tak saling mengerti lagi. Tyan yang begitu indah ku kenal, berubah setelah perpisahan kedua kami. Dia menjadi sangat cuek, tak pernah mau pusing. Aku mengerti itu semua karena dia yang juga punya masalah keluarga. Aku yang berusaha merubah semua keburukan yang ada dalam diriku. Aku berusaha memberi yang terbaik, dia menerima tapi semuanya tak lagi seindah dulu. Perubahanku dibalas dengan perubahannya yang lebih senang dengan teman-temannya. Tyan yang menjadi sombong kalau lagi dengan teman-temannya. Aku gagg suka. Aku ingin jadi yang terpenting. Aku tidak membatasinya lagi untuk bergaul, tapi aku tak ingin dia lebih mementingkan teman-temannya. Mungkin aku egois, tapi semua itu, dia yang lebih dulu membuatku terbiasa. Dia menginginkan hubungan yang biasa, aku takut dengan hubungan seperti itu. Diawal hubungan kami, aku pernah menawarkan hubungan seperti itu, tapi dia menolak dengan alasan, takut akan ada yang nakal. Aku pun tidak memaksa, tapi sekarang dia yang menginginkannya. Aku takut dia yang akan termakan omongannya. Tapi, dia dengan seribu alasannya terus menolak semua itu. Aku semakin takut, takut aku hanya menjalani sisa rasa yang semakin lama akan terkikis habis.

Tapi aku tak pernah menyerah, aku terus memberikannya semua yang bisa membuat cintanya kembali seperti dulu. Aku terus berusaha mengembalikan sosok Tyan yang indah seperti yang ku kenal diawal kisah ini. Ternyata semakin lama, hubunganku semakin memburuk, Tyan tak pernah lagi menjadi sosok lembut. dia tak pernah lagi menjadi sosok yang bisa mencairkan suasana, bahkan sekarang dia yang sering lari dari masalah. Dan aku, aku yang selalu ingin menyelesaikan masalah dalam hubunganku, tak ingin masalah hanya akan diselesaikan oleh waktu. Aku ingin semua membaik, karena aku yang tak bisa hidup dengan masalah. Aku harus selalu membujuknya jika ada masalah, dia menjadi orang yang justru tidak tau lagi kata MAAF. Tiap kali membuatku sakit, dia hampir tidak pernah minta maaf. Aku rapuh dengan sifatnya. Tapi karena rasa cinta yang terlalau kuat, aku berusaha tetap bertahan Karena aku tak ingin perpisahan. Dia, menjadi sosok paling bertahta di hatiku. Menjadi sosok yang paling kukagumi, kucintai, bahkan ku puja.

Dia selalu bisa membuatku nyaman. Selalu bisa membuatku bahagia walaupun dalam rasa sakit.
Ku pikir, semua bisa kuperbaiki, aku sempat yakin bahwa dialah cinta yang diberikan Tuhan untuk mengisi sisa hidupku. Tapi ternyata Cinta memang tak pernah seindah kenangan. Semua tak sesuai dengan yang ku bayangkan.

Aku dan Tyan berakhir.
Herannya, aku bahkan tak bisa menangis saat itu. Ingin ku mencurahkan semuanya walaupun hanya dengan air mata, tapi aku tak mampu.
 
Aku sakit, rapuh, hancur, saat dia tidak ada.
Karena rasa cinta yang begitu dalam, dan merasa aku masih bisa memperbaikinya, aku menemuinya, minta maaf, dan mengatakan bahwa aku ingin semuanya kembali membaik. Aku ingin semua ini kita terima sebagai cobaan terberat dalah hubungan ini, karena hubungan ini pun berakhir bukan karena orang ketiga, melainkan karena keegoisan. Tapi rupanya dia tidak lagi mencintaiku, kini rasa itu telah terkikis habis untukku. Yang ku dapatkan hanyalah hinaan dan rasa sakit yang tak terbendung. Saat aku tak sangup, dan dia masih ingin bertahan, aku selalu memberinya kesempatan, tapi ntah mengapa kali ini, aku bahkan tak diberi kesempatan untuk bisa memiliki dan mencintainya lagi. Aku hanya diizinkan memeluknya untuk terakhir kalinya. Dan setelah itu aku meninggalkannya dengan sejuta kecewa. Saat itu aku hancur, tak ingin hidup lagi. Aku telah kehilangan sosok terindah, terspecial. Sosok yang membuatku sangat bergantung padanya. Orang yang selalu ada saat aku ingin mengeluh semua yang ku alami, orang yang selalu menjadi tempat aku tuk bermanja. Kini, semua itu sirna. Aku bagai terbangun dari mimpi indah yang kembali tertidur dengan mimpi buruk.

Depresi yang kurasakan membawaku pada hal-hal negative. Aku jadi mengenal dunia hitam yang membuatku menjadi semakin hancur namun ku nikmati kehancuranku dengan kebahagiaan yang tak biasa. Saat itu, yang ada dalam pikiranku, hanya ingin dia kembali. Hanya ingin dia ada lagi. Aku tak sanggup menjalani hari-hariku tanpanya. Setiap malam aku berharap, esok saat membuka mata, dia kan hadir kembali. Tapi ternyata tidak! Bahkan setiap pagi aku harus berfikir bagaimana aku harus menjalani hari ini tanpanya?
 
Semua orang bisa berkata, “buktinya sampai hari ini, kau masih bisa bertahan?” Ya, namun mereka tidak tau, bagaimana aku harus bertarung dengan rasa sakit di tiap hariku, mereka tak tau bagaimana hancurnya aku di setiap hari itu.
Aku mendengarnya telah bersama yang lain, aku melihatnya menghapus semua tentangku. Semua itu, seakan perlahan tapi pasti membuatku tak sanggup tuk menjalani sisa hidupku. Aku kehilangan sebagian jiwaku. 

Aku kehilangan nafasku.
Sementara dia? Dia baik-baik saja dengan kehidupannya. Dia tak lagi menganggapku ada. Aku tak percaya secepat itu aku terganti. Aku bahkan tak percaya kalau hari ini, dia telah menjadi milik orang lain.
Banyak hal yang telah kulalui bersamanya. Bahkan setiap aktivitasku, selalu saja berhubungan dengannya. Setiap pandanganku ada dia, aku tak tau dengan cara apa aku harus melupakannya.
Aku hanya bisa memandang keceriaan dan senyumnya dari jauh dan tanpa dia ketahui.
Kisah itu, terlalu singkat, tapi padat. Banyak hal di setiap hari-hari kami.
Aku merindukannya, merindukan canda tawanya, merindukan semua tentangnya!!
Aku terlalu mencintainya, hingga tak mampu menghapusnya. Andaikan aku punya cara tuk bisa tetap memilikinya..
 
Aku sangat kehilangannya…
Sosoknya, Belaiannya, hembusan nafasnya, membuatku begitu membutuhkannya. Semua hal membutku merindukannya..
 
Dia membuatku tak bisa hidup tanpanya..
Ntah kapan aku bisa kembali memeluknya?!
Mungkin aku bodoh karena tak mampu melupakannya, tapi aku tak bisa mencintai orang lain. Semua tentangku, cintaku, gairahku, telah terikat mati dengannya.
Aku tak percaya, dia telah melupakanku, tapi mungkin aku harus percaya, bahwa dia telah bersama yang lain. Sekarang dia telah menikmati semuanya dengan sosok yang baru. Sementara aku? Masih tak berdaya setelah kepergiannya.
Bagaimana aku akan mencari sosok lain? Sementara semua cintaku padanya tak pernah dikembalikan.
Kini, aku hanya bisa menikmati senyumnya tanpa dia ketahui, Dan ternyata kini senyuman itu membunuhku.
Cintaku, masih utuh, seperti saat aku menjalani kasih dengannya, bahkan mungkin lebih dari itu. Namun aku tak pernah berharap dia kan kembali lagi.. aku telah merelakaannya, mengikhlaskan dia pergi.
 
Hati ini, masih begitu merindukannya.
Namun, hidup harus tetap kujalani, dengan atau tanpanya.
Aku takkan jadi orang munafik, yang mengatakan bahwa aku bahagia ketika dia bahagia, karena jujur aku sangat menginginkan kebahagiaannya hanya bersamaku. Tapi aku cukup tau posisiku yang hanya sebagai masalalu.
Aku hanya berharap jika memang aku tak pernah bisa menjadi yang terbaik dan tak pernah membekas dihatinya, minimal kenanglah aku sebagai orang yang pernah mencintainya.

PROFIL PENULIS
Sartika, Gorontalo 24 Juli 1991.
Agama : Islam
Jl. Pemerataan Kel. Ipilo Kec.Kota Timur Kota Gorontalo 96112
I'm simple, I ♥ writing all about story :)
FB : Tikha Artikha Moo
Twit : @Tiikhaa

Baca juga Cerpen Cinta yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar