TIDAK MUNGKIN AKU CINTA CEWEK JELEK ITU!
Karya Codet
Karya Codet
“Haaaaiiiii, kenalin, namaku Fika!”
Guntur memerhatikan cewek di hadapannya yang sedang tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan. “Kau jelek sekali. Lebay pula.” ujar Guntur tanpa menyalami Fika.
Fika langsung menganga. Lalu ia tertawa terbahak-bahak. Ia mengangkat roknya dan berputar bagai putri lalu lalu bergaya bagai model tenar. “Yah, banyak yang bilang sih kalau aku lebay. Tapi kalau orang-orang yang bilang aku jelek…biasanya sambil bercanda, atau bisik-bisik di belakangku. Baru kau yang terang-terangan.”
Guntur menatap sambil nyengir. “Tapi kau memang asli jelek banget.”
Fika menepuk dahinya. “Yah, okelah kalau begitu.” Fika tersenyum lebar. “Selamat datang, murid baru. Saat istirahat akan kuantar kau berkeliling sekolah.” ujarnya tanpa rasa kesal.
Guntur hanya mengangkat bahu. Sesungguhnya ia ingin berkeliling sekolah dengan ditemani murid cewek yang cantik, tapi apa boleh buat karena Fika adalah Ketua kelas. Saat istirahat, Fika mengantarnya berkeliling sekolah. Ke kelas-kelas, toilet, taman sekolah yang rindang dan sejuk, perpustakaan, koperasi sekolah, ruangan ekskul, lapangan olahraga, kolam renang, dan terakhir ke kantin.
Fika memesan mi ayam sedangkan Guntur memesan nasi dan ayam bakar. “Sekolah ini luas juga, ya. Waktu pendaftaran, aku tidak berkeliling. Kukira kecil.” ujar Guntur.
Fika mengangguk-angguk tanda setuju. Matanya berbinar-binar. “Betul, betul. Dulu juga saat pertama masuk SMA ini, aku kira kecil, lho. Tapi ternyata sangaaaaat luas!”
Lebay banget sih nih cewek! Guntur meminum es teh manisnya.
“Dan aku sangaaatttt betah, soalnya enak, bisa tidur di taman yang sejuk! Kau tadi lihat ‘kan banyak yang tiduran, mengobrol, atau makan di taman.” Fika bercerita sambil mulutnya penuh makanan.
“Habiskan dulu makananmu, baru bicara. Kau yang jelek jadi tambah jelek saja.” Guntur menghela napas. “Kau suka tidur di taman?”
Fika nyengir sambil memperlihatkan makanan di mulutnya. Lalu setelah mulutnya kosong, ia menjawab, “Ya, aku saaangaaattt sssuukkkaaa tidur di taman! Atau mengobrol, atau makan bersama teman-teman! Ah, Irma, sini, sini, kosong!”
“Hai, Fik. Makan mi ayam lagi? Sekali-sekali nasi, dong!” Irma yang dipanggil langsung duduk di samping Fika sambil membawa nasi kuning dan jus jeruk.
Guntur langsung tersenyum senang. Ini dia cewek cantik! Indo pula! Berambut panjang pula!
“Irma, kenalin, nih, murid baru di kelasku, Guntur. Guntur, ini Irma sahabatku, Indo-Jerman.”
“Hai.” Guntur menyalami dengan bersemangat. Lembut banget nih tangan, putih lagi!
“Wah, Guntur, sama aku belum salaman ‘kan.” Fika tertawa lebar, lalu mengambil tangan Guntur dan mengguncang-guncangkan tangan Guntur.
Guntur menggaruk pelipisnya. Nih cewek aneh banget, sih! Mana tangannya kasar, lagi! “Kau sahabatan dengan orang aneh ini?”
Irma tersenyum. “Fika memang aneh, tapi ia baik dan setia kawan. Ia juga pandai menghibur orang.”
Guntur mencibir sementara Fika melahap mi ayamnya. Lalu ia berkata, “Aku memang baaiiikk!”
“Fik, nanti sore jangan lupa menemaniku ke rumah Vierra, ya?” Tiba-tiba seorang cowok menepuk bahunya. Rambutnya spike dan wajahnya sedikit sangar.
Fika bergaya hormat. “Beres, Boss!”
“Antar Alec nge-date lagi? Orang tuanya masih belum mengizinkan?”
Guntur terkekeh. “Ya iyalah, tampang sangar begitu!”
“Stop! Kau itu ya, boleh menghinaku sebanyak yang kaumau, tapiii jangan menghina teman-temanku, ya! Alec memang sangar, tapi hatiinya sangat baik, lho! Hanya saja orang tua Vierra belum mau mengerti kebaikan Alec.”
Guntur menatap Fika yang sedang bertolak pinggang. “Baiklah, tadi aku hanya mengucapkan apa yang ada di otakku, tanpa berpikir dulu. Aku minta maaf.”
Fika menepuk-tepuk bahu Guntur. “Aku tahu kau cowok baik, Guntur!”
“Lepaskan tanganmu, cewek sok tahu!” Guntur menepis tangan Fika.
Fika terkikik. Irma menatap sambil tersenyum penuh arti.
***
“Fika! Sini!”
Fika menghampiri Guntur yang sedang duduk menyandar pada pohon Flamboyan. “Eh, hallow Guntur. Ada apa?”
“Irma itu sudah punya pacar belum sh?”
“Wow, baru kenalan kemarin, sudah naksir?” Fika memegangi kedua pipinya.
“Bawel banget sih, buruan jawab.”
Fika mencibir. Ia duduk di rumput di sebelah Guntur. “Irma itu tidak suka cowok ganteng sepertimu. Hehe.”
“Apanya yang ‘hehe’? Maksudmu Irma tidak suka padaku?”
Fika berselonjor. Ia mengangguk-angguk. “Yup, karena kau ganteng, sepertinya sih Irma tidak akan suka. Kau tinggi, atletis, ganteng, putih. Irma itu suka cowok yang eh…yang tidak ganteng.”
“Kau mengada-ada, ya?”
“Ye, ini orang dikasih tahu, malah ngeyel.” Fika memonyongkan bibirnya.
“Jelek amat tuh bibir.”
“Ih, dasar Guntur, kalau patah hati jangan marah-marah sama aku, dong! Aku kan jadi sedih! Huhuhuhu….” Fika menutup wajahnya, pura-pura menangis.
Guntur menjitak kepala si Ketua kelas. Ia menghela napas lalu menatap langit cerah di atasnya. “Padahal Irma tipeku banget….”
“Guntur, di sekolah ini banyak cewek cantik, lho, yang indo juga banyaaakk. Yang seperti aku juga banyak. Aku tuh kalau diperhatiin baik-baik, yah, sangaaattt maniiisss tahu!” Fika mengedip-kedipkan matanya.
Guntur tertawa. Ia geli melihat tingkah ketua kelasnya yang aneh ini. “Manis jidatmu!”
“Eh, jidatku yang lebar ini pertanda kalau aku tuh pintar, gitu, loh!” Fika tersenyum lebar. Saat bel berdering nyaring, Fika menarik Guntur berdiri. “Ayo masuk, sudah bel!”
Telapak tangan Fika yang kasar menarik tangannya. Dengan malas-malasan Guntur berdiri. Yah, baiklah, baru dua hari di sekolah ini, masih banyak cewek cantik yang lain, pikir Guntur mulai bersemangat.
Seminggu ke depan, Guntur melihat bahwa Fika sangat aktif di kelas. Senang bertanya pada guru dan menjawab pertanyaan guru. Ia juga senang melawak. Cewek Lebay, aneh, sok tahu. Wajahnya tidak jelek-jelek amat sih sebenarnya. Tapi tidak cantik juga. Fika berteman dan ramah pada siapa saja yang ditemuinya. Hampir semua penghuni sekolah mengenal Fika. Kadang ia diberi gratisan oleh bibi penjual mi ayam, atau ditraktir cowok yang tidak Guntur kenal.
Saat tersadar, Guntur selalu memerhatikan Fika. Seperti saat ini, ia tengah memerhatikan Fika yang sedang melawak di depan teman-temannya di taman. Fika dikelilingi teman-temannya yang cantik, tapi entah kenapa mata Guntur seperti terkunci pada Fika. Dengan kesal Guntur menendang pohon Akasia dan pergi menjauh. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidak, tidak mungkin aku jatuh cinta pada cewek jelek itu! teriak Guntur dalam hati.
“Ayah, apa mungkin untuk jatuh cinta pada cewek yang jelek?”
Ayah Guntur melongok dari koran yang sedang dibacanya. Ia mengenakan kacamata plus. “Kenapa memangnya? Mungkin saja. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Gun.”
“Cewek yang jelek, lebay, aneh, tidak tahu malu, dan sebagainya, dan sebagainya….” Guntur terdiam. Tiba-tiba bayangan wajah Fika yang sedang tersenyum lebar muncul. Guntur menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Kau sedang jatuh cinta pada siapa? Teman sekelasmu? Yang wajahnya tidak cantik?”
“Aku tidak jatuh cinta pada Fika!” Wajah Guntur memerah. Ia melihat ayahnya tersenyum. “Aku, eh, ada pe-er yang harus dikumpulkan besok. Selamat malam, Yah.” Guntur segera meninggalkan ayahnya dan masuk ke kamarnya dengan perasaan kalut.
Paginya Guntur bangun dengan jantung dag dig dug. Ia mimpi berpacaran dan berjalan-jalan ke taman ria dengan Fika! Guntur mengusap wajahnya. Mimpi buruk!
***
Sebulan kemudian….
“Fika, nanti sepulang sekolah, antar aku beli kado untuk Chinta, ya.” Reno menepuk bahu Fika yang sedang makan bakso di kantin. Fika mengangguk-angguk sambil mengacungkan jempolnya.
“Kan Reno bisa beli sendiri, untuk apa dia mengajakmu?”
Setelah menelan habis baksonya, Fika tersenyum. “Soalnyaaa akuu tuh tahu banget barang yang Chinta suka!”
“Kau kan tinggal menyebutkan barang tersebut, lalu Reno pergi sendiri.”
“Ih, Guntur, kok peduli banget sama Fika, sih?” Prita yang cantik, berhidung mancung, dan langsing, memeluk lengannya.
“Siapa yang peduli dengan Fika?” Guntur berdehem. Ia menenggak jus sirsak Fika, membuat Fika melongo. “Kenapa wajahmu?”
“Itu jusku….”
Guntur mengerjapkan matanya. Ya ampun, aku salah minum, pantas rasanya tidak seperti jus mangga punyaku! maki Guntur dalam hati. “A-aku tiba-tiba ingin minum jus sirsak. Kau minum jus mangga punyaku saja, belum kuminum. Aku mau ke taman dulu.”
“Tunggu, Gun, aku ikut! Fik, aku tinggal, ya!” Prita menepuk bahu Fika.
Di taman, Guntur menyandar di pohon Flamboyan dengan lemas. Di sebelahnya ada Prita yang mengajak ngobrol. Lalu datang Yuni, teman eks-kulnya. Ia ikut nimbrung di bawah pohon Flamboyan. Dua cewek cantik, tipeku pula, mencoba menarik perhatianku, tapi kenapa aku sama sekali tidak tertarik? Kenapa aku malah memikirkan Fika?
Selama ini Guntur selalu suka pada cewek cantik, seksi, putih, dan sebagainya. Oleh karena itu ia sekarang bingung akan perasaannya.
Di kelas, Guntur memerhatikan Fika yang sedang berdiri di depan kelas, membaca sebuah puisi tentang cinta. Guntur menatap Fika lekat-lekat. Dan entah kenapa Fika terasa menggemaskan dan sangat manis. Tanpa sadar Guntur tersenyum. Arman yang duduk di sebelahnya menegurnya, “Kau kenapa tersenyum melihat Fika baca puisi?”
“Aku…hanya tersenyum mengingat kejadian lucu yang kualami.”
“Oh, kukira kau suka Fika.”
“Cewek jelek itu? No….”
“Yang di belakang, jangan ribut, ya, aku sedang baca puisi nih.” ujar Fika sambil tersenyum lebar.
Wajah Guntur memerah. Apa Fika mendengar percakapan kami?
Pulang sekolah, Guntur menarik tangan Fika yang sedang membereskan alat tulisnya. “Ada apa, Guntur?”
“Aku mau bicara. Nanti sore pukul 5 kau datang, ya, ke café ABC.”
Fika memiringkan wajahnya dan menatap Guntur. “Baiklah, setelah aku mengantar Reno….”
“Oke. Thanks.”
“Gun, antar aku pulang lagi, yuk.” ajak Prita.
“Oke.” Guntur pergi tanpa menoleh lagi pada Fika.
Sorenya, dengan jantung dag dig dug, Guntur tiba di café ABC 1 jam sebelum waktu janjian. Saat Fika datang sambil masih mengenakan seragam SMA, Guntur merasa senang sekali. “Maaf terlambat, tadi macet sekali di perjalanan. Jadi aku turun dari mobil Reno dan naik ojeg ke sini.”
“Ya, tidak apa-apa.” Guntur berusaha menenangkan dirinya. Ia memanggil pelayan dan memesan menu untuknya dan untuk Fika. Setelah pelayan berlalu, Guntur memulai setelah sebelumnya menarik napas panjang. “Kau tidak cantik….”
“Ih, Guntur, kukira mau bicara apa….” Fika menepuk bahunya. Ia tersenyum lebar seperti biasa, namun entah kenapa sepertinya mata Fika berkaca-kaca. Fika terkejut saat Guntur mengambil tangannya.
“Tanganmu juga kasar, Fika….” Guntur menunduk. Saat ia menatap Fika, cewek itu sedang menangis. “Maaf, bukan itu maksudku!” Guntur menahan tangan Fika yang ingin melepaskan diri. “Aku…aku…” Guntur meremas tangan Fika. “Aku cinta padamu, Fika!” teriaknya tanpa sadar.
Tangis Fika berhenti. “Apa?”
“Maaf…aku…awalnya aku ragu akan perasaanku. Tapi akhirnya aku sadar, selama sebulan ini aku hanya melihatmu, Fika….” Guntur melihat pipi Fika bersemu merah.
“Aku jelek, aneh, lebay! Kau jangan mengerjaiku! Selama ini kan kau selalu mengantar pulang Prita! Hari ini juga kau mengantarnya!”
“Itu karena untuk meyakinkanku bahwa aku ini tidak suka cewek jelek sepertimu….” Guntur tersenyum. “Tapi semakin aku mengingkari perasaanku, semakin aku menyadari bahwa aku mencintaimu. Aku janji, tadi itu terakhir aku mengantar Prita.”
“Aku jelek, tidak pantas kaucintai.” Fika merajuk.
“Kau manis, kok. Betul seperti katamu, kalau kuperhatikan dengan baik-baik, kau ini manis sekali.”
Fika tersenyum. Ia menangis lagi. Kali ini Guntur yakin itu tangis bahagia. “Kukira selamanya kau akan menganggapku jelek….”
Guntur tertawa. Lalu mereka sama-sama tertawa. Cinta memang aneh, pikir Guntur dengan hati yang terasa hangat. Benar kata ayah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apa pun bisa terjadi.
TAMAT
CODET
“Dan aku sangaaatttt betah, soalnya enak, bisa tidur di taman yang sejuk! Kau tadi lihat ‘kan banyak yang tiduran, mengobrol, atau makan di taman.” Fika bercerita sambil mulutnya penuh makanan.
“Habiskan dulu makananmu, baru bicara. Kau yang jelek jadi tambah jelek saja.” Guntur menghela napas. “Kau suka tidur di taman?”
Fika nyengir sambil memperlihatkan makanan di mulutnya. Lalu setelah mulutnya kosong, ia menjawab, “Ya, aku saaangaaattt sssuukkkaaa tidur di taman! Atau mengobrol, atau makan bersama teman-teman! Ah, Irma, sini, sini, kosong!”
“Hai, Fik. Makan mi ayam lagi? Sekali-sekali nasi, dong!” Irma yang dipanggil langsung duduk di samping Fika sambil membawa nasi kuning dan jus jeruk.
Guntur langsung tersenyum senang. Ini dia cewek cantik! Indo pula! Berambut panjang pula!
“Irma, kenalin, nih, murid baru di kelasku, Guntur. Guntur, ini Irma sahabatku, Indo-Jerman.”
“Hai.” Guntur menyalami dengan bersemangat. Lembut banget nih tangan, putih lagi!
“Wah, Guntur, sama aku belum salaman ‘kan.” Fika tertawa lebar, lalu mengambil tangan Guntur dan mengguncang-guncangkan tangan Guntur.
Guntur menggaruk pelipisnya. Nih cewek aneh banget, sih! Mana tangannya kasar, lagi! “Kau sahabatan dengan orang aneh ini?”
Irma tersenyum. “Fika memang aneh, tapi ia baik dan setia kawan. Ia juga pandai menghibur orang.”
Guntur mencibir sementara Fika melahap mi ayamnya. Lalu ia berkata, “Aku memang baaiiikk!”
“Fik, nanti sore jangan lupa menemaniku ke rumah Vierra, ya?” Tiba-tiba seorang cowok menepuk bahunya. Rambutnya spike dan wajahnya sedikit sangar.
Fika bergaya hormat. “Beres, Boss!”
“Antar Alec nge-date lagi? Orang tuanya masih belum mengizinkan?”
Guntur terkekeh. “Ya iyalah, tampang sangar begitu!”
“Stop! Kau itu ya, boleh menghinaku sebanyak yang kaumau, tapiii jangan menghina teman-temanku, ya! Alec memang sangar, tapi hatiinya sangat baik, lho! Hanya saja orang tua Vierra belum mau mengerti kebaikan Alec.”
Guntur menatap Fika yang sedang bertolak pinggang. “Baiklah, tadi aku hanya mengucapkan apa yang ada di otakku, tanpa berpikir dulu. Aku minta maaf.”
Fika menepuk-tepuk bahu Guntur. “Aku tahu kau cowok baik, Guntur!”
“Lepaskan tanganmu, cewek sok tahu!” Guntur menepis tangan Fika.
Fika terkikik. Irma menatap sambil tersenyum penuh arti.
***
“Fika! Sini!”
Fika menghampiri Guntur yang sedang duduk menyandar pada pohon Flamboyan. “Eh, hallow Guntur. Ada apa?”
“Irma itu sudah punya pacar belum sh?”
“Wow, baru kenalan kemarin, sudah naksir?” Fika memegangi kedua pipinya.
“Bawel banget sih, buruan jawab.”
Fika mencibir. Ia duduk di rumput di sebelah Guntur. “Irma itu tidak suka cowok ganteng sepertimu. Hehe.”
“Apanya yang ‘hehe’? Maksudmu Irma tidak suka padaku?”
Fika berselonjor. Ia mengangguk-angguk. “Yup, karena kau ganteng, sepertinya sih Irma tidak akan suka. Kau tinggi, atletis, ganteng, putih. Irma itu suka cowok yang eh…yang tidak ganteng.”
“Kau mengada-ada, ya?”
“Ye, ini orang dikasih tahu, malah ngeyel.” Fika memonyongkan bibirnya.
“Jelek amat tuh bibir.”
“Ih, dasar Guntur, kalau patah hati jangan marah-marah sama aku, dong! Aku kan jadi sedih! Huhuhuhu….” Fika menutup wajahnya, pura-pura menangis.
Guntur menjitak kepala si Ketua kelas. Ia menghela napas lalu menatap langit cerah di atasnya. “Padahal Irma tipeku banget….”
“Guntur, di sekolah ini banyak cewek cantik, lho, yang indo juga banyaaakk. Yang seperti aku juga banyak. Aku tuh kalau diperhatiin baik-baik, yah, sangaaattt maniiisss tahu!” Fika mengedip-kedipkan matanya.
Guntur tertawa. Ia geli melihat tingkah ketua kelasnya yang aneh ini. “Manis jidatmu!”
“Eh, jidatku yang lebar ini pertanda kalau aku tuh pintar, gitu, loh!” Fika tersenyum lebar. Saat bel berdering nyaring, Fika menarik Guntur berdiri. “Ayo masuk, sudah bel!”
Telapak tangan Fika yang kasar menarik tangannya. Dengan malas-malasan Guntur berdiri. Yah, baiklah, baru dua hari di sekolah ini, masih banyak cewek cantik yang lain, pikir Guntur mulai bersemangat.
Seminggu ke depan, Guntur melihat bahwa Fika sangat aktif di kelas. Senang bertanya pada guru dan menjawab pertanyaan guru. Ia juga senang melawak. Cewek Lebay, aneh, sok tahu. Wajahnya tidak jelek-jelek amat sih sebenarnya. Tapi tidak cantik juga. Fika berteman dan ramah pada siapa saja yang ditemuinya. Hampir semua penghuni sekolah mengenal Fika. Kadang ia diberi gratisan oleh bibi penjual mi ayam, atau ditraktir cowok yang tidak Guntur kenal.
Saat tersadar, Guntur selalu memerhatikan Fika. Seperti saat ini, ia tengah memerhatikan Fika yang sedang melawak di depan teman-temannya di taman. Fika dikelilingi teman-temannya yang cantik, tapi entah kenapa mata Guntur seperti terkunci pada Fika. Dengan kesal Guntur menendang pohon Akasia dan pergi menjauh. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidak, tidak mungkin aku jatuh cinta pada cewek jelek itu! teriak Guntur dalam hati.
“Ayah, apa mungkin untuk jatuh cinta pada cewek yang jelek?”
Ayah Guntur melongok dari koran yang sedang dibacanya. Ia mengenakan kacamata plus. “Kenapa memangnya? Mungkin saja. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Gun.”
“Cewek yang jelek, lebay, aneh, tidak tahu malu, dan sebagainya, dan sebagainya….” Guntur terdiam. Tiba-tiba bayangan wajah Fika yang sedang tersenyum lebar muncul. Guntur menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Kau sedang jatuh cinta pada siapa? Teman sekelasmu? Yang wajahnya tidak cantik?”
“Aku tidak jatuh cinta pada Fika!” Wajah Guntur memerah. Ia melihat ayahnya tersenyum. “Aku, eh, ada pe-er yang harus dikumpulkan besok. Selamat malam, Yah.” Guntur segera meninggalkan ayahnya dan masuk ke kamarnya dengan perasaan kalut.
Paginya Guntur bangun dengan jantung dag dig dug. Ia mimpi berpacaran dan berjalan-jalan ke taman ria dengan Fika! Guntur mengusap wajahnya. Mimpi buruk!
***
Sebulan kemudian….
“Fika, nanti sepulang sekolah, antar aku beli kado untuk Chinta, ya.” Reno menepuk bahu Fika yang sedang makan bakso di kantin. Fika mengangguk-angguk sambil mengacungkan jempolnya.
“Kan Reno bisa beli sendiri, untuk apa dia mengajakmu?”
Setelah menelan habis baksonya, Fika tersenyum. “Soalnyaaa akuu tuh tahu banget barang yang Chinta suka!”
“Kau kan tinggal menyebutkan barang tersebut, lalu Reno pergi sendiri.”
“Ih, Guntur, kok peduli banget sama Fika, sih?” Prita yang cantik, berhidung mancung, dan langsing, memeluk lengannya.
“Siapa yang peduli dengan Fika?” Guntur berdehem. Ia menenggak jus sirsak Fika, membuat Fika melongo. “Kenapa wajahmu?”
“Itu jusku….”
Guntur mengerjapkan matanya. Ya ampun, aku salah minum, pantas rasanya tidak seperti jus mangga punyaku! maki Guntur dalam hati. “A-aku tiba-tiba ingin minum jus sirsak. Kau minum jus mangga punyaku saja, belum kuminum. Aku mau ke taman dulu.”
“Tunggu, Gun, aku ikut! Fik, aku tinggal, ya!” Prita menepuk bahu Fika.
Di taman, Guntur menyandar di pohon Flamboyan dengan lemas. Di sebelahnya ada Prita yang mengajak ngobrol. Lalu datang Yuni, teman eks-kulnya. Ia ikut nimbrung di bawah pohon Flamboyan. Dua cewek cantik, tipeku pula, mencoba menarik perhatianku, tapi kenapa aku sama sekali tidak tertarik? Kenapa aku malah memikirkan Fika?
Selama ini Guntur selalu suka pada cewek cantik, seksi, putih, dan sebagainya. Oleh karena itu ia sekarang bingung akan perasaannya.
Di kelas, Guntur memerhatikan Fika yang sedang berdiri di depan kelas, membaca sebuah puisi tentang cinta. Guntur menatap Fika lekat-lekat. Dan entah kenapa Fika terasa menggemaskan dan sangat manis. Tanpa sadar Guntur tersenyum. Arman yang duduk di sebelahnya menegurnya, “Kau kenapa tersenyum melihat Fika baca puisi?”
“Aku…hanya tersenyum mengingat kejadian lucu yang kualami.”
“Oh, kukira kau suka Fika.”
“Cewek jelek itu? No….”
“Yang di belakang, jangan ribut, ya, aku sedang baca puisi nih.” ujar Fika sambil tersenyum lebar.
Wajah Guntur memerah. Apa Fika mendengar percakapan kami?
Pulang sekolah, Guntur menarik tangan Fika yang sedang membereskan alat tulisnya. “Ada apa, Guntur?”
“Aku mau bicara. Nanti sore pukul 5 kau datang, ya, ke café ABC.”
Fika memiringkan wajahnya dan menatap Guntur. “Baiklah, setelah aku mengantar Reno….”
“Oke. Thanks.”
“Gun, antar aku pulang lagi, yuk.” ajak Prita.
“Oke.” Guntur pergi tanpa menoleh lagi pada Fika.
Sorenya, dengan jantung dag dig dug, Guntur tiba di café ABC 1 jam sebelum waktu janjian. Saat Fika datang sambil masih mengenakan seragam SMA, Guntur merasa senang sekali. “Maaf terlambat, tadi macet sekali di perjalanan. Jadi aku turun dari mobil Reno dan naik ojeg ke sini.”
“Ya, tidak apa-apa.” Guntur berusaha menenangkan dirinya. Ia memanggil pelayan dan memesan menu untuknya dan untuk Fika. Setelah pelayan berlalu, Guntur memulai setelah sebelumnya menarik napas panjang. “Kau tidak cantik….”
“Ih, Guntur, kukira mau bicara apa….” Fika menepuk bahunya. Ia tersenyum lebar seperti biasa, namun entah kenapa sepertinya mata Fika berkaca-kaca. Fika terkejut saat Guntur mengambil tangannya.
“Tanganmu juga kasar, Fika….” Guntur menunduk. Saat ia menatap Fika, cewek itu sedang menangis. “Maaf, bukan itu maksudku!” Guntur menahan tangan Fika yang ingin melepaskan diri. “Aku…aku…” Guntur meremas tangan Fika. “Aku cinta padamu, Fika!” teriaknya tanpa sadar.
Tangis Fika berhenti. “Apa?”
“Maaf…aku…awalnya aku ragu akan perasaanku. Tapi akhirnya aku sadar, selama sebulan ini aku hanya melihatmu, Fika….” Guntur melihat pipi Fika bersemu merah.
“Aku jelek, aneh, lebay! Kau jangan mengerjaiku! Selama ini kan kau selalu mengantar pulang Prita! Hari ini juga kau mengantarnya!”
“Itu karena untuk meyakinkanku bahwa aku ini tidak suka cewek jelek sepertimu….” Guntur tersenyum. “Tapi semakin aku mengingkari perasaanku, semakin aku menyadari bahwa aku mencintaimu. Aku janji, tadi itu terakhir aku mengantar Prita.”
“Aku jelek, tidak pantas kaucintai.” Fika merajuk.
“Kau manis, kok. Betul seperti katamu, kalau kuperhatikan dengan baik-baik, kau ini manis sekali.”
Fika tersenyum. Ia menangis lagi. Kali ini Guntur yakin itu tangis bahagia. “Kukira selamanya kau akan menganggapku jelek….”
Guntur tertawa. Lalu mereka sama-sama tertawa. Cinta memang aneh, pikir Guntur dengan hati yang terasa hangat. Benar kata ayah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apa pun bisa terjadi.
TAMAT
CODET
PROFIL PENULIS
Nama : Codet
Nama : Codet
Add Fb : putri_comics86_ydws@yahoo.com
Hobi: menulis, membaca, menggambar, mencuci
Hobi: menulis, membaca, menggambar, mencuci
Baca juga Cerpen Cinta dan Cerpen Remaja yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar