Selasa, 24 Juli 2012

Cerpen Pendidikan Remaja - Senja Yang Mengantar Impianku

SENJA YANG MENGANTAR IMPIANKU
Karya Wardatul Adawiyah

Lambat laun dingin semakin menusuk, masuk kesegala rongga tubuhku, dingin ini beradu kuat dengan suhu tubuhku yang semakin panas terasa. Aku masih dalam kesakitanku! Sudah 2 hari aku terbaring lemas diatas kasur berselimut kain tebal berwarna merah dengan sedikit motif bunga tulip disetiap ujungnya.

Tanpa kusadari, mutiara hangat mulai jatuh, mengairi kedua pipiku. Semakin deras mengucur dikedua muara anak pipi. Aku menangis malam ini bukan alasan karena cinta, rasa sakit hati, bukan pula karena sakitku yang tiap harinya tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik. Tapi malam ini, kesedihan itu datang karena rasa rinduku yang membuncah mendengar suara lemah lembut beliau.

Setelah magrib usai, ibu menelfonku di seberang sana. Ia menanyakan perihal kabarku disini, menanyakan kabarku dalam perantauan selama sebulan terakhir. Aku sedikit gugup menjawab, dengan nada ragu-ragu kujawab bahwa diriku baik-baik saja ditanah kampung orang. Aku berbohong Allah, maafkan hamba Ya Allah, tidak ada niat sedikitpun untuk membohongi beliau.

Semenit berlau, dua, tiga, dan dimenit ke enam, ibuku merasakan kejanggalan dalam percakapanku malam ini.
“nak, kamu sakitkah ?” kupejamkan mataku sesaat, merasakan getaran suara yang mulai berubah.
“mm.. Amani baik-baik saja bu’, tidak apa kok”
“jangan bohong sama ibu, ibu tahu kau sedang sakit, suaramu melemas begitu, belum lagi batukmu yang selalu terdengar” aku hanya terdiam, mendengar suara beliau yang mulai diiringi dengan tangisan kecil.
“sudah berapa hari kamu sakit ?, apa ibu bilang, tidak usah sekolah jauh-jauh, kalau begini siapa yang mau menjagamu ?, pulang sajalah, tidak usah pikir beasiswa yang kau terima disana, ibu dan bapakmu disini masih bisa membiayai kuliahmu.! Aku menarik nafasku dalam. Sedikit kesal mendengar perkataan ibu barusan.

Segera kututup telefon ibuku diseberang sana, tanpa ada salam penutup yang sering mengakhiri pembicaraan seperti biasanya. Fisikku tidak sanggup mendengar semua keluh kesah ibu, tidak sanggup mendengar suaranya kian parau yang memecah jadi tangis. Maafkan Amani bu! Ini sudah keputusan Amani. Sekali lagi maaf.

Malam ini benar-benar membuatku sedih, sakitku ditambah kejadian barusan membuatku sedikit menitihkan air mata lagi. Jadi rindu kampung halaman, jadi rindu sosok luar biasa nan bersahaja dirumah sana, jadi rindu kecerian berbagi tawa dan canda bersama adik-adik, jadi rindu mereka yang jauh disana.
Kepalaku masih pening! Sepertinya sakitnya kambuh! Beban pikiranku ditambah satu lagi. Teringat malam yang telah lalu, saat esok kepergianku merantau di tanah kampung orang. Ah, mengingatnya membuat air mataku kembali bercucuran deras. Saat ayah, ibu, nenek, kakek, paman, bibi dan keempat saudaraku duduk melantai diruang TV. Malam itu kebahagiaanku terasa lengkap, semuanya hadir memberikanku pesan dan kesan sebelum esok aku pergi jauh untuk waktu yang lama.

Ini impianku, ini cita-citaku, bersekolah diluar kota dengan jurusan dan fakultas yang saya inginkan. Ayah dan ibuku bersih keras melarangku bersekolah jauh-jauh. Kesempatan itu sempat menjadi mimpi nyata yang nyaris terbuang begitu saja.
“kan bisa sekolah di Makassar saja nak! Masuk negerilah dulu, disini juga masih banyak universitas bagus! Tidak usah pikirkan beasiswa itu, ayah masih bisa membiayai, cita-citamu jadi seorang penulis juga bisa dimulai disini nak!”
“lantas kenapa Ayah mengizinkanku mendaftar disana ? Ah, bagi Amani perguruan Tinggi Negeri ataupun Swasta sama saja yah! Tergantung pribadinya kita sendiri, Amani juga dari sekolah swasta, tapi masih bisa bersaing dengan anak negeri. Pokoknya niat Amani sudah bulat! Amani ingin kuliah disana!” nada biacaraku sedikit meninggi.
“iya Ayah paham, ayah masih ingat jelas dengan cerita-cerita impianmu bahwa kamu ingin bersekolah diluar kota dengan jurusan psikologi dan ingin menjadi penulis muda, ya! Ayah masih ingat jelas itu nak. Tapi ayah tetap saja khawatir, kamu masih kecil untuk mengenal kehidupan diluar sana, bagaimana kerasnya kehidupan luar, kamu masih terlalu muda nak untuk kuliah jauh-jauh”.
“Belum lagi kamu sering sakit, lantas siapa yang akan menjagamu nak ? siapa yang akan menyiapkan makananmu ?” ibuku menambahkan.
“pokoknya Amani ingin sekolah disana! Amani ingin kejar impian Amani. Huh!”

Jauh sebelum malam itu, sering sekali Ayah dan Ibu mengurungkan niatku untuk bersekolah diluar kota. Tapi malam sebelum hari keberangkatanku, aku menyadari alasan mereka melarangku pergi! Kehidupan luar memang terlalu ganas untuk kulalui seorang diri ditanah kampung orang. Akan banyak rindu yang tumpah tiap malamnya, akan banyak rasa cemas yang selalu hadir, akan banyak air mata yang jatuh karena perpisahan ini. Namun, ini tetap cita-cita dan impian yang harus mengorbankan segalanya. Termasuk rasa egoisme diri kita masing-masing.
“ayah hanya berpesan, agar Amani disana tetap menjaga sholat, pergaulan serta akhlak Amani, bersekolah yang rajin, jangan kecewakan kami semua disini nak, kepergianmu besok adalah langkah awal dari mimpi-mimpimu, tetap hadirkah Tuhanmu ditiap langkahmu nak.!” Seraya tertunduk dengan mata yang sembab, Ayah mengecup keningku, memeluk anak sulungnya sangat erat dengan penuh perasaan cinta.
“ingat! jaga kesehatanmu, ibu tidak mau kalau sampai disana sering sakit lagi, jangan lupa sering minum vitaminmu, minum susulah biar gejala tipus mu itu tidak kambuh-kambuh lagi”
“ibuku sayang, kalau urusan minum susu, Amani nggak janji yah? Hehe ” sambil mengecup kadua pipi beliau. Malam ini kebahagianku lengkap sekali, doaku malam ini “Allah izinkan keduanya tetap dalam naungan kasih-Mu, limpahkan kelapangan serta kesehatan bagi keduanya.”

MAWARDA
Senja datang beriringan bersama jingga yang mulai menguning disudut kaki langit, sore itu, sebelum berangkat kebandara, aku datang ke ma’had yang membesarkanku, sore itu juga, aku benar-benar merasakan bahwa mereka semua, adik-adikku di ma’had, teman-teman, sahabatku bahkan guru-guruku turut menangisi kepergian kami berempat. Mendengar nasihat dan salam selamat tinggal rasanya tidak ingin jauh dari mereka semua. Namun, inilah takdirku, inilah impianku yang harus kukejar, yang harus kuraih, meskipun perpisahan memang kadang menyakitkan.
“Amani ini.!” Kulirik dari belakang sahabatku Mhiza.
“apa ini ?” seraya menerima bungkusan didalam kantongan plastik putih.
“hadiah dari sahabatmu disebelah rumah, yang dia janjikan itu loh! yang satunya lagi kenang-kenangan dariku” kubuka plastik putih itu dan kutemukan sebuah novel tentang ‘persahabatan’ dan satunya lagi buku diary yang lumayan besar berwarna cokelat muda.
“makasih ya Zaa..” Mhiza tersenyum. Aku berlari kearah ibuku yang berada didalam mobil, sejam lagi aku akan berangkat meninggalkan kota kelahiranku. Kota penuh kenangan dalam hidupku.
Bandara Internasional Hasanuddin 17: 25 WITA
Suasana bandara itu sesak, dipenuhi kerumunan manusia. Ada orang-orang yang sedang bergembira melihat sanak saudara serta kerabat mereka berdatangan dari persinggahan yang lama ditanah kampung orang, namun disisi lain, tidak sedikit juga mereka bersedih melihat keluarga serta kerabat mereka pergi untuk waktu yang lama.

Inilah seni kehidupan, dimana kita dihadapkan antara dua pilihan, kanan dan kiri, atas dan bawah, baik dan buruk serta pertemuan dan perpisahan adalah salah satu seni kehidupan yang selalu memberikan kesan berarti dan mendalam. Engkau akan mengenal seseorang ketika pertemuan itu datang menyapa, dan engkau akan merasa seseorang itu berarti dalam hidupmu ketika perpisahan datang menghampirimu, namun segalanya akan indah pada waktunya, baik yang buruk sekalipun akan terasa indah ketika engkau mengenang masa-masa dimana kita saling berbagi.
“Amani kutitip ke-3 temanmu, saling mengingatkan disana nak!, ingat tiga pesan ustadzah, jaga sholatmu, jaga pakaianmu, dan jaga hatimu nak, ingat! pergaulanmu yang salah bisa merusak dirimu sendiri” Ustadzahku memelukku erat, mengusap kepalaku serta mengelus lembut punggungguku.
Sedikit lagi, senja akan menghilang...
Kupeluk erat wanita perkasa itu, ah! Rasanya air mataku ingin tumpah lagi melihat beliau kembali menitihkan air mata. nenek ,adik-adikku , ustadzahku, sahabat-sahabatku yang turut mengantar, kuucapkan selamat tinggal, doakan kami semoga selamat dalam perantauan ini. Senja itu tak menghadirkan ayahku. Tidak apalah mungkin tugasnya kali ini benar-benar penting! Tapi, aku yakin dari kejauhan sana beliau tidak berhenti mendoakan anaknya ini.

Aku masuk! Perlahan bayangan nyata mereka mulai hilang dari pandanganku. Senjapun demikian, garis-garis jingga yang menghiasi kaki langit mulai samar. Kini siluet hadir menggantikan senja yang mengantarku pergi, yang membawa imipianku kesebuah tempat yang mengharuskanku berpisah dengan orang-orang yang kusayang untuk waktu yang lama.

Semoga pada senja berikutnya aku akan hadir bersama kalian, berbagi cerita, berbagi tawa dan canda dibawah langit penuh jingga itu. Ataukah senja yang hadir bersama gerimis manja yang melukis senyum indah pelangi. Aku akan bersabar bersama rinduku disini, bersama doa-doa kalian yang selalu mengalun ditiap sujudmu. Akan kubawa pulang sebuah amanah yang telah dititipkan diatas kedua pundakku yang telah menjadi mimpi nyata dalam kehidupan kelak.
“auu...” seberkas cahaya jingga masuk menembus jendela kamarku dari arah barat, kali ini senja membangunkanku. Menyilaukan kedua mataku yang telah menangis semalam suntuk. Masyaallah hampir lupa aku! Hari ini ada agenda penting dikampus, setengah jam lagi aku akan terlambat!.

Senja temani aku mengukir mimpiku disini, tetap bersamaku dalam kelapangan maupun kesakitanku. Berjanjilah padaku! Aku akan pulang bersamamu kembali. Kekampung kelahiranku dengan membawa sejuta harapan-harapan nyata bagi mereka. Pulang! Dan kau bersamaku akan menatap senyum tulus bahagia mereka dibawah naungan kasih Tuhan. Kabulkanlah ya Rabb! Amin, Amin ya Rabbul Izzati.
THE END

PROFIL PENULIS
Assalamualikum wr wb
salam hangat! salam ukhuwah dari diriku sendiri teman-teman.
kenalin nih yang punya cerpen diatas. namaku Wardatul Adawiyah, aku biasanya disapa "warda". aku berasal dari kota makassar, sulawesi selatan. aku dari kecil, bersekolah di YPP DARUL AMAN BUQ'ATUN MUBARAKAH GOMBARA MAKASSAR, dari Taman Kanak-kanak hingga masa abu-abuku kulewati dipondok biruku ini!. Alhamdulillah saat ini saya seorang mahasiswa disalah satu perguruan tinggi dikota malang (UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG) saya mengambil fakultas dan jurusan psikologi.
teman-teman sekalian jika ingin melihat karya tulis warda yang lainnya silahkan kunjugi blog di bawah ini :
www.jilbaberblue.blogspot.com atau www.mawarwarda.wordpress.com
kalian juga bisa baca coretan-coretan saya di facebook :
Wardatul Adawaiyah (Wardatul Adawiyah Aziz)

Sekian teman-teman, salam bahagia selalu.. :)

Baca juga Cerpen Pendidikan, Cerpen Remaja dan Cerpen Motivasi yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar