Jumat, 06 Juli 2012

Cerpen Motivasi - Kejadian Tak Terduga

KEJADIAN TAK TERDUGA
Karya Mario Abraham Kastanya
 
“Apakah ini ??” perasaan hangat menyentuh tubuhku, kubuka mataku dan kulihat sinar matahari menyeruak melalui jendela kamar tidurku. Pancarannya yang hangat seakan membelai tubuhku dan mengajakku untuk bangun. Kuputuskan untuk bangun, berjalan mendekati, dan menikmati sinarnya, kuhirup udara pagi yang segar dalam-dalam. “Huuuffff .. Pagi yang cerah”, aku bergumam.
Tak lama pikiranku mulai kembali ke realita, ada sesuatu yang besar di hari ini. Ya! Hari ini aku akan membuka jalanku ke dunia yang telah lama aku impikan, dunia entertainment.
Sudah sejak lama aku jatuh bangun untuk masuk dunia ini, dan sekaranglah saatnya aku menunjukkan apa yang aku punya.

Hari ini aku akan bertemu dengan salah satu perwakilan manajemen artis yang terkenal, Pak Yudi di Potluck, salah satu cafe yang cukup gaul saat ini dengan moto to see and to be seen.
Aku telah mempersiapkan segalanya untuk hari ini, penampilanku, baju yang aku pakai, bahkan aku berlatih gaya bicaraku agar terkesan menyenangkan dan metropolitan. Tak tanggung-tanggung sudah dari jauh hari aku membeli baju dan sepatu baru dan 2 hari yang lalu aku mencukur rambutku agar terlihat lebih rapi.
 
Sudah puas aku melihat bayanganku di cermin kamar, “Yup .. Sempurna.” Setelah menghabiskan waktu 1 jam untuk mandi, bersiap-siap dan mematutkan diri di depan cermin, waktu yang cukup panjang buatku yang biasanya hanya menghabiskan 15 menit. Yah tidak apa-apa, apapun akan kulakukan untuk mengesankan Pak Yudi hari ini.
“Maxiiiiiiii.. sudah makan belum?” teriak mama dari dapur. “Sudah, Maaaa..” timpalku berbohong. Perutku terlalu mulas untuk menghadapi hari ini, dan aku sudah tidak dapat merasakan apapun kecuali perasaan antusias sekaligus takut untuk bertemu Pak Yudi hari ini.
“Aku akan menaklukan dunia!” tekadku seraya menapakkan kaki keluar rumah dan mengeluarkan motor dari halaman. Aku tidak ingin gagal untuk yang kesekian kalinya.
“Weeeks .. sudah pukul setengah 11,” ujarku setengah teriak, padahal aku janji untuk bertemu pukul 11.00.
“Shiiiiit !!” aku mulai frustasi, tidak ada hari yang lebih sial dari hari ini. Kurasa memang bukan takdirku menjadi orang terkenal, ban motorku tertusuk paku dan sialnya motorku tidak dapat berjalan lebih jauh lagi. Aku pun tidak dapat menghubungi Pak Yudi atau temanku karena handphone-ku baru saja hilang 3 hari yang lalu dan aku belum sempat untuk membeli yang baru.

Kembali kulirik tag heuer kesayanganku dan jarum panjang pun menunjukan 10 menit menuju pukul 11. “Baiklaaah .. Mungkin aku memang harus merelakan segala impianku”, tepat ketika aku siap untuk menguburkan segala impianku seraya mendorong si goes (nama motorku). Berhenti mobil Honda Jazz di pinggirku dan seorang perempuan menggunakan kaca mata hitam mulai menurunkan jendela mobilnya. Ternyata perempuan itu Nanda, mantanku.
“Si goes kenapa, Maxi?” ujarnya. “Ban-nya bocor, kena paku.” Jawabku dengan gontai.

Nanda pun memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan keluar dari mobil. Dia tidak berubah, tetap seorang Nanda bertubuh sintal dengan senyum manis. Tapi aku terlalu capai sekaligus sedih untuk merasakan perasaan yang dulu ada untuk muncul kembali.
“Waaaoooow.. rapi banget lo?!,” ujarnya sambil berjalan menghampiriku. “Yaaa.. gw ada janji ama orang jam 11 di Potluck”, aku menjawabnya dengan lemas.
“Kayanya penting banget yaaah ??” Dia bertanya kembali. “Hmm.. gitu laaah..” Jawabku dengan nada lemas dan kesal sekaligus ingin mengirimkan sinyal “kalo ga pengen bantu ga usah deketin gw atau beramah-tamah ama gw”.

Sepertinya dia menangkap sinyal itu, memang tidak sia-sia aku menghabiskan waktu 2 tahun dalam kehidupan cintaku bersamanya, dia masih bisa membaca mood-ku.
“Mau gw anterin? Sekalian gw mau ke Dago atas”, tawarnya. “Maaauu!!” Jawabku tanpa pikir panjang. Ternyata memang Tuhan masih memberikan jalan untukku menjadi orang terkenal.

Jalan pun terus dimudahkan ketika aku melihat Circle K di seberang jalan, aku pun langsung menitipkan si goes di sana. Untung aku sering membeli rokok di sana sehingga mas-mas panjaga tokonya pun kenal denganku. Aku kembali melirik jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 11.10. “Well.. Sudah tanggung laah, nanti aku akan minta maaf saja kepada Pak Yudi.” Ujarku dalam hati.

Selama perjalanan ke Potluck waktu serasa berjalan sangat cepat tapi sebaliknya dengan mobil Jazz ini. Nanda pun mencoba mencairkan suasana dengan berbasa-basi, menceritakan kabar sahabat kami waktu itu, Herry, yang sekarang sedang sekolah di Jerman atau Windy yang sudah menikah dan sedang mengandung 4 bulan. Semua itu berita baik buatku, hanya saja perasaanku terlalu gugup, takut, bercampur dengan harap-harap cemas berharap Pak Yudi masih ada di sana menungguku. Sehingga yang aku dengar hanyalah, “Blaa.. bla.. blaa.. Herry.. Bla .. bla..” dengan nada naik turun dan sesekali ditambah dengan senyuman manis Nanda.
Aku akan menjawab dengan “Ooow gitu.. Masa ?”, atau “Waaoow.. ok juga dia”.
Aku tidak keberatan jika Pak Yudi marah besar dan memakiku di tempat, yang penting dia ada di sana dan mau mendengarkan alasan keterlambatanku. Akhirnya waktu menunjukkan 11.40 ketika plang Potluck terlihat. “Gw turun di sini aja.. Makasih ya, Nan”, ujarku buru-buru sambil melemparkan senyum manis kepadanya. “Sama-sama.. goodluck, yaah,” timpalnya.
Tuhan, maafkan aku jika aku berlaku demikian kepadanya yang sudah baik mengantarku di saat yang sulit. Namun situatinya juga sulit untukku saat ini, aku berjanji untuk menelponnya dan mengajaknya pergi setelah semuanya ini selesai.

Mataku melihat ke kanan dan kiri dengan panik dan cepat berusaha mencari Pak Yudi di meja-meja yang penuh dengan ABG. Seharusnya tidak sulit untuk mencari pria setengah baya berbaju hitam dengan gaya mentereng. Pak Yudi memang terkenal dengan Yudi ‘item’, bukan karena kulitnya yang hitam namun karena dia selalu memakai baju hitam.

Terlihatlah pria dengan rambut pendek dan uban yang sudah hampir menutupi seluruh kepalanya kontras dengan kemeja hitam yang disandangnya. Pria itu terlihat gusar dengan sesekali melihat handphone dan menghisap rokoknya.

Gembira dengan kenyataan bahwa dia masih ada di sini menungguku, senyum pun mengembang di wajahku seraya kutarik nafas panjang dan berdoa dalam hati “Terima kasih Tuhan,” sambil beranjak menghampirinya.
 
Baca juga Cerpen Motivasi yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar