Kamis, 05 Juli 2012

Cerpen Remaja - Perjalanan Tidak Untukku

PERJALANAN TIDAK UNTUKKU
Karya M. Hadi Kurniawan

Setetes embun dan sepasang mata berikan aku berbicara tentang pagi ini, suasananya kelihatn ramai, karana disana dia melihatku dengan sepasang tatapan yang tak jauh dari lambaian ombak di pantai, turunlah angin menyulam pelangi dan seorang bidadari telah patah sayapnya, membuatku membayangkan tarian untuk sebuah kebahgian di ujung pelupuk mata, ini melukiskan bahwa pagi ini beriring mawar dengan tangkai yang tidak layu. Sebuah kesan datang berjalan seprti angin perlahan dengan tema yang berbeda, mereka melihat ku dengan tatapan pasti untuk yang sepertinya.

Tidak ada satupun yang di atas dan tak satupun dari aku dan mereka yang ada di bawah, melintang dengan ujung yang sama, mencari tujuan yang yang sama, aku yakin ini meninggalkan pesan sedalam tatapan hati yang turun di atas purnama. Aku ingin membiaskan sinar itu kedalam cerita perjalan hari ini. Dan tujuan itu telah terbuka membuakanya dengan muali berkupul dikampus, perjalan ini bukan untuk sediri dalam diriku tetapi keluahanya seperti sebuah gambaran semut diatas sebutir gula, mereka sangat ramai dengan kerjasama tampa ada tingkatan tahta meraka bersama untuk sebutir gula yang manis, begitupun aku dipagi itu aku dan mereka mencari suatu yang manis,

Waktu mengantar memulai aku untuk perjalan manis itu, dan kendaran beroda empat dan mempunyai ukuran cukup panjang jika di bandingkan dengan kendaraan roda empat lainya yang panitia tetapkan untuk mengatarkan kita menuju tujuan itu sampai, sebagian besar orang di negeri ini mengatakan kendaraan itu Bus, ya…. Bus itu memamng telah sampai tapi bukan berate kami lasung segera menaikinya melainkan kita berdoa terlebi dahulu sebagaimana kegiatan upacara yang sering dilakukan sebagian besar masayrakat didaerah ini.

Karana mereka meyakinkan doa itu adalah sumber keberhasilan dan keselamatan dari suatu tujuan yang ingin di capainya, dan tentunya akupun ikut serta dalam hal itu, disebuah makam ulama dekat musola yang bersejarah aku dan rombongan yang lainya bersama memanjatkan doa, doa yang tentunya berisikan keselamatan, disana aku duduk di paling belakang dikaranakan aku memang ingin cepat-cepat keluar jika doanya telah selesai.

Panjatan doa dan harapan telah selesai dan kami segera berjalan menuju bus untuk segera melakukan perjalanan, aku rasa disana tidak ada yang kelihatan lesu ataupun tak menginginkan hal ini sebab raut wajah yang mereka tamapkakan begitu ceria dengan tatapan mata yang berisi perjalanan yang akan menyenangkan. Pitu bus itu telah terbuaka dan satu persatu dari rombongan segera memasukinya dan memasang sebuah tujuan dengan kursi bus yang mereka dapatkan, disana aku mendapatkan bagian yang kursi yang paling belakang.

Kemudian mulai berjalan kendaraan itu segera mengatarkanku pada kami kesebuah pelabuhan, waktu segera datang dan tiba pada pelabuah penyebrangan, itu berate detik-detik untuk meninggalkan kota kelahiran telah datang aku tidak menyangka meningalkan kota ini seperti hati dalam suasana sore.

Seketika mega mega merah melintang lalu perlahan semu berjalan diatas matahari tengelam, selamat jalan surya semoga tertidur lelap kau disana, karna tadi ku lihat kau begitu semangat, laluTidak lupa beberapa kalimat sederhana untukmu yang berselimut gelap, sebuah kata waktu yang tertingal senja , ini terkadang menjadi labuhan sepi, tapi bukan hanya sepi dia juga selalau berjalan bersama, berati ini bukan sepi namun merami mendekap damai, bagaimana tidak dia berbandu bintang walau mungkin angun sinar bulan terikat waktu indah tetap bertabuh damai,

Dan ini semua kalimat sederhana buat malamku yang datang luruskan jalanku,meraih letih lambat keringat berderai, walau ini untuk rintihan dan sekujur rasa tak puas atas hari tadi, tapi aku harap setangakai mawar dan bintang bersinar berjodoh meyulam puisi atas serat sutra yang mengikat bersembunyi dibalik hari tadi

Lalu sunyi menuliskan nada sembari Berbisik berbicara hati dan ini malam mata merindunya dalam ungkapan waktu, katakan saja aku kangen sebab saat nadi menarik darah tanganku tak bergerak tapi jantungku seperti beranjak, padahal terikat ragaku bertali jarak, lalu tertimbun aroma malam aku terpendam diam, menari sepi dalam setiap kedipan dinding dan tanah berubah kadang melukis bediri bayanganmu, tak jarangpun berjalan mendekat indahmu, aku tau ini pasti untukmu.

Aku rasa seperti itu palabuhan ini mengisaratkan perjalan yang akan datang ketika aku harus meningalkan kota kelahiran ini.

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar