Sabtu, 14 Juli 2012

Cerpen Pendidikan Islam - Enam Tahun Itu

ENAM TAHUN ITU
Karya Mardiono

Kau memang bintang sekolah yang selalu dikagumi semua teman. Para guru juga memuji dan menyanjungmu, seolah tak ada lagi yang dapat diandalkan disekolah selain kau. Segudang prestasi ilmiah mampu kau sabet dengan mudah. Wajah cantik titipan Tuhan itupun mungkin dapat menggoyahkan iman seorang jejaka. Tapi, cukupkah itu semua tanpa dibarengi akhlak seorang pelajar?.

Semua sampah dan dusta. Engkau masih saja beralasan yang bukan - bukan padaku. Aku kau anggap boneka yang bisa kau mainkan sesuka hatimu. Bahkan masih kuingat saat kau menjelaskan segalanya. “ dia masih pamanku secara garis adatnya. Ia semarga dengan ibuku. Jadi tidak mungkin kami akan bersatu “. Itulah yang kau ucapkan saat ku mulai curiga padamu.

Tapi semua itu palsu. Masih ingatkah kau saat kita jadian dulu?. Dengan kata indah dan sayang kau ungkapkan perasaan itu. Namun apa?. Mungkin baru kaulah orang yang mengecewakanku seberat ini, selama ini. Ucapanmu manis mengikis hati. Lakonmu selalu menunjukkan bahwa kaulah yang perfect sebagai seorang bintang di sekolah. Kau pergi ke Jakarta tanpa pamit. Acara perpisahanmu disekolah, juga aku tak diundang. Semua orang tahu kalau kau orang yang terpandang. Sehingga, bukanlah hal yang sulit untuk mengurus perpindahanmu ke Jakarta.

Aku masih ingat, sore itu kau mengajakku jalan melihat sunset di tepi pantai Pandan. Akupun bersiap senang dan semangat. Tapi nyatanya?. Muncul kembali smsmu yang menyatakan acara jalan untuk sore itu, batal. Tak lama setelah itu, dengan tenang dan tanpa merasa bersalah, kau melintas di depanku, berdua dengan pamanmu menuju arah tepi pantai itu. O.., jadi itu alasannya?
***

Masih jelas membekas diingatanku, saat semua kepergok tanpa sengaja. Saat itu hapeku tengah lowbatt. Aku ingin menghubungi keluargaku yang berada di Medan. Lalu kupinjam hapemu untuk mengirim sms agar dapat dihubungi. Dan ketika menerima balasan sms, tanpa sengaja kulihat pesan singkat itu. Saat itulah aku tahu bahwa kau masih menjalin hubungan dengan mantan pacarmu yang kau sebut sebagai pamanmu itu. Sengaja dalam hapemu tak kau buat nama dari pemilik nomor itu. Agar aku tak curiga. Tapi aku juga tak bodoh seperti yang kau bayangkan. Setelah ku cek untuk memanggil nomor itu dihapeku, barulah muncul nama dari pemilik nomor hape itu. Lebih yakin lagi, saat isi sms yang kulihat itu, mengatakan kalau ia menangih janji sebuah ciuman padamu. Itukah yang kau anggap pamanmu? Atau itu hanya alasanmu saja?. Saat itu juga kusadar kalau kau hanya sekedar mempermainkanku. Kau khianati cinta ikhlasku. Kau obrak abrik semua ketulusan yang kuberi. Mengapa ada orang sepertimu dimuka bumi ini?

Kau bahkan pernah cerita padaku bahwa akan ada karma atau hukum adat yang terjadi, bila dua orang yang saling mencintai tapi tidak bisa menyatu karena adat. Tapi apa?, kertas wangi berhias kerlap kerlip ini mengatakan bahwa kau akan menikah dihari dan tanggal yang telah tertera. Kau memang aneh !!
***

Lamunanku tiba – tiba saja terhenti saat ibu memanggilku untuk sarapan. Tapi saat kulihat waktu di jam dinding, mungkin lebih cocok disebut makan malam. Aku tak sadar. Dzuhur hingga maghrib terlewatkan seolah aku bukan seorang muslim. Sungguh, cinta dunia ini begitu menyesatkan. Begitu merugikan. Membuatku jauh dari-Nya. Membuatku bergumul dengan dosa. Aku terjebak oleh tipu daya syeithan dalam bentuk seorang wanita. Ya Rabb….., masih mungkinkah kudapatkan pintu maaf-Mu?.
Seharian kerjaku hanya membolak – balik kertas undangan itu saja. Perutku lapar. Sebenarnya siang tadi aku mau makan, tapi entah mengapa suara ketokan pintu itu tiba – tiba menggangguku dan membuatku harus menunda makan,
“ Bang Radit, ini ada kiriman dari kakak. Maaf ya bang, aku cuma disuruh nyampe’in aja”. Ucap adiknya yang menyodorkan sebuah tiket pesawat tujuan Jakarta. Mereka akan melangsungkan pesta pernikahannya di Jakarta. Kalau dikampung, secara adat mereka dilarang.

Entah apa maksudnya. Ingin rasanya tiket pesawat itu kurobek – robek menjadi tak berbentuk. Tapi untuk apa?. Apakah aku harus dendam kepadanya?. Sungguh tak ada gunanya. Mungkin itu sudah jodohnya. Lalu kenapa ia harus menyakiti hatiku?, apa ini memang disengaja??

Kuabaikan semua hal tentang dirinya. Termasuk undangan dan tiket tujuan Jakarta itu, hanya ku jadikan penyumbat tong sampah di lubang yang sering menjadi lalu lintas tikus.
***

Waktu terus berputar berganti tahun. Tanpa terasa, seragam biru abu – abu ini telah termuseumkan. Enam tahun telah kulalui sejak peristiwa itu. Kini akupun telah lulus PNS di Departemen sosial dan ketenagakerjaan. Buah hatiku yang mungil, baru saja menginjak tanah. Namanya Syaifur Rozzaq, yang artinya pedang Sang pemberi rizky. Katanya, nama itu adalah do’a. Semoga dengan nama ini, aku mendo’akan anakku agar menjadi pembela agamaNya.

Kini tak ada lagi sisa – sisa namanya dihatiku dan dibenakku. Semua hanyalah sebuah kenangan masa SMA. Aku terus disibukkan oleh pekerjaanku, hingga aku dikirim ke Jakarta dalam misi sensus yayasan Sekolah Luar Biasa.
***

Siang itu ditengah keseriusanku bekerja. Penaku nyaris terhenti. Mataku terpaku pada sebuah nama orang tua murid yang termuat dalam formulir penerimaan bantuan. Nama itu. Marga itu. Mengingatkanku pada seseorang enam tahun silam. ‘Ah, mungkin itu hanyalah suatu kebetulan saja. Berjuta – juta orang yang tinggal di Jakarta ini. Mungkin saja ada kemiripan nama juga marga’ tepisku dalam hati. Tapi kenapa hatiku gundah?. Perasaanku tak bisa dibohongi. Entah apa yang mengganjal di benakku.

Hari itu begitu melelahkan. Kutinggalkan semua pekerjaanku walau hanya sesaat. Ku stell lagu – lagu pop hits enam tahun silam yang mungkin bisa menghiburku dari penatnya pekerjaan. Grup band Dewa 19, melantunkan lagu berjudul kangen, suara arie lasso sang vokalis itu, sangat mengingatkanku masa saat aku bercanda ria di taman sekolah dengan teman – teman. Angankupun berkelana bersama tembang nostalgia itu. Hingga aku terlelap. Dalam tidurku, aku melihatnya lagi. Yang kuingat saat kumengenal dan mulai jatuh hati padanya, saat itulah lagu ini kudengar. Suaranya masih terngiang. aroma parfumnya serasa menyengat. Bentuk tubuhnyapun masih tergambar. Ia mulai mendekat. Ingin membisikkan sesuatu ditelingaku. Dan….
“ Pak Radit…, pak radit….”, tubuhku tergoyang pelan disertai dengan ucapan itu. Salah seorang staff yayasan membangunkanku. Kurang ajar !!, ia mengacaukan segalanya. Mungkinkah mimpi itu bisa kusambung lagi?. Tapi kenapa bisa memimpikannya ya?
“Maaf pak, saya mengganggu, ada orang tua murid yang datang membawa persyaratan penerima bantuan pak” imbuh staff itu sopan sambil meletakkan berkasnya dimejaku. Aku masih terdiam. Kepalaku masih berat. Mungkin karena tidurku tidak sempurna. Aku masih mengucek – ngucek mata. Setelah itu langsung kusahut lembaran formulir pendataan penerima bantuan itu dengan malas. Rasanya tak ingin kukerjakan karena masih mengantuk. Jarikupun menulis bak dokter yang menulis sebuah resep untuk pasiennya. Tapi…

Kembali hatiku berdesir. Jantungku berdegub. Dug..dug...dug… Ia menyebutkan nama dan marga yang sama. Suara itu ……...

Spontan kuhentikan pekerjaan itu. Ragaku terasa beku bagai dalam ruangan bersalju. Apa aku masih berada dalam mimpi?. Tidak. Karena tadi sempat kuseruput kopi panas yang dihidangkan oleh staff yayasan agar aku terlihat segar.

Dengan perlahan dan perasaan yang gusar, kucoba mendongakkan kepalaku menatap orang tua murid itu, dan….

Kami beradu pandang. Lebih dari lima detik. Ia juga terlihat heran dan bingung.
“ ma..ma...maaf pak, kenapa melihatku begitu?” ucapnya terbata.
“ has..has…hasnah kan?” tanyaku meyakinkan.
“ha..ehm…ehm…eng..eng..eng... enggak koq eh, ya benar pak. Tu memang nama saya. Kan tadi sudah bapak tulis..” jawabnya ragu salah tingkah.
“ kamu…..???”
“ oh gak pak. Mungkin Bapak salah orang. Saya baru pindah dari Semarang, sebulan yang lalu. Maaf pak, saya terburu. Data pelengkapnya nanti saya kirimkan saja ke Bu Lina. Kebetulan, rumah kami berdampingan. Ia juga sering mengantar anak saya kesekolah sekalian mengajar”. Lanjutnya tergesa mengejar anaknya. Anak itu tampak bingung sendiri dan lasak seperti orang gila. Entah apa yang terjadi. Iapun langsung ngacir keluar ruangan setelah berhasil menangkap anaknya.
***

Heran, bingung dan penuh tanda tanya mengitar dibenakku. Kenapa ia langsung menangkap apa yang ingin kusampaikan?. Aku masih belum puas. Sejurus kemudian, jariku bagai detektif mencari berkas Bu Hasnah dilemari Yayasan. Aku hampir putus asa dan merasa kalah karena tak dapat kutemukan. Aku kembali ke kursi kerjaku dan terus penasaran. Hingga ku seruput kembali kopi hangat itu, mungkin bisa menyegarkan kembali suasana dalam hatiku. Saat kuletakkan kembali gelas kopi itu, nampak tergeletak manis terbungkus map hijau disamping gelas kopi itu. Rupanya itu berkas syarat penerima bantuan SLB yang tadi diserahkan. Mataku kembali haus untuk memeriksanya. Dan akhirnya kudapatkan juga apa yang kucari. Nama suami dan nama ibunya yang semarga. Tanggal pernikahan mereka juga tertera disitu, sama seperti yang pernah kulihat diundangan enam tahun silam. Dan anak itu ???.

Ku bolak balik berkas bermaterai itu lagi. Hingga akhirnya kutahu kalau anaknya itu mengidap penyakit autisma. Penyakit yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Bahkan kelasakannya itu akan berhenti saat semua raganya merasa lelah karena terus bergerak. InnaliLlah…
Tak terbayangkan olehku, betapa sulit dan repotnya mengurus anak seperti itu. Semoga hal itu jauh dari keluarga dan anakku.

Sesaat bayangan enam tahun silam itu, terputar kembali. Aku masih diam membisu, didampingi kertas – kertas data orang tua murid yang masih berantakan karena terlalu penasarannya kumencari.

Aku teringat akan karma dan hukum adat yang pernah ia ceritakan dulu. Apakah itu imbasnya?. Wallahu a’lam. Katanya omongan orang tua itu adalah nasehat. Terkadang ada benarnya juga walau tidak bisa kita yakini sepenuhnya. Entah harus bersikap bagaimana aku dengan kondisi itu. Akankah aku harus senang atas kemenanganku merasa dia kena imbasnya?. AstaghfiruLlah… Ia juga manusia yang sama mempunyai perasaan dan naluri seperti aku. Bagaimana pula jika itu terjadi padaku?. Atau apakah aku harus sedih, melihat keadaannya yang sekarang?. Tapi aku juga telah dikhianatinya.

Biarlah semua ini diatur Sang penguasa urusan dunia akhirat. Hanya Dia-lah yang dapat membolak – balikkan segalanya dengan sangat mudah dan tanpa terduga. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya yang senantiasa berada dijalanNya. Semoga yang Kuasa memberikan yang terbaik untuk kita. Amin


Tamat
Sipange, 27 Desember 2010
Pukul 11:25

PROFIL PENULIS
Mardiono, Lulus SMK Negeri 7 Medan, jurusan akuntansi tahun 2004.
Melanjutkan pendidikan pada September 2006 di Ma’had Abu Ubaidah Bin Al Jarrah angkatan ke IV. Dan telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di STAI BU PANDAN Maret 2012.

Cerpen yang telah di terbitkan, “ Tatapan Matanya” pada 04 Oktober 2010 di annida online, dapat di baca di (http://annida-online.com/media.php?module=detailartikel&id=2251&page=1)

Baca juga Cerpen Pendidikan dan Cerpen Islam yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar